Perencanaan Koordinasi Isolasi Peralatan Tegangan Tinggi Gardu Induk 150 Kv Berdasarkan Arus Surja Petir Pada Sistem Interkoneksi Sumbagsel Dan Sumbagteng Yusreni Warmi, Minarni, Dasman*) *)Dosen Teknik Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Padang Jl. Gajah Mada Kandis Nanggalo Padang Telp. 0751-7055202, 444842 Fax.0751-444842 E-mail: mn_nafi@yahoo.com Abstrak Penelitian ini mempelajari masalah tegangan lebih yang terjadi pada gardu induk akibat sambaran petir pada saluran transmisi, baik sambaran langsung pada kawat fasa maupun sambaran petir pada kawat tanah. Simulasi dilakukan dengan menggunakan Electromagnetic Transients Program (EMTP) sebagai perangkat lunak dengan cara memodelkan gardu induk sesuai representasi peralatan-peralatan di gardu, dengan menerapkan bentuk gelombang petir arus standar IEC (8/20 s, 1/70 s ), dan melihat pengaruh peletakan arrester terhadap transformator daya untuk mengevaluasi koordinasi isolasi pada gardu induk. Studi kasus dilakukan pada gardu induk 150 kv Muaro Bungo. Hasil simulasi menunjukkan adanya pengaruh peletakan arrester, terhadap besarnya tegangan lebih yang terjadi pada transformator daya seperti; untuk peletakan lightning arrester pada jarak 6 meter, maka nilai tegangan puncak pada masing-masing peralatan, CT adalah 543,837 kv, CB adalah 566,659 kv, DS adalah 579,357 kv, Arrester adalah 527,884 dan Transformator Daya adalah 527,884 kv. Sedangkan pada jarak 10 meter, tegangan lebih yang timbul pada masing-masing peralatan bertambah, CT adalah 543,600 kv, CB adalah 567,269, DS adalah 579,381, Arrester adalah 528,097 kv dan Transformator Daya adalah 528,123 kv. Kata kunci: Koordinasi Isolasi, Tegangan Lebih Transien, EMTP PENDAHULUAN Saluran Transmisi memegang peranan penting dalam proses penyaluran daya dari pusat-pusat pembangkit hingga ke pusat-pusat beban. Agar dapat melayani kebutuhan tersebut maka diperlukan sistem transmisi tenaga listrik yang handal dengan tingkat keamanan yang memadai. Pada sistem interkoneksi kelistrikan di Pulau Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng), dipergunakan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kv. Sambaran petir pada saluran transmisi dapat menimbulkan tegangan lebih transien pada peralatan, hal ini akan membahayakan bila tegangan tersebut melampaui tingkat isolasi dasar peralatan (BIL). Sehingga untuk menanggulangi permasalahan tersebut diterapkan konsep koordinasi isolasi pada sistem. Koordinasi isolasi pada sistem tenaga listrik merupakan permilihan kekuatan listrik dari peralatan dan aplikasinya. Hal ini berhubungan dengan tegangan yang akan timbul di dalam sistem, dimana peralatan harus mampu menahan tegangan tersebut dengan memperhitungkan karakteristik dari peralatan proteksi, sehingga dapat mengurangi ancaman tegangan lebih yang akan timbul pada peralatan secara teknis dan ekonomis (Warmi Y., 2000). Pada kasus-kasus dimana saluran daya (kawat fasa) langsung terkena petir (kegagalan perlindungan), kerusakan peralatan mungkin terjadi pada ujung-ujung saluran, hal ini disebabkan oleh adanya tegangan lebih transien yang merambat menuju gardu induk. Tegangan ini biasanya sampai lebih dari satu juta volt. 81
Bila tegangan tersebut tidak diamankan dengan alat pengaman, maka akan menyebabkan kerusakan isolasi pada peralatan. Sambaran petir pada kawat tanah atau menara dapat juga menimbulkan back flashover pada kawat fasa. Back flashover terjadi bila gelombang arus petir yang mengenai kawat tanah merambat melalui impedansi surja menara ke tanah, namun karena resistansi tanah cukup besar menyebabkan gelombang arus pantul akan merambat kembali ke puncak menara. Bila gelombang tegangan pantul tersebut melebihi tegangan tembus isolator yang ada pada tiang transmisi, maka arus petir akan terinjeksi