Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 41/Permentan/OT.140/5/2007 TENTANG

BUPATI PAKPAK BHARAT

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 23 TAHUN 2007

PETUNJUK TEKNIS KKP-E

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 34 TAHUN 2007

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 189/PMK.05/2010 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2010

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2011 DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK ABUBAKAR

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan RDKK Pupuk Bersubsidi

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 03 TAHUN 2013 T E N T A N G

BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 28 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KREDIT MODAL KERJA USAHA MIKRO DI KABUPATEN PROBOLINGGO

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI SUMBAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 57/Permentan/KU.430/7/2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 08/Per/M.KUKM/II/2007 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/20/PBI/ 2003 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYALURAN DAN PENGELOLAAN DANA BERGULIR PEMERINTAH KABUPATEN KEPAHIANG

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bida

WALIKOTA TASIKMALAYA

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/SR.230/6/2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KREDIT USAHA RAKYAT DI SEKTOR PERTANIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2013

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PENGUATAN PEMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL POLA BERGULIR

RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI

PEDOMAN EVALUASI KINERJA PENYULUH PERTANIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13.1/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) BAB I PENDAHULUAN

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PROGRAM PMUK DI KABUPATEN PELALAWAN

VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG

KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 26 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 607 TAHUN 2011 TENTANG

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 84 Tahun 2009 TENTANG PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2009

FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK) PUPUK BERSUBSIDI

VI. PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI KARET

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR: 28/Per/M.KUKM/VII/2007

Transkripsi:

28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 mengamanatkan bahwa pembangunan pertanian dan perdesaan dilakukan melalui revitalisasi sektor pertanian yang meliputi 4 (empat) langkah pokok yaitu: (i) peningkatan kemampuan petani dan penguatan perusahaan pendukungnya, (ii) pengamanan ketahanan pangan, (iii) peningkatan produktivitas dan produksi, dan (iv) peningkatan daya saing dan nilai tambah produk pertanian. Kebijakan tersebut diikuti dengan langkah-langkah operasionalisasi kegiatan antara lain : (a) revitalisasi penyuluhan dan pendampingan petani, peternak dan pekebun, (b) menghidupkan dan memperkuat perusahaan pertanian dan pedesaan untuk meningkatkan akses petani terhadap sarana produktif, membangun delivery system pendukung, dan meningkatkan skala usaha yang dapat meningkatkan posisi tawar petani. Selanjutnya di dalam Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia nomor 19 tahun 2006 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2007 disebutkan bahwa 3 (tiga) Program Departemen Pertanian dalam mendukung Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan, dan Pedesaan adalah : (1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, (2) Program Pengembangan Agribisnis, dan (3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Dalam Program Pengembangan Agribisnis dan Program Peningkatan Kesejahteraan Petani, fokus program adalah peningkatan kualitas pertumbuhan produksi pertanian, perikanan dan kehutanan, yang dijabarkan melalui beberapa kegiatan diantaranya adalah peningkatan lembaga pelayanan bagi petani (keuangan dan saprodi). Oleh karena itu pengembangan skim pembiayaan yang lebih sesuai bagi petani, peternak dan pekebun, sangat mendesak untuk disusun. Skim yang lebih sesuai adalah skim pembiayaan yang mudah diakses dengan persyaratan yang terjangkau oleh pengguna dengan tetap mempertahankan aspek kehati-hatian dalam pengelolaannya. Rencana Strategis Departemen Pertanian tahun 2005-2009 memberikan landasan yang kuat untuk menyusun rencana tindak berupa penguatan dan fasilitasi pembentukan kelembagaan petani. Berkaitan dengan kelembagaan petani ini, maka kelembagaan pembiayaan merupakan kelembagaan yang sangat strategis untuk dikembangkan. Atas dasar acuan tersebut, maka perlu disusun pedoman umum skim pembiayaan yang ditujukan khusus untuk petani skala kecil dan mikro yang selama ini memiliki kendala akses pada sumber-sumber pembiayaan. Skim tersebut adalah Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA). Tujuan Tujuan umum Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) adalah untuk mempermudah akses petani dan peternak skala kecil dan mikro pada sumber layanan pembiayaan untuk kegiatan produktif. Tujuan khusus SPMA adalah: (a) Memberikan akses modal pada petani dan peternak melalui Kelompok Tani dan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani); (b) Mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor pertanian; dan (c) Meningkatkan portfolio kredit/pembiayaan perbankan ke sektor pertanian.

