EFISIENSI PEMANFAATAN KUNING TELUR EMBRIO DAN LARVA IKAN MAANVIS (Pterophyllum scalare) PADA SUHU INKUBASI YANG BERBEDA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor (16680), Indonesia ABSTRACT

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c

ORGANOGENESIS DAN PERKEMBANGAN AWAL IKAN Corydoras panda. Organogenesis and Development of Corydoras panda in Early Stage

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin

282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN:

BAB III BAHAN DAN METODE

Pertumbuhan Gracilaria Dengan Jarak Tanam Berbeda Di Tambak. Growth of Gracilaria under Different Planting Distances in Pond

II. BAHAN DAN METODE

Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy)

PERGANTIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN PANJANG LARVA IKAN SEPAT COLISA (Trichogaster lalius)

Pengaruh Sedimen Waduk Cirata terhadap Perkembangan Awal Embrio Ikan Mas (Cyprinus carpio)

PENGARUH SUMBER ASAM LEMAK PAKAN BERBEDA TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN IKAN BOTIA Botia macracanthus Bleeker

PENGARUH PADAT PENEBARAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 2 CM

PEMATANGAN GONAD IKAN PALMAS (Polypterus senegalus) DENGAN MENGGUNAKAN PAKAN YANG BERBEDA

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

THE COMBINED EFFECT OF DIFFERENT FEED ON THE GROWTH AND SURVIVAL OF LEAF FISH LARVAE (Pristolepis grooti)

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract

Pengaruh Lanjut Suhu pada Penetasan Telur terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Baung (Hemibagrus nemurus).

PENGARUH PERENDAMAN LARVA IKAN GURAME DALAM LARUTAN TRIIODOTIRONIN (T 3 ) PADA DOSIS BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :34-45 (2013) ISSN :

PRODUKSI IKAN NEON TETRA (Paracheirodon innesi) UKURAN M DENGAN PADAT TEBAR 25, 50, 75 DAN 100 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 3/

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

BAB III BAHAN DAN METODE

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-6 Online di :

PENGARUH KEJUTAN DINGIN TERHADAP MASA INKUBASI, DERAJAT PENETASAN, DAN SINTASAN PRELARVA IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PERKEMBANGAN EMBRIO DAN LARVA GURAMI (Osphronemus goramy Lac.) BASTAR, BLUESAFIR, DAN BULE

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

PENGARUH PEMBERIAN LAMA WAKTU KEJUTAN SUHU TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN GINOGENESIS IKAN KOI (Cyprinus carpio)

RINGKASAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai

RINGKASAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

III. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE

M.A. Suprayudi, E. Mursitorini dan D. Jusadi

AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan)

Effect of Rearing Density on Growth and Survival Rate of Balashark (Balantiocheilus melanopterus Blkr.) Fry at Recirculation Culture System

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

III. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2009, hlm 1 14 ISSN

PERKEMBANGAN ENZIM PENCERNAAN LARVA IKAN PATIN, Pangasius hypophthalmus. Development of Digestive Enzyme of Patin Pangasius hypohthalmus Larvae

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Kejutan suhu pada penetasan telur dan sintasan hidup larva ikan lele. Clarias gariepinus)

V. SIMPULAN DAN SARAN. dan kelangsungan hidup larva ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus Ham.

PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TAMBAKAN (Helostoma temminckii)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

J. Aquawarman. Vol. 2 (2) : Oktober ISSN : Abstract

PENGARUH MEDIA YANG BERBEDA TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA Chironomus sp.

