BAB II STUDI KEPUSTAKAAN. Istilah Good Governance berasal dari induk bahasa Eropa Latin, yaitu Gubernare yang diserap

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menuntut perubahan diberbagai lini kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik, hukum termasuk

BAB I PENDAHULUAN. tidaknya negara dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita negara serta menciptakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Good Governance adalah tata kelola pemerintahan yang baik yang telah

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

BAB I PENDAHULUAN. Kita menyaksikan beberapa tahun belakangan ini muncul wacana dalam ilmu

Pendidikan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. good governance. Good governance merupakan salah satu alat reformasi yang

Mengetahui bentuk pemerintahan yang baik RINA KURNIAWATI, SHI, MH

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep governance bukanlah konsep baru, konsep governance sama luasnya dengan

Pengertian dan ruang lingkup akuntansi sektor publik

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

LANDASAN TEORI. Menurut Koiman (2009:273), governance merupakan serangkaian proses interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. publik. Pemahaman mengenai good governance berbeda-beda, namun sebagian

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Good governance dalam sistem administrasi Indonesia diterapkan seperti dalam

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang sudah ditentukan. Saat ini good governance sangat ramai. yang dipimpin oleh seorang atasan terhadap pegawai-pegawainya.

BAB I PENDAHULUAN. Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap

Good Governance dan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan sebelumnya. Apabila diterapkan secara formal dalam organisasi

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: GOOD GOVERNANCE. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, Dewan Perwakilan. rakyat Daerah (DPRD), dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder

Pendidikan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAHAN PENUNJANG MATERI MATA DIKLAT SANKRI

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUBLIK. menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan

TINJAUAN PUSTAKA. langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. paradigma baru yang berkembang di Indonesia saat ini. Menurut Tascherau dan

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

LAMPIRAN KEPUTUSAN. MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003, TANGGAL : 10 Juli 2003

BAB I PENDAHULUAN. dari terwujudnya prinsip-prinsip yang terkandung dalam Good Governance

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan (agency theory) merupakan landasan teori dalam penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian yang serius. Orientasi pembangunan lebih banyak diarahkan

IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN DI KECAMATAN AMURANG BARAT KABUPATEN MINAHASA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

Implementasi Manajemen Risiko dalam kerangka SPIP. Tri Wibowo, Msi, CA, CPMA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. bahasa inggris, merumuskan bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah dalam mewujudkan kepemerintahaan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih intensif. Hal ini ditambah dengan semakin kuatnya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka pelayanan

Mata Kuliah Kewarganegaraan GOOD GOVERNANCE

LAPORAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN PUBLIK BALAI VETERINER BANJARBARU

BAB 1 PENDAHULUAN. harus bisa menyediakan public goods and services dalam memenuhi hak setiap

Volume 12, Nomor 2, Hal ISSN Juli Desember 2010

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada

ANALISIS PENERAPAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM RANGKA PELAYANAN PUBLIK DI BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DI KOTA SAMARINDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya memberikan pelayanan yang responsif, transparan dan

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (Suatu Studi pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro)

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB II TINJAUAN TEORI YANG DIGUNAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

Good Governance. Etika Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. tatanan kehidupan kenegaraan. Salah satu latar belakang bergulirnya reformasi

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

PELAYANAN INFORMASI PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Untuk itulah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BELITUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. dari sasaran reformasi, hal ini dipertegas dengan bergesernya paradigma

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KOTA BANJARMASIN

PENERAPAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

Pelayanan Publik yang Berorientasi pada Pelanggan. Oleh: Marita Ahdiyana

PUSANEV_BPHN PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK DALAM PERUNDANG-UNDANGAN. Sigit Nugroho.