ke kawat fasa (E Kuffel W. S. Zaengl dalam Warmi Y., 2000). Perlindungan peralatan pada gardu induk biasanya menggunakan arrester yang dapat membatasi harga tegangan surja di bawah tingkat isolasi dasar peralatan. Namun pengaruh gelombang berjalan akan menimbulkan tegangan yang lebih tinggi di tempat-tempat yang agak jauh dari arrester (E Kuffel, W. S. Zaengl 1984). Oleh karena itu jarak optimal yang diizinkan antara arrester dan peralatan yang dilindungi dapat ditentukan dengan memperhatikan kecuraman dari gelombang surja yang datang, kecepatan perambatan gelombang, tegangan percik arrester, sehingga konsep perlindungan terhadap peralatan dalam hal ini koordinasi isolasi dapat tercapai secara optimal. Studi kasus akan dilakukan pada gardu induk 150 kv Kiliranjao Muaro Bungo. Untuk memperoleh koordinasi isolasi yang optimal pada peralatan-peralatan gardu induk, akan dilamati pengaruh peletakan arrester pada gardu induk tersebut dengan menggunakan simulasi komputer. METODOLOGI EMTP adalah suatu program komputer terintegrasi yang didesain untuk menyelesaikan permasalahan peralihan (transients) pada sistem tenaga listrik untuk rangkaian terkosentrasi (lumped), rangkaian terdistribusi, atau kombinasi dari kedua rangkaian tersebut. Program ini pertama kali dikembangkan oleh H.M. Dommel yang mengembangkan versi pertama di Munich Institute of Technology pada awal tahun 1960-an. H.M. Dommel melanjutkan pekerjaannya tersebut di BPA (Bonneville Power Administration) dan bekerja sama dengan S. Meyer. Selanjutnya H.M. Dommel mengembangkan program ini di University of British Columbia. Seperti disebutkan diatas, EMTP lebih ditekankan untuk menyelesaikan persoalan transient pada sistem tenaga listrik, walaupun demikian program ini juga dapat menyelesaikan persoalan tenaga listrik dalam keadaan tunak. EMTP dapat digunakan untuk menganalisis transients pada rangkaian yang mengandung parameter terkosentrasi (R, L, dan C), saluran transmisi dengan parameter terdistribusi, saluran yang ditransposisi atau saluran yang tidak ditransposisi. EMTP sangat baik digunakan untuk menganalisis transients pada operasi switching surge dan lightning surge karena program ini menyediakan fasilitas pemodelan untuk generator, CB (Circuit Breaker), transformator, arrester, sumber surja petir, dan pemodelan saluran transmisi baik untuk saluran yang tergantung frekuensi maupun tidak (Dommel, Herman, 1996). Persamaan-persamaan differensial pada saluran transmisi tanpa rugi-rugi untuk saluran multi konduktor dengan N fasa, diperoleh : 2V z 2 2V z 2 (2.1) = Z Y V = Z Y I (2.2) Dengan V dan I adalah besaran fasa, juga dinyatakan dengan Vfasa dan Ifasa. Dengan menggunakan transformasi node dua matrik eigenvector, TV, dan TI, untuk [Y] [Z] diperoleh : I = I fasa = TI I node V = V fasa = TV Vnode TI 1 TV t Dengan menggunakan transformasi node, sistem terkopel N fasa awal dapat ditransformasikan ke dalam sistem-sistem N fasa tunggal tak terkopel (atau konduktor 82
tunggal), seperti yang diperlihatkan pada gambar 1. a. Domain Waktu b. Domain frekuensi Gambar 1. Bagian terkecil dari saluran transmisi dua konduktor HASIL Arus petir diinjeksikan 87 ka (8/20 µs) yang paralel dengan impedansi surja petir sebesar 400 ohm pada konduktor fase A di menara yang terdekat dengan GITET (T3), diperoleh profil tegangan di setiap fase A pada, Transformator arus (CT), Circuit Breaker (CB), Saklar Pemisah (DS), Lightning Arrester (AR), dan Transformator Daya (TD). Harga-harga puncak profil tegangan dari peralatan dapat dilihat pada tabel 1 berikut. 83
