RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 013/PUU-III/2005 (Perbaikan I tgl. 21 Juni 2005)

dokumen-dokumen yang mirip
P U T U S A N. Nomor 013/PUU-III/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN [LN 1999/167, TLN 3888]

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 2/PUU-XVI/2018 Pembubaran Ormas

Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Mei 2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 66/PUU-X/2012 Tentang Penggunaan Bahan Zat Adiktif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 84/PUU-IX/2011 Tentang Ketentuan Pidana Bagi Akuntan Publik

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 066/PUU-II/2004

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-I/2003

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 004/PUU-I/2003

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XI/2013 Pemberian Hak-Hak Pekerja Disaat Terjadi Pengakhiran Hubungan Kerja

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-I/2003

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 129/PUU-XIII/2015 Sistem Zona Dalam Pemasukan (Impor) Hewan Ternak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-I/2003

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 99/PUU-X/2012 Tentang Hak-hak Petani Dalam Melakukan Kegiatan Pemuliaan Tanaman

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIV/2016 Penggusuran Paksa

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 Hak Warga Negara Untuk Memilih Penyelenggara Jaminan Sosial

Ringkasan Permohonan Perkara Nomor 59/PUU-XII/2014 Daluwarsa Masa Penuntutan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 004/SKLN-IV/2006 Perbaikan Tgl, 29 Maret 2006

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 63/PUU-XII/2014 Organisasi Notaris

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 4/PUU-V/2007

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 34/PUU-IX/2011

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

I. PEMOHON - Magda Safrina, S.E., MBA... Selanjutnya disebut Pemohon

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 023/PUU-I/2003

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

5. Kosmas Mus Guntur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V; 7. Elfriddus Petrus Muga, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII;

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 385 dan Pasal 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 15 TAHUN 2001

Kuasa Hukum: Fathul Hadie Utsman sebagai kuasa hukum para Pemohon, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 20 Oktober 2012.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 40/PUU-X/2012

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XI/2013 Tentang Penetapan Batam, Bintan dan Karimun Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 012/PUU-I/2003

RINGKASAN PERBAIKAN Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 Hak Warga Negara Untuk Memilih Penyelenggara Jaminan Sosial

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 008/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 12 Mei 2006

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 45/PUU-XIV/2016 Kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 48/PUU-X/2012 Tentang Penentuan Batas Wilayah Kepulauan Riau

Transkripsi:

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 013/PUU-III/2005 (Perbaikan I tgl. 21 Juni 2005) I. PEMOHON/KUASA Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Pengusaha Pelayaran Rakyat (DPP PELRA) yang diwakili oleh H.M. Yunus dan Drs. H. Abd. Rasyid Gani Kuasa Hukum: Dedi M. Lawe, SH, dkk II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 1. Penjelasan Pasal 50 ayat (3) huruf h Yang dimaksud dengan dilengkapi bersama-sama adalah bahwa pada setiap pengangkutan, penguasaan atau pemilikan hasil hutan, pada waktu dan tempat yang sama, harus disertai dan dilengkapi surat-surat yang sah sebagai bukti. Apabila antara isi dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan tersebut tidak sama dengan fisik baik jenis, jumlah, maupun volumenya, maka hasil hutan tersebut dinyatakan tidak mempunyai surat-surat yang sah sebagai bukti. Pasal 28A Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undnag-undang. martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasannya, serta berhak atas Pasal 28H ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

2. Penjelasan Pasal 50 ayat (3) huruf j Yang dimaksud dengan alat-alat berat untuk mengangkut, antara lain berupa traktor, bulldozer, truk, logging truck, trailer, crane, tongkang, perahu klotok, helicopter, jeep, dan kapal. Pasal 28C (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Pasal 28D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas 3. Pasal 78 ayat (15) Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk negara. Pasal 28A Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undnag-undang. Pasal 28D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas

Pasal 28H ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 4. Penjelasan Pasal 78 ayat (15) Yang termasuk alat angkut, antara lain kapal, tongkang, truk, trailer, pontoon, tugboat, perahu layar, helikopter, dan lain-lain. Pasal 28A Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undnag-undang. Pasal 28D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas Pasal 28H ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. III. ALASAN A. Fakta-fakta hukum 1. Bahwa pencantuman kata-kata Pengangkutan, Mengangkut dan Alat Angkut pada Pasal dan Penjelasan Pasal 50 ayat (3) huruf h dan huruf j dan Pasal 78 ayat (15) menegaskan tentang larangan dan sanksi pidana bagi alat-alat angkut yang beroperasi di lingkungan hutan dimana ketentuan tersebut dengan sendirinya berlaku juga bagi kapal-kapal pelayaran rakyat, dengan alasan yang bertentangan dengan penangkapan. UU Kehutanan telah membatasi dan menghambat usaha-usaha Pemohon dalam rangka menjalankan aktifitas pengangkutan khususnya pengangkutan kayu-kayu olahan yang selama ini menjadi penopang utama dan andalan pengangkutan hingga usaha Pemohon mampu bersaing dengan berbagai armada angkutan yang lebih canggih dan modern.

2. Bahwa dengan tidak dianalisanya atau tidak diharmonisasikannya ketentuan Kehutanan dengan Ketentuan Pengangkutan dalam Naskah Akademik pembentukan UU Kehutanan, padahal sektor pengangkutan diatur atau terikat dalam UU Kehutanan, maka UU Kehutanan telah mengalami cacat formal dalam proses pembentukannya oleh karena pembuat UU telah dengan sengaja mengabaikan dan tidak memperdulikan keberadaan hak-hak konstitusi Pemohon. 3. Bahwa terdapat 2 sifat konservatif dari UU Kehutanan, yakni larangan atas: - Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang (vide Pasal 50 ayat (3) huruf j) - Larangan mengeluarkan atau mengngkut hasil hutan keluar kawasan hutan yang tidak dilengkapi dengan surat-surat sahnya hasil hutan (vide Pasal dan Penjelasan Pasal 50 ayat (3) huruf j) 4. Bahwa kedua sifat konservatif dari UU Kehutanan telah diberlakukan secara membabi buta dengan tanpa memperdulikan hak dan kewenangan Pemohon. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa: - Kapal-kapal PELRA tidak pernah diletakkan di hutan atau berakses langsung dengan hutan, melainkan diletakkan ratusan kilometer dari lokasi hutan, yakni di muara-muara sungai atau langsung di pelabuhan pemuatan - Kapal-kapal PELRA tidak pernah merapat di hutan melainkan di muara atau pelabuhan B. UU No. 41/1999 bertentangan dengan hak dan kewenangan konstitusi Pemohon 1. Penjelasan Pasal 50 ayat (3) huruf h UU a quo bertentangan dengan Pasal 28A,, dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 karena pembuat undang-undang jelas-jelas mengabaikan hak dan kewenangan konstitusi Pemohon dengan menyatakan SKSHH tidak sah apabila isinya berbeda dengan keadaan fisik dan dianggap tidak memiliki SKSHH. Hal ini menunjukkan arogansi Pemerintah c.q. aparat karena di pelabuhan asal saat loading barang telah dilakukan clearance oleh pihak Dinas Kehutanan dan administratur Pelabuhan sehingga terbitlah SKSHH dan SIB. Tindakan aparat memeriksa kapal, dapat diartikan sebagai koreksi hasil clearance aparat di pelabuhan Asal dengan hanya menahan bagian yang lain dari SKSHH tetap seperti keadaan semula. 2. Penjelasan Pasal 50 ayat (3) huruf j UU a quo bertentangan dengan Pasal 28C, Pasal 28D ayat (1), dan UUD 1945 karena kapal Pemohon seharusnya tidak termasuk dalam pengertian alat berat dalam Penjelasan Pasal 50 ayat (3) huruf j karena tidak berhubungan langsung dengan hutan dan hasil hutan. 3. Pasal 78 ayat (15) UU a quo bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28D ayat (1),, dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 karena pembuat UU telah dengan sengaja memperluas maksud Pasal 78 ayat (15) itu sendiri dengan tujuan memberi peluang bagi aparat di lapangan untuk juga menjaring kapal-kapal di luar kawasan hutan sehingga Pasal

