BAB II LANDASAN TEORI. McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001) mendefinisikan motivasi berprestasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. setiap orang, sedangkan penting maksudnya bahwa ilmu pengetahuan itu besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP HARAPAN ORANGTUA DENGAN MOTIF BERPRESTASI SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI. Motivasi berasal dari kata latin motivus yang artinya : sebab, alasan, dasar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, yang akan dibahas dalam tinjauan pustaka adalah motivasi

Kadang-kadang motivasi itu jelas, tak jelas, tak nampak, atau merupakan gabungan dari beberapa motif. Kita dapat mengetahui motivasi seseorang dari:

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB II LANDASAN TEORI. Motivasi merupakan suatu istilah yang menunjuk pada kekuatan tarikan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah ( Menurut UU No. 23 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. serangkaian tujuan. McDonald ( dalam Soemanto, 2006:204) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam proses belajar karena motivasi dapat mempengaruhi apa,

Nama Mata Kuliah ETIK UMB

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Motivasi merupakan suatu dorongan yang dapat membantu seseorang. melakukan dan mencapai sesuatu aktivitas yang diinginkannya, jadi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

PENDAHULUAN. Layanan pendidikan menyangkut tentang keseluruhan upaya yang. dilakukan untuk mengubah tingkah laku manusia demi menjaga kesinambungan

BAB II LANDASAN TEORITIK

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah, sebagian siswa ada yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keberadaan objek, hubungan, dan kejadian yang diperoleh atas kepemilikkanindera,

BAB IV ANALISIS TERAPI BEHAVIOR DENGAN TEKNIK MODELLING. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pada dasarnya komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istilah pendidikan sudah tidak asing lagi bagi manusia, Pendidikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility),

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB II LANDASAN TEORI

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB V PENUTUP. kelas X di SMAN 3 Malang adalah tinggi. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat determinasi diri pada

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB II LANDASAN TEORI. yang artinya gagah berani, perkasa dan kata usaha, sehingga secara harfiah

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. Motivasi berprestasi (achievement motivation) berarti dorongan yang

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep diri adalah berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

Pendidik. Pengertian. Pendidik. Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON. Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)

HUBUNGAN ANTARA KETELADANAN PENDIDIK DALAM INTERAKSI EDUKATIF DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SKRIPSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Pertama, terdapat kecenderungan semakin tinggi motivasi belajar, aktivitas belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (pengetahuan, kecakapan, ketrampilan, dan nilai-nilai) dengan aktivitas kejiwaan

OLEH : DELVIZA SURYANI

Pengantar Ilmu Komunikasi. Modul ke: 06FIKOM PERSEPSI. Fakultas. Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Program Studi MARCOMM

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu

UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. sifatnya androgini, yakni baik ayah maupun ibu memiliki peran dengan fungsi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata persepsi berasal dari kata perception yang berarti pengalaman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan dan juga penghargaan. Tanpa didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Megannuary Ruchwanda Putra Sae, 2015

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. MOTIVASI BERPRESTASI 1. Definisi Motivasi Berprestasi McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai motivasi yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of excellence). Menurut Murray (dalam Beck, 1998), motivasi berprestasi adalah suatu keinginan atau kecenderungan untuk mengatasi hambatan, melatih kekuatan, dan untuk berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin. Sementara itu Atkinson (dalam Petri, 2001) menyatakan bahwa motivasi berprestasi individu didasarkan atas dua hal, yaitu tendensi untuk meraih sukses dan tendensi untuk menghindari kegagalan. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berarti ia memiliki motivasi untuk meraih sukses yang lebih kuat daripada motivasi untuk menghindari kegagalan, begitu pula sebaliknya. Dari uraian mengenai motivasi berprestasi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah usaha yang dilakukan individu untuk mempertahankan kemampuan pribadi setinggi mungkin, untuk mengatasi rintangan-rintangan, dan bertujuan untuk berhasil dalam kompetisi dalam suatu ukuran keunggulan. Ukuran keunggulan dapat berupa prestasi sendiri sebelumnya atau dapat pula prestasi orang lain.