Tabel 1. Harga Puncak Profil Tegangan Peralatan Gardu Induk Untuk Sambaran Petir 40 ka (8/20 µs) Jarak Tegangan maksimum pada Fasa A Peralatan Lightning Arrester CT1K1 CB1K1 DS1K1 AR TR (m) 6 142,11 137,07 136,41 10 166,85 177,64 181,89 151,53 12 166,78 177,58 181,82 152,89 20 166,63 177,53 181,52 155,25 30 165,35 177,46 181,01 151,49 158,74 40 165,28 176,88 180,88 151,47 162,03 500 [kv] 400 300 200 100 0-100 -200 0 5 10 15 20 25 30 35 [us] 40 (file Kiliranjao2_16m 4.pl4; x-var t) v:impa v:ds1k1a v:a2a v:cvta v:bs1k1 v:vtrk1a v:ct1k1a v:cb1k1a Gambar 2. Profil Tegangan Pada Peralatan Bila Terjadi Sambaran Petir 40 ka 8/20 µs Untuk Jarak Peralatan 6 meter dari Transformator Daya 84
85 Vol.12.No.1. Februari 2012 Jurnal Momentum ISSN : 1693-752X Grafik hasil profil tegangan puncak pada proses simulasi dapat dilihat pada gambar 3 dan 4 berikut: 500 [kv] 400 300 200 100 0-100 -200 0 5 10 15 20 25 30 35 [us] 40 (file Kiliranjao2_16m 4.pl4; x-var t) v:impa v:ds1k1a v:a2a v:cvta v:bs1k1 v:vtrk1a v:ct1k1a v:cb1k1a Gambar 3. Profil Tegangan Pada Peralatan Bila Terjadi Sambaran Petir40 ka 8/20 µs Untuk Jarak Peralatan 10 meter dari Transformator Daya 500 [kv] 400 300 200 100 0-100 0 5 10 15 20 [us] 25 (file Kiliranjao2_112m4.pl4; x-var t) v:impa v:ds1k1a v:a2a v:cvta v:bs1k1 v:vtrk1a v:ct1k1a v:cb1k1a Gambar 4. Profil Tegangan Pada Peralatan Bila Terjadi Sambaran Petir 40 ka 8/20 µs Untuk Jarak Peralatan 12 meter dari Transformator Daya
Vol.12.No.1. Februari 2012 Jurnal Momentum ISSN : 1693-752X 500 [kv] 400 300 200 100 0-100 0 5 10 15 20 [us ] 25 (file Kiliranjao2_120m4.pl4; x-var t) v:impa v:ds1k1a v:a2a v:cvta v:bs1k1 v:vtrk1a v:ct1k1a v:cb1k1a Gambar 5. Profil Tegangan Pada Peralatan Bila Terjadi Sambaran Petir 40 ka 8/20 µs Untuk Jarak Peralatan 20 meter dari Transformator Daya 86
Vol.12.No.1. Februari 2012 Jurnal Momentum ISSN : 1693-752X PEMBAHASAN Dari simulasi yang telah dilakukan terlihat bahwa untuk simulasi kegagalan perlindungan tegangan lebih yang terjadi pada peralatan akan melebihi Tingkat Isolasi Dasar (BIL) dari peralatan tanpa pemasangan lightning arrester. Setelah dipasang lightning arrester pada jarak tertentu dari transformator daya tegangan lebih tersebut dipotong oleh arrester sehingga dalam beberapa mikro detik setelah sambaran tegangan kembali ke tegangan sistem daya. Simulasi arus surja petir 40 ka (8/20 s ), terlihat bahwa pengaruh peletakan lightning arrester pada peralatan mempengaruhi besar tegangan lebih yang sampai pada peralatan. Makin jauh jarak lightning arrester dari tranformator daya, maka makin besar tegangan lebih yang sampai pada transformator tersebut (pada jarak sebenarnya 30 meter tegangan lebih pada transformator daya adalah 158,34 kv, sedangkan pada jarak 40 meter tegangan lebih pada transformator daya mencapai 162,03 kv pada jarak 40 meter. Hal ini disebabkan oleh pengaruh perambatan gelombang surja yang cukup lama untuk jarak yang lebih besar, sehingga terjadi proses pantulan gelombang dengan waktu yang lama menyebabkan tegangan yang sampai pada peralatan merupakan akumulasi tegangan lebih selama proses pantuln sampai arresternya mulai bekerja. Untuk analisis koordinasi isolasi, dari data BIL peralatan masing-masing: - Current Transformer - Saklar pemisah (DS) - Circuit Breaker (CB) - Trafo daya (CT) = 725 kv = 725 kv = 725 kv = 650 kv Kondisi di atas dengan tingkat perlindungan lightning arrester pada jarak 100 meter dari transformator daya, tegangan yang terjadi masih jauh di atas standar yang direkomendasikan oleh ANSI, IEEE yaitu lebih besar dari 1,20 atau hasil yang diperoleh sebesar 1,201. Sedangkan untuk jarak peletakan lightning arrester lebih dari 100 meter akan menyebabkan kegagalan perlindungan, karena tingkat perlindungan hanya mencapai 1,18 untuk jarak 120 meter. SIMPULAN Pola penghantar Simpang Tiga Prabumulih line 1 dan line 2 selama 0,03 detik, diikuti dengan Bukit Kemuning Batu Raja line 1 sedangkan pembangkit dan penghantar yang lain dalam keadaan terhubung Pola penghantar