III. METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENERAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI YANG BERKELANJUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENERAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI YANG BERKELANJUTAN DESI INDRIANI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) BIDANG PHKA

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

GUBERNUR SULAWESI UTARA

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

(PENGGANTI PP NO. 59 TAHUN 1998 TENTANG TARIF ATAS JENIS PNBP YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Taman Nasional

DIREKTORAT PJLKKHL-DITJEN PHKA KEMENTERIAN KEHUTANAN R.I.

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 407 /KPTS/013/2015 TENTANG TIM PENILAI LOMBA WANA LESTARI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015

2016, No d. bahwa Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sudah tidak sesuai dengan


2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Inventarisasi Hutan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

2 dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembar

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

AA. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.1/Menhut-II/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2014 TENTANG

2016, No Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari jenis dan masing-masing diatur dengan Peraturan Pemerintah.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

1 S A L I N A N. No. 150, 2016 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 150 TAHUN 2016 NOMOR 150 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-II/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN HUTAN RAYA R.

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN. NOMOR : SK.421/Menhut-II/2006. Tentang FOKUS-FOKUS KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

4 Dinas Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 123/Kpts-II/2001

- 1 - PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM Nomor : P. 01/IV- SET/2012 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KEMITRAAN MENUJU KOLABORASI PENGELOLAAN TN KOMODO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 13 T

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 14 TAHUN 2013

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

2016, No Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Menteri Keuangan dapat menetapkan pola pengelolaan k

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PADA SATKER BALAI TAMAN NASIONAL BERBAK JAMBI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG

Rencana Strategis Pusat Data dan Informasi Tahun

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daer

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 58 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan Juni 2012. Tempat yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA), Balai TN Komodo (BTNK) dan Balai Besar TN Bromo Tengger Semeru (BBTN BTS). BTNK dan BBTN BTS dipilih karena merupakan TN Efektif sesuai dengan Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional yang menjadi target untuk dijadikan TN Mandiri pada Milestone I (Kemenhut 2011). Selain itu, BNTK dan BBTN BTS merupakan TN yang merupakan target BLU Ditjen PHKA. 3.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan informan kunci. Data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen terkait dengan tujuan penelitian yang berasal dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Keuangan, satuan kerja yang telah menerapkan BLU, Perum Perhutani, pemerintah daerah, pihak swasta, petugas TN, organisasi non pemerintah, masyarakat dan penelusuran online. Data yang dikumpulkan meliputi sejarah pengelolaan TN, kegiatan pengelolaan TN, produk/jenis layanan yang dihasilkan TN, sumber-sumber PNBP, jenis dan jumlah sumber daya, rencana strategi bisnis, laporan keuangan, struktur organisasi dan tata kerja, pelibatan stakeholder dan peraturan perundangan. 3.3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan kajian dokumen. Wawancara dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan kunci yang dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono 2011). Wawancara mendalam merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan yang dilakukan berkali-kali dan membutuhkan waktu yang lama (Prastowo 2011). Informan kunci berasal dari Kementerian Kehutanan yang

22 terkait, Kementerian Keuangan, satuan kerja yang telah menerapkan BLU, Perum Perhutani, pemerintah daerah, pihak swasta, petugas TN, organisasi non pemerintah dan masyarakat. Kajian dokumen dilaksanakan dengan mempelajari berbagai tulisan, gambar atau karya monumental yang terkait dengan topik penelitian (Sugiyono 2011). Tabel 3 Jenis data yang dikumpulkan dan sumber data Ruang Lingkup Data yang dikumpulkan Sumber Data Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN Ketepatan Penerapan Model BLU - Persyaratan Substantif - Persyaratan Teknis Implikasi Penerapan BLU bagi Pengelolaan TN Mmandiri yang Berkelanjutan. Penjabaran tupoksi berdasarkan inovasi kreasi pengelolaan TN, program dan kegiatan TN Barang dan jasa yang dihasilkan TN, dokumentasi terkait, peraturan perundangan Dokumentasi terkait anggaran dan biaya pengelolaan, sumber dan jumlah pendapatan PNBP, jenis dan jumlah sumber daya, jumlah pengunjung, tarif, peraturan perundangan, dokumentasi terkait pelibatan stakeholder. Penerapan BLU satker lain, penerapan bisnis mandiri dan persiapan sistem pengelolaan BLU Ditjen PHKA Dokumentasi TN dan informan kunci Dokumentasi terkait dan informan kunci Dokumentasi terkait dan informan kunci 3.4. Metode Analisa Data Analisis data dilakukan secara bertahap berdasarkan ruang lingkup penelitian, yaitu identifikasi penjabaran tupoksi TN, analisis ketepatan penerapan model BLU dalam pengelolaan menuju TN Mandiri, dan analisis implikasi model BLU menuju pengelolaan TN Mandiri yang berkelanjutan. 3.4.1. Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN Identifikasi penjabaran tupoksi TN dilaksanakan melalui analisis deskriptif (Miles & Huberman 1992) dan analisis isi (content analysis) (Neuman 2006). Penjabaran tupoksi TN diidentifikasi untuk kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu periode 2007 sampai 2011 sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional yang menyatakan bahwa tugas pokok TN adalah melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan

23 pengelolaan kawasan TN sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjalankan fungsi yang meliputi : 1. Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan TN. 2. Pengelolaan kawasan TN. 3. Penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan TN. 4. Pengendalian kebakaran hutan. 5. Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 6. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 7. Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan. 8. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN. 9. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. 10. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Masing-masing penjabaran tupoksi TN kemudian diidentifikasi barang dan/atau jasa yang dihasilkannya berdasarkan PP No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang menyatakan bahwa TN dapat dimanfaatkan untuk kegiatan : 1. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam. 3. Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam. 4. Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar. 5. Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya. 6. Pemanfaatan tradisional berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi. Menurut Sinambela et al. (2008) pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara.

