BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
PARTISIPASI WARGA DALAM GOTONG ROYONG MELALUI KOMUNITAS PENGELOLA SAMPAH RUKUN SANTOSO 1

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULAN. penting untuk kepentingan pembangunan perekonomian di Indonesia, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. beberapa bentuk dari interaksi. Bentuk-bentuk interaksi sosial yakni dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, kepercayaan kepada leluhur

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya memiliki kesamaan dalam beberapa hal. Rasa solidaritas

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan pedesaan yang kehidupan

Komunikasi dan Sistem Kemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu dengan yang lain. Realitanya di zaman sekarang banyak terlihat konflikkonflik

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan masyarakat, masyarakat dengan individu, dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan

IMPLEMENTASI SILA PERSATUAN INDONESIA PENERAPAN PERILAKU GOTONG ROYONG DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT PEDESAAN DI SRUNI

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila tidak terbentuk begitu saja dan bukan hanya diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kompetisi yang ketat. Pengaruh budaya asing juga sangat membentuk kepribadian

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari

HAKIKAT PANCASILA TUGAS AKHIR. Disusun oleh : Sani Hizbul Haq Kelompok F. Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pernah statis. Sejak lahir bahkan sejak pembuahan hingga meninggal dunia selalu

I. PENDAHULUAN. bergaul, bekerja, tolong menolong, kerja bakti, keamanan, dan lain-lain.

HUBUNGAN GOTONG ROYONG DENGAN EKSISTENSI PANCASILA

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

PANCASILA. Makna dan Aktualisasi Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dalam Kehidupan Bernegara. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.

disusun oleh Mirsa Ferriawan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Pendidikan Pancasila Kelompok D Dosen : Drs.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktifitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tanah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan fakta

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan terkonsentrasi dan ada tempat-tempat dimana penduduk atau kegiatannya

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1992:78). Dalam pengertian lain industrialisasi merupakan transformasi proses

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak memperlihatkan unsur persamaannya, salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lain menunjukan ciri khas dari daerah masing-masing.

KAJIAN FENOMENA URBANISME PADA MASYARAKAT KOTA UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

A. Gambaran Umum Lokasi KKN

EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS GLOBAL DAN MODERN PASCA REFORMASI

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi lokal pada masyarakat kita dewasa ini, khususnya masyarakat

sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak

I. PENDAHULUAN. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DALAM BERGOTONG ROYONG DI MASYARAKAT DESA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal

PERGESERAN POLA PIKIR REMAJA TENTANG KONSEP PANDANGAN HIDUP DAN UPAYA MENJADIKAN PANCASILA SEBAGAI SEMANGAT HIDUP REMAJA.

Nama :Rayendra Pratama NPM : 1A Kelas : 1 KA 39. Tugas ISB Bab 7

Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Desa Cihideung sebagai Desa Wisata

BAB I. sejak tersedianya data spasial dari penginderaan jauh. Ketersediaan data

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik semua kebudayaan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemecahan dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan. Lingkungan merupakan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya keteraturan, kedamaian, keamanan dan kesejahteraan dalam

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

Salah satu faktor yang memengaruhi memudarnya sikap nasionalisme adalah kurangnya pemahaman siswa tentang sejarah nasional Indonesia.

EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI

BAB II KONDISI OBJEKTIF DESA CIPETE KEC. PINANG KOTA TANGERANG BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk dari tahunketahun

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

STUDI POLA APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

Judul GOTONG ROYONG. Mata Pelajaran : PPKn Kelas : I (Satu) Nomor Modul : PPKn.I.04

Unsur - unsur potensi Fisik desa. Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan masyarakat. Keberagaman tersebut mendominasi masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. tanah juga mengandung nilai ekonomi bagi manusia, bisa digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah berlangsung selama 40

I. PENDAHULUAN. yang dicita-citakan. Sejalan dengan Mukadimah Undang Undang Dasar 1945,

BAB V KESIMPULAN. Pasar Bandar Buat awal berdirinya merupakan sebuah pasar nagari, pasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. samping terutama untuk tempat tinggal, juga untuk semacam itu yakni yang

BAB I PENDAHULUAN. militer Jepang dan masih ada hingga saat ini, ketika masa penjajahan Jepang

BAB I PENDAHULUAN. Keterpencilan membuat sebagian masyarakat Indonesia sampai saat ini masih

