Gambaran Tinggi Badan Anak Umur 0-36 Bulan Di Desa Banyu Irang Kecamatan Bati Bati Kabupaten Tanah Laut Tahun 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia, oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi semua

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

Jurnal Darul Azhar Vol 5, No.1 Februari 2018 Juli 2018 : 17-22

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

Immawati, Ns., Sp.Kep.,A : Pengaruh Lama Pemberian ASI Eklusif

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada pertengahan tahun 2008 karena penurunan ekonomi global.

PROFIL STATUS GIZI ANAK BATITA (DI BAWAH 3 TAHUN) DITINJAU DARI BERAT BADAN/TINGGI BADAN DI KELURAHAN PADANG BESI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

ABSTRAK GAMBARAN PENCAPAIAN PROGRAM KEGIATAN PEMBINAAN GIZI PADA BALITA DI KOTA KUPANG PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. kecerdasan anak dan menyebabkan rendahnya perkembangan kognitif. Jika

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

GAMBARAN KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA DI PUSKESMAS CARINGIN BANDUNG PERIODE SEPTEMBER 2012 SEPTEMBER 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

UPAYA PENGUKURAN STATUS GIZI ANTROPOMETRI PADA ANAK PAUD PPT BUNGA BANGSA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI di Indoensia mencapai 359 per jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan syarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. sering menderita kekurangan gizi, juga merupakan salah satu masalah gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. (Wong, 2009). Usia pra sekolah disebut juga masa emas (golden age) karena pada

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Yelli Yani Rusyani 1 INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kata Kunci : Riwayat Pemberian ASI Eksklusif, Stunting, Anak Usia Bulan

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. dan Kusuma, 2011). Umumnya, masa remaja sering diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yakni gizi lebih dan gizi kurang. Masalah gizi lebih merupakan akibat dari

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi

BAB II TINJAUAN TEORITIS

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK UMUR 1 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKUAN BARU KOTA JAMBITAHUN 2013

PERBANDINGAN STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN INDEXS ANTROPOMETRI BB/ U DAN BB/TB PADA POSYANDU DI WILAYAH BINAAN POLTEKKES SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

GAMBARAN KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KABUPATEN BULUKUMBA; STUDI ANALISIS DATA SURVEI KADARZI DAN PSG SULSEL 2009

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB I PENDAHULUAN. cukup makan, maka akan terjadi konsekuensi fungsional. Tiga konsekuensi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA DENGAN STATUS GIZI KURANG DAN BURUK DI KELURAHAN LANDASAN ULIN TENGAH KECAMATAN LIANG ANGGANG KOTA BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. mikro disebabkan karena kurangnya asupan vitamin dan mineral essensial

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

Puseksmas Kambat Utara, Kecamatan Pandawan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN STUNTING

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan (growth) adalah hal yang berhubungan dengan perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK GAMBARAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SD SUKASARI I BANDUNG PERIODE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. faltering yaitu membandingkan kurva pertumbuhan berat badan (kurva weight for

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAAN. Masa balita adalah masa kehidupan yang sangat penting dan perlu

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

Transkripsi:

Gambaran Tinggi Badan Anak Umur 0-36 Bulan Di Desa Banyu Irang Kecamatan Bati Bati Kabupaten Tanah Laut Tahun 2013 Description Of Children Body Length Age 0-36 Months In Banyu Irang Village Bati-Bati District Year 2013 Nina Rahmadiliyani 1 *, Rusman Efendi 1, Pujiah 2 1 STIKES Husada Borneo, Jl. A. Yani Km 30,5 No.4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan 2 Puskesmas Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan *korespondensi : nina_roshan@yahoo.com Abstract Ministry of Health, 2010 declare, besides of malnutrition, there are a lot of problems related nutritions that need more attention, they are; stunting or inhibition of body growth. Stunting is one form of malnutrition which is characterized by body length according to the age measured by WHO anthropometric standard. WHO data shows that Indonesian s Children body length still left behind than childrens body length from another countries. Tanah laut health profile reports that prevalences of malnutrition in 2011 as 19,9% and short toddlers as 20%, very short as 8%. Bati-bati health center work area in 2012 obtained data nutritional status monitoring malnutrition as 13,9%, short 18,2%, and very short 7,8%. This research is to find the description of girls and boys body length for-age 0-36 month in banyu irang village year 2012. The type and design of the study was a discriptive,using toddler chart. Results, boys 0-36 month has a very short bodies as 4 peoples (5,5%) and short 9 peoples (12,3%), while the girls 0-36 months wich has very short bodies as 6 peoples (10%) and short 9 peoples (14,7%). The result of median anthropometric standard describe that the growth of girls body length for-age 0-36 months shows the pattern of growth is under the median standard line compared than boys median standard 0-36 monthsare mostly aligned with anthropometric median. The pattern of boys body length growth for-age 0-36 months is more stable when compared with the girls in banyu irang village bati-bati distrcit year 2012. Keywords: body length, boys 0-36 months, girls 0-36 months, Stunting Pendahuluan Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama dalam meningkatkan kesehatan dan kualitas sumber daya manusia. Gizi kurang tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan kematian, tetapi juga menurunkan produktivitas, menghambat pertumbuhan sel sel otak yang mengakibatkan kebodohan dan keterbelakangan. Oleh karena itu semua negara di dunia sepakat untuk memerangi masalah pangan dan gizi. Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat, gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat meningkatkan kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang normal (1). Gizi kurang dan buruk berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang. Anak yang menderita gizi kurang akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak. Beberapa dampak serius gizi kurang pada balita pertumbuhan fisik terhambat, perkembangan mental dan kecerdasan terhambat, anak yang berstatus gizi buruk mempunyai resiko kehilangan IQ 10-13 point dan daya tahan tubuh anak menurun sehingga mudah terkena penyakit infeksi, sakit bahkan meninggal (2). Salah satu cara mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak dengan mengukur berat badan dan tinggi badan karena salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (3). Penggunaan ukuran berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2 SD diatas 10% menunjukkan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan, sedangkan TB/U 7

