BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam telah menerangkan dan mengatur hal-hal ketentuan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGUASAAN TIRKAH AL-MAYYIT YANG BELUM DIBAGIKAN KEPADA AHLI WARIS

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

pusaka), namun keduanya tidak jumpa orang yang mampu menyelesaikan perselisihan mereka. Keutamaan Hak harta Simati

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB I PENDAHULUAN. dengan ahli waris. Adanya pewarisan berarti adanya perpindahan hak, berupa. harta benda dari si pewaris kepada ahli waris.

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN MASALAH

BAB IV ANALISIS DATA. A. Pelaksanaan Pembagian Waris Pada Masyarakat Suku Bugis di Kelurahan Kotakarang Kecamatan Teluk Betung Timur

KEADILAN DALAM HUKUM WARIS ISLAM Oleh : SURYATI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Purwokerto

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV PEMERATAAN HARTA WARISAN DI DESA BALONGWONO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan hukum Islam di Indonesia, khususnya di

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB II PEMBAGIAN WARISAN DALAM HAL TERJADINYA POLIGAMI MENURUT PERSPEKTIF HUKUM WARIS ISLAM

SERIAL KAJIAN ULIL ALBAAB No. 22 By : Tri Hidayanda

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. hokum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN KONDISI EKONOMI AHLI WARIS DI DESA KRAMAT JEGU KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

Siapa yang Mengajar Auwloh Berhitung?

BAB IV MAKNA IDEAL AYAT DAN KONTEKSTUALISASINYA

BAB IV ANALISIS PENDAPAT PARA HAKIM DI PENGADILAN AGAMA KENDAL DALAM PASAL 177 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG BAGIAN WARIS BAGI AYAH

bismillahirrahmanirrahim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

KEWARISAN SAUDARA KANDUNG LAKI-LAKI/ SAUDARA SEBAPAK LAKI-LAKI BERSAMA ANAK PEREMPUAN TUNGGAL

BAB I PENDAHULUAN. hartanya kepada para ahli warisnya. Hal ini tidak bisa dipungkiri atau diingkari oleh

BAB I. Persada, 1998, hlm. 1. Zahwan, Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994, hlm Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris Ed.1, Jakarta: PT.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB II PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI

Pembagian Warisan 2 PEMBAGIAN WARISAN (2)

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Penegasan Judul

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

بسم االله الرحمن الرحیم

Daftar Terjemah. Lampiran 1

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2

PERBANDINGAN PEMBAGIAN WARISAN UNTUK JANDA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM WARIS ISLAM FITRIANA / D

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

Kasus Pembagian Harta Warisan

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kematian atau meninggal dunia adalah suatu peristiwa yang pasti akan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SENGKETA AHLI WARIS DALAM PENGGUNAAN TANAH YAYASAN AL-HIKMAH

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

KONSEPSI HUKUM WARIS ISLAM DAN HUKUM WARIS ADAT (Analisis Kontekstualisasi dalam Masyarakat Bugis)

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebagai jamak dari lafad farîdloh yang berarti perlu atau wajib 26, menjadi ilmu menerangkan perkara pusaka.

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. Kewarisan merupakan salah satu bentuk penyambung ruh keislaman antara

BAB I PENDAHULUAN. sehari -hari. Masalah ini sering muncul karena adanya salah satu pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG No.684/Pdt.G/2002/PA.Sm DALAM PERSPEKTIF MUHAMMAD SYAH{RU<R

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat)

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

Volume V, Nomor 1, Januari-Juni NILAI-NILAI KEADILAN DALAM HARTA WARISAN ISLAM. Oleh: Dr. H. M. Mawardi Djalaluddin, M.Ag.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia

BAB II HUKUM KEWARISAN DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT

WARIS ISLAM DI INDONESIA

MAKALAH PESERTA. Hukum Waris dalam Konsep Fiqh. Oleh: Zaenab, Lc, M.E.I

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM KEWARISAN ISLAM DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Kewarisan Islam.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu syari at yang diatur dalam ajaran Islam adalah tentang hukum waris, yakni pemindahan harta warisan kepada ahli waris yang berhak menerimanya. Hukum waris Islam yaitu segala jenis harta benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah dan sebagainya. Sedangkan hukum waris menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 171 (a) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris dan beberapa bagiannya masing-masing (Anonimous, 2002: 56). Hukum Islam telah menerangkan dan mengatur hal-hal ketentuan yang berkaitan dengan pembagian harta warisan dengan aturan yang sangat adil sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam al-qur an dan KHI (Kompilasi Hukum Islam), dalam hukum waris Islam ini telah ditetapkan bagian masing-masing ahli waris baik laki-laki ataupun perempuan. Allah SWT menetapkan hak kewarisan dalam al-qur an dengan angka yang pasti yaitu ½, ¼, 1/3, 1/6, 1/8, 2/3 dan 1/3 sisa harta peninggalan yaitu hasil ijtihad para jumhur fuqaha serta menyebutkan pula orang yang memperoleh harta warisan menurut angka-angka tersebut (Fachtur Rahman, 1994: 128). Dilihat dari kandungan ayat-ayat waris diantaranya QS. an-anisa Ayat 7, 11, 12, dan 176 Allah telah menerangkan tentang aturan waris. Dalam keterangan tersebut telah ditetapkan siapa yang lebih berhak menjadi ahli waris serta bagiannya masing-

masing dengan sangat rinci, detail, dan jelas. Adapun dasar hukum untuk pembagian harta waris dalam Islam adalah yang dimaksudkan dalam Surat an-nisa Ayat 7: Artinya: Bagi laki-laki ada bagian pusaka dari harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan kerabatnya. Demikian pula bagi wanita ada bagian pusaka dari harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak, menurut bagian yang telah ditetapkan (Soenardjo, 1989: 116). Ayat ini menunjukan adanya persamaan hak antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan, sebab ayat tersebut telah menentukan bagian para wanita seperti bagian para laki-laki. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 176 disebutkan bahwa bagian anak perempuan dan anak laki-laki yaitu: anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan. Allah SWT telah memerintahkan agar umat Islam dalam melaksanakan pembagian harta warisan berdasarkan hukum Islam yang ada dalam al-qur an. Bagi umat Islam melaksanakan ketentuan yang berkenaan dengan hukum kewarisan merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan, karena itu merupakan bentuk manifestasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Penilitian ini pernah dilakukan sebelumnya, namun dalam tempat dan permasalahan yang berbeda yang ditulis oleh Muhammad Husanuddin yang berjudul Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Di Kelurahan Burangrang Kecamatan Lengkong Kodya Bandung, dengan masalahnya yaitu mempersamakan bagian anak laki-laki dengan anak perempuan dan pelaksanaan pembagian harta warisan jika kedua

orang tua sudah meninggal semua, dengan alasan memelihara kerukunan keluarga. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pelaksanaan pembagian harta warisan dan faktor yang mempengaruhi serta untuk mengetahui bagaimana hubungan pembagian harta warisan dengan kerukunan keluarga di kelurahan Bukit Burangrang. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Karsan yaitu selaku tokoh masyarakat Kampung Gandaria Desa Marengmang Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang dalam praktek beragama tunduk terhadap praktek-praktek agama seperti shalat, zakat, puasa, dan sebagainya, akan tetapi apabila sudah berhadapan dengan hukum kewarisan pada umumnya tidak tunduk pada hukum waris Islam sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-qur an: Artinya: Allah mensyari atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibubapak, bagian masing masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa

saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (pembagian-pembagian di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau sesudah dibayar hutangnya. (tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Soenardjo, 1989: 116). Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam hukum Islam mengenai pembagian harta waris, antara anak laki-laki dan perempuan adalah dua banding satu, artinya anak laki-laki mendapatkan dua kali lipat dibanding anak perempuan yang hanya mendapatkan sebagian dari harta yang diperoleh anak laki-laki. Namun pada kenyataannya yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, seperti yang terjadi di Kampung Gandaria Desa Marengmang Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang tidak dua banding satu (2:1) antara anak laki-laki dan anak perempuan, seperti yang diatur dalam hukum Islam. Akan tetapi masyarakat Kampung Gandaria Desa Marengmang Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang dalam hal pembagian harta waris menggunakan sistem bagi rata antara anak laki-laki dan anak perempuan yang mendapatkan harta warisan yang sama. Adapun orang atau ahli waris yang telah melakukan pembagian harta waris satu banding satu (1:1) yaitu sebagai berikut: 1. Ahli waris dari keluarga: Bapak Snt No Jenis Harta Jumlah Harta Ahli Waris Status Bagian 1 Bapak Asm 150 Bata 2 Bapak Ktm 150 Bata 3 Sawah 600 Bata Ibu Ish 150 Bata 4 Ibu Mrt Anak 150 Bata Sumber: Wawancara dengan ibu Isah tanggal 23 Maret 2013. 2. Ahli waris dari keluarga: Bapak Sid bin Nkm No Jenis Harta Jumlah Harta Ahli Waris Status Bagian 1 Ibu Rns Istri 100 Bata Sawah

2 Ibu Er 3 4 5 Sawah Dan Kebun 730 bata dan 113 bata Ibu Dsm Ibu Oy Bapak Ktm 6 Ibu Etm 7 Bapak An 8 Bapak Ab Anak 50 Bata Kebun Masing-masing Anak Mendapatkan 90 Bata Sawah dan 9 Bata Kebun Sumber: Wawancara dengan tokoh masyarakat tanggal 23 Maret 2013. 3. Ahli waris dari keluarga: Bapak Nly No Jenis Harta Jumlah Harta Ahli Waris Status Bagian 1 Bapak Wsn Masing-masing 2 Bapak Skr 3 Uang 255.000.000,00 Ibu Yt 4 Ibu Rs 5 Ibu Uh Anak Anak mendapatkan 50.000.000,00 Sumber: wawancara dengan tokoh masyarakat tanggal 23 Maret 2013 Bagi anak perempuan diberi hadiah/ barang-barang bawaan seperti: pakaian wanita, ranjang atau kasur, dan perabotan rumah tangga (Hasil Wawancara dengan ibu Isah, 23 Maret 2013). Adapun alasan masyarakat Kampung Gandaria Desa Marengmang Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang dalam melaksanakan pembagian harta waris dengan sistem dibagi rata, adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Karsan sebagai tokoh masyarakat setempat, mengemukakan bahwa pembagian harta waris yang digunakan oleh masyarakat Kampung Gandaria Desa Marengmang dengan menyamakan antara

anak laki-laki dan anak perempuan, itu sudah terjadi sejak lama. Hal ini sudah menjadi adat kebiasaan di masyarakat Kampung Gandaria Desa Marengmang dalam hal pembaigan harta waris. Oleh karena itu sudah merupakan kebiasaan yang melekat (Hasil Wawancara Pada Tanggal 8 Februari 2013). 2. Adanya persepsi atau pandangan para orang tua di masyarakat Kampung Gandaria Desa Marengmang, terkait masalah pembagian harta waris. Meraka tidak membeda-bedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan, mereka berpandangan bahwa baik anak laki-laki maupun anak perempuan keduanya adalah anak yang dalam pembagian harta waris, mendapatkan hak yang sama, artinya tidak dibeda-bedakan sehingga dalam membagikan harta waris, antara anak laki-laki dan perempuan disamaratakan. (Hasil Wawancara dengan Bapak Jajang Pada Tanggal 8 Februari 2013). 3. Pembagian harta waris dengan bagirata di Kampung Gandaria Desa Marengmang di anggap cukup adil. Hal ini didasarkan tidak membeda-bedakan antara anak lakilaki dan perempuan (Hasil Wawancara dengan Bapak Karsan pada Tanggal 30 Desember 2012). 4. Pembagian harta waris dengan menyamakan antara anak laki-laki dan perempuan, dimaksudkan untuk menjaga kerukunan dan ketentraman keluarga, hal ini dilakukan guna menghindari timbulnya perselisihan atau kecemburuan antara keluarga dalam hal pembagian harta waris. (Hasil Wawancara dengan Bapak Kendi pada Tanggal 9 Februari 2013). Melihat adanya praktik yang demikian pada masyarakat Kampung Gandaria Desa Marengmang Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang dalam pembagian harta waris, maka penulis tertarik melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: SISITEM PEMBAGIAN WARIS DI KAMPUNG

