BAB 1 PENDAHULUAN. semakin pesatnya perkembangan dunia bisnis. Tentunya proses yang berjalan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

Oleh George Edward Pangkey ABSTRAK

KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI : (STUDI TENTANG PERJANJIAN DALAM APLIKASI PENYEDIA LAYANAN BERBASIS ONLINE)

BAB I PENDAHULUAN. cukup penting. Bank sebagai sarana dalam bertransaksi terutama transaksi yang

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

TINJAUAN HUKUM KONTRAK BAKU JUAL-BELI PERUMAHAN YANG MEMUAT KLAUSULA EKSONERASI WIDHARTO ISHAK / D

Oleh Ni Nyoman Ismayani I Ketut Westra Anak Agung Sri Indrawati Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERJANJIAN PADA PROGRAM INVESTASI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Imam Baehaqi, dkk, 1990, Menggugat Hak: Panduan. Konsumen bila dirugikan, YLKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan transportasi. Setelah sampai pada tujuan, kendaraan harus diparkir.

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. yang memegang peranan penting dalam pembangunan. Teknologi. menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (bordeless) dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

JIME, Vol. 3. No. 1 ISSN April 2017 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PDAM ATAS PENETAPAN TARIF DALAM KONTRAK BAKU

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313

DAFTAR PUSTAKA. Abbas Salim, 1985, Dasar-Dasar Asuransi (Principle Of Insurance) Edisi Kedua, Tarsito, Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS INFORMASI SUATU PRODUK MELALUI IKLAN YANG MENGELABUI KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia guna meningkatkan

DAFTAR PUSTAKA. Buku. Hernoko, Yudha, Agus, Hukum Perjanjian Asas Proporsionallitas Dalam Kontrak Komersil, Kencana, Jakarta, 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum. bahan-bahan kepustakaan untuk memahami Piercing The

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. menyendiri tetapi manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri.

NASKAH PUBLIKASI KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU DAN KONSUMEN: Studi Tentang Perlindungan Hukum dalam Perjanjian Penitipan Barang

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat meningkat, dengan banyaknya pelaku pelaku usaha yang tumbuh dan

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis media di Indonesia semakin berkembang pesat. Hal ini karena

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB III PENUTUP. perjanjian konsinyasi dalam penjualan anjing ras di Pet Gallery Sagan

TESIS. (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan)

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis hukum terhadap perjanjian kredit yang dibakukan

BAB I PENDAHULUAN. secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. satunya yaitu kegiatan perusahaan yang merupakan bagian dari kegiatan. atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi risiko dalam kehidupan sehari hari. Risiko tersebut merupakan

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri

PENGATURAN KLAUSULA BAKU DALAM HUKUM PERJANJIAN UNTUK MENCAPAI KEADILAN BERKONTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yaitu

Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam Dalam Jual Beli

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian di Indonesia saat ini didukung oleh perkembangan globalisai yang semakin maju. Perkembangan globalisasi tersebut berpengaruh terhadap semakin pesatnya perkembangan dunia bisnis. Tentunya proses yang berjalan seperti ini tidak berjalan begitu saja dengan sendirinya, ada perubahan cara pandang masyarakat dalam membangun serta membina hubungan hukum dengan orang lain yakni disebabkan karena adanya perubahan sosial dalam tubuh masyarakat. Hal ini ditandai dengan banyaknya produk barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha kepada masyarakat yang berperan sebagai konsumen. Penawaran produk barang dan/atau jasa dilakukan dengan cara promosi ataupun iklan. Hal ini dapat memberikan kemudahan bagi konsumen untuk memilih barang dan/atau jasa berdasarkan kebutuhannya. Hal tersebut dapat memudahkan konsumen untuk mendapatkan barang dan/atau jasa yang berkualitas serta sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Konsumen dapat diartikan sebagai orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu, entah itu untuk diperdagangkan lagi atau untuk digunakan sendiri. 1 1 Az. Nasution, 2007, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar Cet-3, Diadit Media, Jakarta, h.29. 1