indeks ini menggambarkan status gizi masa lampau juga erat kaitannya dengan status sosial ekonomi. Masalah yang terkait dengan gizi yang perlu perhatian lebih, diantaranya adalah stunting atau terhambatnya pertumbuhan tubuh. Stunting adalah salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai dengan tinggi badan menurut umur diukur dengan standar deviasi dengan referensi WHO (4). Data WHO menunjukkan tinggi anak Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan tinggi anak dari negaranegara lain. Kemenkes RI, 2010 menyatakan status gizi balita di Indonesia kurang gizi sebanyak 17,9%, kurus sebanyak 13,3% kemudian dengan stunting atau manusia pendek sebanyak 35,6% (5). Data studi mengenai status gizi anak usia 6 bulan sampai 12 tahun (SEANUTS) menunjukkan, prevalensi anak balita pendek tidak banyak berubah, yakni sekitar 34 persen. Besarnya angka anak balita pendek merupakan indikator masalah kurang gizi. Angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan data Riskesdas 2010 yang menunjukkan angka 35,6%. Itu berarti, hampir separuh dari jumlah anak balita kita memiliki tinggi badan lebih pendek daripada seharusnya. Berdasarkan hasil Riskesdas 2010, prevalensi anak balita pendek (stunting) 35,6% atau turun 1,2% dibandingkan 2007 36,8%. Hermina dan Prihartini (7) menyatakan dari hasil analisis penelitiannya, jumlah anak balita umur 24-59 bulan yang menderita stunting atau pendek dan sangat pendek sebanyak 21,0%. Bila dilihat dari kelompok umur, balita pendek terbanyak ditemukan pada kelompok umur 24-35 bulan 23,9% dibandingkan pada kelompok umur di atasnya yaitu pada umur 37-48 bulan 20,5% dan umur 49-59 bulan 18,3% (5). Data prevalensi gizi kurang propinsi Kalimantan Selatan berada pada angka 22,9%, keadaan ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan rata rata gizi kurang di Indonesia pada tahun 2010 hanya sebesar 17,9%. Kemudian data profil kesehatan Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2011 prevalensi gizi kurang balita berdasarkan berat badan per-umur 16,8% dan tinggi badan per-umur sangat pendek 15,9%, pendek 19,4% dan normal 64,7% (5). Berdasarkan Profil Kesehatan di Kabupaten Tanah Laut (8) prevalensi gizi kurang tahun 2011 sebanyak 19,9% dan balita pendek 20%, sangat pendek 8%, normal 70% dan tinggi 2%. Selanjutnya di wilayah kerja puskesmas Bati Bati tahun 2012 berdasarkan data hasil pemantauan status gizi didapatkan gizi kurang berjumlah 13,9%, balita pendek (stunting) berjumlah 18,2%, dan sangat pendek 7,8%. Berdasarkan beberapa penelitian menyatakan bahwa kurang gizi (gagal tumbuh; seperti kurus, kecil dan pendek) akan berdampak pada kualitas kehidupan sumber daya manusia di masa yang akan datang. Keadaan tersebut jika tidak tertanggulangi akan berakibat terhambatnya perkembangan kognitif seperti nilai sekolah dan keberhasilan pendidikan, menurunnya produktivitas pada usia dewasa, gangguan metabolik yang akan memacu timbulnya berbagai macam penyakit pada usia dewasa. Tubuh pendek (stunting) terjadi akibat kekurangan gizi berulang dalam waktu lama pada masa janin hingga usia dua tahun pertama kehidupan seorang anak. Masyarakat kita masih belum menyadari bahwa hal tersebut merupakan masalah serius. Stunting dapat berakibat fatal bagi produktivitas di masa dewasa. Hal ini seharusnya perlu menjadi perhatian karena berdampak pada kualitas sumber daya manusia.untuk menurunkan angka anak balita stunting, diperlukan intervensi sejak masa kehamilan, bayi dan balita mata rantai penyebabnya dapat diputuskan. Beberapa tahun terakhir masalah kekurangan vitamin A, kekurangan iodium, anemia pada balita telah dapat dikendalikan, kemudian masalah yang belum teratasi adalah stunting dan gizi kurang ditambah lagi masalah baru yang mengancam kesehatan masyarakat yaitu gizi berlebih (obesitas). Masalah gizi kurang mungkin akan dapat ditanggulangi, sementara itu prevalensi stunting masih akan tinggi. Melihat kenyataan tersebut diatas peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran Stunting di desa Banyu Irang Kecamatan Bati-Bati tahun 2012. Metode Penelitian Jenis dan rancangan penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan cara 8