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

GOOD GOVERNANCE & TRANSPARANSI

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

Transkripsi:

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN 2.1. Pengertian Good Governance Istilah Good Governance berasal dari induk bahasa Eropa Latin, yaitu Gubernare yang diserap oleh bahasa Inggris menjadi Govern, yang berarti steer (menyetir, mengendalikan), direct (mengarahkan), atau rule (memerintah). Penggunaan utama istilah ini dalam bahasa Inggris adalah to rule with authority, atau memerintah dengan kewenangan (Djohan, 2007:131) Sebenarnya jika lebih ditelusuri lagi tentang perkembangan istilah governance maka konsep Good Governance bukanlah konsep baru. Konsep governance sama tuanya dengan peradaban manusia. Salah satu tulisan tentang Good Governance bisa ditelusuri dari tulisan J.S Endralin (1997). Governance merupakan suatu terminologi menggantikan istilah government, yang menunjukkan penggunaan kekuasaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah kenegaraan. Istilah ini secara khusus menggambarkan perubahan peranan pemerintahan dari pemberi pelayanan (provider) kepada enabler atau facilitator, dan perubahan kepemilikan dari milik negara menjadi milik rakyat. Pusat perhatian utama dari Governance adalah perbaikan kinerja atau perbaikan kualitas (Salam, 2005:224-226). Pengertian Good Governance menurut (Mardiasmo, 2002:18) adalah suatu konsep pendekatan yang berorientasi kepada pembangunan sektor publik oleh pemerintah yang baik. Good Governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi investasi yang langka, dan penghindaran korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frameworks bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan (Sedermayanti, 2003:7).

Berkaitan dengan Good Governance, Mardiasmo (Tangkilisan, 2005:114) mengemukakan bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan Good Governance, dimana pengertian dasarnya adalah pemerintahan yang baik. Kondisi ini berupaya untuk menciptakan suatu penyelenggaraan pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efesiensi, pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administrasi. Tuntutan reformasi yang berkaitan dengan aparatur negara adalah perlunya mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan perpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan prinsip Good Governance. Sedangkan Lembaga Administrasi Negara (LAN) mendefenisikan good governance sebagai penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisiensi dan efektif dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat (Kurniawan, 2005:16). Organization of Economic Corporation and Development (OECD) dan World Bank mensinonimkan Good Governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab, sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisiean, penghindaran salah alokasi, dana investasi yang langka, pencegahan korupsi, baik secara politk maupun administratif. Secara teoritis, good governance sendiri dapat diberi arti sebagai suatu proses yang mengorientasikan pemerintahan pada distribusi kekuatan dan kewenangan yang merata dalam seluruh elemen masyarakat untuk dapat mempengaruhi keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan publik berserta seluruh upaya pembangunan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka dalam sistem pemerintahan (Sedarmayanti,2003:7). Sementara UNDP (United Nations Development Programme) mendefenisikan governance sebagai the exercise of political, economic, and admistrative authority to manage a country s affairs at

all levels of society (pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah bangsa). Karena itu menurut UNDP, ada tiga model Good Governance, yaitu : a. Kepemerintahan politik (political Governance) yang mengacu pada proses-proses pembuatan berbagai keputusan untuk perumusan kebijakan (politicaly/strategy formulation) b. Kepemerintahan Ekonomi (economic Governance) yang mengacu pada proses pembuatan keputusan (decision making processes) yang memfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri dan berinteraksi diantara penyelenggara ekonomi. Kepemerintahan ekonomi memiliki implikasi terhadap masalah pemerataan, penurunan kemiskinan, dan peningkatan kualitas hidup. c. Kepemerintahan Administratif (Administrative Governance) yang mengacu pada sistem implementasi kebijakan Sesuai dengan defenisi menurut UNDP bahwa good governance menyangkut tiga aspek yaitu pemerintah yang baik dalam bidang politik, ekonomi, dan administrasi atau pembuatan kebijakankebijakan. Governance juga bisa diartikan sebagai mekanisme-mekanisme, proses-proses, dan institusiinstitusi melalui warga negara mengartikulasikan kepentingan-kepentingan mereka, memediasi perbedaan-perbedaan serta menggunakan hak dan kewajiban legal mereka. Governance memiliki hakikat ensensial yaitu bebas dari penyalahgunaan wewenang dan korupsi dengan pengakuan hak berlandaskan pada pemerintahan hukum (Salam, 2004:224) Tujuan Good Governance diterapkan dalam pemerintahan adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisiensi dan efektif dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat (Kurniawan, 2005:16)

