BAB II TEORI DASAR. 2.1 Tinjauan Umum Deformasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Tujuan Khusus. Tujuan Umum

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus

BAB II LANDASAN TEORI

ILMU UKUR TANAH 2 PENENTUAN POSISI

II. TINJAUAN PUSTAKA

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG STAKE OUT DAN MONITORING

PENGENALAN MACAM-MACAM PENGUKURAN SITUASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bawah, bangunan pelengkap dan pengaman jembatan serta trotoar.

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TACHIMETRI. Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil. lengkap (situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip

P E N G U K U R A N S I P A T D A T A R

Pengaruh Rasio Tinggi Busur terhadap Bentang Jembatan Busur pada Gaya Dalam dan Dimensi Jembatan

Gambar Penentuan sudut dalam pada poligon tertutup tak. terikat titik tetap P 3 P 2 P 5 P 6 P 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGUKURAN POLIGOON. by Salmani, ST.,MS.,MT.

JEMBATAN. Februari Bahan Bahan Jembatan

Gambar Sket posisi sudut di sebelah kanan arah jalur ukuran polygon terbuka terikat

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. B. Tujuan Praktikum

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan

PENGUKURAN POLIGOON. by Salmani, ST.,MT.,MS. POLYGON

PENGUKURAN WATERPASS

PERILAKU DAN SISTEM STRUKTUR RANGKA BAJA JEMBATAN

Pengukuran Tachymetri Untuk Bidikan Miring

BAB VII PENGUKURAN JARAK OPTIS

Can be accessed on:

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 4-5 : METODE PENGUKURAN SIPAT DATAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Homogen Isotropis

Dosen : Haryono Putro, ST.,SE.,MT.

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

ILMU UKUR TANAH. Oleh: IDI SUTARDI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA

METODE PENGUKURAN TRIANGULASI

LENGKUNG MENDATAR LENGKUNG SEDERHANA LENGKUNG DGN TITIK PERANTARA LENGKUNG DGN PERANTARA KOORDINAT LENGKUNG SEPEREMPAT BAGIAN

ba - bb j Gambar Pembacaan benang jarak pada bak ukur

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

ILMU UKUR TANAH. Oleh: IDI SUTARDI

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR

Gambar detail dari jembatan rangka

Ilmu Ukur Tanah (Plan Survaying)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis Identifikasi Objek Pada Jembatan

5/16/2011 SIPAT DATAR. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengantar Surveying kelas Teknik Sipil

Metode Ilmu Ukur Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

HITUNGAN KOORDINAT, AZIMUTH/ARAH DAN JARAK

MODUL AJAR PRAKTIKUM POLIGON & TACHIMETRI DAFTAR ISI BUKU MODUL PRAKTIKUM POLIGON DAN TACHIMETRI PENYETELAN THEODOLITH DAN PEMBACAAN SUDUT

Metode Titik Kontrol Horisontal 3.1. Metode Survei Klasik Gambar. Jaring Triangulasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Surveying : suatu ilmu untuk menentukan posisi suatu titik di permukaan bumi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Gambar 2.1. Gambar Garis Kontur Dari Suatu Permukaan Bumi

LATIHAN SOAL ILMU UKUR TANAH. Oleh: YULI KUSUMAWATI, S.T., M.T.

Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4

PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengukuran Poligon Tertutup Terikat Koordinat

Pemetaan situasi dan detail adalah pemetaan suatu daerah atau wilayah ukur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstruksi jembatan adalah suatu konstruksi bangunan pelengkap sarana

PEMETAAN SITUASI DENGAN PLANE TABLE

Can be accessed on:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

LEVELLING 3 SIPAT DATAR MEMANJANG & MELINTANG (UNTUK MENDAPATKAN BENTUK PROFIL POT.TANAH) Salmani,, ST, MS, MT 2012

TOPIK PEMBAHASAN : MODEL MODEL JEMBATAN

METODA-METODA PENGUKURAN

SURVEI DAN PEMETAAAN HUTAN KULIAH 3 - PENGUKURAN

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud yaitu:

BAB I PEMETAAN 1. PENDAHULUAN 2. MAKSUD DAN TUJUAN 3. TEORI a. Skala

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TIM PENYUSUN LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH DENGAN WATERPASS MEI 2014

c. 2 cara yang digunkan untuk memindahkan titik dari permukaan tanah;

Pengukuran Sipat Datar Memanjang dan Melintang A. LATAR BELAKANG

MAKALAH SURVEY DAN PEMETAAN

CONTOH LAPORAN PRAKTIKUM SURVEY PENGUKURAN MENGGUNAKAN ALAT WATERPAS

MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang.