melakukan penelitian sekelompok obyek (anak 0-36) bulan menggunakan kohort dan bertujuan untuk melihat gambaran fenomena yang terjadi pada tinggi badan anak laki-laki dan perempuan. Populasi dalam penelitian ini adalah Semua anak umur 0-36 bulan berjumlah 134 anak, laki laki 71 orang dan perempuan 63 orang di desa Banyu Irang Kecamatan Bati-Bati tahun 2012. Pengumpulan data primer adalah data tinggi badan yang tidak terdapat kohort dan data sekunder dilakukan menggunakan data hasil laporan pemantauan tumbuh kembang bayi/balita menggunakan kohort bayi dan balita, data indentitas responden yaitu, umur dibandingkan tinggi badan. Data primer yang didapat adalah data yang secara langsung dari responden, melalui ceklist mengenai umur dan tinggi badan batita 0-36 bulan yang belum terdata dalam kohort desa Banyu Irang Kecamatan Bati-Bati Tahun 2012. Data sekunder didapat dari hasil laporan bulanan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan batita 0-36 dengan menggunakan kohort desa Banyu Irang Kecamatan Bati Bati tahun 2012. Hasil Penelitian a. Data responden anak laki-laki umur 0-36 bulan Berdasarkan perhitungan menggunakan standar antropometri di desa Banyu Irang pada tahun 2012 sebanyak 73 orang yang terdaftar pada kohort bayi dan balita posyandu Tunas Harapan 1 dan 2, didapatkan tinggi badan sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi Tinggi Badan Anak Laki-laki Per-umur 0 36 Bulan No Kategori F % 1 Sangat Pendek 4 5,5 13 17,8 2 Pendek 9 12,3 3 Normal 57 78,1 4 Tinggi 3 4,1 Total 73 100 Berdasarkan tabel 1 Hasil penelitian menggunakan standar antropometri WHO 2005 pengukuran tinggi badan khusus anak laki laki dapat digambarkan sebagian besar mempunyai pertumbuhan tinggi normal sebanyak 57 orang (78,1%), selanjutnya masih terdapat balita yang memiliki tubuh pendek (stunting) dan sangat pendek (severely stunting) di Desa Banyu Irang Kecamatan Bati Bati tahun 2012 sebanyak 13 orang (17,8%) yaitu sangat pendek 4 orang (5,5%) dan pendek 9 orang (12,3%), sedangkan yang mempunyai tinggi badan tinggi 3 (4,1%). b. Data responden anak perempuan umur 0-36 bulan Berdasarkan pengukuran menggunakan standar antropometri WHO 2005 di desa Banyu Irang pada tahun 2012 sebanyak 61 orang yang terdaftar pada kohort bayi dan balita posyandu Tunas Harapan 1 dan 2, didapatkan tinggi badan sebagai berikut: Tabel 2. Distribusi Tinggi Badan Anak Perempuan Per-umur 0 36 Bulan NO Kategori F % 1 Sangat Pendek 6 1 10 24 2 Pendek 9 5 14.7.7 3 Normal 45 73.7 4 Tinggi 1 1.6 Total 61 100% Berdasarkan tabel 2 Hasil pengukuran tinggi badan menggunakan standar antropometri WHO 2005, pengukuran tinggi badan khusus anak perempuan di desa Banyu Irang Kecamatan Bati-Bati tahun 2012 dapat digambarkan yaitu sebagian besar mempunyai pertumbuhan tinggi badan anak perempuan 0-36 bulan yang normal sebanyak 45 orang (73,7%), kemudian juga terdapat anak perempuan memiliki tubuh pendek (stunting) dan sangat pendek (severely stunting) yang cukup tinggi yaitu sebanyak 15 orang (24,7%) yang terdiri dari badan sangat pendek 6 orang (10%) dan badan pendek 9 orang (14,7%). Sedangkan yang mempunyai badan tinggi hanya 1 orang saja (1,6%). Tinggi badan per-umur anak laki-laki 0 36 bulan dengan menggunakan kurva pertumbuhan median standar antropometri WHO 2005 di desa Banyu Irang tahun 2012 seperti tergambar dalam kurva berikut: Grafik 1. Kurva Median Standar Antropometri Tinggi Badan Anak Laki-laki 0 36 Bulan 9

Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan median standar antropometri WHO 2005 pengukuran tinggi badan perumur anak laki-laki umur 0-36 bulan seperti tergambar dalam grafik 1 Mengamati gambaran garis merah pada grafik kurva median standar antropometri tersebut diatas pada pertumbuhan tinggi badan anak laki-laki di desa Banyu Irang tahun 2012 sebagian besar berada pada posisi median standar, akan tetapi terjadinya pertumbuhan tidak stabilnya tinggi badan per-umur anak laki-laki pada umur 23-25 bulan dan umur 33-36 bulan. Grafik 2. Kurva Median Standar Antropometri Tinggi Badan Anak Perempuan 0-36 Bulan. Berdasarkan hasil pengukuran median standar antropometri WHO 2005, menggunakan kurva untuk pengukuran pertumbuhan tinggi badan per-umur anak perempuan umur 0-36 bulan seperti tergambar dalam grafik kurva 2. Hasil pertumbuhan anak perempuan dengan median standar antropometri dapat lihat pada gambaran garis merah tersebut diatas pada anak perempuan 0-36 bulan di desa Banyu Iarang Kecamatan Bati Bati tahun 2012 sebagian besar berada pada posisi dibawah garis kurva median standar antropometri, terjadinya tidak stabil pertumbuhan tinggi badan per-umur anak perempuan 0-36 sudah terjadi sejak dini yaitu pada bulan ke 5-6 dan terjadi lagi di bawah garis normal pada bulan ke 11-19. kemudian kembali arah normal median standar. Kemudian gangguan pertumbuhan anak perempuan tersebut kembali dibawah garis normal median standar pada umur anak 27-36 bulan. Tinggi badan per-umur anak laki-laki 0 36 bulan dengan menggunakan kurva median standar antropometri WHO 2005 di desa Banyu Irang tahun 2012 seperti tergambar dalam kurva berikut: Grafik 3. Kurva Median Standar Antropometri Tinggi Badan Perumur Anak Laki-laki dan Perempuan 0-36 Bulan Pada anak perempuan 0-36 bulan di desa Banyu Iarang Kecamatan Bati Bati tahun 2012 sebagian besar berada pada posisi dibawah garis kurva median standar antropometri, terjadinya tidak stabil pertumbuhan tinggi badan per-umur anak perempuan 0-36 sudah terjadi sejak dini yaitu pada bulan ke 5-6 dan terjadi lagi di bawah garis normal pada bulan ke 11-19. kemudian kembali arah normal median standar. Kemudian gangguan pertumbuhan anak perempuan tersebut kembali dibawah garis normal median standar pada umur anak 27-36 bulan. Tinggi badan per-umur anak laki-laki 0 36 bulan dengan menggunakan kurva median standar antropometri WHO 2005 di desa Banyu Irang tahun 2012 seperti tergambar dalam kurva berikut: Grafik 3. Kurva Median Standar Antropometri Tinggi Badan Perumur Anak Laki-laki dan Perempuan 0-36 Bulan Mengamati gambaran grafik 3 diatas tinggi badan anak per-umur antara laki-laki dan perempuan 0-36 bulan di desa Banyu 10