Kata baik (good ) dalam istilah Good Governance mengandung dua arti. Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapai tujuan nasional, kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut (Salam, 2005:226) Munculnya konsep Good Governance untuk dilaksanakan di dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara dilatarbelakangi oleh banyak faktor. Namun demikian, salah satu faktor terbesar adalah ketidakberdayaan pemerintah negara-negara berkembang dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan hiperkompetisi. Pemerintah tidak lagi menjadi pemain tunggal, tetapi mengharapkan peran lebih besar dari sektor swasta dan masyarakat sipil. Secara umum kualitas Good Governance dapat tercapai apabila pemerintah dan instansi publik lainnya secara keseluruhan mampu bersikap terbuka terhadap ide dan gagasan baru dan responsif terhadap kepentingan masyarakat. Responsivitas akan meningkat jika masyarakat memiliki informasi yang lengkap mengenai proses dan implementasi kebijakan pemerintahan dan pembangunan (Sinambela, 2008:51) 2.1.1 Prinsip-prinsip Good Governance Menurut United Nation Development Program (UNDP) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam pemerintah yang baik (Good Governance) adalah sebagai berikut: 1. Partisipasi (Participation) Setiap orang atau setiap warga negara baik laki-laki maupun perempuan harus memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing. Partisipasi yang luas ini perlu

dibangun dalam suatu tatanan kebebasan berserikat dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisifatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral. 2. Aturan Hukum (Rule Of Law) Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan haruslah berkeadilan, ditegakkan, dan dipatuhi secara utuh (impartially), terutama tentang aturan hukum dan tentang hak asasi manusia. 3. Transparansi (Transparency) Transparansi harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran informasi berbagai proses, kelembagaan dan informasi harus dapat diakses secara bebas oleh mereka yang membutuhkannya, dan informasi harus dapat disediakan secara memadai dan mudah dimengerti, sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti malalui brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi. Kebijakan ini akan memperjelas bentuk informasi yang dapat diakses

msyarakat ataupun bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara mendapatkan, lama waktu mendapatkan informasi serta prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada masyarakat. 4. Daya Tanggap (Responsiveness) Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagi pihak yang berkepentingan (stake holders). Pemerintah daerah perlu membangun jalur komunikasi untuk menampung aspirasi masyarakat dalam hal penyusunan kebijakan. Ini dapat berupa forum masyarakat, talk show, layanan hotline, prosedur komplain. Sebagai fungsi pelayan masyarakat, pemerintah daerah akan mengoptimalkan pendekatan kemasyarakatan dan secara periodik mengumpulkan pendapat masyarakat. 5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation) Pemerintahan yang baik (Good Governance) akan berindak sebagai penengah (mediator) bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan jika mungkin juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah. 6. Berkeadilan (Equity) Pemerintah yang baik akan memberikan kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya. Tujuan dari prinsip ini adalah untuk menjamin agar kepentingan pihak-pihak yang kurang beruntung, seperti mereka yang miskin dan lemah, tetap terakomodasi dalam proses pengambilan keputusan. Perhatian khusus perlu diberikan kepada kaum minoritas agar mereka tidak tersingkir. Selanjutnya kebijakan khusus akan disusun untuk menjamin adanya kesetaraan terhadap wanita dan kaum minoritas baik dalam lembaga eksekutif dan legislatif.

7. Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and efficiency) Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benarbenar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya dari berbagai sumber yang tersedia. Pelayanan masyarakat harus mengutamakan keputusan masyarakat, dan didukung mekanisme penganggaran serta pengawasan yang rasional dan transparan. Lembaga-lembaga yang bergerak dibidang jasa pelayanan umum harus menginformasikan tentang biaya dan jenis pelayanannya. Untuk menciptakan efisiensi harus digunakan teknik manajemen modern untuk administrasi kecamatan dan perlu ada desentralisasi kewenangan layanan masyarakat sampai tingkat kelurahan/desa. 8. Akuntabilitas (Accountability) Pengambil keputusan (decision maker) dalam organisasi sektor pelayanan dan warga negara madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholders). Pertanggungjawaban tersebut berbeda-beda, bergantung kepada jenis keputusan organisasi itu bersifat internal atau bersifat eksternal. Seluruh pembuat kebijakan pada semua tingkatan harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada masyarakat. Untuk mengukur kinerja mereka secara obyektif perlu adanya indikator yang jelas. Sistem pengawasan perlu diperkuat dan hasil audit harus dipublikasikan, dan apabila terdapat kesalahan harus diberi sanksi. 2.2. Pengertian Pelayanan Publik Dalam memahami arti kata pelayanan, maka terlebih dahulu harus dipahami defenisi dari pelayanan itu sendiri. Menurut Gronroos yang dikutip dari Ratminto (2005:2), pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antar konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang

disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan. Sedangkan menurut Moenir (2002: 7): Pelayanan hakikatnya adalah serangkaian kegiatan, karena itu ia merupakan proses, sebagai proses pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat. Menurut Kotler dalam Lijan Poltak (2006:4) pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya menurut Sampara dalam Lijan Poltak (2006:5) pelayanan adalah suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan Menurut Soetopo (Napitupulu, 2007:64) pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Sedangkan pengertian lain menyebutkan bahwa pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan (Boediono, 2003: 10). Berdasarkan dari uraian diatas, maka pengertian pelayanan publik dapat disimpulkan sebagai kegiatan yang dilakukan suatu organisasi yang ditujukan kepada konsumen atau masyarakat umum yang dapat berbentuk barang ataupun jasa yang memberikan kepuasan bagi yang menerima layanan. 2.2.1 Makna dan Tujuan Pelayanan Pelayanan publik merupakan segala bentuk pelayanan, baik dalam bentuk barang maupun jasa yang pada prinsipnya menjadi tanggungjawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah dipusat, didaerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan (Handoko, 1987:87).

Pelayanan publik merupakan segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik. Adapun penyelenggara pelayanan publik adalah lembaga dan petugas pelayanan publik baik pemerintah daerah maupun badan usaha milik daerah yang menyelenggarakan pelayanan publik. Sedangkan penerima pelayanan publik adalah orang perseorang dan atau kelompok orang dan atau badan hukum yang memiliki hak, dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik (Ahmad, 2008:3). Berdasarkan undang-undang No.25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Menurut Ratminto (2005:5) pelayanan publik adalah segala bentuk pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara menurut menurut Kurniawan (2005:4) pelayanan publik adalah pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyrakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Sianipar (2001:6) pelayanan publik adalah suatu cara melayani, membantu, menyiapkan, mengurus, menyelesaikan keperluan, kebutuhan seseorang atau sekelompok orang. Artinya obyek yang dilayani adalah masyarakat yang terdiri dari individu, golongan dan organisasi. Berdasarkan beberapa defenisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah keseluruhan pelayanan yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah kepada publik didalam suatu

organisasi instansi untuk memenuhi kebutuhan penerima pelayanan publik/masyarakat dan penerima pelayanan/masyarakat itu merasakan kepuasan. Menurut Albert dan Zemke (Dwiyanto, 2005:144) kualitas pelayanan publik merupakan hasil dari berbagai interaksi dari berbagai asspek, yaitu sistem pelayanan, sumber daya manusia pemberi layanan, strategi, dan pelanggan. Sistem pelayanan yang baik akan menghasilkan kualitas pelayanan yang baik pula. Suatu sistem pelayanan yang baik akan memberikan prosedur pelayanan terstandar dan memberikan mekanisme control di dalam dirinya sehingga segala bentuk penyimpangan akan mudah diketahui, serta sistem pelayanan yang baik akan mengerti kebutuhan publik. Dalam kaitannya dengan sumberdaya manusia dibutuhkan pelayan publik yang mampu memahami tuntutan zaman dan memiliki kompetensi sesuai kemajuan teknogi. Sifat dan jenis masyarakat yang membutuhkan pelayanan memiliki perbedaan sehingga setiap pelayan publik harus mampu menciptakan strategi pelayanan yang berbeda dan mampu mengenal pelanggan atau orang yang akan dilayani dengan baik sebelum memberikan pelayanan. 2.2.2 Indikator Pelayanan Publik 1. Responsiveness atau responsivitas adalah daya tanggap penyedia layanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan. 2. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai prinsip atau prosedur administrasi atau oganisasi yang benar dan telah di tetapkan. 3. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.