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk sebagai salah satu komponen dalam sistem wilayah atau kawasan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gotong royong merupakan salah satu budaya yang mencerminkan kepribadian luhur bangsa Indonesia yang keberadaannya meluas di seluruh wilayah Indonesia, meskipun pada kenyataannya seringkali dikenal dengan istilah yang berbeda-beda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Terlembaganya gotong royong dalam kehidupan bangsa Indonesia bermula dari kehidupan masyarakat Indonesia yang pada awal berdirinya terbentuk dari masyarakat-masyarakat desa dengan corak kehidupan yang agraris. Corak kehidupan agraris mengakibatkan terbentuknya sistem kerja yang bersifat kolektif dalam kehidupan perekonomian masyarakat Indonesia. Sebagaimana diungkapkan I.L. Pasaribu dan B. Simandjuntak (1986:142) terkait masyarakat desa dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Pembangunan bahwa: Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka hidup dari bercocok tanam-pertanian walaupun tidak diingkari mereka juga berdagang dan tukang kayu. Pekerjaan selain bertani merupakan pekerjaan sambilan belaka sebab terlihat bila panen tiba maka pekerjaan sambilan tadi dihentikan lalu bergelut dengan panennya. Dalam memenuhi kebutuhannya tidak jarang mereka bekerja-sama terlebih-lebih pekerjaan itu menyangkut hidup bersama. Akibat dari kerjasama yang vital itu maka melembagalah dalam bentuk gotong royong. Budaya gotong royong mengandung nilai-nilai positif yang tercermin melalui perilaku kerja sama dan tolong menolong yang mengutamakan rasa kebersamaan serta persatuan dan kesatuan dalam masyarakat. Perilaku gotong royong mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa yang terkandung dalam Pancasila pada umumnya dan sila ke-3 pada khususnya yang berbunyi Persatuan Indonesia. Sebagaimana cuplikan pidato Ir. Soekarno yang dikutip oleh Wawan Tunggul Alam (2001:31) sebagai berikut: Sebagaimana tadi telah saya katakan: kita mendirikan Negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua bagi semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan 1

Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tapi Indonesia buat Indonesia! semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima (Pancasila, sic) menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan gotong royong. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong-royong! Alangkah hebatnya! Negara gotong royong! (tepuk tangan riuh rendah) Sebagaimana telah diuraikan di atas, gotong royong mengandung nilainilai positif yang berguna bagi kehidupan masyarakat pada khususnya dan proses pembangunan di Indonesia pada umumnya. Selain itu pada pidato Ir. Soekarno seperti telah dikutip sebelumnya, dikemukakan bahwa gotong royong sangat mencerminkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Pidato tersebut menggambarkan betapa pentingnya gotong royong dalam masa pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada masa lalu. Jika pada masa tersebut gotong royong dipandang sebagai alat untuk mewujudkan integrasi nasional serta menciptakan semangat persatuan dan kesatuan sebagai suatu negara yang baru berdiri, maka saat ini eksistensi gotong royong dalam kehidupan masyarakat Indonesia masih sama pentingnya. Akan tetapi eksistensi gotong royong pada masa sekarang lebih dipandang berdasarkan kontribusinya dalam mewujudkan ketahanan nasional pada umumnya dan kesejahteraan masyarakat pada khususnya. Hal ini ditunjukkan melalui kemampuan gotong royong yang baik secara langsung maupun tidak langsung mampu berkontribusi dalam menyelesaikan masalahmasalah sosial yang ada di lingkungan masyarakat. Gotong royong di lingkungan pedesaan merupakan perwujudan rasa solidaritas anggota masyarakat yang pada akhirnya mampu menjaga keberlangsungan kehidupan masyarakat di dalamnya, sebagaimana dikemukakan oleh Scott dalam Amri Hamzali (2005: 160) bahwa: What a moral solidarity the village possessed as a village was in fact based ultimately on its capacity to protect and feeds its inhabitants. (Moral solidaritas yang dimiliki desa sebagai sebuah desa pada puncaknya adalah kemampuan desa tersebut untuk melindungi dan menghidupi penduduknya). Sedangkan secara umum, gotong royong berfungsi untuk menciptakan keteraturan hidup dalam masyarakat. Gotong royong merupakan azas terpenting bagi terbentuknya keteraturan hidup bagi masyarakat Indonesia. Aktivitas ini 2