Analisis Kebijakan 29 Sasaran Sasaran SPMA adalah: (a) Terfasilitasinya petani dan peternak terhadap pelayanan pembiayaan / kredit dari bank pelaksana.; (b) Tersedianya kredit/pembiayaan bagi petani/kelompok tani pada sub sektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan yang meliputi subsistem hulu-budidaya-hilir; dan (c) Terbangunnya sistem pembiayaan yang sehat bagi petani dan peternak pada sub sektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan. Prinsip Umum, Kriteria dan Syarat Prinsip Skim SPMA Skim SPMA memiliki prinsip-prinsip : (1) tidak mensyaratkan agunan bagi petani dan peternak yang akan mengajukan kredit; (2) Petani dan peternak yang akan menerima kredit skim SPMA diwajibkan mengikuti pelatihan untuk memahami skim SPMA, yang dilaksanakan oleh Tim Teknis. Kriteria Calon Debitur Secara umum kriteria calon debitur SPMA adalah petani/kelompok tani yang tergabung dalam gabungan kelompok tani (gapoktan), yang berusaha pada komoditas pertanian unggulan nasional/daerah, baik pada usaha budidaya maupun pasca panen dan usaha-usaha penunjang pertanian dalam arti luas. Kriteria Petani/Peternak (individu) Petani/Peternak adalah individu yang melakukan kegiatan usahatani budidaya, pasca panen komoditas unggulan nasional/daerah dan kegiatan usaha penunjang pertanian dalam arti luas. Untuk itu, maka kriteria/persyaratan petani/peternak sebagai calon debitur SPMA ditentukan sebagai berikut: a. Petani pemilik penggarap atau jika petani penggarap mendapat persetujuan dan sepengetahuan dari pihak pemilik lahan. b. Petani/Peternak adalah warga negara Indonesia dan telah menjadi penduduk dan memiliki KTP dan Kartu Keluarga (KK) setempat. c. Sedang tidak memperoleh fasilitas pembiayaan dari program lain. d. Apabila pernah memperoleh fasilitas pembiayaan, tergolong kriteria Lancar atau tidak dalam kondisi bermasalah (terdapat tunggakan hutang). e. Sanggup mengembalikan kredit/pembiayaan dengan mengisi formulir Surat Perjanjian Pengembalian Kredit/Pembiayaan SPMA. f. Bersedia mengikuti kegiatan sosialisasi ( pelatihan )/pembinaan dari Tim Teknis dan Dinas lingkup pertanian. Kelompok Tani Kelompok Tani adalah kumpulan individu petani yang melakukan kegiatan usahatani budidaya, pasca panen atau kegiatan usaha penunjang pertanian dalam arti luas, yang dibentuk atas dasar kebutuhan bersama dan mempunyai struktur organisasi. Untuk itu kriteria/persyaratan Kelompok Tani sebagai calon debitur SPMA ditetapkan sebagai berikut: a. Kelompok usaha sudah terbentuk dan aktif minimal 2 (dua) tahun, memiliki pengurus aktif, minimal terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara dan telah dikukuhkan/terdaftar di Dinas terkait setempat. b. Kelompok Tani sudah memiliki AD/ART dan aturan kelompok yang disepakati bersama oleh seluruh anggota.