2 Dengan demikian ketika konsumen telah menjatuhkan keinginannya untuk memilih barang dan/atau jasa yang ditawarkan, maka telah terjadi transaksi perdagangan antara pihak pelaku usaha dan konsumen. Transaksi tersebut merupakan hubungan jual beli yang didalamnya sudah terikat dengan adanya perjanjian. 2 Permasalahan seringkali timbul dari adanya hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen yang berkaitan dengan perjanjian atau transaksi yang dilakukan. Permasalahan tersebut biasanya menyangkut hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Dimana dalam hal ini permasalahan antara pelaku usaha dan konsumen sering ditemukan bahwa konsumenlah pihak yang kerap dirugikan. Permasalahan yang timbul antara pelaku usaha dan konsumen biasanya juga terjadi karena konsumen tidak berhati-hati dalam memilih barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepadanya. Hal ini dapat menjadikan konsumen sebagai pihak yang dirugikan oleh para pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Dalam hal ini, banyak pelaku usaha yang menjalankan kegiatan jual beli barang dan/atau jasanya dengan menerapkan klausula baku untuk membantu mempercepat proses penjualan. Penerapan klausula-klausula tertentu yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat yang mengakibatkan sangat merugikan pihak yang lemah, biasa dikenal dengan penyalahgunaan keadaan. Diantara klausula dalam perjajian baku, terdapat pengaturan mengenai pembatasan dan penghapusan tanggung jawab akibat yang merugikan, yang 2 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia, Jakarta, h.51.

3 timbul dari pelaksanaan perjanjian yang terdapat pada surat-surat/nota belanja dikenal dengan istilah klausula eksonerasi. Contoh dari klausula eksonerasi pada nota belanja, yaitu: 1) Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan. 2) Barang yang tidak diambil dalam waktu 2 minggu pada nota penjualan kami batalkan. Klausula eksonerasi merupakan salah satu bentuk klausula baku yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang kemudian disingkat UUPK. Perjanjian baku atau standar disini tampaknya bersifat massal, yang dimana perjanjian baku tersebut diperuntukan bagi setiap debitur atau konsumen yang melibatkan diri dalam perjanjian baku, tanpa memperhatikan perbedaan kondisi konsumen yang satu dengan yang lain. Konsumen hanya memungkinkan bersifat menerima atau tidak menerima sama sekali, sedangkan kemungkinan untuk mengadakan perubahan isi perjanjian tersebut sama sekali tidak ada. Klausula eksonerasi tersebut merupakan klausula yang sangat merugikan konsumen yang umumnya memiliki posisi lemah jika dibandingkan dengan pelaku usaha, karena beban yang seharusnya dipikul oleh pelaku usaha, dengan adanya klausula tersebut jadi beban konsumen. 3 Hal ini muncul oleh karena manusia pada umunya ingin mencari keuntungan sendiri dengan jalan mengalihkan tanggungjawabnya, atau meringankan tanggung jawab bahkan mungkin dapat menghapuskan sama sekali tanggung jawabnya dalam ikatan perjanjian yang dibuat. Maka dari itu seringkali kita akan membaca 3 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2011, Hukum Perlindungan Komsumen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.114.

4 syarat-syarat dalam perjanjian baku yang bermaksud menghapuskan atau membatasi tanggung jawab yang dibuat oleh salah satu pihak dalam perjanjian. Pada saat ini syarat-syarat eksonerasi yang demikian telah mengambil tempat dalam banyak bidang perjanjian, antara lain : perjanjian perdagangan, perjanjian pengangkutan, perbankan, sewa-menyewa, pemberian kredit. Dalam kehidupan masyarakat, pencamtuman klausula aksonerasi pada nota belanja merupakan suatu bentuk penghindaran tanggung jawab pelaku usaha atas komplain terhadap cacat barang yang dijualnya. Hal ini jelas dapat merugikan konsumen jika barang yang sudah terlanjur dibeli tidak dapat ditukar ataupun dikembalikan kepada pelaku usahanya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka disusunlah skripsi ini dengan judul : Akibat Hukum Atas Klausula Eksonerasi Yang Merugikan Konsumen Pada Nota Belanja. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kedudukan konsumen dalam hal adanya klausula eksonerasi pada nota belanja? 2. Apa akibat hukumnya terhadap klausula eksonerasi yang merugikan konsumen pada nota belanja?