II. BAHAN DAN METODE

APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) : (2013) ISSN :

(The effect of feed combination on growth and survival of catfish larvae, Clarias gariepinus)

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. BAHAN DAN METODE

PENGARUH PADAT TEBAR BERBEDA TERHADAP SINTASAN DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELAN (Osteochilus pleurotaenia)

PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TOR (Tor tambroides) ABSTRAK

ARTIFICIAL SUBSTRATES INCREASED SURVIVAL AND GROWTH OF HYBRID CATFISH (Clarias gariepinus and C. macrocephalus)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(2) : (2013) ISSN :

PENGARUH KOMBINASI PAKAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KELULUSHIDUPAN DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN SELAIS (Kryptopterus lais)

Lampiran 1 Hasil analisis SDS-PAGE protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan gurami (roggh), ikan mas (rccgh) dan ikan kerapu kertang (relgh).

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Effect of Rearing Density of Dumbo Catfish (Clarias sp.) Fry on Production in the Controlled Nitrogen Culture System by Adding Wheat Powder

KOMUNIKASI RINGKAS. PENGARUH PERBEDAAN WARNA WADAH TERHADAP SINTASAN DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr)

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

PENENTUAN SALINITAS AIR DAN JENIS PAKAN ALAMI YANG TEPAT DALAM PEMELIHARAAN BENIH IKAN SIDAT (Anguilla bicolor)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 3(1) :70-81(2015) ISSN :

PENGARUH CARA PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP KONVERSI PAKAN DAN PERTUMBUHAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KARAMBA JARING APUNG WADUK JATILUHUR

Lampiran 1. Fase Perkembangan Embrio Telur Ikan Nilem

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus DIPELIHARA PADA SISTEM RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH DOSIS PAKAN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN MAS Cyprinus carpio DAN IKAN BAUNG Macrones sp DENGAN SISTEM CAGE-CUM-CAGE

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

PENENTUAN AWAL PEMBERIAN PAKAN UNTUK MENDUKUNG SINTASAN DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

AQUAWARMAN I. PENDAHULUAN

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

APLIKASI TEKNOLOGI NANO DALAM SISTEM AERASI PADA PENDEDERAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

PEMBERIAN PAKAN BAGI LARVA IKAN BETUTU,

Pengaruh salinitas dan daya apung terhadap daya tetas telur ikan bandeng, Chanos-chanos

BAB 4. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 57 61 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 57 EFISIENSI PEMANFAATAN KUNING TELUR EMBRIO DAN LARVA IKAN MAANVIS (Pterophyllum scalare) PADA SUHU INKUBASI YANG BERBEDA Utilization Efficiency of Yolk Egg on Maanvis (Pterophyllum scalare) Embryos and Larvae in Different Incubation Temperatures T. Budiardi, W. Cahyaningrum dan I. Effendi Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680 ABSTRACT This study was performed to determine the efficiency of yolk egg utilization in embryos and larvae, hatching rate, incubation time to hatch, and growth rate of maanvis (Pterophyllum scalare) larvae incubated at room remperature, 27 o C, and 30 o C. Results of study showed that yolk egg utilization efficiency of embryos and larvae incubated at 30 o C was 73.70% and 0,18%, respectively, and no different with that of room and 27 o C incubation temperatures. Hatching rate of eggs incubated at 30 o C (84.75%) was also same with that of other treatments. However, incubation time to hatch (27.41 hours) was shorter than that of other treatments. The growth rate by length of larvae (2.16%) and survival rate (75.28%) incubated at 30 o C was also higher compared with that of other treatments. Thus, in general, optimum temperature for egg hatching and larval rearing of maanvis was 30 o C. Keywords: maanvis, Pterophyllum scalare, egg yolk, larvae, embryo, temperature ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efisiensi pemanfaatan kuning telur pada embrio dan larva, derajat penetasan, lama inkubasi telur hingga menetas, dan laju pertumbuhan serta kelangsungan hidup larva ikan maanvis (Pterophyllum scalare) yang diinkubasi pada suhu ruang, 27 o C dan 30 o C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai efisiensi pemanfaatan kuning telur bila diinkubasi pada suhu 30 o Csebesar 73,70% pada fase embrio dan 0,18% pada fase larva, dan tidak berbeda dengan suhu ruang dan 27 o C. Demikian juga dengan derajat penetasan telur (84,75%) tidak berbeda dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, lama inkubasi telur hingga menetas (27,41 jam) lebih cepat dibandingkan dengan suhu inkubasi perlakuan lainnya. Demikian juga dengan laju pertumbuhan panjang (2,16%) dan kelangsungan hidup larva (75,28%) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Dengan demikian, secara umum suhu optimal untuk penetasan dan pemeliharaan larva ikan maanvis adalah 30 C. Kata kunci: ikan maanvis, Pterophyllum scalare, kuning telur, larva, embrio, suhu PENDAHULUAN Ikan maanvis termasuk jenis ikan hias yang mudah stress dan terserang penyakit serta mempunyai masa kritis terutama pada masa larva (Ismuranty, 1993). Periode kritis larva ikan maanvis terjadi antara umur 6-15 hari yang merupakan masa peralihan antara endogenous feeding dengan exogenous feeding. Kematian diduga karena kemampuan larva untuk mengambil pakan dari luar rendah yang berkaitan dengan pembentukkan organ-organ pemangsaan yang rendah sebagai akibat dari penggunaan kuning telur yang tidak efisien. Efisiensi pemanfaatan dilihat dari pemanfaatan kuning telur yang dikonversikan menjadi jaringan tubuh (Heming & Buddington, 1998) dan akan bernilai maksimal pada suhu normal (Blaxter, 1969). Meningkatnya suhu akan mempercepat kelangsungan metabolisme (Forsberg &

