BAB I PENDAHULUAN. RI, 2007). Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sekitar 56% kematian terjadi pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya

BAB I PENDAHULUAN. berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (WHO, 2011). Angka kematian neonatal sejak lahir sampai usia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan kurang dari 37 minggu (antara minggu) atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal sesuai usianya, baik sehat secara fisik, mental,

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk pada ibu yang mengandung dan melahirkan bayi BBLR (Berat

BAB 1 PENDAHULUAN. umur kehamilan minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan

BAB 1 PENDAHULUAN. Periode postpartum merupakan masa transisi dan perubahan peran pada ibu baru

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saat lahir kurang dari gram. Salah satu perawatan BBLR yang

PENDAHULUAN BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI. NY. N DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI KAMAR BAYI RESIKO TINGGI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stres,

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan di negara-negara sedang berkembang (Unicef-WHO, 2004). BBLR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat. Menanggapi hal ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang mengunakan cara

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN adalah 32 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan target Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu target Millenium Development Goals 4 (MDGs4) adalah Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organisation (WHO) tahun 2003 mendefinisikan sehat

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu,

2015 GAMBARAN BENDUNGAN ASI BERDASARKAN KARAKTERISTIK PADA IBU NIFAS DENGAN SEKSIO SESAREA DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. akibat ketidak matangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, badan kurang 2500 gram (Surasmi dkk, 2003).

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. salah. Selain faktor teknis ini tentunya Air Susu Ibu juga dipengaruhi oleh asupan

Daftar Diagnosis Keperawatan Berdasarkan Standar Diagnosasis Keperawatan Indonesia (SDKI)

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya untuk memperbaiki kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak telah

BAB I PENDAHULUAN. fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar

BAB I PENDAHULUAN. memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya disebutkan

BAB 1 PENDAHULUAN. individu dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 98 kematian per kelahiran hidup. Tingginya angka kematian bayi

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

BAB 1 PENDAHULUAN. Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan neonatus merupakan bagian dari perawatan bayi yang berumur

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

HUBUNGAN PENAMBAHAN BERAT BADAN IBU SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT DR. NOESMIR BATURAJA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal. kematian bayi. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. minggu atau berat badan lahir antara gram. Kejadiannya masih

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang tidak jelas, dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan. menekan sistem kekebalan tubuh (Wardhana, 2010).

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

BAB II. Tinjauan Pustaka. manusia melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, melalui panca

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. respon psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Sedang kan menurut

Hubungan Antara Anemia Pada Ibu Hamil Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di RS Pendidikan Panembahan Senopati Bantul

BAB I PENDAHULUAN. kematian neonatal yaitu sebesar 47,5%. 1 Penyebab kematian neonatal. matur 2,8%, dan kelainan konginetal sebesar 1,4%.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Bayi lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

Merawat Bayi Prematur

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Bayi (AKB) dalam suatu negara. Angka Kematian Bayi (AKB)

Judul: Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL) Sistem Lain - Lain Semester VI Penyusun: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Tingkat Keterampilan: 4A

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB). AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Baru Lahir (BBL) atau neonatus adalah bayi umur 0-28 hari

ANALISA FAKTOR RISIKO KEJADIAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR DI RSUD WATES

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Anak juga seringkali menjalani prosedur yang membuat. Anak-anak cenderung merespon hospitalisasi dengan munculnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. 1. perkembangan, dan peningkatan kualitas anak berperan penting sejak masa dini

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kanker payudara seperti dapat melakukan sadari (periksa payudara

BAB I PENDAHULUAN. aspek psikologis, biologis, fisiologis, kognitif, sosial, dan spiritual yang akan

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui derajat kesehatan disuatu negara seluruh dunia. AKB di

BAB I PENDAHULUAN. antara gram), dan berat badan lebih (berat lahir 4000 gram). Sejak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling mahal sekalipun (Yuliarti, 2010). ASI eksklusif merupakan satu-satunya