GANDARIA DESA MARENGMANG KECAMATAN KALIJATI KABUPATEN SUBANG. B. Rumusan Masalah Untuk memudahkan serta terarahnya penelitian ini, maka dirumuskan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pembagian waris di Kampung Gandaria Desa Marengmang Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang? 2. Bagaimana tinjauan hukum waris Islam terhadap pelaksanaan pembagian waris di Kampung Gandaria Desa Marengmang Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang? C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berangkat dari pokok masalah diatas, maka tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah: a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembagian waris di Kampung Gandaria Desa Marengmang Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang. b. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum waris Islam terhadap pelaksanaan pembagian waris di Kampung Gandaria Desa Marengmang Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang. 2. Kegunaan Penelitian a. Sebagai bahan acuan atau pendorong bagi penelitian yang sama di daerah lain.

b. Sebagai sumbangan pemikiran dalam menambah keilmuan terutama dalam bidang hukum kewarisan. c. Memberikan informasi kepada masyarakat, bahwa banyak terdapat perbedaan dalam pelaksanaan pembagian harta waris di Indonesia. D. Kerangka Pemikiran Islam mengajarkan pemeluk-pemeluknya untuk mempelajari segala macam ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan duniawi dan ukhrawi, dari sekian banyak ilmu yang ada, yang tidak kalah pentingnya untuk dipelajari adalah, ilmu faraid (ilmu waris). a. Pengertian Hukum Waris Islam Hukum waris Islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan peralihan hak atau kewajiban atas harta kekayaan seorang setelah meninggal dunia kepada ahli warisnya (Juhaya S. Praja, 1995: 107). Hukum waris menurut Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 171a yaitu hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing. b. Dasar Hukum Pembagian Waris Islam Penyelesaian pembagian waris dalam Islam dilaksanakan setelah muwarits meninggal dunia, hal itu harus segera dilaksanakan secepatnya. Menurut Facthurrahman (1994: 43), sebelum harta dibagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya terlebih dahulu harus menyelesaikan hak-hak sebagai berikut: 1. Biaya-biaya Perawatan (tajhiz)

Yang disebut tajhiz ialah biaya-biaya perawatan yang diperlukan oleh seorang yang meninggal, mulai dari saat meninggal sampai menguburkan. Biaya itu mencakup biaya-biaya untuk memandikan, mengkafani, menghusung dan menguburkannya. 2. Membayar Hutang-hutang Hutang ialah suatu tanggungan yang wajib dilunasi. Adapun kewajibankewajiban terhadap Allah yang belum sempat ditunaikan, seperti mengeluarkan zakat, pergi haji, pembayaran kafarat, dan lain sebagainya. 3. Melaksanakan Wasiat Wasiat ialah memberikan hak memiliki sesuatu secara sukarela yang pelaksanaannya ditangguhkan setelah peristiwa kematian dari yang memberikan, baik sesuatu itu berupa barang maupun manfaat. Untuk melaksanakan wasiat, disyaratkan tidak boleh lebih dari sepertiga harta peninggalannya. Wasiat itu hendaknya dibayar sebelum harta peninggalan dibagi-bagikan dan pelaksanaan sebaiknya setelah melunasi hutang pihutang si mayit. Wasiat hanya ditunjukan kepada yang bukan ahli waris, wasiat kepada ahli waris tidak sah, kecuali apabila diridhai oleh semua ahli waris yang lain sesudah meninggalnya yang berwasiat. Adapun dasar hukum untuk pembagian harta waris dalam al-qur an yaitu: Artinya: Bagi laki-laki ada bagian pusaka dari harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan kerabatnya. Demikian pula bagi wanita ada bagian pusaka dari harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak, menurut bagian yang telah ditetapkan (Soenardjo, 1989: 116).