58 Summerfelt, 1992), sehingga nutrient dan energi yang dibutuhkan menjadi lebih besar. Suhu yang melewati batas optimal menyebabkan nutrient dan energi akan lebih banyak digunakan untuk pemeliharaan (Watanabe & Kiron, 1994), sehingga proporsi penggunaan energi untuk pertumbuhan akan menurun. Embrio yang diinkubasi pada suhu optimal menghasilkan larva yang berukuran besar, porsi kuning telur menjadi jaringan lebih tinggi, kemampuan makan dan berenang lebih besar (Heming & Buddington, 1988), kuat dan tidak mudah sakit (Blaxter, 1969). Hal tersebut menyebabkan daya tahan larva tinggi, sehingga diharapkan akan meningkatkan kelangsungan hidup. BAHAN & METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Sistem dan Teknologi Akuakultur, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Sepasang induk ikan maanvis jenis three colour dipelihara sampai memijah pada akuarium 60 28 35 cm yang dilengkapi dengan pipa paralon sebagai substrat telurnya. Telur yang dihasilkan ditetaskan pada akuarium berukuran 25 25 25 cm dengan kepadatan 80 butir/akuarium. Pada proses penetasan sampai larva mencapai bentuk definitif (24 hari), dilakukan pemeliharaan pada suhu normal sebagai kontrol, 27 C dan 30 C sebagai perlakuan. Pengamatan embrio dimulai 1 jam setelah pembuahan dengan mengukur panjang dan lebar kuning telur setiap 1 jam pada 10 jam pertama kemudian setiap 3 jam sampai kuning telur habis. Waktu awal pengukuran panjang embrio didasarkan pada saat 50% blastopor sudah tertutup embrio (Shafrudin, 1997). Pemberian pakan dimulai pada hari ke-4 secara ad libitum dengan frekuensi 2 kali/hari pada pagi dan sore hari. Pakan yang diberikan berupa infusoria pada minggu pertama, Artemia pada minggu kedua dan dilanjutkan dengan cacahan cacing sutera (Tubifex) sampai akhir pemeliharaan. Paremeter yang diukur selama penelitian antara lain laju penyerapan kuning telur, pertumbuhan panjang relatif, efisiensi pemanfaatan kuning telur, derajat pembuahan, lama inkubasi, derajat penetasan, panjang embrio saat menetas, volume kuning telur saat menetas, tingkat kelangsungan hidup dan kualitas air. HASIL & PEMBAHASAN Hubungan antara suhu inkubasi dengan laju penyerapan kuning telur berbanding lurus pada kisaran suhu optimal (Kamler, 1992). Suhu berpengaruh terhadap laju metabolisme hewan akuatik yang bersifat poikilotermal (Ivlevas s dalam Kamler, 1992) Aktivitas metabolisme yang tinggi memerlukan energi yang besar sehingga laju penyerapan kuning telur menjadi lebih cepat. Pada suhu yang lebih rendah atifitas metabolik berjalan lebih lambat sehingga laju penyerapan kuning telurnya lebih kecil. Hal ini terbukti dengan laju penyerapan kuning telur embrio terbesar yang dicapai oleh perlakuan suhu 30 C sebesar 2,92% per jam dengan laju pertumbuhan panjang embrio sebesar 2,16% per jam. Kuning telur merupakan cadangan pakan serta sebagai nutrien dan energi untuk tumbuh dan berkembang. Laju penyerapan kuning telur yang lebih tinggi memungkinkan tersedianya energi yang lebih tinggi (Woynarovich dan Horvath, 1980). Efisiensi merupakan banyaknya/besarnya jaringan tubuh yang terbentuk dari penyerapan kuning telur. Nilai efisiensi pemanfaatan kuning telur embrio pada beberapa tingkat suhu yang berbeda relatif sama yang berkisar antara 70,91% sampai 81,21%. Panjang embrio meningkat apabila telur ikan diinkubasi pada suhu rendah (Braum, 1978). telur yang lama akan memberikan kesempatan pada embrio untuk tumbuh lebih lama sebelum menetas. Akibatnya, pada saat embrio menetas akan menghasilkan larva yang lebih panjang. Panjang larva terbesar berada pada suhu alami sebesar 2,65 mm. Penetasan akan terjadi apabila panjang embrio melebihi kapasitas pembungkusnya. Telur lebih cepat menetas pada suhu inkubasi 30 C yaitu 27,41 jam setelah pembuahan (Tabel 1). Telur yang diinkubasi pada suhu tinggi akan menghasilkan larva yang lebih cepat menetas (Wilengen dalam Huisman 1976). Suhu yang rendah menghalangi perkembangan dan produksi enzim sehingga dapat mengakibatkan kegagalan penetasan telur walaupun embrio dapat mentolerir air

