BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Gambaran Umum Objek Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan. Self assessment system merupakan suatu sistem pemungutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur (Punarbhawa dan Aryani, 2013). Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara Indonesia saat ini bersumber dari dalam negeri yaitu pajak. yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak merupakan salah satu penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus

BAB V PENUTUP. sudah selayaknya ditarik kesimpulan berdasarkan penelitian yang dilakukan di

BAB I PENDAHULUAN. terus meningkat. Konstribusi pajak yang terus mengalami peningkatan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan kepada Negara, hibah, wasiat, dan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara. Salah satu yang termasuk dalam APBN adalah pajak.

BAB I PENDAHULUAN. nasional secara bertahap, terencana, dan berkelanjutan. Untuk melaksanakan

Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang potensial bagi negara

BAB I PENDAHULUAN. dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suryani N. A., 2016 Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. makmur, sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. peranan minyak dan gas bumi terhadap penerimaan negara (Munari,2005:120).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dari tahun ke tahun kontribusi pajak pada penerimaan negara terus

BAB I. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling potensial. Pemasukan dari pajak diharapkan terus meningkat salah satunya dengan membuat

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB I PENDAHULUAN. Rutin dan Pengeluaran Pembangunan. Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan Dalam Negeri terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang membutuhkan dana untuk

BAB I PENDAHULAN. perundang undangan. Setiap wajib pajak dituntut untuk memahami. semua aturan perpajakan yang berlaku. Tetapi tidak semua semua wajib

BAB I PENDAHULUAN. modern. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan self assessment system dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN. mengamankan penerimaan anggaran negara dalam APBN setiap tahun. Sekitar 75

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di berbagai bidang guna mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kontribusi terbesar penerimaan negara Indonesia saat ini berasal dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang undang. Dalam pembangunan ini tidak akan tercapai apabila

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat (Rahmawaty Naki : 2013). Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Damayanti (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dalam sistem pemungutan pajak. Sistem pemungutan pajak di Indonesia. membayar, serta melaporkan pajaknya dengan menggunakan Surat

Pelaksanaan Penelitian Dan Pemeriksaan Spt Tahunan Pph Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejak diadakannya reformasi perpajakan tahun 1983, sebagaimana telah diubah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pajak dan juga petugas pajak agar pembangunan dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

ISSN : e-proceeding of Management : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 1632

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan penerimaan negara yang yang berasal dari dalam negeri tanpa harus

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat dominan. Pada

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah Indonesia yang dapat mendukung kegiatan pembangunan nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan dalam perkembangan ekonomi, khususnya dalam pembangunan karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perpajakan. Dalam era globalisasi atau era persaingan bebas inilah cepat atau lambat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. satu penopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia guna mencapai masyarakat adil

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. usaha menengah sektor industri makanan dan pakaian di kota

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. oleh penerimaan negara yang bersumber dari pajak. Pajak dipungut oleh negara baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur dalam undang-undang perpajakan untuk tujuan. akan terlaksana dan target penerimaan pajak akan tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negeri berupa pajak. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spirituil. Untuk dapat. mendapatkan dukungan dari masyarakat (Waluyo dan Ilyas, 2000: 1)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kewajiban pajaknya. Perubahan sistem pemungutan pajak ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan setiap tahun dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara di dunia.. Sehingga tidak bisa dipungkiri tuntutan ekonomi dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. dibayarkan oleh wajib pajak (WP) digunakan untuk pembiayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. negeri berupa ekspor dan juga dari penerimaan dalam negeri terutama dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang berkesinambungan selama 4 tahun terakhir dalam APBN.

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pajak menjadi sumber

BAB I PENDAHULUAN. pemungutan pajak dari sistem official assesment ke sistem self assessment yang

BAB I PENDAHULUAN. dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran. ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara sekitar 70-80%.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembiayaan pemerintah dan pembangunan sangatlah penting. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari official assessment system menjadi self assessment system.