Irang tahun 2012 terdapat perbedaan. Hasil penelitian menggunakan median standar antropometri dengan menggunakan kurva tinggi badan per-umur anak perempuan 0-36 bulan terlihat tidak normal atau turun naik, penurunan tinggi badan sudah dimulai pada bulan ke 11-16 dan pada bulan 33-36. Terus terjadi penurunan. Sedangkan anak laki-laki adanya penurunan baru dimulai pada bulan ke 23. Anak perempuan 0-36 bulan garis merah kurva tinggi badan tidak selalu mengikuti median standar dan tampak tidak beraturan. Keadaan ini mengambarkan tidak stabilnya pola pertumbuhan tinggi badan anak perempuan dan bahkan pada bulan ke 33 cenderung terus menurun, jika hal ini terus menurun anak perempuan dengan badan pendek (stunting) atau sangat pendek (severely stunting) akan terus bertambah pendek seiring bertambahnya umur. Pada anak perempuan 0-36 bulan garis merah kurva tinggi badan anak perumur tidak selalu mengikuti median standar dan tampak menjadi turun dan naik tidak beraturan. Tinggi badan anak perempuan pada bulan ke 33 cenderung terus menurun sehingga lebih banyak mempunyai badan pendek (Stunting) dan sangat pendek (severely stunting) yaitu anak perempuan 15 orang (24,7%) dan anak laki-laki hanya 9 orang (17,8%). Pembahasan a. Tinggi Badan Per-umur Anak Laki-Laki 0-36 Bulan Desa Banyu Irang Kecamatan Bati Bati Tahun 2012 Berdasarkan standart antropometri WHO 2005 yang tergambar pada tabel 1 dapat dinyatakan tinggi badan anak laki-laki 0-36 bulan di Desa Banyu Irang tahun 2012 sebagian besar berada pada tingkat pertumbuhan normal atau pada posisi median standar antropometri. Pertumbuhan tinggi badan per-umur anak laki-laki yang normal sebanyak 57 orang (78,1%). Hasil penelitian juga menunjukkan masih terdapat balita memiliki tubuh pendek (stunting) dan sangat pendek (severely stunting) di Desa Banyu Irang Kecamatan Bati-Bati tahun 2012 sebanyak 13 orang (17,8%) yaitu badan sangat pendek 4 orang (5,5%) dan badan pendek 9 orang (12,3%). Sedangkan yang memiliki badan tinggi ada 3 orang (4,1%). Selanjutnya berdasarkan hasil pengukuran median standar antropometri menggunakan kurva pertumbuhan tinggi badan per-umur anak laki-laki 0-36 bulan di desa Banyu Irang tahun 2012 menunjukkan sebagian besar berada pada garis kurva pertumbuhan yang normal. Hanya sebagian kecil saja yang terjadi gangguan pertumbuhan tinggi badan pada umur anak 23-25 bulan, dan pertumbuhannya kembali lagi pada garis normal berdasarkan kurva median standar, kemudian pertumbuhan tinggi badan anak laki-laki pada umur 32-36 bulan terjadi lagi keterlambatan. Gambaran garis merah kurva median antropometri tersebut diatas menunjukkan pertumbuhan tinggi anak laki-laki 0-36 bulan bertambahnya tinggi badan sebagian besar terjadi secara normal mengikuti median standar antropometri. Gangguan pertumbuhan tinggi badan anak laki-laki baru terlihat dimulai pada bulan ke 33-36. Beberapa penelitian tentang pertumbuhan tinggi badan mengasumsikan bahwa pola pertumbuhan tinggi badan anak akan mengalami beberapa fase seiring dengan bertambahnya umur. Anak umur 30 bulan keatas mulai melakukan aktivitas perkembangan motorik yang tinggi, anak mulai belajar bermain dan mencoba berlatih melakukan sesuatu. Kalau fase ini tidak ada kesimbangan asupan gizi akan dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan bahkan akan jatuh sakit sehingga akan dapat mengganggu proses pertumbuhan. Pertumbuhan tinggi badan anak akan terhambat atau lambat dan biasanya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, status gizi tidak seimbang atau tidak mendukung dan akibat lingkungan tidak sehat (1). Anak umur 0-5 tahun disamping faktor genetik, faktor gizi dan lingkungan sekitar juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan. Pola pertumbuhan tinggi badan anak dapat merefleksikan status nutrisi, genetik dan kondisi kesehatan suatu populasi masa lalu. Penilaian pola pertumbuhan dan status nutrisi pada anak sangat diperlukan karena selama periode pertumbuhan ini terdapat periode transisi dari masa bayi, anak hingga dewasa yang ditandai oleh lonjakan pertumbuhan dan perubahan proporsi tinggi badan mengikuti bertambahnya umur anak. Hal ini sesuai dengan pendapat 11