59 Tabel 1. Parameter perkembangan embrio ikan maanvis (Pterophyllum scalare) yang dipelihara pada suhu ruang, 27 o C dan 30 o C. Laju penyerapan kuning telur embrio (%jam) 1,47 ± 0,17 a 1,93 ± 0,39 a 2,92 ± 0,25 b Laju pertumbuhan relatif panjang embrio (%jam) 1,06 ± 0,11 a 1,54 ± 0,26 b 2,16 ± 0.009 c Efisiensi pemanfaatan kuning telur embrio (%jam) 72,22 ± 1,53 a 78,44 ± 3,23 a 73,70 ± 3,42 a Derajat pembuahan telur (%) 95,83 ± 4,02 a 97,92 ± 1,44 a 98,33 ± 0,72 a Lama inkubasi telur (jam) 36,56±0,28 a 29,87±1,52 b 27,41±0,37 c Derajat penetasan telur (%) 90,91±2,51 a 87,64±5,33 a 84,75±1,27 a Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Tabel 2. Parameter perkembangan larva ikan maanvis (pterophyllum scalare) yang dipelihara pada suhu ruang, 27 o C dan 30 o C. Panjang larva saat menetas (mm) 2,65 ±0,002 a 2,36±0,19 ab 2,18±0,17 b Volume kuning telur saat menetas (mm 3 ) 0,45±0,02 a 0.40±0,05 a 0,39±0.04 a Laju penyerapan kuning telur (%jam) 2,41±0,053 a 2,73±0,057 b 3,29±0,114 c Laju pertumbuhan relatif panjang larva sebelum habis kuning telur (%jam) 0,34±0,026 a 0,43±0,012 b 0,60±0,05 c Efisiensi pemanfaatan kuning telur (%jam) 0,14±0,01 a 0,16±0,006 a 0,18±0,015 b Laju pertumbuhan relatif panjang larva setelah habis kuning telur (%jam) 4,92±0,13 a 5,40±0,18 b 6,10±0,06 c Derajat kelangsungan hidup (%jam) 53,71±3,87 a 58,35±4,87 b 75,28±3,37 c Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Tabel 3. Perkembangan larva ikan maanvis (pterophyllum scalare) setelah masa pembuahan yang dipelihara suhu ruang, 27 o C dan 30 o C. Mata Terbentuk 22 16 13 Mata Berwarna Hitam 87 79 64 Mulut Membuka 91 85 70 Gelembung Renang Terbentuk 142 106 94 Gelembung Renang Terisi 187 142 118 Usus Berlekuk 184 160 148