5 1.3 Ruang Lingkup Masalah Dalam penulisan skripsi ini ditentukan mengenai materi yang akan dibahas. Hal ini tentunya untuk menghindari agar materi atau isi dari pembahasan tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Maka permasalahan yang diteliti dibatasi sesuai dengan rumusan masalah yang dibahas yaitu mengenai Akibat Hukum Atas Klausula Eksonerasi Yang Merugikan Konsumen Pada Nota Belanja. 1.4 Orisinalitas Akibat Hukum Atas Klausula Eksonerasi Yang Merugikan Konsumen Pada Nota Belanja yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Udayana. Namun ada skripsi yang mengangkat tentang Klausula Eksonerasi tetapi berbeda pembahasannya, yaitu sebagi berikut: No. JUDUL RUMUSAN MASALAH 1. Tanggung Jawab Pengelola Jasa 1) Apakah pencantuman Parkir Atas Hilangnya Kendaraan klausula aksonerasi Bermotor yang diparkir. Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2013 pembebasan tanggung jawab pada karcis parkir dapat dibenarkan secara hukum? 2) Bagaimana tanggung jawab pengelola jasa parkir terhadap konsumen atas hilangnya kendaraan bermotor yang diparkir?

6 2. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Kontrak Baku dalam Transaksi Elektronik. Oleh: Pande Putu Frisca Indiradewi Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2013 1) Bagaimanakah kekuatan mengikat perjanjian baku melalui media elektronik (E- Contract) dalam hukum perjanjian di Indonesia? 2) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian baku melalui transaksi elektronik? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dapat dibagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.5.1 Tujuan umum 1. Untuk melatih diri dalam penulisan karya ilmiah. 2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dibidang penelitian. 3. Untuk memperoleh gelar Sarjana dalam bidang Ilmu Hukum. 4. Untuk persyaratan studi mahasiswa dalam bidang ilmu hukum. 5. Untuk mengetahui kedudukan konsumen dalam hal adanya klausula eksonerasi pada nota belanja.

7 6. Untuk mengetahui akibat hukumnya terhadap klausula eksonerasi yang merugikan konsumen pada nota belanja 1.5.2 Tujuan khusus 1. Untuk memahami kedudukan konsumen dalam adanya klausula eksonerasi. 2. Untuk memahami Akibat Hukum Atas Klausula Eksonerasi Yang Merugikan Konsumen Pada Nota Belanja. 1.6 Manfaat Penelitian Dalam suatu penelitian, terdapat suatu manfaat penelitian. Selain bermanfaat bagi penulis, diharapkan juga bisa bermanfaat yang dianggap positif. Manfaat penelitian dibagi menjadi dua yaitu secara teoritis dan praktis, yaitu : 1.6.1 Manfaat teoritis Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memperkaya serta menambah wawasan ilmiah dalam khasanah ilmu hukum khususnya hukum perlindungan konsumen, dengan adanya penelitian ini di harapkan dipakai sebagai reverensi oleh mahasiswa fakultas hukum dan diharapkan juga dapat memberikan sumbangan yang berupa masukan bagi pemertintah sebagai pengambil kebijakan guna melakukan pembenahan dan penyempurnaan perangkat hukumnya yang berkaitan dengan praktek perjanjian standard. 1.6.2 Manfaat praktis