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan suatu Negara sangatlah bergantung kepada besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di beberapa bidang, Pemerintah Indonesia

PENDAHULUAN. yang cukup besar. Salah satu cara memenuhi pembiayaan tersebut berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62/PMK.01/2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bahwa Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. Dalam pembagiannya, terdapat tiga jenis KPP yaitu KPP Wajib Pajak Besar, KPP Madya, dan KPP Pratama. KPP Madya mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak membentuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Bandung dimana Saat Mulai Operasi (SMO) kantor ditetapkan mulai tanggal 9 April 2007 untuk membantu wajib pajak badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar. KPP Madya Bandung merupakan salah satu kantor di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I dengan wilayah kerja meliputi sebagian wilayah Provinsi Jawa Barat yang kedudukannya berada di Bandung. Penelitian ini berfokus terhadap kinerja fiskus dalam Seksi Pengawasan dan Konsultasi Pajak yaitu Account Representative (AR) dan fiskus Pemeriksa Pajak dalam Seksi Pemeriksaan Pajak di KPP Madya Bandung. Peneliti hanya berfokus terhadap kinerja fiskus karena fiskus memiliki tugas dan kewajiban untuk memberikan bimbingan, penerangan, dan penyuluhan kepada wajib pajak sehingga wajib pajak mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Hal ini menyebabkan pelayanan dan peran 1

fiskus terhadap Wajib Pajak menjadi hal yang sangat penting dan mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. 1. 2 Latar belakang penelitian Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber utama negara yang digunakan untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan sarana prasarana umum. Ketika pemerintah akan melaksanakan pembangunan tentu dibutuhkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk itu pemerintah mengikutsertakan masyarakat untuk berperan serta dalam APBN melalui pemungutan pajak. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar yang paling mempengaruhi penerimaan APBN. Namun faktanya, realisasi penerimaan pajak dalam sepuluh tahun terakhir tidak pernah mencapai target yang ditetapkan sesuai APBN (www.finance.detik.com). Hal ini dipengaruhi oleh tiga hal yaitu tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan maupun Pribadi dalam membayar pajak masih sangat rendah, penerimaan pajak masih didominasi sektor formal dan besar, dan kapasitas kelembagaan masih terbatas. Fuad Rachmany mengatakan, tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan maupun Pribadi dalam membayar pajak di Indonesia masih sangat rendah. Menurutnya dari total 240 juta penduduk Indonesia, 110 juta adalah jumlah penduduk Indonesia yang aktif bekerja. Dari 110 juta pekerja yang dimasukan kategori wajib pajak berjumlah 60 juta karena pendapatannya dikenakan pajak. Fuad mengatakan dari 60 juta pekerja baru 25 juta yang sudah bayar pajak penghasilan, sedangkan 35 juta masih bebas berkeliaran dan belum membayar pajak, begitu juga dengan wajib pajak badan. Menurut dia dari total 5 juta badan usaha yang ada di Indonesia baru 250 ribu badan usaha yang bayar pajak dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak (www.beritasatu.com). Lembaga Pemerintah yang mengelola pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak, salah satu instansi pemerintah yang berada di bawah Departemen Keuangan. Memiliki visi menjadi institusi pemerintah penghimpun pajak negara yang terbaik di wilayah Asia Tenggara, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan misinya, yaitu menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan dengan menerapkan Undang- 2

Undang Perpajakan secara adil dalam rangka membiayai penyelenggaraan negara demi kemakmuran rakyat. Kota Bandung merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat yang merupakan kota terbesar ke empat di Indonesia setelah Medan, Sumatera Utara. Wilayahnya yang strategis dan tergolong dekat dari Ibukota Indonesia yaitu Jakarta menyebabkan perkembangan industrialisasi Bandung berkembang pesat dari waktu ke waktu. Perkembangan inilah yang mendorong sektor ekonomi lainnya juga ikut bergerak. Menurut Adjat Jatmika, Tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Jawa Barat dinilai masih rendah disamping itu tidak hanya dalam pembayaran tapi juga pengembalian SPT, dari sekitar 1,3 juta Wajib Pajak di Jawa Barat pada 2011, hanya 40 persen masuk kategori pembayar aktif, sekitar 26 persen Wajib Pajak dari Badan (perusahaan) dan 14 persen wajib pajak perorangan. Fuad Rahmany mengatakan bahwa 70 persen Orang Pribadi yang mampu di Indonesia tidak membayar pajak, masih enggannya orang Indonesia untuk membayar pajak karena masalah kesadaran. Menurut Ahmad Heryawan, Tingkat kepatuhan warga dan perusahaan di Jawa Barat dalam membayar pajak terhitung rendah, dari 1,2 juta perorangan dan 90 ribu perusahaan Wajib Pajak di Jawa Barat, yang patuh membayar pajak hanya 45 persen (www.ortax.org). Dalam menjalankan perannya, KPP Madya Bandung bertugas menghimpun dana dari Wajib Pajak Badan yang berkedudukan di wilayah Jawa Barat. Berikut ini adalah data mengenai target dan realisasi penerimaan pajak dan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) di KPP Madya Bandung dari tahun 2011 sampai tahun 2013: 3