PERENCANAAN JEMBATAN COMPOSITE GIRDER YABANDA JAYAPURA, PAPUA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU. Oleh : RIVANDI OKBERTUS ANGRIANTO NPM :

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan suatu jalan menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang

II. BUMI DAN KOORDINAT

PEMBEBANAN JALAN RAYA

TUJUAN : INFASTRUKTUR : JARINGAN JALAN JARINGAN IRIGASI JARINGAN RAWA PEMUKIMAN

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

UAN MATEMATIKA SMA IPA 2009 P45

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah pemakai jalan yang akan menggunakan sarana tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun

Transkripsi:

BAB II TEORI DASAR 2.1 Tinjauan Umum Deformasi Deformasi adalah perubahan bentuk, posisi, dan dimensi dari suatu benda (Kuang,1996). Berdasarkan definisi tersebut deformasi dapat diartikan sebagai perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik pada suatu benda secara absolut maupun relatif. Dikatakan titik bergerak absolut apabila dikaji dari perilaku gerakan titik itu sendiri dan dikatakan relatif apabila gerakan itu dikaji dari titik yang lain. Perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik pada umumnya mengacu kepada suatu sistem kerangka referensi (absolut atau relatif). Deformasi yang dimaksudkan dalam pemantauan survey ini adalah besarnya perubahan posisi suatu titik yang diamati pada jangka waktu tertentu secara kontinyu. Deformasi yang terjadi pada objek infrastuktur dapat disebabkan oleh faktor alam misalnya pergerakan tanah di lokasi berdirinya infrastruktur tersebut. Untuk mengetahui besar deformasinya, diperlukan monitoring posisi terhadap target yang terdapat pada infrastruktur. Target dapat berupa titik, garis atau bidang yang dapat dianggap mewakili objek infrastruktur. Monitoring dilakukan secara kontinyu (time series). Dengan mengetahui posisi target di setiap pengamatan, nantinya perubahan posisi yang terjadi tersebut diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulan deformasinya. 2.2 Definisi Jembatan Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang dibangun untuk melewatkan suatu massa atau traffic lewat atas suatu penghalang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Penjelasan Pasal 86 ayat (3) PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan jembatan adalah jalan yang terletak di atas permukaan air dan/atau di atas permukaan tanah. 6

Jenis jembatan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe struktur sekarang ini telah mengalami perkembangan pesat sesuai dengan kemajuan zaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sampai pada konstruksi yang mutakhir. Berdasarkan lokasinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut : a. Jembatan di atas sungai atau danau b. Jembatan di atas lembah c. Jembatan di atas jalan yang ada (fly over) d. Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert) e. Jembatan di dermaga (jetty) Berdasarkan bahan konstruksinya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain : a. Jembatan kayu (log bridge) a. Jembatan beton (concrete bridge) b. Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge) c. Jembatan baja (steel bridge) d. Jembatan komposit (composite bridge) Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain : a. Jembatan plat (slab bridge) b. Jembatan plat berongga (voided slab bridge) c. Jembatan gelagar (girder bridge) d. Jembatan rangka (truss bridge) e. Jembatan pelengkung (arch bridge) f. Jembatan gantung (suspension bridge) g. Jembatan kabel (cable stayed bridge) h. Jembatan cantilever (cantilever bridge) 2.3 Kerangka Dasar Pemetaan Kerangka dasar merupakan salah satu syarat bagi pemetaan karena seluruh titik-titik obyek harus mengacu pada posisi titik kerangka dasar tersebut. 7

Titik-titik kerangka dasar memiliki kerapatan tertentu dan dihubungkan satu dengan yang lainnya melalui pengukuran untuk dihasilkan koordinatnya. Titik kerangka dasar mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Sebagai titik pengikat (titik referensi), yaitu bertujuan untuk menentukan koordinat titik-titik lainnya. Misalnya titik A sebagai titik pengikat, dengan mengukur jarak dan arah dari A ke B maka dapat dihitung koordinat titik B. b. Sebagai titik pengontrol pengukuran-pengukura yang baru. Dalam hal ini ketelitian titik pengontrol harus lebih tinggi daripada ketelitian pengukuran yang baru. Misalnya titik A dan titik B merupakan titik pengontrol. Apabila dari titik A dilakukan pengukuran-pengukuran dan pada akhirnya disambungkan ke titik B, maka titik B merupakan pengontrol ukuran dari A. Kerangka dasar dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu kerangka dasar horisontal dan kerangka dasar vertikal. Kerangka dasar horisontal mempunyai koordinat horisontal (koordinat planimetris) yang dinyatakan terhadap sistem salib sumbu pada bidang datar. Sedangkan kerangka dasar vertikal mempunyai harga ketinggian yang umumnya dihitung dari permukaan air laut rata-rata (MSL). Penentuan posisi suatu titik, baik horisontal maupun vertikal dapat dilakukan dengan berbagai metode pengukuran. 2.3.1 Penentuan Posisi Horisontal Posisi horisontal suatu titik dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa metode diantaranya : 2.3.1.1 Metode Polar Metode polar merupakan metode yang menjadi dasar penentuan posisi horisontal berdasarkan arah dan jarak suatu titik ke titik lain. Yang dimaksud dengan arah adalah sudut jurusan titik polar ke titik lainnya. 8