8 Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai pedoman baik oleh pemerintah, praktisi maupun oleh pembaca dan untuk menyelesaikan permasalahan yang sejenis. 1.6 Landasan Teori Sebagaimana dapat diketahui hubungan hukum dapat terjadi tidak hanya terjadi karena undang-undang, dapat pula terjadi karena perjanjian. Perjanjian dirumuskan dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang selanjutnya disingkat KUHPerdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. 4 Pengertian perjanjian menurut Soedikno Mertokusumo sebagai suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih bedasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 5 Menurut Ahmadi Miru, perjanjian atau kontrak merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanjian kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. 6 Dalam pengertian perjanjian yang telah dijelaskan bahwa adanya kata sepakat antara dua orang yang saling mengikatkan dirinya. Secara umum, perjanjian diatur dalam buku III KUHPerdata. Perjanjian pada umumnya dibuat dan dirumuskan oleh dua belah pihak yang saling bernegosiasi. Sementara dalam kenyataan dan praktek bisnisnya ada perjanjian yang dibuat secara sepihak yang isinya hanya 4 Abdukadir Muhamad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Cet-3, Citra Aditya Bakti, Jakarta, h.224. 5 Sudikno Mertokusumo, 1988, Mengenal Hukum, Cet-1, Yogyakarta, h.97. 6 Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT. Raja Sratindo Persada, Jakarta, h.2.

9 dirumuskan dengan satu pihak saja tanpa menegosiasikannya. Perjanjian tersebut biasa disebutkan dengan perjanjian baku. Perjanjian baku semacam itu cenderung dikatakan substansi hukumnya hanya menuangkan dan menonjolkan hak-hak yang ada pada pihak yang kedudukannya lebih kuat serta pihak lainya terpaksa menerima keadaan itu karena posisinya yang lemah. 7 Perjanjian baku tersebut didalamnya memuat syarat dan ketentuan yang dibuat atau dirancang secara sepihak. Dikatakan sepihak karena selain dibuat hanya oleh salah satu pihak, dalam perjanjian baku tersebut juga terdapat kurangnya kekuatan tawar menawar antara konsumen. Dimana dalam formulir tersebut pelaku usaha sudah mengatur mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. Prinsip-prinsip mengenai kedudukan konsumen dalam hubungan dengan pelaku usaha berdasarkan doktrin atau teori yang dikenal dalam perkembangan sejarah hukum perlindungan konsumen, antara lain : 8 1. Let The Buyer Beware (caveat emptor) Doktrin Let the buyer beware atau caveat emptor merupakan dasar darilahirnya sengketa bidang transaksi konsumen. Asas ini berasumsi bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang, sehingga konsumen tidak memerlukan perlindungan. Prinsip ini mengandung kelemahan, bahwa dalam perkembangan konsumen tidak mendapat informasi yang memadai untuk menentukan pilihan terhadap 7 Hasanudin Rahman, 2000, Legal Drafting, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,, h.134. 8 Sidartha, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, Grasindo, h. 61.

10 barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan konsumen atau ketidakterbukaan pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya. Dengan demikian, apabila konsumen mengalami kerugian, maka pelaku usaha dapat berdalih bahwa kerugian tersebut akibat dari kelalaian konsumen sendiri. 2. The Due Care Theory Doktrin ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasarkan produk, baik barang maupun jasa. Selama pelaku usaha berhati-hati dengan produknya, maka ia tidak dapat dipersalahkan. Padaprinsip ini berlaku pembuktian siapa mendalikan maka dialah yang membuktikan. Hal ini sesuai dengan jiwa pembuktian pada hukum privat di Indonesia yaitu pembuktian ada pada penggugat, sesuai dengan pasal 1865 KUHPerdata yang secara tegas menyatakan bahwa barang siapa yang mengendalilkan mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau membantahhak orang lain, atau menunjuk pada suatu peristiwa, maka diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. 3. The Privity Of Contract Doktrin ini menyatakan pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan diluar hal0hal yang diperjanjikan. Dengan demikian konsumen dapat menggugat berdasarkan wanprestasi. Hal ini sesuai dengan