Tabel 1.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak dan Penerimaan PPh Tahun 2011 2013 KPP Madya Bandung Penerimaan Pajak Tahun Target Realisasi Persentase 2011 5.990.426.395.736 5.214.843.450.005 87% 2012 6.680.039.760.526 5.844.972.400.919 87% 2013 7.988.489.707.659 7.309.068.933.034 91% Tahun Presentase Penerimaan PPh Realisasi Penerimaan Pajak Realisasi Penerimaan PPh Persentase 2011 5.214.843.450.005 3.546.543.966.715 68% 2012 5.844.972.400.919 3.117.899.776.415 53% 2013 7.309.068.933.034 4.035.766.229.105 55% Sumber: Dokumen Pengolahan Data dan Informasi KPP Madya Bandung Dari tabel 1.1 dapat disimpulkan bahwa realisasi penerimaan pajak KPP Madya selalu tidak mencapai target. Sebagian dari penerimaan pajak berasal dari PPh, dapat dilihat dalam tabel bahwa penerimaan PPh berkontribusi lebih dari 50%. Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia umumnya masih didominasi oleh Pajak Penghasilan Badan hal itu disebabkan Wajib Pajak Badan mudah terindentifikasi keberadaannya sehingga proses pemungutan pajak Badan lebih mudah daripada Wajib Pajak Orang Pribadi. Sejak diberlakukannya reformasi perpajakan, yaitu terdapat perubahan sistem pemungutan pajak dari official assessment system menjadi self assessment system. Dalam official assessment system, fiskus bertanggung jawab penuh atas perhitungan pajak hingga pemotongan pajak setiap wajib pajak, namun self assessment system, Wajib Pajak menghitung, melaporkan, dan membayar sendiri pajak terutangnya. Sistem ini mengubah pandangan masyarakat mengenai pembayaran pajak selama ini yang dianggap sebagai beban menjadi sebuah tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap Wajib Pajak. 4

Diberlakukannya reformasi perpajakan ini bukan berarti Wajib Pajak tepat dalam melakukan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak terutang. Sering kali Wajib Pajak salah dalam pelaporan objek pajak, penerapan tarif pajak, dan perhitungan pajak, serta waktu penyetoran pajak. Banyaknya jenis objek pajak dan peraturan perundang-undang perpajakan yang diperbaharui sering kali membingungkan Wajib Pajak. Untuk menutupi kekurangan self assessment system, digunakan sistem pemungutan pajak yang lain yaitu withholding system. Withholding system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak (Waluyo, 2011:17). Pengoptimalan peran masyarakat dapat dilihat dari tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Salah satu kriteria kepatuhan Wajib Pajak dilihat dari jumlah SPT yang disampaikan baik SPT Masa maupun SPT Tahunan. Banyaknya jumlah Wajib Pajak yang terlambat dan tidak menyampaikan SPT sangat mengkhawatirkan karena dengan tidak menyampaikan SPT, menandakan bahwa Wajib Pajak tersebut tidak memenuhi kewajibannya untuk menghitung dan membayar pajak terutangnya (Sari, et al., 2014). Tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT, juga mempengaruhi besar kecilnya angka penerimaan pajak. Sehingga dengan berkurangnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak, maka penerimaan pajak juga akan berkurang. Menurut Musyarofah dan Purnomo (2008), Titik tolak suatu kepatuhan adalah tingkat pengetahuan dan pemahaman dalam kebenaran menghitung dan memperhitungkan, ketepatan menyetor, serta mengisi dan memasukkan SPT Wajib Pajak sesuai peraturan perpajakan. Didukung oleh Ihsan (2013), Pemahaman wajib pajak atas ketentuan maupun peraturan perpajakan yang berlaku sangat diperlukan, maka Wajib Pajak akan lebih sadar dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Dalam prakteknya, peraturan perpajakan cukup sulit dimengerti oleh Wajib Pajak, sehingga menimbulkan keengganan bagi Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakan. Sering terjadi Wajib Pajak mengeluh sulit dalam mengisi formulir SPT. Selain itu, peraturan perpajakan juga sering kali berubah sehingga membingungkan Wajib Pajak. 5