30 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air c. Bersedia mengadakan Tabungan Kelompok Tani dan disimpan pada Bank Pelaksana bersangkutan. d. Kelompok Tani melakukan seleksi untuk menentukan calon debitur yang layak untuk mendapatkan kredit. Hanya anggota kelompok yang layak yang diajukan untuk memperoleh kredit/pembiayaan dari skim SPMA. e. Menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) serta rencana penggunaan kredit/pembiayaan yang sudah diverifikasi oleh Tim Teknis kabupaten/kota. f. Sedang tidak memperoleh fasilitas pembiayaan dari program lain. Apabila pernah memperoleh fasilitas pembiayaan, tergolong kriteria lancar atau tidak dalam kondisi bermasalah (terdapat tunggakan hutang). g. Mengisi formulir dan Surat Perjanjian Pengembalian Kredit/pembiayaan SPMA. Bersedia mengikuti kegiatan sosialisasi ( pelatihan )/pembinaan dari Tim Teknis dan Dinas lingkup pertanian. Mekanisme Pengajuan dan Penyaluran Prosedur Pengajuan Kredit/pembiayaan SPMA yang disalurkan oleh Bank Pelaksana adalah merupakan Kredit Modal Kerja (KMK). Untuk itu prosedur pengajuan permohonan fasilitas SPMA ditetapkan sebagai berikut: a. Petani/Kelompok Tani dapat langsung mengajukan permohonan pembiayaan/kredit kepada Bank Pelaksana dengan membawa proposal/rdkk yang telah diverifikasi oleh pengurus Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan Tim Teknis Kabupaten/Kota setempat. b. Selanjutnya Tim Teknis Kabupaten/Kota melakukan identifikasi dan rekapitulasi pengajuan kredit/pembiayaan untuk disampaikan kepada Bank Pelaksana. c. Pihak bank pelaksana dapat langsung melakukan analisis atas kelayakan proposal yang diajukan oleh calon debitur, melalui Tim Teknis kabupaten/kota, sesuai ketentuan yang berlaku di bank pelaksana. d. Dalam rangka pengembangan usaha, maka Tim Teknis dapat memberikan saran/pendapat dan pandangan atas hasil analisis calon debitur SPMA oleh bank pelaksana. e. Rekapitulasi data calon debitur, yang telah dianalisis kelayakannya, disampaikan oleh cabang Bank Pelaksana Kabupaten/Kota kepada Kantor Pusat Bank Pelaksana, dengan tembusan kepada Tim Teknis Kabupaten/Kota. f. Rekapitulasi data calon debitur oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota diusulkan kepada Tim Pembina Propinsi untuk selanjutnya diteruskan kepada Tim Teknis Pusat sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan Petani/Kelompok Tani sebagai calon debitur SPMA. g. Tim Teknis Pusat berkoordinasi dengan Bank Pelaksana Pusat untuk penetapan debitur SPMA. Prosedur Penyaluran Setelah adanya penetapan debitur SPMA, maka Bank Pelaksana segera menyalurkan pembiayaan skim SPMA kepada debitur sesuai dengan SK penetapan debitur SPMA oleh Departemen Pertanian. Untuk efisiensi dan efektivitas penyaluran, maka penyaluran kredit/pembiayaan dilakukan oleh Bank Pelaksana melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM), yaitu Koperasi Pertanian (KOPTAN) atau BMT, dalam bentuk linkage program antara Bank Pelaksana dengan LKM yang berangkutan. Seleksi dan penetapan LKM dilakukan oleh Bank Pelaksana, yang merupakan lembaga executing dalam skim SPMA ini.

Analisis Kebijakan 31 Plafond Kredit/Pembiayaan, Bunga dan Periode Kredit Plafon Pembiayaan/Kredit Besarnya plafond pembiayaan/kredit untuk Kredit Modal Kerja (KMK) pada SPMA ini ditetapkan sebagai berikut: a. Untuk usahatani budidaya tanaman padi, jagung dan kedelai ditetapkan maksimum sebesar Rp 5 juta per petani. b. Untuk usaha penggemukan ternak sapi potong ditetapkan maksimum sebesar Rp 15 juta per peternak. c. Untuk usaha penunjang pertanian dalam arti luas yang dilakukan oleh petani secara individu maupun kelompok ditetapkan maksimum sebesar Rp 25 juta. Suku Bunga Suku bunga pembiayaan/kredit SPMA merupakan bunga bersubsidi yang besarnya ditentukan oleh Bank Pelaksana dan Pemerintah (Departemen Pertanian dan Departemen Keuangan). Jangka Waktu dan Pola Pembiayaan/Kredit a. Jangka waktu pembiayaan/kredit bagi petani/kelompok tani disesuaikan dengan pola usaha yang diusahakan atau maksimum selama 6 (enam) bulan. Pengembalian kredit/pembiayaan dapat ditentukan atas kesepakatan Bank Pelaksana dengan Debitur. b. Penyaluran pembiayaan/kredit oleh Bank Pelaksana menggunakan pola executing yang berarti bahwa seluruh keputusan kredit berada pada pihak Bank Pelaksana. Pelaksanaan dan Fungsi Lembaga Terkait Pelaksanaan SPMA Skim SPMA merupakan kredit/pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Palaksana yang dananya bersumber dari dana bank/dana pihak ketiga, dan dijamin oleh Lembaga Penjamin. Bank Pelaksana Bank Pelaksana yang menyalurkan kredit/pembiayaan skim SPMA mempunyai fungsi dan tugas sebagai berikut: a. Bank pelaksana adalah bank umum pemerintah (konvensional maupun syari ah) yang menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan pertanian sesuai dengan yang ditetapkan Departemen Keuangan bersama Departemen Pertanian. b. Bank Pelaksana mempunyai pengalaman dalam pembiayaan/kredit untuk usaha pertanian dan peternakan. c. Bank Pelaksana sanggup dan bersedia bekerjasama dengan Tim Teknis Kabupaten/Kota dalam melaksanakan identifikasi petani/kelompok Tani calon debitur. d. Bank Pelaksana memaksimalkan pemanfaatan cabang/unit pelayanan dan melakukan linkage program dengan LKM (KOPTAN dan atau BMT) yang ada untuk dapat menjangkau petani/kelompok Tani calon debitur. e. Bank Pelaksana bertindak sebagai penentu kredit atau pola executing. f. Bank Pelaksana melaksanakan seleksi dan evaluasi terhadap proposal calon debitur selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kalender. g. Bank Pelaksana menyetorkan PNBP jasa giro kepada kas negara maksimum setiap tanggal 15 bulan berjalan sesuai dengan nilai saldo dana pada rekening SPMA.