11 ketentuan dalam pasal 1340 KUHPerdata yang menyatakan tentang ruang lingkup berlakunya perjanjian hanyalah antara pihak-pihak yang membuat perjanjian saja. 4. Prinsip Kontrak Bukan Merupakan Syarat Prinsip ini tidak mungkin lagi untuk dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum. Saat ini yang banyak terjadi dalam hal perjanjian baku tersebut didalamnya terdapat penghapusan tanggung jawab pelaku usaha yang disebut Klausula Eksonerasi. Klausula Eksonerasi dapat pula berbentuk pembatasan jumlah ganti rugi untuk mengajukan ganti rugi. Tujuan pelaku usaha dalam menggunakan perjanjian baku tersebut adalah untuk menghemat waktu. Karena dengan menggunakan perjanjian baku tersebut tidak perlu terjadi proses tawar menawar. Selain itu perjanjian baku juga digunakan untuk membuat keseragaman terhadap pelayanan yang diberikan oleh konsumen. Dengan adanya perjanjian baku, maka semua konsumen dapat diperlakukan dengan sama. Eksonerasi memiliki 3 syarat-syarat yang dapat dirumuskan dalam perjanjian, yaitu : a. Eksonerasi karena keadaan memaksa Kerugian yang ditimbulkan karena keadaan memaksa bukan tanggung jawab pihak-pihak, tetapi dalam syarat-syarat perjanjian dapat dibebankan kepada konsumen, pengusaha dibebaskan dari tanggung jawab.

12 b. Eksonerasi karena kesalahan pengusaha yang merugikan pihak kedua Kerugian yang timbul karena kesalahan pengusaha seharusnya menjadi tanggung jawab pengusaha. Hal ini dapat terjadi karena tidak baik atau lalai melaksanakan kewajiban terhadap pihak kedua. Tetapi dalam syaratsyarat perjanjian, kerugian dibebankan pada konsumen. c. Eksonerasi karena kesalahan pelaku usaha yang merugikan pihak ketiga Kerugian yang timbul karena kesalahan pelaku usaha seharusnya menjadi tanggung jawab pelaku usaha. Tetapi dalam syarat-syarat perjanjian, kerugian yang timbul dibebankan pada pihak kedua, yang nyata menjadi beban pihak ketiga. Dalam hal ini pelaku usaha dibebaskan dari tanggung jawab, termasuk juga terhadap tuntutan pihak ketiga. Menurut Rijken Klausula Eksonerasi adalah klausula yang dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum. 9 Perjanjian Baku yang mengandung klausula eksonerasi memiliki ciri-ciri, yaitu : a. Pada umumnya isinya ditetapkan oleh pihak yang posisinya lebih kuat; b. Pihak lemah pada umumnya tidak ikut menentukan isi perjanjian yang merupakan unsur aksidentalia dari perjanjian; c. Terdorong oleh kebutuhannya, pihak lemah terpaksa meneriman perjanjian tersebut; 9 Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, h.47.

13 d. Bentuknya tertulis e. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual. 10 Pada UUPK pasal 18 ayat 1 huruf a mengatur bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditunjuk untuk diperdagangkan di larang memuat klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian jika menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. Ketentuan tersebut sudah mencerminkan bahwa pemerintah ikut membatasi kebebasan para pihak didalam perjanjian standar. Klausula-klausula eksonerasi dapat muncul dalam berbagai bentuk. Klausul tersebut dapat berbentuk pembebasan sama sekali dari tanggung jawab yang harus dipikul oleh pihaknya apabila ingkar janji. Dapat pula berbentuk pembatasan jumlah ganti rugi yang dapat dituntut dan dapat pula berbentuk pembatasan waktu bagi orang yang dirugikan untuk dapat mengajukan gugatan atau ganti rugi. Pada prakteknya di masyarakat, nota belanja sebagai alat bukti belanja yang di dalamnya memuat kalusula eksonerasi yang menegaskan bahwa pelaku usaha tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang yang sudah dibeli. Dalam prakteknya klausula eksonerasi dalam perjanjian baku pada saat ini masih dapat merugikan konsumen. Walaupun pelaku usaha mempunyai kebebasan merumuskan dan memberlakukan syarat atau klausula eksonerasi. Pembatasan oleh undang-undang dan kesusilaan serta peranan hakim dalam menguji klausula eksonerasi tidak dapat diabaikan. 10 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit, h. 116