Artinya: Allah mensyari atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibubapak, bagian masing masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (pembagian-pembagian di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau sesudah dibayar hutangnya. (tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Soenardjo, 1989: 116).

Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak.jika istei-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sudah dibayar hutangya.para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.jika kamu mempunyai anak, maka istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau sesudah dibayar hutang-hutangmu.jika seorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yabng tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak member mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun (Soenardjo, 1989: 117). Ayat tersebut menunjukan adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Dalam Pasal 176 KHI, terdapat salah satu ketentuan bahwa anak perempuan bila hanya ia seorang mendapat setengah bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapatkan dua sepertiga, dan apabila anak laki-laki dan perempuan maka perbandingannya adalah 2:1. c. Syarat Hukum Waris Islam Dalam syarat-syarat hukum waris Islam, Ash Shabuni (1995: 46) menjelaskan ada tiga syarat yaitu: 1. Meninggalnya Pewaris macam yaitu: Dalam hal ini meninggalnya muwarris menurut ulama dibedakan menjadi tiga

a) Mati Hakiki adalah hilangnya nyawa seseorang yang semula nyawa itu sudah berwujud kepadanya. Kematian ini dapat disaksikan oleh panca indera dan dapat dibuktikan oleh alat pembuktian. b) Mati Hukmi adalah suatu kematian yang disebabkan adanya putusan hakim, maupun dalam dua kemungkinan antara hidup dan mati, seperti halnya vonis kematian terhadap si mafqud yang tidak diketahui lagi hidup atau matinya. c) Mati Taqdiri adalah suatu kematian yang bukan hakiki dan bukan hukmi, melainkan semata-mata hanya berdasarkan dugaan keras. Misalnya kematian seorang bayi yang baru dilahirkan akibat terjadi pemukulan terhadap perut ibunya. 2. Para Ahli Waris Masih Hidup Pemindahan hak kepemilikan dari pewaris harus kepada ahli waris yang secara syari at benar-benar masih hidup, sebab orang yang sudah mati tidak memiliki hak untuk mewarisi. 3. Mengetahui Golongan Ahli Waris. Dalam hal ini posisi para ahli waris hendaklah diketahui secara pasti misalnya, suami, istri anak dan sebagainya, sehingga pembagi mengetahui dengan pasti jumlah bagian yang harus diberikan kepada masing-masing ahli warisnya. Sebab, dalam hukum waris perbedaan jauh dan dekatnya kekerabatan akan membedakan jumlah yang diterima (Ash Shabuni, 1995: 40-41). d. Asas-asas Kewarisan Islam Menurut Juhaya S. Praja (1995: 107), asas kewarisan hukum Islam itu ada 6 (enam), yaitu sebagai berikut: 1. Asas Ijbari

Asas ini merupakam kelanjutan dari prinsip tauhid yang mengandung arti bahwa peralihan harta dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantikan kepada kehendak si pewaris atau ahlinya. Asas ijbari hukum kewarisan Islam, dapat dilihat dari tiga segi, yakni unsur memaksa atau kepastian. Pertama peralihan harta yang pasti terjadi setelah orang meninggal dunia sesuai dengan firman Allah dalam al-qur an surat an-nisa ayat 7 berikut ini: Artinya: Bagi laki-laki ada bagian dari harta peninggalan kedua orang tuanya dan kerabatnya, dan bagi wanita ada bagian dari apa yang ditinggalkan oleh kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak, sebagai suatu bagian (warisan) yang telah ditetapkan. Kedua, jumlah harta bagi masing-masing ahli waris sudah ditentukan. Hal ini tercemin dalam kata mafru dl yang maknanya adalah ditentukan atau diperhitungkan. Ketiga, kepastian mereka yang berhak menerima harta peninggalam, yakni mereka yang mempunyai hubungan darah dan ikatan dengan pewaris. Asas ijbari di Kompilasi Hukum Islam (KHI) dapat dilihat dalam ketentuan umum mengenai perumusan pengertian kewarisan, pewaris, dan ahli waris. Asas ijbari mengenai cara peralihan harta waris disebut dalam Pasal 187 (2). Tentang bagian masing-masing ahli waris disebutkan dalam Bab III, Pasal 176 sampai 182. Mengenai siapa ahli waris disebutkan dalam Bab II, Pasal 174 (1) dan (2). 2. Asas Waratsa