Kondisi seperti ini akan berpengaruh pada keinginan Wajib Pajak yang rendah dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Wajib pajak sering kali harus bersusah payah bertanya kepada aparat pajak bahkan ada yang menggunakan jasa konsultan pajak untuk mengisinya, sehingga harus keluar biaya dan memakan banyak waktu. Upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam memberdayakan masyarakat melalui self assessment system ini perlu diimbangi tindakan pengawasan guna mewujudkan tercapainya tujuan dan sasaran kebijakan perpajakan. Pengawasan itu sendiri pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai (Anjarini, et al., 2012). Pengawasan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak ditugaskan kepada Seksi Pengawasan dan Konsultasi dan Seksi Pemeriksaan Pajak. Menurut Anjarini, et al., 2012), apabila ditinjau dari segi pelaksanaannya, kegiatan pengawasan tersebut merupakan suatu proses yang berkaitan satu sama lainnya, terutama dalam hubungannya dengan usaha penegakan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak akan kewajiban perpajakannya. Upaya pengawasan fiskus melalui Seksi Pengawasan dan Konsultasi Pajak yaitu dengan dibentuknya Account Representative (AR) yang berfungsi sebagai pendamping dan pengawas yang memberikan arahan serta mengedukasi Wajib Pajak dalam menghitung, melaporkan, dan membayar pajak. Menurut Diaz Priantara dalam Sagita (2014), AR bukan merupakan jabatan struktural dalam struktur organisasi Departemen Keuangan dan dalam melaksanakan tugasnya ia bertanggung jawab kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang menjadi atasannya. Menurut salah satu pegawai KPP Pratama Majalaya, permasalahan yang dihadapi terkait kinerja AR adalah mengenai kualitas pelayanan yang diberikan petugas AR kurang, karena terlalu banyak Wajib Pajak yang harus ditangani oleh AR (Ayi Miraj Sidik Yanto dalam Sagita, 2014). Seharusnya dengan adanya pengawasan dari AR, dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati, et al. (2014) menyatakan bahwa AR berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib 6

Pajak. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Amilin dan Anisah (2008) yang menyatakan bahwa peran AR belum cukup efektif dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak diberikan wewenang oleh Undang- Undang untuk melakukan pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tindakannya yaitu Pemeriksaan. Pemeriksaan bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan (Waluyo, 2011:64). Namun, seringkali pemeriksaan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi Wajib Pajak karena kesan yang ada saat ini adalah apabila diperiksa berarti konotasinya negatif (Hamdan dalam Ihsan, 2013). Pemeriksaan pajak dilakukan untuk melihat seberapa besar konsekuensi kepatuhan perpajakan dari Wajib Pajak, meminimalisir adanya tax avoidance dan tax evasion, mengurangi tingkat kebocoran pajak penghasilan akibat sistim pelaporan pajak yang tidak benar (Rahayu, 2013:247). Menurut Taufik Umar (Sagita, 2014), pelaksanaan pemeriksaan seringkali menimbulkan keluhan dari Wajib Pajak yang diperiksa. Wajib Pajak sering merasa pemeriksa terlalu sewenang wenang dalam melaksanakan pemeriksaan. Wajib Pajak banyak mengeluhkan ketidakadilan, karena sebagian Wajib Pajak merasa lebih sering diperiksa dibandingkan Wajib Pajak lainnya. Wajib Pajak juga mengeluhkan prosedur pemeriksaan yang berbelit-belit dan hanya mencari-cari kesalahan, seakan-akan tidak diberi kepercayaan. Adapun sebaliknya bagi pemeriksa itu sendiri kadang banyak juga ditemui Wajib Pajak yang tidak memiliki indikasi yang baik dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, sehingga sulit sekali bagi pemeriksa untuk hanya menemui Wajib Pajak ataupun meminjam dokumen dokumen guna mendukung lancarnya pemeriksaan. Dengan adanya pemeriksaan, seharusnya mendorong Wajib Pajak untuk membayarkan pajaknya secara benar sekaligus untuk menghilangkan persepsi negatif yang melekat pada setiap Wajib Pajak yang diperiksa. Sejalan dengan yang dikemukakan Ihsan (2013) dalam penelitiannya yaitu terdapat pengaruh positif dan signifikan pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini bertentangan dengan Aulia dan Pamungkas (2013) 7

dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa pemeriksaan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pajak. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pengawasan dan Konsultasi Pajak dan Pemeriksaan Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Pajak Penghasilan Badan. 1. 3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah yang dapat diidentifikasi adalah: 1. Bagaimana Pengawasan dan Konsultasi Pajak di KPP Madya Bandung? 2. Bagaimana Pemeriksaan Pajak di KPP Madya Bandung? 3. Bagaimana Tingkat Kepatuhan Pajak Penghasilan Badan di KPP Madya Bandung? 4. Apakah terdapat pengaruh Pengawasan dan Konsultasi Pajak dan Pemeriksaan Pajak secara simultan terhadap tingkat kepatuhan Pajak Penghasilan Badan di KPP Madya Bandung? 5. Apakah terdapat pengaruh Pengawasan dan Konsultasi Pajak dan Pemeriksaan Pajak secara parsial terhadap tingkat kepatuhan Pajak Penghasilan Badan di KPP Madya Bandung? a) Bagaimana pengaruh Pengawasan dan Konsultasi Pajak terhadap tingkat tingkat kepatuhan Pajak Penghasilan Badan di KPP Madya Bandung? b) Bagaimana pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap tingkat kepatuhan Pajak Penghasilan Badan di KPP Madya Bandung? 1. 4 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui Pengawasan dan Konsultasi Pajak di KPP Madya Bandung 2. Untuk mengetahui Pemeriksaan Pajak di KPP Madya Bandung 8

3. Untuk mengetahui Tingkat Kepatuhan Pajak Penghasilan Badan di KPP Madya Bandung 4. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan Pengawasan dan Konsultasi Pajak dan Pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Pajak Penghasilan Badan di KPP Madya Bandung 5. Untuk mengetahui pengaruh Pengawasan dan Konsultasi Pajak dan Pemeriksaan Pajak secara parsial terhadap tingkat kepatuhan Pajak Penghasilan Badan di KPP Madya Bandung a) Untuk mengetahui pengaruh Pengawasan dan Konsultasi Pajak terhadap tingkat kepatuhan Pajak Penghasilan Badan di KPP Madya Bandung b) Untuk mengetahui pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap tingkat kepatuhan Pajak Penghasilan Badan di KPP Madya Bandung 1. 5 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam beberapa bidang, antara lain sebagai berikut: 1.5.1 Manfaat Akademis 1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai bagaimana pengaruh kinerja fiskus Pengawasan dan Konsultasi Pajak dan Pemeriksaan Pajak terhadap tingkat kepatuhan Pajak Penghasilan Badan 2. Bagi pihak akademis, penelitian ini dapat memberikan wawasan dan informasi mengenai pengaruh Pengawasan dan Konsultasi Pajak dan Pemeriksaan Pajak terhadap tingkat kepatuhan Pajak Penghasilan Badan 1.5.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Direktorat Jenderal Pajak, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam menyempurnakan peraturan perpajakan yang telah berlaku di Indonesia 9

2. Bagi KPP Madya Bandung, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan acuan untuk meningkatkan kepatuhan Pajak Penghasilan Badan melalui kinerja dan pelayanan yang baik 3. Bagi Fiskus, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan yang baik terhadap wajib pajak 4. Bagi Wajib Pajak, hasil penelitian ini dapat dijadikan motivasi untuk terus memperdalam ilmu perpajakan dalam upaya pemenuhan kewajiban perpajakan. 1. 6 Sistimatika Penulisan Pembahasan dalam penelitian ini akan dibagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub bab. Secara garis besar, sistimatika penulisannya sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Dalam bab ini, menjelaskan mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian yang menyangkut fenomena yang menjadi isu penting sehingga layak untuk diteliti, perumusan masalah yang didasarkan pada latar belakang penelitian, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian, serta sistimatika penulisan secara umum. Bab II Tinjauan Pustaka dan Lingkup Penelitian Dalam bab ini, memberikan penjelasan mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti sebagai dasar berpijak dalam menganalisis masalah yang ada. Pada bagian ini terdapat landasan teori yang berhubungan dengan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan pengembangan hipotesis. Bab III Metode Penelitian Dalam bab ini, menjelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan peneliti dalam proses penelitian, meliputi jenis penelitian, pendekatan penelitian yang digunakan, identifikasi variabel independen dan variabel dependen, variabel operasional, tahapan penelitian, pengumpulan termasuk populasi dan sampel, uji kualitas data, uji asumsi klasik, serta teknik analisis data. 10

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam bab ini, menjelaskan mengenai uraian keadaan responden yang diteliti, deskripsi hasil penelitian yang telah diidentifikasi, analisis model dan hipotesis, dan pembahasan mengenai pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Bab V Kesimpulan dan Saran Dalam bab ini, menjelaskan mengenai kesimpulan hasil penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan dan saran secara kongkrit yang diberikan terhadap hasil penelitian. 11

12 Halaman ini sengaja dikosongkan