Kelangsungan hidup (%) 60 yang dingin (Woynarovich dan Horvath, 1980). Volume kuning telur yang meyertai larva saat menetas sama pada semua suhu, berkisar antara 0,39 sampai 0,45 mm 3 (Tabel 2). Volume kuning telur yang sama menyebabkan derajat penetasan telur tidak berbeda nyata yang berkisar antara 84,75 sampai 90,91%. Volume kuning telur yang sama saat penetasan menunjukkan ketersediaan energi yang sama sehingga menghasilkan derajat penetasan yang sama. Sebelun memasuki masa exogenous feeding, sumber energi larva berasal dari kuning telur yang laju penyerapannya sejalan dengan peningkatan suhu sehingga suhu inkubasi 30 C menghasilkan laju penyerapan kuning telur larva tertinggi (3,29% per jam). Tingginya laju pertumbuhan disebabkan oleh tingginya kecepatan metabolisme yang memanfaatkan kuning telur sebagai sumber nutrien dan energinya sehinga kuning telur lebih cepat habis pada suhu 30 C dibandingkan dengan suhu 27 C dan suhu alami. Efisiensi pemanfaatan kuning telur larva pada suhu 30 C yang berarti bahwa jumlah energi yang digunakan untuk pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan untuk aktivitas dan pemeliharaan karena diduga larva lebih bisa beradaptasi terhadap suhu 30 C dibandingkan pada suhu lainnya. Perkembangan dan laju pertumbuhan relatif panjang larva setelah kuning telur habis juga meningkat dengan peningkatan suhu sampai 30 C. Hal ini diduga karena kenaikan suhu masih dapat ditolerir ikan untuk kebutuhan pemeliharaan (maintance) dan ikan akan lebih aktif mencari makan (Goddard, 1996). Indikasi perkembangan tersebut antara lain pembentukkan mata, mulut membuka, mata berwarna hitam, gelembung renang terbentuk, gelembung renang terisi, dan usus berlekuk. Perkembangan itu sangat menentukan kesiapan larva untuk mencari dan menerima pakan dari luar. Kematian larva pada suhu 30 o C mulai terjadi pada hari ke-6, namun tidak terjadi pada hari ke-8 sampai akhir percobaan. Pada suhu 27 C kematian larva mulai terjadi pada hari ke-5 dan pada hari ke-12 larva tidak ada yang mati lagi sampai akhir percobaan. Kematian terbanyak pada suhu alami yang dimulai pada hari ke-7 sampai hari ke-15. Kematian larva pada masing-masing perlakuan berawal ketika kuning telur mulai habis. Braum (1978) menyatakan bahwa kematian sangat mungkin terjadi pada fase larva sebagai akibat dari kualitas air yang tidak optimal. Namun nilai kualitas air antara lain nilai oksigen terlarut, karbon dioksida, amoniak dan ph selama penelitian masih bisa mendukung ikan maanvis untuk hidup (Suseno, 1983). 100 80 75.28 60 53.71 58.35 40 20 0 alami 27 C 30 C Suhu Gambar 1. Tingkat kelangsungan hidup akhir ikan maanvis (Pterophyllum scalare) yang dipelihara pada beberapa tingkat suhu.