U α A1 1 d A1 A Gambar 2.1 Penentuan Posisi Metode Polar Keterangan : Titik A = titik yang diketahui koordinatnya (titik ikat) α A1 = sudut jurusan dari A ke titik 1 d A1 = jarak mendatar dari A ke titik 1 Parameter ukuran dalam metode polar adalah arah dan jarak dari titik A ke titik target. Y B YB A α AB α BA YA J AB O XA XB X Gambar 2.2 Penentuan Posisi Horisontal 9

Pada gambar 2.2, dapat dilihat bahwa : Beda absis antara titik A sampai dengan titik B : ΔX AB = X B - X A Beda ordinat antara titik A sampai dengan titik B : ΔY AB = Y B - Y A Bila sudut jurusan dari A ke B = α AB, maka : Sin α AB = (ΔX AB /J AB ) ΔX AB = J AB Sin α AB Cos α AB = (ΔY AB /J AB ) ΔY AB = J AB Cos α AB Sehingga : ΔX AB = X B X A = J AB Sin α AB X B = X A + J AB Sin α AB ΔY AB = Y B Y A = J AB Cos α AB Y B = Y A + J AB Cos α AB Secara umum, dapat dituliskan sebagai : X B = X A + J AB Sin α AB Y B = Y A + J AB Cos α AB.. (2.1) 2.3.1.2 Metode Perpotongan Kemuka Metode perpotongan kemuka merupakan metode penentuan posisi horisontal yang hanya melakukan pengukuran sudut. Metode perpotongan kemuka merupakan penerapan bentuk segitiga, sehingga pada perpotongan kemuka titik yang akan ditentukan koordinatnya berada dihadapan sudut yang diukur. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pengukurannya diperlukan minimal 2 (dua) buah titik ikat. 10

U P α AP ϒ A α β B Gambar 2.3 Penentuan Posisi Metode Perpotongan Kemuka Keterangan : P : Titik yang akan dicari koordinatnya A dan B : Titik ikat Pada gambar 2.3, koordinat titik P dapat dihitung, baik dari titik A ataupun titik B : X P = X A + J AP Sin α AP ; X P = X B + J BP Sin α BP Y P = Y A + J AP Cos α AP ; Y P = Y B + J BP Cos α BP Bila dihitung dari titik A, maka diperlukan : α AP (sudut jurusan dari A ke P) dan J AP (jarak mendatar dari A ke P ) Untuk mendapatkan besaran tersebut, maka : α AP = α AB - α Sudut jurusan dari A ke B (α AB ), dihitung dengan :.. (2.2) Tan α AB = (X B -X A ) (Y B -Y A ).. (2.3) Bila sudut pada titik P adalah ϒ, maka : ϒ = 180 o - (α + β) 11

Menghitung jarak mendatar dari A ke P, menggunakan rumus sinus sebagai berikut : J AB = J AP = J BP Sin ϒ Sin β Sin α atau J AP = Sin β x J AB Sin ϒ.. (2.4) 2.3.1.3 Metode Poligon Metode poligon adalah salah satu metode penentuan posisi horisontal banyak titik dimana titik satu dengan lainnya dihubungkan satu sama lain dengan pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk rangkaian titik-titik (poligon). Salah satu jenis polygon misalnya poligon tertutup. Poligon tertutup atau kring adalah poligon yang titik awal dan titik akhirnya bertemu pada satu titik yang sama. Pada poligon tertutup, koreksi sudut dan koreksi koordinat tetap dapat dilakukan walaupun tanpa titik ikat. 4 5 A 3 Arah pengukuran 1 2 Gambar 2.4 Poligon Tertutup Titik awal = titik akhir ( X A, Y A ). Koordinat titik A bisa diketahui, bisa juga tidak. Koordinat tiap titik dapat dihitung dengan menggunakan formula : X 2 = X 1 + d 1 sin α 12.. (2.5) Y 2 = Y 1 + d 1 cos α 12 12