14 1.7 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Disamping itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahanpermasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. 11 Ada dua jenis penelitian hukum, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan atau penelitian yang didasarkan pada data skunder (data kepustakaan). Penelitian hukum normatif juga sering disebut sebagai penelitian teoritis. Sedangkan penelitian hukum empiris adalah penelitian yang didasarkan pada data primer. 12 Penelitian hukum empiris juga dimaksudkan untuk mengetahui hukum yang tidak tertulis berdasarkan hukum yang berlaku dimasyarakat. Dalam penelitian hukum empiris peneliti haru berhadapan dengan warga masyarakat yang menjadi obyek penelitian sehingga banyak peraturanperaturan yang tidak tertulis berlaku dalam masyarakat. Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini digunakan penelitian normatif yaitu penelitian yang didasarkan pada data sekunder. 13 Menurut Peter Mahmud Marzuki bahwa penelitian hukum normatif 11 Soeryono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h.43. 12 Lembaga Administrasi Negara, 1997, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Jilid II Edisi Ketiga, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, h.53-55. 13 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, h.35.

15 adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 1.8.2 Jenis pendekatan Dalam buku pedoman Fakultas Hukum Universitas Udayana, penelitian hukum normatif umumnya mengenai ada 7 (tujuh) jenis pendekatan, yaitu : a. Pedekatan Kasus (The Cass Approach) b. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) c. Pendekatan Fakta (The Fact Approach) d. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach) e. Pendekatan Frasa (Words & Phrase Approach) f. Pendekatan Sejarah (Historical Approach) g. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach) 14 Adapun jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : Pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach), Pendekatan Fakta (The Fact Approach), Pendekatan analisis konsep hukum (Analitical & Conseptual Approach). Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundangundangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang 14 Universitas Udayana, 2006, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Udayana University Press, Denpasar, h.60.

16 dihadapi. Pendekatan perundang-undangan ini misalnya dilakukan dengan mempelajari konsistensi atau kesesuaian anatara Undang-Undang Dasar dengan Undang-Undang, atau anatara Undang-Undang yang satu dengan yang lain. Pendekatan Fakta (The Fact Approach) adalah pendekatan dengan pengkajian yang dilakukan oleh penulis terkait peristiwa hukum yang diangkat serta ditunjang oleh kasus lapangan guna mendapatkan hasil yang sempurna. Sementara itu Pendekatan analisis konsep hukum (Analitical & Conseptual Approach) adalah analisa terhadap bahan hukum untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undang secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik-pratik dan keputusan-keputusan hukum. 1.8.3 Sumber bahan hukum Bahan hukum yang dipergunakan terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan-bahan yang dimaksud, yaitu : 1. Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang berisikan pengetahuan ilmiah ataupun pengertian tentang fakta-fakta yang diketahui mengenai suatu ide atau gagasan. Bahan hukum yang terdiri atas: peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan suatu perundang-undangan, dan putusan hakim. Dalam penelitian ini digunakan bahan huku berupa : a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

17 2. Bahan Hukum Sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri atas : buku-buku teks yang membicarakan suatau dan/atau beberapa permasalahan hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertai hukum, jurnaljurnal huku, dan komentar atas putusan hakim. 15 3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni, Kamus Hukum dan Kamus Besar Indonesia. 1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang dikenal adalah studi kepustakaan, pengamatan (observasi), wawancara (interview) dan daftar pertanyaan (kuisioner). Sesuai dengan sumber bahan hukum seperti yang dijelaskan diatas, sumber bahan hukum yang digunakan pada penelitian ini, yaitu studi kepustakaan. Studi Kepustakaan adalah teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dengan mengadakan studi penelahaan terhadap penelitian kepustakaan yang bersumber dari mengkaji peraturan perundang-undangan, bukubuku, literatur, hasil penelitian yang berhubungan dengan klausula ekonerasi. 1.8.4 Teknik pengolahan dan analisis bahan hukum Dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang sudah dikumpulkan, selanjutnya diolah secara deskriptif kualitatif, yaitu menekankan pada kualitas yang berbentuk pernyataan yang didapat dari sumber-sumber hukum yang kemudian akan disusun secara sistematis dan dianalisis dengan teknik 15 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, h.33-37.

18 deskripsi-analisis dan dengan menggunakan teknik argumentasi, yaitu dengan menguraikan dan menghubungkan dengan teori-teori dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dan kemudian melakukan penafsiran, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dalam bentuk argumentasi hukum.

19