24 3.4.2. Analisis Ketepatan Penerapan Model BLU Ketepatan penerapan model BLU dalam pengelolaan menuju TN Mandiri dilaksanakan melalui analisis deskriptif dan analisis isi terhadap pelaksanaan tupoksi TN dan membandingkannya dengan persyaratan substantif dan teknis BLU sesuai dengan PP No.23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU. Penelitian ini membatasi kajian pada persyaratan substantif dan persyaratan teknis yang menjadi persyaratan mutlak sebagai dasar pertimbangan penetapan BLU. Persyaratan administrasi belum dikaji karena penetapan BLU dapat dilakukan bertahap yaitu apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi namun persyaratan administrasi belum terpenuhi secara memuaskan. Persyaratan administrasi pada BLU dengan status Bertahap berlaku paling lama 3 tahun. 3.4.2.1. Persyaratan Substantif Persyaratan substantif dilaksanakan melalui analisis deskriptif dan analisis isi dengan melakukan pengkajian terhadap hasil penjabaran tupoksi TN yang memenuhi kriteria layanan umum yang berhubungan dengan : 1. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum, yaitu barang dan jasa yang merupakan barang/jasa semi publik (quasi public goods) yang dapat dijual kecuali yang bersifat pelayanan sipil yang hanya merupakan kewajiban (monopoli) Pemerintah karena peraturan perundang-undangan. 2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum. 3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. Jika penjabaran tupoksi TN mengandung salah satu kriteria dan/atau beberapa kriteria tersebut di atas, maka TN dinyatakan memenuhi persyaratan substantif untuk menjadi BLU. 3.4.2.2. Persyaratan Teknis Persyaratan teknis dilaksanakan melalui analisis deskriptif dan analisis isi melalui 2 pendekatan yaitu : 1. Melalui identifikasi terhadap tupoksi yang kinerja pelayanannya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU yaitu identifikasi penjabaran tupoksi berupa kegiatan-kegiatan yang menghasilkan pendapatan dan

25 berpotensi untuk ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU. Jika penjabaran tupoksi TN mengandung kegiatan-kegiatan yang menghasilkan pendapatan dan/atau berpotensi untuk dapat ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU maka memenuhi persyaratan teknis butir pertama ini. 2. Melalui penilaian kinerja kesehatan keuangan satuan kerja yang bersangkutan sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU dengan kriteria : (1) Pendapatan satker menunjukkan tren naik dari tahun ke tahun, sehingga satker cenderung akan dapat lebih mandiri, (2) Ada potensi pendapatan yang dapat ditingkatkan. 3.4.2.3. Analisis Manfaat Biaya (Cost Benefit Analysis) Analisis Manfaat Biaya (Cost Benefit Analysis (CBA)) ditambahkan sebagai salah satu bahan pertimbangan pengambilan keputusan yaitu dengan membandingkan akumulasi perolehan pendapatan (Benefit) dengan besarnya akumulasi biaya (Cost) untuk kegiatan pengelolaan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Gittinger 1982) : B/C = di mana B/C adalah Benefit-Cost Ratio, B adalah Benefit, C adalah Cost, t adalah tahun dan i adalah tingkat suku bunga (%). Jika B/C>1 maka layak untuk dilaksanakan, tetapi jika B/C<1 dan maka tidak layak untuk dilaksanakan (Gittinger 1982). Menurut Muhsonim dan Nuraini (2006) pada pemanfaatan sumberdaya maka yang digunakan untuk menghitung kelayakan adalah B/C, jika B/C >1 maka layak untuk dilaksanakan jika B/C<1 tidak layak dilaksanakan. Perhitungan pendapatan dan biaya mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU. Pendapatan satker BLU adalah pendapatan arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas BLU selama satu periode yang mengakibatkan penambahan ekuitas bersih. Klasifikasi pendapatan BLU adalah Pendapatan Usaha dari Jasa Layanan, Hibah, Pendapatan APBN, Pendapatan

26 Usaha Lainnya, Keuntungan Penjualan Aset Non Lancar dan Pendapatan dari Kejadian Luar Biasa. Biaya satker BLU adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar kas atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas bersih. Klasifikasi biaya BLU adalah Biaya Layanan, Biaya Umum dan Administrasi, Biaya Lainnya, Rugi Penjualan Aset Non Lancar dan Biaya dari Kejadian Luar Biasa. Sesuai definisi TN Mandiri menurut Hartono (2008a) yaitu TN yang mampu membiayai sebagian atau seluruh pelaksanaan tupoksi di luar gaji dan kegiatan rutin lainnya, maka dalam perhitungan pendapatan TN, pendapatan yang diperhitungkan dalam pendapatan APBN hanyalah pendapatan dari Belanja Pegawai dan Belanja Modal sedangkan untuk pendapatan dari Belanja Barang tidak dimasukkan ke dalam unsur pendapatan karena diharapkan mampu dibiayai dari pendapatan layanan sehingga TN Mandiri dapat terwujud. 3.4.3. Analisis Implikasi Penerapan BLU Analisis implikasi penerapan BLU menuju pengelolaan TN Mandiri yang berkelanjutan dilaksanakan melalui analisis terhadap hasil kajian pada tujuan pertama dan hasil kajian pada tujuan kedua dan membandingkannya dengan persyaratan BLU. Implikasi lainnya ditentukan sesuai hasil analisis yang berkembang selama penelitian.