bukan hanya penting bagi rakyat kecil, tetapi masyarakat yang berstatus tinggipun akan sangat merasakan arti pentingnya kegiatan kerjasama ini (Depdikbud, 1983:6). Gotong royong yang masih terlembaga dengan kuat dapat dijumpai pada masyarakat pedesaan. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Corak kehidupan di desa didasarkan pada ikatan kekeluargaan yang erat. Masyarakat merupakan sesuatu gemeinschaft yang memiliki unsur gotong-royong yang kuat. Hal ini dapat dimengerti, karena penduduk desa merupakan face to face group dimana mereka saling mengenal betul seolah-olah mengenai dirinya sendiri (Hartomo.H dan Aziz.A, 1997:242). Akan tetapi daerah pedesaan di mana gotong royong tumbuh dan melembaga seiring dengan pesatnya perubahan sosial yang menyentuh segenap aspek kehidupan masyarakat kini mengalami perubahan pula. Proses perubahan sosial yang dapat berupa pembangunan maupun modernisasi secara langsung maupun tidak langsung membawa pengaruh pula terhadap perubahan lingkungan dan perilaku masyarakatnya. Sehubungan dengan permasalahan di atas, daerah pedesaan di Sukoharjo beberapa tahun terakhir ini juga mengalami pembangunan yang cukup pesat ditandai dengan banyaknya pembangunan yang berdampak pada konversi lahan persawahan di daerah pedesaan menjadi bangunan-bangunan yang bersifat komersil seperti kompleks perumahan, swalayan, maupun rumah pertokoan. Fenomena tersebut menimbulkan suatu transisi yang terjadi pada daerah pedesaan yang mulai bertransformasi meninggalkan budaya tradisional menuju budaya yang lebih modern, dari sistem mata pencaharian agraris menuju industrialisasi dan diferensiasi bidang pekerjaan, dari masyarakat yang homogen menjadi masyarakat yang lebih heterogen. Masyarakat yang demikian dikenal dengan istilah masyarakat transisi. Sebagaimana yang terjadi di Kelurahan Combongan khususnya RW I, sebagian besar area persawahan telah berubah menjadi perumahan-perumahan, rumah toko, dan mini market. Selain akses transportasi yang semakin baik, hal tersebut juga disebabkan karena RW I merupakan rukun warga di Kelurahan Combongan yang letaknya paling dekat dengan Industri Tekstil PT Sri Rejeki Isman (Sritex) dan pusat kota Sukoharjo. 3

4 Sedangkan Desa Ponowaren, salah satu desa di Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu desa yang masih memiliki iklim agraris yang kuat dilihat dari letak geografisnya yang berada jauh dari kabupaten kota dengan lahan-lahan pertanian yang masih luas serta mata pencaharian masyarakatnya yang sebagian besar bekerja di bidang pertanian. Masyarakat desa Ponowaren khususnya RW VI memiliki akses yang cukup jauh dengan pusat kota karena merupakan wilayah paling selatan Kelurahan Ponowaren dan merupakan wilayah paling barat Kecamatan Tawangsari yang berbatasan dengan Klaten. Dibandingkan dengan RW VI yang terletak di Desa Ponowaren, RW I Kelurahan Combongan yang sedang mengalami proses transisi lebih berpeluang terhadap masuknya nilai-nilai budaya modern yang nantinya akan tumpang tindih atau bahkan mampu menggeser nilai-nilai budaya tradisional jika dilihat dari perubahan sosial yang lebih pesat terjadi di daerah tersebut. Salah satu nilai modern yang seringkali masuk bersamaan dengan proses modernisasi adalah paham individualisme yang ditandai dengan merenggangnya hubungan sosial dengan sesama anggota masyarakat dan menipisnya semangat komunal atau kolektivisme masyarakat yang merupakan ciri khas masyarakat pedesaan. Salah satu bentuk perwujudan semangat komunal dan kolektivisme dalam masyarakat adalah gotong royong yang saat ini juga mulai mengalami perubahan seiring dengan jalannya proses perubahan sosial melalui pembangunan dan modernisasi di daerah pedesaan. Pengamat sosiologi pedesaan Zulkarnain Nasution dalam artikelnya mengungkapkan bahwa akhir-akhir ini perubahan sosial membawa dampak pada berbagai aspek dan sistem kehidupan manusia termasuk pada kehidupan masyarakat desa. Pesatnya pembangunan pemukiman baru bagi masyarakat pendatang di lingkungan pedesaan menimbulkan perubahan pada solidaritas sosial dan tingkat partisipasi masyarakat di lingkungan tersebut termasuk pola perilaku gotong royong masyarakat. Selain itu perubahan sosial seringkali menimbulkan konflik dan tumpang tindih nilai dalam masyarakat sebagaimana penjelasan Zulkarnain Nasution (2010) berikut ini:

Salah satu potensi konflik yang terjadi pada masyarakat desa secara langsung dan terbuka adalah antara warga dusun (masyarakat kampung) dengan warga perumahan (masyarakat pendatang) sebagai masyarakat desa transisi. Masyarakat desa transisi merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di perumahan dan permukiman baru di daerah pinggiran kota atau pinggiran pedesaan yang terjadi interaksi sosial sehingga terjadi tumpang tindih nilai-nilai tradisional peralihan menuju nilai-nilai modern. (Zulkarnain Nasution. 2010. Konflik dan Lunturnya Solidaritas Sosial Masyarakat Transisi. http://berkarya.um.ac.id/2010/02/05/konflik-danlunturnya-solidaritas-sosial-masyarakat-desa-transisi-oleh-zulkarnainnasution/). Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa eksistensi gotongroyong mampu memberi kontribusi yang positif bagi kehidupan masyarakat terlebih lagi jika menilik pernyataan Ir. Soekarno dalam pidatonya sebagaimana telah dikutip sebelumnya bahwa gotong royong merupakan inti sari Pancasila di mana Pancasila sendiri merupakan philosophisce grondslaag yang mendasari nationale staat (negara kesatuan) Indonesia. Pancasila sebagai dasar filosofi Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan nilai dasar pemersatu yang mengikat masyarakat Indonesia menjadi suatu bangsa yang terintegrasi. Oleh karena itu seharusnya gotong royong perlu dilestarikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai wujud pengamalan terhadap nilai-nilai luhur Pancasila. Tetapi sebagaimana diuraikan di atas bahwa seiring dengan berjalannya waktu, kehidupan masyarakat tidak dapat terlepas dari perubahan sosial yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem sosial dalam masyarakat, termasuk nilai-nilai kebudayaan dan perilaku sosial seperti halnya perilaku gotong royong. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai perilaku gotong royong masyarakat terkait fenomena di atas dengan judul Perbedaan Perilaku Gotong-royong antara Masyarakat Desa dengan Masyarakat Transisi (Studi pada Masyarakat RW VI Desa Ponowaren Kecamatan Tawangsari dan Masyarakat RW I Kelurahan Combongan Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo Tahun 2013). Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat penulis identifikasikan beberapa masalah sebagai berikut: 5

6 1. Nilai-nilai sosial budaya, tingkat heterogenitas, intensitas hubungan sosial antar masyarakat antara masyarakat desa dengan masyarakat transisi berbeda. 2. Perbedaan nilai-nilai sosial budaya, tingkat heterogenitas, intensitas hubungan sosial masyarakat antara masyarakat desa dengan masyarakat transisi yang berbeda menyebabkan adanya perbedaan perilaku gotong-royong antara masyarakat desa dengan masyarakat transisi. Selanjutnya dari beberapa permasalahan tersebut dilakukan pembatasan permasalahan. Pembatasan permasalahan dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus, dan tidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian dengan menfokuskan penelitian pada masalah nomor 2, yaitu perbedaan nilai-nilai sosial budaya, tingkat heterogenitas, intensitas hubungan sosial antara masyarakat desa dengan masyarakat transisi yang berbeda menyebabkan adanya perbedaan perilaku gotong-royong masyarakat desa dengan masyarakat transisi. Agar mengarah pada permasalahan yang diteliti, dibawah ini dikemukakan pembatasan sebagai berikut: 1. Subyek Penelitian Adapun yang menjadi subyek penelitian ini adalah masyarakat RW VI Desa Ponowaren dan masyarakat RW I Kelurahan Combongan Kabupaten Sukoharjo. 2. Obyek Penelitian Adapun yang menjadi obyek penelitian ini adalah perilaku gotong royong masyarakat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka peneliti merumuskan masalah: adakah perbedaan yang signifikan antara perilaku gotong royong masyarakat desa dengan masyarakat transisi?

7 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara perilaku gotong royong masyarakat desa dengan masyarakat transisi. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis, sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai suatu karya ilmiah maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi perkembangan pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan di persekolahan. Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru bagi pendidik dalam penyusunan bahan ajar pembelajaran gotong royong yang tepat dalam rangka menanamkan nilai gotong royong sejak dini pada peserta didik. b. Menjadi tambahan referensi dan bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya yang relevan. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan masukan bagi para pembuat kebijakan terkait pembangunan daerah agar lebih memperhatikan dan mempertimbangkan dampak pembangunan terhadap sistem nilai dan budaya lokal. b. Memberikan masukan bagi pembaca mengenai manfaat dan pentingnya pelestarian gotong-royong dalam kehidupan bermasyarakat.