Keterangan : X 1 = Absis titik 1. Y 1 = Ordinat titik 1. X 2 = Absis titik 2. Y 2 = Ordinat titik 2. d 1 = Jarak antara titik 1 dengan titik 2. α 12 = Sudut jurusan titik 1 ke titik 2. 2.3.2 Penentuan Posisi Vertikal Posisi vertikal suatu titik dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa metode diantaranya : 2.3.2.1 Metode Sipat Datar (Levelling) Sipat datar (levelling) merupakan salah satu metode untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik di muka bumi serta menentukan ketinggian terhadap suatu bidang referensi ketinggian tertentu. Target bidikan pada pengukuran sipat datar adalah rambu ukur. Sedangkan alat sipat datar yang digunakan adalah waterpas. Gambar 2.5 Metode Sipat Datar 13

Keterangan : BTa = Bacaan benang tengah di titik A BTb = Bacaan benang tengah di titik B Untuk mendapatkan beda tinggi dari titik A ke titik B (ΔH AB ) digunakan persamaan: ΔH AB = BT A - BT B... (2.6) Selain pembacaan benang tengah (benang yang berada di tengah silang diafragma), terdapat pula 2 benang lainnya, yaitu benang atas (di atas benang tengah) dan benang bawah (di bawah benang tengah). Berikutnya, ketiga benang tersebut akan dinotasikan sebagai singkatan, yaitu : a. BT untuk Benang Tengah b. BA untuk Benang Atas c. BB untuk Benang Bawah Fungsi BA dan BB adalah : a. Pemeriksaan (Checking) BT, yaitu dengan : BA + BB = 2.BT.. (2.7) b. Jarak mendatar dari alat ke rambu diperoleh dari persamaan (2.8) dengan konstanta 100. Persamaan (2.8) ini berlaku jika alat waterpas menggunakan lensa pembalik. D = 100 (BA-BB).. (2.8) 2.3.2.2 Metode Trigonometrik Metode trigonometrik merupakan metode penentuan posisi vertikal dengan menerapkan fungsi trigonometrik. Parameter ukuran dalam metode ini adalah jarak dan sudut. Dalam hal ini, sudut yang diukur adalah sudut vertikal. 14

Target J AB T V Z B TA ΔH AB A D AB Gambar 2.6 Metode Trigonometrik Keterangan : TA = Tinggi alat di titik A T = Tinggi target di titik B z = Sudut zenith J AB = Jarak miring A-B D AB = Jarak mendatar A-B V = Sisi tegak segitiga siku ΔH AB = Beda tinggi A-B ΔH AB = V + TA-T.. (2.9) dengan harga V sebesar : untuk jarak miring : V = J AB Cos z untuk jarak mendatar : V = D AB Sin z Persamaan (2.9) akan berlaku jika tidak terdapat salah indeks pada alat. 15

2.4 Spesifikasi Pilar menurut PERMENDAGRI No.1 Tahun 2006 Berikut ini merupakan spesifikasi pilar menurut Peraturan Mendagri no.1 Tahun 2006 : a) Sebagai tanda pemisah batas desa dipasang pilar batas tipe D dengan ukuran di atas tanah 20 cm x 20 cm dengan tinggi 25 cm dan kedalaman 75 cm di bawah tanah (gambar terdapat pada Lampiran A) b) Sebagai tanda pemisah batas kecamatan dipasang pilar batas tipe C dengan ukuran 30 cm x 30 cm dengan tinggi 50 cm dan kedalaman 75 cm di bawah tanah (gambar terdapat pada lampiran A) c) Sebagai tanda pemisah batas kabupaten/kota dipasang pilar batas tipe B dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 75 cm di atas tanah dan kedalaman 100 cm di bawah tanah (gambar terdapat pada lampiran A) d) Sebagai tanda pemisah batas Provinsi dipasang pilar batas tipe A dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 100 cm di atas tanah dan kedalaman 150 cm di bawah tanah (gambar terdapat pada lampiran A) e) Perapatan dapat dilakukan di antara PBU dengan memasang Pilar Batas Antara (PBA) sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lapangan. Pilar antara pada batas provinsi, kabupaten, kecamatan maupun desa tersebut dipasang dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm di atas tanah dengan kedalaman 50 cm di bawah tanah. (gambar terdapat pada lampiran A) 16