Waratsa dalam al-qur an mengandung pengertiaan bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain yang merupakan kewarisan itu hanya terjadi bila orang yang mempunyai harta meninggal dunia. 3. Asas Tsulutsailmal Asas tsulutsailmal menyatakan bahwa wasiat tidak boleh melebihi sepertiga dari jumlah harta peninggalan dan pelaksaan asas ini harus berdasarkan persetujuan ahli waris atau ahli waris membolehkan. 4. Asas Bilateral Asas bilateral di sini berarti bahwa seorang menerima hak atau bagian warisan dari kedua belah pihak yaitu dari kerabat keturunan laki-laki dan dari kerabat perempuan. Asas ini dapat dijumpai dasar hukumnya dalam al-qur an surat an-nisa ayat 7, 11, 176 yang rinciannya sebagai berikut: a. Ayat 7 Ayat ini menegaskan bahwa seorang laki-laki berhak mendapat warisan dari ayahnya dan juga dari ibunya. b. Ayat 11 Ayat 11 menegaskan: 1) Anak perempuan berhak menerima warisan dari orang tuanya sebagaimana halnya dengan anak laki-laki dengan perbandingan bagian seorang anak lakilaki sebanyak bagian dua orang perempuan; 2) Ibu berhak mendapat warisan dari anaknya, baik laki-laki maupin perempuan, sebesar seperenam. Demikian juga ayah berhak menerima warisan dari anaknya, baik laki-laki maupun perempuan, sebesar seperenam, bila pewaris meninggalkan anak. c. Ayat 12

Ayat ini menjelaskan bahwa: 1) Bila seorang laki-laki mati, maka saudaranya yang laki-lakilah yang berhak atas harta peninggalannya, juga saudaranya yang perempuan berhak mendapat harta warisannya itu; 2) Bila pewaris yang mati itu seorang perempuan, maka saudaranya, baik laki-laki maupun perempuan, berhak menerima harta warisannya. d. Ayat 176 Ayat ini menyatakan bahwa: 1) Seorang laki-laki tidak mempunyai keturunan, sedangkan ia mempunyai saudara perempuan, maka saudaranya yang perempuan itulah yang berhak menerima warisannya; 2) Seorang perempuan yang tidak mempunyai keturunan, sedangkan ia mempunyai saudara laki-laki, maka saudara laki-laki itulah yang berhak menerima warisan. Asas bilateral terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 174 ayat 1 yang menyebutkan kelompok ahli waris, yaitu golongan menurut hubungan darah yang terdiri dari golongan laki-laki (ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek); dan golongan perempuan (ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek). Sementara duda dan janda menjadi golongan ahli waris berdasarkan perkawinan. 5. Asas Keadilan dan Keseimbangan Asas keadilan atau keseimbangan mengandung arti bahwa harus senantiasa terdapat keseimbangan anatara hak dan kewajiban; antara yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus ditunaikannya. Dalam hukum kewarisan Islam, harta

peninggalan yang diterima oleh ahli waris dari pewaris pada hakekatnya merupakan kelanjutan tanggung jawab pewaris terhadap keluarganya. Kata adil merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata al-adlu Hubungan dengan masalah kewarisan, kata tersebut dapat diartikan.(العدل) keseimbangan antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan (Moh. Muhibbin,2011: 29). 6. Asas Individu Asas individu dalan hukum kewarisan Islam berarti bahwa harta warisan dapat dibagi-bagikan kepada ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Secara umum ketentuan syara tentang kewarisan itu berhubungan dengan harta yang ditinggalkan seseorang ketika meninggal dunia. Menurut Ahmad Rafiq (1995: 356) bahwa hukum kewarisan dalam Islam mendapat perhatian besar Karena seringkali menimbulkan akibat-akibat yang tidak menguntungkan dalam keluarga yang ditinggal mati pewarisnya. Oleh karena itu, syari at Islam mengatur secara rinci mengenai pembagian waris dan umat Islam dianjurkan untuk melaksanakannya. Apabila seorang meninggal dunia serta meninggalkan harta waris, maka harta itu wajib dibagikan menurut pembagian yang telah diatur oleh al-qur an dan Hadits. Berkaitan dengan hal itu, dijelaskan dalam hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas sebagai berikut: عن ابن اباس قال : قال رسول هللا صلى عليه وسلم : اقسمواالمال بين اهل الفراض على كتاب هللا )رواه مسلم( Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Nabi Saw bersabda: bagilah harta pusaka antara ahli-ahli waris menurut Kitabullah (Muslim, t.t: 1234). E. Langkah-Langkah Penelitian