61 Tabel 4. Nilai fisika kimia air media penetasan telur dan pemeliharaan larva ikan maanvis (pterophyllum scalare) yang dipelihara pada suhu ruang, 27 o C dan 30 o C. Suhu media penetasan dan pemeliharaan larva Alami 27 C 30 C Oksigen terlarut 6,29 7,59 6,14 7,46 5,49 6,86 CO 2 3,96 7,92 5,94 7,92 3,96 5,94 Amoniak 0,0004 0,0392 0,001 0,0133 0,0017 0,0649 ph 6,64 7,73 6,44 7,55 6,35 7,73 Alkalinitas 13,94 23,3 14,93 31,07 13,94 27,19 Suhu 24,9 26,5 26,7 27,8 29,7 30,6 KESIMPULAN Secara umum, suhu optimal untuk penetasan dan pemeliharaan larva adalah 30 C dengan nilai efisiensi pemanfaatan kuning telur pada fase embrio sebesar 73,70% dan 0,18% pada fase larva. Telur lebih cepat menetas dengan laju penyerapan kuning telur dan laju pertumbuhan relatif panjang terbaik, serta tingkat kelangsungan hidup tertinggi. DAFTAR PUSTAKA Blaxter, J. H. R. 1969. Development: Eggs and Larvae, p: 187-197. In W. S. Hoar and Randall (Eds.). Fish Physiology. Volume III. Reproduction and Growth. Academic Press. New York. Braum, E. 1979. Ecological Aspects of The Survival of Fish Egg, Embryos and Larvae. P: 102-131. Dalam Gerking (Eds.). Ecologi of Freshwater Fish Production. Blackwell Scientific Publication. Eidenburgh. Forsberg, J. A. & R. C. Summerfelt. 1992. Effect of Temperature on The Die Ammonia Excretion of Fingerling Walleye. Aquaculture, 102: 115-126. Goddard, S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall, USA. 71p. Heming, T. A. & R. K. Buddington. 1988. Yolk Absorption in Embryonic and Larval Fishes, p: 407-446. In W. S. Hoar and D. J. Randall (Eds.). Fish Physiology. Volume XI, Part A. The Physiology of Developing Fish, Egg and Larvae. Huisman, E. A. 1976. Food Conversion Efficiencies at Maintenance and Production Level of Carp, Cyprinus carpio Linearus and Rainbow Trout, Salmo gairdneri Richardson. Aquaculture, 9:259-237. Ismuranty, C. 1993. Fenotip Keturunan Pertama Ikan Maanvis (Pterophyllum scalare) Strain Hitam-Putih, Starin Berlian dan Hibridanya. Skripsi. Fakultas Perikanan, FPIK, IPB. Bogor. 65 hal. Kamler, E. 1992. Early Life History of Fish, an Energetic Approach. Chapman and Hall, London. 181 p. Shafrudin, D. 1997. Pengaruh Suhu Terhadap Perkembangan Serta Pertumbuhan Embrio dan Larva Ikan Betutu, Oxyeleotris marmorata (Blkr.). Tesis. Fakultas Perikanan, IPB. Bogor. 87 hal. Suseno, D. 1983. Studi Perbandingan antara Pemijahan Alami dengan Pemijahan Stripping Terhadap Derajat Penetasan Telur Ikan Tawes (Punctius gonionotus Blkr.). Bull. Pen. Pen. PD., 4(1): 10-17. Watanabe, T. dan V. Kiron. 1994. Prospect in Larval Fish Dietics (Review). Aquaculture, 124:223-251. Woynarovich, E. and L. Horvarth. 1980. The Artificial Propagation of Warmwater Finfishes. A Manual of Extension. FAO. Fish. Tech. Pap (201). 183.