BAB I PENDAHULUAN. parameter utama kesehatan anak. Hal ini sejalan dengan salah satu. (AKB) dinegara tetangga Malaysia berhasil mencapai 10 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Target penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia kini pada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan suatu bangsa masih dilihat dari tinggi rendahnya Angka Kematian Bayi (AKB).Angka kematian bayi diseluruh dunia diperkirakan 11 juta setiap tahun dan sebesar 66% terjadi pada masa neonatal. (Depkes RI, 2007). Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sekitar 56% kematian terjadi pada periode yang sangat dini yaitu di masa neonatal. Sebagian besar kematian neonatal terjadi pada 0-6 hari (78,5%) dan prematuritas merupakan salah satu penyebab utama kematian. Target MDGs 2015 adalah menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) kelahiran hidup menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKB masih 34/1000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan Negara tetangga di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina AKB di negara Indonesia jauh lebih tinggi. (Kemenkes, 2011). Penyebab kematian bayi dan balita karena BBLR sering kali menjadi penyumbang terbesar angka kematian bayi. Untuk menurunkan angka kematian bayi, maka bayi dengan BBLR, infeksi, maupun asfiksia harus menjalani perawatan secara intensif. Bayi BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) hingga saat ini masih merupakan masalah di seluruh dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi baru lahir (Proverawati, 2010). Prevalensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran didunia dengan batasan 3,3%-3,8% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi

rendah. Bayi BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Berat badan lahir merupakan prediktor yang baik untuk pertumbuhan bayi dan kelangsungan hidupnya. BBLR merupakan salah satu faktor risiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian khusunya pada masa perinatal. Statistik menunjukkan bahwa 90% dari kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. Di Indonesia sendiri 29% kematian bayi diakibatkan oleh BBLR(WHO, 2007: Maryunani, 2013). Bayi BBLR memiliki dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan.angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Secara umum bayi BBLR ini berhubungan denganusia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilanya, yaitu tidak mencapai 2500 gram (Proverawati, 2010). Permasalahan bayi berat badan lahir rendah yaitu hipotermia, daya tahan tubuh yang rendah, apnea pada bayi yang kurang bulan (Suradi, 2013). Bayi yang lahir dengan berat badan rendah biasanya memiliki fungsi sistem organ yang belum matur sehingga dapat mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan (Kusuma, 2003) Penatalaksanaan untuk bayi BBLR biasanya mencakup bantuan pernapasan, mengupayakan suhu lingkungan yang netral, pencegahan infeksi, pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi, penghematan energi bayi agar energi yang dimiliki bayi dapat digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, perawatan kulit untuk melindungi dan mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit karena kondisi kulit bayi yang belum matang, pemberian obat-obatan serta perlu adanya pemantauan data fisiologis (Kusuma, 2003).

Masalah lain yang harus dihadapi oleh bayi berat badan lahir rendah misalnya, mereka membutuhkan oksigen tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal, karena pusat pernafasan belum sempurna. Bayi berat badan lahir rendah memerlukan pemberian makanan yang khusus dengan alat penetes obat atau pipa refleks karena menelan dan menghisap yang lemah. Kehangatan BBLR harus diperhatikan, sehingga diperlukan peralatan khusus untuk memperoleh suhu yang hampir sama dengan suhu dalam rahim. Berdasarkan hal itu, bayi BBLR sangat membutuhkan perhatian dan perawatan intensif untuk membantu mengembangkan fungsi optimum bayi. Penanganan kasus BBLR harus dilakukan dalam ruang perawatan khusus dan mendapatkan perawatan secara intensif. Perawatan secara intensif pada neonatal sering dilakukan di ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) (Kusuma, 2003). Perawatan bayi BBLR di NICU mempunyai dampak yang bermakna pada ibu dan hal ini dapat menyebabkan konsekuensi jangka panjang pada keluarga itu. Krisis kelahiran bayi berat badan lahir rendah dan stigma yang terjadi pada kelahiran bayi yang sakit berat, diperberat oleh perpisahan yang diakibatkan perawatan di NICU. Perlu upaya besar untuk membantu mengatasi rasa sedih dan rasa kehilangan yang dialami para orang tua, menanggapi pertanyaan mereka dengan optimal dan memudahkan kemampuan mereka beradaptasi. Faktor situasional yang mempengaruhi stres pada ibu yang memiliki bayi BBLR dalam perawatan di NICU yaitu: Perilaku dan sikap petugas rumah sakit, proses pemindahan bayi dan kebijakan pelayanan kesehatan (Maryunani, 2013). Faktor faktor yang menyebabkan stress pada ibu yang memiliki bayi BBLR dalam perawatan diruang NICU adalah adanya (1) krisis yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stress pada ibu karena keadaan yang tidak diinginkan seperti bayi nya yang harus dirawat di ruangan yang menakutkan bagi ibu. (2) frustasi adalah keadaan