Simpang Tiga Prabumulih line 1 dan line 2 selama 0,03 detik, diikuti dengan Bukit Kemuning Batu Raja line 1 dan line 2 sedangkan pembangkit dan penghantar yang lain dalam keadaan terhubung Pola penghantar Batu Raja Bukit Asam line 1 selama 0,03 detik sedangkan pembangkit dan penghantar yang lain dalam keadaan terhubung Pola penghantar Batu Raja Bukit Asam line 1 dan line 2 selama 0,03 detik sedangkan pembangkit dan penghantar yang lain dalam keadaan terhubung. Pada simulasi pensaklaran tidak terjadi tegangan transien yang membahayakan pada penghantar 150kV Payakumbuh Koto Panjang dengan berbagai macam pola pembebanan Pembangkit, kecuali saat PLTA Koto Panjang tidak operasi. Pada saatpensaklaran dengan PLTA Koto Panjang tidak operasi tegangan akan mengalami kenaikan meskipun tidak signifikan tetapi kemudian secara berangsur-angsur seiring pertambahan waktu tegangan di Pulau Pekan Baru akan mengalami penurunan, dikarenakan tidak ada lagi Pembangkit di Pulau Pekan Baru yang operasi. Saat pelepasan Unit Pembangkit PLTA Koto Panjang baik hanya satu Unit maupun tiga unit sekaligus, tegangan transien di GI Koto Panjang & GI Payakumbuh masih berada dalam batas yang diijinkan, dipilihnya GI-GI tersebut karena merupakan GI yang berdekatan dengan pusat gangguan (PLTA Koto Panjang). 4.2 Saran Penelitian ini harus dilanjutkan dengan menginterkoneksikan kedua sistem tersebut, kemudian menganalisa tengan lebih yang terjadi pada masing- 87
masing peralatan Gardu Induk atau lebih kurang 100 Gardu Induk. Menentukan nilai tegangan yang terjadi pada semua peralatan Gardu Induk (Transformator Daya, Arrester, Circuit Breaker ) DAFTAR PUSTAKA Deniz A. Zalar, A guide to the Application of Surge Arrester for Transformer Protection, IEEE Transaction on Industry Application, Vol, I A-15 No.6 Nopember/Desember 1979. Dommel, Herman W. Electromagnetic Transients Program, Vancouver, Canada, Agustus 1996 Dr. A. Arismunandar, Teknik Tegangan Tinggi, PT. Pradnya Paramita, Jakatra 1978 Dr. Lorenzo Thione, Trend In Sualtion Coordination Toward the Year 2000, International Symposium on Modern Insulator Technologies E. Kuffel, W. S. Zaengl, High Voltage Engineering, Pergamon press, Oxford, 1984 Fast Front Transients, IEEE Transaction on PWRD Vol. 11, No.1, Januari 1996 James D. M. Phelps, P.S. Pugh, James E. Beehler, 765 kv Station Insulation Coordination, Journal, IEEE, Vol Pa-88 No.9,1969 J. Arif. Evaluasi Koordinasi GITET 500 kv dengan Mempehatikan Bentuk Gelombang Surja Petir. Tugas Akhir S2 UGM, 2000. John Wiley & Sons, Electromagnetic Transients in Power System, Reseacrh Studies\press Ltd, 1996 L.V. Bewley, Travelling Waves on Transmission System, 2 nd. Ed, John Wiley & Sons, Newyork, 1951 M.S Naidu, V. Kamaraju, High Voltage Engineering, Tata MC Graw-Hill Publishing Company Limited, 1995 R.E. Clayton, I.S. Grant, D.E. Hedman, D.D. Wilson, Surge Arrester and Very Fast Surge, Journal, IEEE, Vol. Pas-102, No.8, 1993 EMTP EMTP EMTP Develpoment Coordination Group. The Electromagnetic Transients Program, Version 3, Rule Book 1. Volume 1 EPRI Report 1998 Develpoment Coordination Group. The Electromagnetic Transients Program, Version 3, Rule Book 2. Volume 1 EPRI Report 1998 Develpoment Coordination Group. The Electromagnetic Transients Program, Version 3, Rule Book 3. Volume 1 EPRI Report 1998 IEEE Modeling and Analysis of Sistem Transients Working Group, Modeling Guidelines for T.S. Hutauruk, Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja, Erlangga, 1988 Warmi Y., Analisis Pengaruh Pelepasan Beban Terhadap Tegangan Lebih Transien Dengan Menggunakan Electro Magnetic Progam. Tugas Akhir S2 UGM, 2000. Yamada T, et al, Experimental Evaluation of UHV Tower Model for Lightning Surge Analysis, IEEE Transaction on PWRD, Vol 10, No.1 January 1995