78 ayat (15) ini telah digunakan sebagai landasan bagi aparat untuk berbuat sewenang-wenang yang selama ini telah menjadi dasar perbuatan KKN bagi aparat yang telah merugikan Pemohon, karenanya kata alat angkut harus dinyatakan tidak berlaku dan memiliki kekuatan hukum. 4. Penjelasan Pasal 78 ayat (15) bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28D ayat (1),, dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 karena kapal-kapal Pemohon telah juga digolongkan ke dalam pengertian alat angkut dalam penjelasan Pasal 78 ayat (15). C. Kerugian nyata Pemohon akibat lahirnya UU Kehutanan 1. Bahwa sejak diundangkannya UU Kehutanan, aparat pelaksana UU Kehutanan telah menjadikan kapal-kapal PELRA yang sedang berlayar mengangkut muatannya dari pelabuhan asal menuju pelabuhan tujuan menjadi sapi-sapi perahan. Dalam praktek, pungutan terjadi dalam 3 (tiga) tahap yang disebabkan oleh berlakunya Pasal 50 ayat (3) huruf h UU a quo. 2. Bahwa oknum aparat sesungguhnya tidak mempunyai dasar hukum untuk melakukan penyitaan kapal-kapal Pelra, sesuai Pasal 314 Kitab Undang-undang Hukum Dagang. 3. Bahwa ketentuan Pasal dan Penjelasan Pasal 50 ayat (3) huruf h dan j UU a quo menyebabkan suburnya mafia perkayuan telah memberi peluang terciptanya jaringan sindikat yang menjalin kolusi dengan aparat pelaksana UU Kehutanan untuk menangkap kapal-kapal yang kurang atau tidak memeberikan setoran, sehingga malahirkan ekonomi biaya tinggi dan persaingan tidak sehat antara kapal Pelra yang sering damai dengan aparat sehingga lebih lancar dan tanpa hambatan, dengan kapalkapal Pelra yang tidak pernah mau memenuhi pungutan sehingga harus terhambat karena ditahan. 4. Bahwa semangat Pasal 50 ayat (3) dan Pasal 78 ayat (15) UU a quo menjatuhkan tuduhan kepada Pemohon sebagai Penebangan liar/illegal loging. 5. Bahwa praktik di lapangan selama ini, aparat hukum secara semenamena menahan kapal dan muatannya bahkan menjadikan nahkoda kapal sebagai tersangka, hanya dengan alasan telah terjadi perbedaan jumlah antara muatan dengan SKSHH, akibatnya: a. Terhentinya operasional kegiatan Pemohon; b. Terhentinya pemasukan yang diperoleh Pemohon akibat kapal ditahan dan menjadi terhenti; c. Membengkaknya biaya operasional; d. Jika hal ini terjadi secara terus menerus, maka semangat bahari dari Pemohon akan luntur dan dengan sendirinya telah terjadi pembunuhan karakter sebagai bangsa bahari; e. Telah melanggar rasa keadilan Pemohon, hak asasi dan konstitusional Pemohon.

IV. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Penjelasan Pasal 50 ayat (3) huruf h UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Penjelasan Pasal 50 ayat (3) huruf j UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 78 ayat (15) UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dan Penjelasan Pasal 78 ayat (15) UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, adalah bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945; 3. Menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat atas Penjelasan Pasal 50 ayat (3) huruf h UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan khusus pada kalimat: maka hasil hutan tersebut dinyatakan tidak mempunyai suratsurat yang sah sebagai bukti ; 4. Menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat atas Penjelasan Pasal 50 ayat (3) huruf j UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, khusus pada kata : kapal ; 5. Menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat atas Pasal 78 ayat (15) UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, khusus pada kata: termasuk alat angkutnya ; 6. Menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat atas Penjelasan Pasal 78 ayat (15) UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan khusus pada kata: kapal ;