Soetjiningsih (6) menyatakan bahwa pertumbuhan anak adalah proses yang kontinu sejak dari konsepsi sampai maturitas/dewasa, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. b. Tinggi Badan Anak Perempuan 0-36 Bulan Desa Banyu Irang Kecamatan Bati Bati Tahun 2012 Berdasarkan hasil pengukuran median antropometri WHO 2005 yang tergambar pada tabel 2 dapat dinyatakan tinggi badan anak perempuan 0-36 bulan di desa Banyu Irang tahun 2012 sebagian besar berada pada tingkat normal atau pada posisi median standar antropometri. Tinggi badan per-umur anak perempuan yang normal sebanyak 45 orang (73,7%). Hasil ini juga menunjukkan masih terdapat anak memiliki badan pendek (stunting) dan sangat pendek (severely stunting) di Desa Banyu Irang tahun 2012 sebanyak 17 orang (24,7%) yaitu badan pendek 6 orang (10%) dan badan sangat pendek 9 orang (14,7%). Sedangkan anak perempuan yang memiliki badan tinggi hanya 1 orang saja (1,6%). Selanjutnya berdasarkan hasil pengukuran median standar antropometri dengan menggunakan kurva tinggi badan per-umur anak perempuan 0-36 bulan di desa Banyu Irang tahun 2012 sebagian besar menunjukkan ketidakstabilan pola tinggi badan anak perempuan pada umur 12-36 bulan. Pada anak perempuan 0-36 bulan garis merah kurva tidak selalu mengikuti median standar dan tampak menjadi turun dan naik tidak beraturan. Kedaan ini mengambarkan tidak stabilnya pola tinggi badan anak perempuan dan bahkan pada bulan ke 33 cenderung terus menurun, jika hal ini terus menurun anak perempuan dengan badan pendek (stunting) atau sangat pendek (severely stunting) akan terus bertambah pendek apabila bertambah umur anak. Anak yang mengalami stunting diperkirakan telah mengalami ketidakcukupan gizi sejak awal anak-anak atau peridoe jauh sebelumnya, tingkat stunting akan cenderung meningkat dengan bertambahnya umur. Pola tinggi badan anak dapat merefleksikan status nutrisi, genetik dan kondisi kesehatan suatu populasi masa lalu. Penilaian pola pertumbuhan dan status nutrisi pada anak sangat diperlukan karena selama periode pertumbuhan ini terdapat periode transisi dari masa bayi, anak hingga dewasa yang ditandai oleh lonjakan pertumbuhan dan perubahan proporsi tinggi badan mengikuti bertambahnya umur anak. Hal ini sesuai dengan pendapat menyatakan bahwa pertumbuhan anak adalah proses yang kontinu sejak dari konsepsi sampai maturitas/dewasa, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. Badan pendek dapat disebabkan karena berbagai kelainan endokrin maupun non endokrin. Penyebab terbanyak adalah kelainan non endokrin seperti penyakit infeksi kronik, gangguan nutrisi (6). Pendapat lain juga mengatakan Stunting atau badan pendek dapat merupakan salah satu bentuk gizi kurang. Data WHO menunjukkan tinggi anak Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan tinggi anak dari negaranegara lain. Berdasarkan hasil Riskesdas 2010, prevalensi anak balita pendek (stunting) 35,6%. Badan pendek dapat merupakan variasi normal, atau karena kelainan endokrin dan non endokrin. Terbanyak badan pendek adalah familial, rasial atau genetik. Akan tetapi badan pendek pathologis terjadi setelah malnutrisi, masalah psikososial, penyakit sistemik yang kronis. Hasil penelitian ini jika dibandingkan pertumbuhan tinggi badan per-umur antara anak laki-laki dan anak perempuan 0-36 bulan ada terdapat perbedaan diantaranya; anak perempuan di Desa Banyu Irang tahun 2012 lebih banyak mempunyai badan pendek (Stunting) dan sangan pendek (severely stunting) yaitu anak perempuan 15 orang (24,7%) dan anak laki-laki hanya 9 orang (17,8%). Disamping itu juga ada perbedaan anak yang memiliki badan tinggi, yaitu anak laki-laki yang memiliki badan tinggi sebanyak 3 orang (4,1%) dan anak perempuan hanya 1 orang (1,6%). Badan pendek dapat disebabkan karena berbagai kelainan endokrin maupun non endokrin. Penyebab terbanyak adalah kelainan non endokrin seperti penyakit infeksi kronik, gangguan nutrisi. c. Hasil Pengamatan Karakteristik Keluarga Responden Yang Memiliki Tubuh Pendek dan Sangat Pendek 12