32 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air h. Apabila terjadi tunggakan dalam pelaksanaan SPMA, maka Bank Pelaksana tetap melakukan penagihan terhadap seluruh kewajiban debitur SPMA. i. Bank Pelaksana wajib melaporkan hasil penagihan kredit/pembiayaan yang tertunggak dari debitur SPMA kepada Departemen Pertanian dan mengakumulasi ke dalam rekening SPMA. j. Bank Pelaksana membuat laporan/neraca SPMA kepada Menteri Pertanian pada tanggal 15 setiap bulannya. Tim Teknis SPMA Pusat 1. Menyusun dan merumuskan petunnjuk pelaksanaan program SPMA. 2. Melakukan koordinasi dengan instansi/lembaga terkait dalam mewujudkan implementasi kegiatan secara serasi dan seimbang. 3. Mengusulkan calon Bank Pelaksana kepada Menteri Pertanian untuk kemudian ditetapkan sebagai Bank Pelaksana. 4. Melaksanakan sosialisasi, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan program SPMA sehingga tercipta keserasian pembinaan kelembagaan dan usaha LKM secara efektif dan efisien. 5. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan dan perkembangan pelaksanaan kegiatan. 6. Menampung dan menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat 7. Menghimpun laporan dari masing-masing Tim Teknis skim SPMA tingkat Propinsi dan melaporkannya kepada Menteri Pertanian serta memberikan alternatif rekomendasi. Tim Teknis SPMA Propinsi 1. Mengkoordinasikan pelaksanaan program dan kegiatan di wilayah masing-masing. 2. Melaksanakan sosialisasi, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan program di wilayah masing-masing. 3. Memantau kelancaran proses penyaluran kredit/pembiayaan SPMA. 4. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pengendalian atas pelaksanaan SPMA dan melaporkannya kepada Tim Teknis Pusat SPMA (cq. Sekretaris Jenderal, Departemen Pertanian) 5. Menampung dan menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat terhadap pelaksanaan SPMA. Tim Teknis SPMA Kabupaten/Kota 1. Melaksanakan sosialisasi program dana SPMA di wilayah masing-masing. 2. Membantu Bank Pelaksana dalam mengidentifikasi LKM calon peserta program SPMA. 3. Memberikan saran kepada Bank Pelaksana saat evaluasi kelayakan calon debitur. 4. Melaporkan hasil kompilasi calon debitur SPMA di Kabupaten/Kota yang bersangkutan kepada Tim Teknis Propinsi. 5. Menampung dan menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat 6. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pengendalian atas pelaksanaan program SPMA. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) 1. Membantu Bank Pelaksana dan Tim Teknis Kabupaten/Kota dalam mengidentifikasi calon debitur di tingkat desa/kecamatan.

Analisis Kebijakan 33 2. Membantu tim teknis Kabupaten/Kota dalam melaksanakan sosialisasi program dana SPMA di wilayah masing-masing.