yang timbul akibat kegagalan mencapai tujuan, ibu yang mengharapkan bayi yang dilahirkannya sehat namun tidak sesuai dengan harapan, hal ini membuat ibu takut akan kehilangan bayinya.(3) konflik, hal ini timbul karena ibu tidak bisa memilih hal lain kecuali anaknya harus di rawat di ruang NICU. (4) Tekanan, hal ini terjadi karena mengharapkan anaknya segera pulih kembali namun kenyataannya tidak seperti yang ia harapkan (Purnami, 2010). Selama BBLR dirawat di rumah sakit khususnya di ruang NICU, seringkali harihari bahkan bulan bulan pertama pasca lahir akan membuat orang tua sering ke ruang NICU, melihat bayi mereka dari luar incubator, membaca kartu rumah sakit, belajar memasukkan ASI melalui selang nasogastrik (alat bantu makan), menyesuaikan diri karena bayi tidak ada dirumah lagi dan muncul permasalahan keuangan. Kondisi ini bisa sangat menakutkan dan menyedihkan. Selama masa ini beberapa orang tua yang memiliki bayi yang sedang dirawat diruang NICU akan menunjukkan koping terhadap permasalahan yang sedang dihadapinya karena adanya perawatan intensif bagi bayinya yang seharusnya dapat segera dibawa pulang pasca melahirkan (Wong, 2002). Perawatan di ruangan NICU meliputi perawatan bayi sakit seperti perawatan bayi sakit kritis atau belum stabil yang memerlukan support alat bantu nafas mekanik (Bubble Nasal CPAP atau ventilator mekanik), Aspirasi air ketuban (Meconeum Aspiration Syndrome); Bayi berat badan lahir amat atau sangat rendah (kurang dari 1200 gram), bayi dengan umur kehamilan kurang dari 34 minggu yang belum mendapatkan obat kematangan paru; bayi dengan kelainan congenital yang membutuhkan tindakan operatif, misalnya bayi dengan obstruksi saluran pencernaan, hernia diafragmatika, omfalokel, penyakit jantung bawaan, perforasi usus, atresia ani dll; serta perawatan bayi pasca operasi besar yang membutuhkan bantuan ventilator mekanik; bayi yang membutuhkan

intervensi invasif, misalnya pemberian surfaktan, tranfusi tukar, pemasangan akses umbilical, pemasangan akses vena dalam dan akses arteri, ventilator mekanik. Kelahiran bayi BBLR merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan membuat stres bila keluarga tidak siap secara emosi. Orang tua secara bersamaan menghadapi kebutuhan mereka sendiri, kebutuhan bayinya, dan kebutuhan keluarganya (terutama bila ada anak lain). Selain itu, keadaan bahaya pada kondisi bayi mereka menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian. Mereka dihadapkan pada krisis ganda dan perasaan bingung mengenai tanggung jawab, ketidakberdayaan, dan frustasi (Wong: 2002). Kondisi stress akan menimbulkan kecemasan pada ibu, hal ini dapat memberikan dampak pada fisik. Kondisi cemas akan memberikan rangsangan ke otak, meningkatkan kortisol yang akan menekan respon imun. Akibatnya daya tahan tubuh ibu bisa turun. Selain itu, pengeluaran ASI akan terpengaruh oleh kondisi psikologis ibu. Bila ada cemas pada ibu yang menyesui maka akan terjadi suatu blockade dari reflex let down. Ini disebabkan oleh karena adanya pelepasan dari adrenalin (epenefrin) yang menyebabkan vasokontriksi dari pembuluh darah alveoli, sehingga oksitosin sedikit harapannya untuk mencapai target organ mioepitelium. Akibat dari tidak sempurnanya reflek let down maka akan terjadi penumpukan air susu didalam alveoli sehingga secara klinis payudara tampak besar. Payudara yang besar dapat berakibat abses, gagal untuk menyesui dan rasa sakit. Rasa sakit ini akan merupak stress lagi bagi seorang ibu sehingga stress akan bertambah. Faktor-faktor yang meningkatkan reflek let down adalah dengan melihat bayi, mendengar suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi(monika, 2014). Stres adalah respon non spesifik tubuh terhadap setiap kebutuhan, tanpa memperhatikan sifatnya. Respon tersebut meliputi satu dari seri fisiologis yang disebut dengan sindrom adaptasi umum (Brunner and Suddart, 2002). Dampak stress yaitu dapat menimbul kan gejala fisik dan psikis pada orang yang mengalaminya, contoh gejala fisik