Berdasarkan hasil pengamatan pada anak yang memiliki tubuh pendek dan sangat pendek sebanyak 28 orang terdapat karakteristik sosiodemografi keluarga yang berbeda-beda. Perbedaan karakteristik tersebut diantaranya; sebanyak 8 orang anak berasal dari keluarga laki-laki dan perempuan yang memiliki tubuh pendek, 12 orang berasal dari keluarga dengan status ekonomi kurang. 3 orang anak mempunyai riwayat kehamilan orang tua dengan status KEK dan 5 orang gangguan penyakit dan faktor lainnya. Selanjutnya pada anak 0-36 bulan yang memiliki tubuh tinggisebanyak 4 orang dengan karakterisrik sosiodemografi orang tua yaitu status ekonomi cukup, tingkat pendidikan menengah dan tinggi badan kedua orang tua normal serta ASI eksklusif dan anak suka minum susu. Badan pendek dapat disebabkan karena berbagai kelainan endokrin maupun non endokrin. Penyebab terbanyak adalah kelainan non endokrin seperti penyakit infeksi kronik, gangguan nutrisi. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa pertumbuhan anak adalah proses yang kontinu sejak dari konsepsi sampai maturitas, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. Badan pendek dapat disebabkan karena berbagai kelainan endokrin maupun non endokrin. Penyebab terbanyak adalah kelainan non endokrin seperti penyakit infeksi kronik, gangguan nutrisi (6). Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan terdapat balita memiliki tubuh pendek (stunting) dan sangat pendek (severely stunting) sebanyak 13 orang (17,8%) yaitu badan sangat pendek 4 orang (5,5%), badan pendek 9 orang (12,3%), badan normal 57 orang (78,1%) sedangkan yang memiliki badan tinggi 3 orang (4,1%). Hasil penelitian menggunakan median standar antropometri menunjukkan masih terdapat anak perempuan memiliki badan pendek (stunting) dan sangat pendek (severely stunting) sebanyak 17 orang (24,7%) yaitu badan pendek 6 orang (10%), badan sangat pendek 9 orang (14,7%), badan normal 45 orang (73,7%) sedangkan yang memiliki badan tinggi hanya 1 orang (1,6%). Hasil penelitian menggunakan median standar antropometri dengan menggunakan kurva tinggi badan per-umur anak perempuan 0-36 bulan terlihat tidak normal atau turun naik, penurunan tinggi badan sudah dimulai pada bulan ke 11-16 dan pada bulan 33-36. Terus terjadi penurunan. Sedangkan anak laki-laki adanya penurunan baru dimulai pada bulan ke 23. Anak perempuan 0-36 bulan garis merah kurva tinggi badan tidak selalu mengikuti median standar dan tampak tidak beraturan. Keadaan ini menggambarkan tidak stabilnya pola pertumbuhan tinggi badan anak perempuan dan bahkan pada bulan ke 33 cenderung terus menurun, jika hal ini terus menurun anak perempuan dengan badan pendek (stunting) atau sangat pendek (severely stunting) akan terus bertambah pendek seiring bertambahnya umur. Mengamati hasil penelitian ini menggambarkan bahwa anak laki-laki maupun perempuan dengan badan pendek (stunting) lebih rendah dari laporan Kemenkes RI 2010 yaitu sebanyak 35,6%. Daftar Pustaka 1. Depkes RI. 2004. Upaya Kesehatan Masyarakat, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat dan Bina Gizi Masyarakat, Jakarta. 2. Depkes RI. 2009. Perbaikan Gizi Masyarakat. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat dan Bina Gizi Masyarakat, Jakarta. 3. M.Khumaidi. 1994. Gizi Masyarakat. Penerbit BKP. Jakarta : Gunung Mulya. 4. Kemenkes RI. 2012. Standart Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Dirjend Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta. 5. Kemenkes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta : Balitbang Pusat. 6. Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Buku Perkembangan Anak, EGC. 7. Hermina, Prihatini, S. 2011. Gambaran Keragaman Makanan dan Sumbangannya terhadap Konsumsi Energi Protein pada Anak Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Jurnal. Buletin Penelitian Kesehatan Vol 39, No 2 8. Dinas Kesehatan, 2012, Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan 13

2011, Banjarmasin : Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan 14