Pada dasarnya, pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan konsumen/masyarakat (whatever custumer satisfaction). Dukungan kepada pelanggan/masyarakat dapat bermakna sebagai suatu bentuk pelayanan yang memberikan kepuasan bagi masyarakat, selalu dekat dengan pelanggannya, sehingga kesan yang menyenangkan senantiasa di ingat oleh para penerima pelayanan publik. Selain itu, membangun kesan yang dapat memberikan citra positif dimata masyarakat karena jasa pelayanan yang diberikan dengan biaya yang terkendali atau terjangkau bagi masyarakat sehingga membuat masyarakat terdorong atau termotivasi untuk bekerja sama dan dapat berperan aktif dalam pelaksanaan pelayanan yang prima (Dwiyanto, 2005:67-68) 2.2.3 Bentuk- bentuk pelayanan publik Pemerintah merupakan pihak yang memberikan pelayanan bagi masyarakat. Adapun didalam pelaksanaannya pelayanan ini terdiri dari beberapa bentuk. Menurut Moenir (2002:190), bentuk pelayanan ini terdiri dari : 1. Pelayanan dengan lisan Pelayanan dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas di bidang hubungan masyarakat, dibidang layanan informasi dan bidang lain yang tugasnya memberikan keterang dan penjelaa kepada siapa pun yang memerlukan. Agar supaya pelayanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan, yaitu: a. Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya. b. Memberikan penjelasan apa yang perlu dengan lancer, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu. c. Bertingkah laku sopan dan ramah. Meski dalam keadaan sepi,tidak berbincang dan bercanda dengan teman, karena menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalaikan tugas. d. Tidak melayani orang-orang yang sekedar ingin berbincang dengan cara sopan.

2. Pelayanan dengan tulisan Pelayanan dengan bentuk tulisan merupakan jenis pelayanan dengan memberikan penjelasan melalui tulisan didalam pengolahan masalah masyarakat. Pelayanan dalam bentuk tulisan ini terdiri dari dua jenis yakni: a. Pelayanan yang berupa petunjuk, informasi dan yang sejenis ditujukan kepada orang-orang yang berkepentingan agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi atau lembaga. b. Pelayanan berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan, keluhan, pemberian/penyerahan, pemberitahuan dan lain sebagainya. 3. Pelayanan berbentuk perbuatan Pelayanan berbentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dengan bentuk gabungan dari pelayanan berbentuk tulisan dan lisan. 2.2.4 Asas Pelayanan Publik Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggara pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut (Ratminto, 2005:19) : 1. Transparansi Bersifat terbuka, mudah diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai. 2. Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang teguh pada prinsip efisiensi dan efektifitas. 4. Paritisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspiral, kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan Hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. 6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. 2.3 Implementasi Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Pelayanan Publik Implementasi penerapan prinsip-prinsip Good Governance dalam pelayanan publik ialah pelaksanaan prinsip- prinsip Good Governance yaitu partisipasi, aturan hukum, transparansi, daya tanggap, berorientasi konsensus, berkeadilan, efektifitas dan efisiensi, dan akuntablitas dalam upaya penyelenggaraan pelayanan publik bagi masyarakat. Dalam penelitian ini, Penerapan prinsip- prinsip Good Governance dalam pelayanan publik dapat kita lihat dengan beberapa indikator berikut : 1. Partisipasi yaitu bermaksud untuk melibatkan pegawai dalam pembuatan kebijakan di Kantor Camat Medan Baru 2. Aturan hukum yaitu dalam menjalankan hukum dan perundang-undangan haruslah berkeadilan tanpa memandang status, ditegakkan dan dipatuhi secara secara utuh, terutama tentang aturan hukum hak asasi manusia dalam mendapat pelayanan publik 3. Transparansi yaitu keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakaan instansi pemerintah melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam mendapatkan informasi yang akurat dan memadai terutama dalam bidang pelayanan pubik 4. Daya Tanggap yaiu setiap instansi danprosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani brbagai phak yang paling membutuhkan

5. Berorientasi Konsensus yaitu pemerintah yang baik harus bertindak sebagai penengah untuk kepentingan yang berbeda-beda agar mencapai kesepakatan dan kepentingan masing-masing msyarakat 6. Berkeadilan yaitu adanya kesempatan yang sama antar laki laki dan perempuan untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya 7. Efektifitas dan efisiensi yaitu setia kegiatan kelembagaan diarahkan untukmenghasilkkan sesuatu yang benar- benar sssesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaikbaiknya dari sumber yang tersedia 8. Akuntabilitas yaitu adanyan pertanggungjawaban setiap pegawai pemerintah dalam pengambilan keputusan kepada masyarakat umum terutama para masyarakat yang ada di kecamatan Medan Baru