antara lain: berkeringat, menggigil, sakit kepala, jantung berdebar-debar,sakit perut, mulut kering, hilangnya selera makan. Sedangkan gejala psikisnya antara lain: Gelisah, cemas, sering melamun, kehilangan gairah terhadap belajar atau pekerjaan, cenderung bersikap agresif baik secara verbal maupun nonverbal, tidak tertarik terhadap penampilan diri, merasa segala sesuatu tidak berguna, selalu dirundung kesedihan, pelupa, sulit tidur, tidur tidak tenang dan lainnya (Hanapi, 2007). Faktor penyebab stres pada ibu yaitu pertama frustasi yang timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral yang melintang. Kedua konflik yang timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Ketiga tekanan yang timbul akibat tekanan hidup sehari-hari. Keempat krisis yang ditimbulkan oleh keadaan yang mendadak dapat menimbulkan stres pada individu (Purnami, 2010). Ibu yang mengalami stres dan mencoba untuk mengatasinya. Ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres menimbulkan ketidaknyamanan. Hal ini membuat ibu menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu demi mengurangi stres. Hal hal yang dilakukan tersebut merupakan bagian dari mekanisme koping ( Muhit& Nasir, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mitrev et,al(2013) tentang analisis pola asuh, strategi koping dan tingkat stress pada ibu yang memiliki anak dengan penyakit jantung kronis (penyakit jantuang koroner) menyatakan bahwa ibu yang memiliki anak dengan Penyakit jantung koroner menunjukkan emosi kurang positif, emosi labil, kurang berinteraksi, rasa ingin melindungi anaknya berlebihan, karena takut akan kematian pada anaknya, lebih sensitif terhadap rangsangan. Mengenai strategi ibu dalam mengatasi hal tersebut yaitu lebih focus pada intervensi atau tindakan yang diberikan pada anaknya, ia kan lebih sering bertanya kepada petugas pelayanan kesehatan yang merawat anaknya, tidak tertarik dengan rasa humor, lebih serius dengan kondisi yang dialami pada anaknya,

hal ini akan membuat ibu menjadi lebih stres. Koping lain yang ditunjukkan ibu adalah penyangkalan tentang kondisi anak nya saat ini, rasa bersalah pada dirinya sendiri, membantah secara psikologis apa yang dialami anaknya. Ia hanya berharap tindakan yang di berikan pelayanan kesehatan pada anaknya seoptimal mungkin. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2014) tentang Hubungan spiritualitas dan stres orang tua yang mempunyai anak kelahiran kongenital di RSUP H. Adam Malik menyatakan ada hubungan antara spiritualitas dengan stres namun hubungan yang ditunjukkan lemah, semakin tinggi spiritualitas seseorang maka akan semakin rendah stres yang dialami. Sedang kan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yosiana (2014) tentang gambaran tingkat stres pada keluarga klien hospitalisasi di ruang kelas III di RSAI Bandung menyatakan tingkat stress pada keluarga berbeda-beda, 37% stres ringan, 24% stres sedang, 17% stres berat. Mekanisme koping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan koginitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya. Orang tua khususnya ibu akan menunjukkan mekanisme koping dengan adanya permasalahan pada bayi mereka, misalnya saja dimulai dari adanya perasaan bersalah karena telah melahirkan bayi dengan berat badan yang kurang. Kemudian rasa bersalah akan berkembang menjadi perasaan takut, cemas, stress dan depresi karena pada akhirnya bayi akan dirawat di ruang NICU di mana ibu akan selalu terpusat perhatiannya atas kondisi bayinya yang dirawat di ruang NICU. Pada akhirnya akan adanya penerimaan dari ibu terhadap masalah yang dihadapi, sehingga ibu akan terbiasa dengan rutinitas dan pengaturan dari NICU, ibu akan mulai memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu dan berupaya untuk membantu. Orang tua khsusnya