Dalam melakukan sebuah penelitian maka tidak lepas dari langkah-langkah penelitian, adapun penyusun gunakan melakukan penelitian sebagai berikut: 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan penelitian ini, adalah metode studi kasus (Case Study), yaitu memaparkan data tentang pelaksanaan pembagian waris Islam kemudian menganalisis data tersebut berdasarkan kaidah-kaidah hukum Islam. Hal di atas dilakukan guna mempermudah dalam mengambil generalisasi atau pengambilan kesimpulan secara umum dari penelitian yang telah dilakukan, setelah menganalisa data dari hasil wawancara terhadap pihak-pihak yang dianggap penting dalam kesempurnaan penelitian ini. 2. Jenis data Penelitian ini adalah jenis data kualitatif yaitu yang berbentuk uraian atau pemaparan tentang sesuatu permasalahan secara sistematis. Adapun jenis data untuk mencapai kemudahan dalam penelitian adalah: a. Tentang pelaksanaan pembagian waris di Kampung Gandaria Desa Marengmang Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang. b. Tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan pembagian waris di Kampung Gandaria Desa Marengmang Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang. c. Data-data lain yang berhubungan dengan penelitian. 3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini meliputi: a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari responden secara langsung, dalam hal ini adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pelaku pembagian harta waris dengan menggunakan sistem samarata antara anak laki-laki dan anak perempuan.

b. Data sekunder, sebagai data pendukung diperoleh melalui buku-buku atau bahan bacaan lain yang berhubungan serta relevan dengan masalah penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wawancara Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data-data yang dilakukan melalui tatap muka langsung dengan tokoh masyarakat, tokoh agama dan pelaku pembagian harta waris di Kampung Gandaria Desa Marengmang Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang. Pada mulanya penelitian melakukan wawancara tidak terstruktur dengan pertanyaan yang tidak tersusun untuk memperoleh gambaran secara luas mengenai objek yang diteliti. Kemudian wawancara ini diteruskan dengan teknik wawancara berstruktur dan lebih terfokus yaitu penelitian telah menentukan sejumlah pertanyaan untuk melakukan wawancara secara langsung dengan tujuan memperoleh klasifikasi data. b. Studi Kepustakaan Dalam hal ini penelitian memanfaatkan sumber data atau informasi yang terdapat dalam buku-buku literatur, jurnal harian, serta menggali konsep dan teori dasar yang ditemukan oleh para ahli sebagai landasan teori guna menunjang penganalisaan data-data yang diperlukan. 5. Analisis Data Pada tahap ini hasil data para tokoh masyarakat dan pelaku pembagian waris dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai menyimpulkan kebenaran-

kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis. Dalam penelitian tentang pelaksanaan pembagian warisan secara bagi rata antara anak laki-laki dan anak perempuan studi kasus di Kampung Gandaria Desa Marengmang Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang. Tahap kedua, hasil pemahaman itu dihubungkan dengan Undang-Undang yang berlaku secara pedoman tokoh masyarakat sebagai rujukan utama, kemudian dideskripsikan tentang pelaksanaan pembagian waris secara bagirata, khususnya di wilayah Kampung Gandaria Desa Marengmang Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang. Tahapan ketiga, membuat kesimpulan secara umum sesuai dengan tujuan penelitian yang dimaksud.