seorang ibu akan ikut untuk belajar tentang kondisi bayi mereka, perawatan dan prosedur yang berlaku (Wong, 2002). Penelitian tentang mekanisme koping untuk mengatasi stress pernah dilakukan oleh Matusiewicz, et.al. (2015) menyatakan bahwa dalam mengatasi stress individu lebih baik menggunakan koping berfokus pada emosi yang bersifat positif karena banyak memiliki fungsi adaptif terutama untuk stress jangka panjang, dan memungkinkan untuk membangun kembali fisik, sumber daya intelektual dan sosial, serta dapat memperpanjang lingkup perhatian dan tindakan. Kemudian penelitian tentang koping dalam menghadapi stress juga pernah dilakukan oleh Angela, T. Clarke (2006) yang menyatakan dalam menanggapi stress tak terkendali koping yang diterapkan yaitu koping aktif atau disebut juga stresor pengendalian dengan cara melakukan adaptasi terhadap stresor yang dihadapi. Data yang diperoleh di RSUP. DR. M. Djamil didapatkan angka bayi BBLR dari bulan Januari sampai Desember 2014 adalah 306 orang.113 bayi meninggal, pulang 145 orang, pulang paksa 48 orang, 5 orang pindah ruang rawat. Jumlah rata-rata Bayi BBLR 21 orang bayi perbulan. Jumlah data bayi BBLR yang dirawat di NICU 3 bulan terakhir Agustus-Oktober 2015 sebanyak 63 orang, rata-rata 20-21 orang perbulan. Studi pendahuluan yang dilakukan dengan seorang ibu yang memiliki bayi yang di rawat di ruang NICU, orang tua menyatakan merasa khawatir dengan kondisi bayinya yang tidak pasti. Ibu cenderung terfokus pada kondisi bayi yang dimilikinya dan merasa khawatir jika kondisi bayinya memburuk. Ibu merasa stres karena bayinya harus dirawat diruang khusus dengan menggunakan peralatan-peralatan yang dianggap asing untuk mereka. Dalam menghadapi stres, kecemasan, perasaan bingung ibu sering bertanya pertanyaan yang sama berulang ulang pada perawat, melihat anaknya dari jendela ruangan, mondar-mandir di depan ruang rawat, sambil melihat keruangan rawat.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dapat diangkat adalah Gambaran mekanisme koping pada stres ibu yang memiliki bayi BBLR dalam perawatan di ruang NICU RSUP M. Djamil Padang tahun 2016. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah diketahui gambaran mekanisme koping dalam mengatasi stress pada ibu yang memiliki bayi BBLR dalam perawatan di ruang NICU RSUP. DR. M. Djamil Padang tahun 2016. 2. Tujuan Khusus a. Diketahui distribusi frekuensi mekanisme koping berfokus pada masalah dalam mengatasi stress pada ibu yang memiliki bayi BBLR dalam perawatan di ruang NICU RSUP. DR. M. Djamil padang tahun 2015. b. Diketahui distribusi frekuensi mekanisme koping berfokus pada emosi dalam mengatasi stress pada ibu yang memiliki bayi BBLR dalam perawatan di ruang NICU RSUP. DR. M. Djamil padang tahun 2016. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perawat di Ruang NICU Mampu mengidentifikasi koping ibu yang memiliki bayi dengan BBLR yang menjalani perawatan intensif di Ruang NICU, sehingga dapat membantu para perawat yang khusunya bekerja di ruang NICU. Tidak hanya memberikan layanan asuhan keperawatan pada bayi yang sedang mengalami perawatan intensif, tetapi juga pada para orang tua khususnya para ibu yang memiliki bayi yang sedang menjalani

perawatan intensif di ruang NICU. Perawat dapat membantu mengatasi perasaan sedih dan rasa kehilangan karena adanya perpisahan yang dialami oleh orang tua, menanggapi pertanyaan mereka secara optimal dan membantu para ibu untuk beradaptasi. 2. Bagi Rumah Sakit Sebagai masukan untuk membuat perencanaan dalam memberikan layanan asuhan keperawatan kepada bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) yang sedang menjalani perawatan maupun orang tua dari bayi yang sedang menjalani perawatan intensif. Diharapkan pada akhir nya rumah sakit dapat menerapkan perawatan ruang NICU yang berorientasi kepada keluarga. 3. Bagi Ibu yang Memiliki Bayi BBLR yang dirawat di Ruang NICU Sebagai bahan pengetahuan sehingga mampu membantu para ibu untuk beradaptasi terhadap permasalahan yang dihadapi, karena setiap ibu yang memiliki bayi yang dirawat secara intensif di rumah sakit akan mengalami pengalaman yang berbeda dari orang tua yang melahirkan bayi secara normal. 4. Bagi Peneliti Peneliti dapat melakukan penelitian pada responden secara langsung tentang mekanisme koping pada ibu yang meiliki bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) yang sedang menjalani perawatan intensif di ruang NICU.

Peneliti diharapkan juga mampu mengaplikasikan ilmu yang telah didapat mengenai penelitian ini. 5. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Penelitian ini dapat menjadi referensi atau sumbangan ilmu pengtahuan dan tambahan informasi yang dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya terkait mekanisme koping pada stres ibu yang bayinya dalam perawatan di ruang NICU.