2. Ciri Individu yang Memiliki Motivasi Berprestasi McClelland (1987) mengemukakan beberapa ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi, yaitu : a. Pemilihan tingkat kesulitan tugas Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung memilih tugas dengan tingkat kesulitan menengah (moderate task difficulty), sementara individu dengan motivasi berprestasi rendah cenderung memilih tugas dengan tingkat kesulitan yang sangat tinggi atau rendah. Banyak studi empiris menunjukkan bahwa subjek dengan kebutuhan berprestasi tinggi lebih memilih tugas dengan tingkat kesulitan menengah, karena individu berkesempatan untuk membuktikan bahwa ia mampu melakukan sesuatu dengan lebih baik. Weiner (dalam McClelland, 1987) mengatakan bahwa pemilihan tingkat kesulitan tugas berhubungan dengan seberapa besar usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh kesuksesan. Tugas yang mudah dapat diselesaikan oleh semua orang, sehingga individu tidak mengetahui seberapa besar usaha yang telah mereka lakukan untuk mencapai kesuksesan. Tugas sulit membuat individu tidak dapat mengetahui usaha yang sudah dihasilkan karena betapapun besar usaha yang telah mereka lakukan, namun mereka mengalami kegagalan. b. Ketahanan atau ketekunan (persistence) dalam mengerjakan tugas Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bertahan atau tekun dalam mengerjakan berbagai tugas, tidak mudah menyerah ketika mengalami kegagalan dan cenderung untuk terus mencoba menyelesaikan tugas, sementara individu dengan motivasi berprestasi rendah cenderung memiliki ketekunan yang

rendah. Ketekunan individu dengan motivasi berprestasi rendah terbatas pada rasa takut akan kegagalan dan menghindari tugas dengan kesulitan menengah. c. Harapan terhadap umpan balik (feedback) Individu dengan motivasi berprestasi tinggi selalu mengharapkan umpan balik (feedback) atau tugas yang sudah dilakukan, bersifat konkret atau nyata mengenai seberapa baik hasil kerja yang telah dilakukan. Individu dengan motivasi berprestasi rendah tidak mengharapkan umpan balik atas tugas yang sudah dilakukan. Bagi individu dengan motivasi berprestasi tinggi, umpan balik yang bersifat materi seperti uang, bukan merupakan pendorong untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik, namun digunakan sebagai pengukur keberhasilan. d. Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kinerjanya Individu dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki tanggung jawab pribadi atas pekerjaan yang dilakukan. e. Kemampuan dalam melakukan inovasi (innovativeness) Inovatif dapat diartikan mampu melakukan sesuatu lebih baik dengan cara berbeda dari biasanya. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan menyelesaikan tugas dengan lebih baik, menyelesaikan tugas dengan cara berbeda dari biasanya, menghindari hal-hal rutin, aktif mencari informasi untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu, serta cenderung menyukai hal-hal yang sifatnya menantang daripada individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Sukadji dkk (2001) mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah

a. Selalu berusaha, tidak mudah menyerah dalam mencapai sukses maupun dalam berkompetisi, dengan menentukan sendiri standard bagi prestasinya. b. Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas rutin, tetapi mereka biasanya menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas khusus yang memiliki arti bagi mereka. c. Dalam melakukan sesuatu tidak didorong atau dipengaruhi oleh reward (hadiah atau uang) d. Cenderung mengambil risiko yang wajar (bertaraf sedang) dan diperhitungkan. Mereka tidak akan melakukan hal-hal yang dianggapnya terlalu mudah ataupun terlalu sulit e. Mencoba memperoleh umpan balik dari perbuatannya f. Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan/peluang g. Bergaul lebih untuk memperoleh pengalaman h. Menyenangi situasi menantang, dimana mereka dapat memanfaatkan kemampuannya. i. Cenderung mencari cara-cara yang unik dalam menyelesaikan suatu masalah j. Kreatif k. Dalam bekerja atau belajar seakan-akan dikejar waktu. Selain itu, Johnson dan Schwitzgebel & Kalb (dalam Djaali, 2008) menyatakan juga karakteristik individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, yaitu : a. Menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas hasil-hasilnya dan bukan atas dasar untung-untungan, nasib, atau kebetulan.

b. Memilih tujuan yang realistis tetapi menantang dari tujuan yang terlalu mudah dicapai atau terlalu besar risikonya. c. Mencari situasi atau pekerjaan di mana ia memperoleh umpan balik dengan segera dan nyata untuk menentukan baik atau tidaknya hasil pekerjaaannya. d. Senang bekerja sendiri dan bersaing untuk mengungguli orang lain. e. Mampu menangguhkan pemuasan keinginannya demi masa depan yang lebih baik. f. Tidak tergugah untuk sekadar mendapatkan uang, status, atau keuntungan lainnya, ia akan mencarinya apabila hal-hal tersebut merupakan lambang prestasi, suatu ukuran keberhasilan. 3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang ikut mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang antara lain: a. Pengalaman pada tahun-tahun pertama kehidupan Adanya perbedaan pengalaman masa lalu pada setiap orang menyebabkan terjadinya variasi terhadap tinggi rendahnya kecenderungan untuk berprestasi pada diri seseorang. b. Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan Bila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pada pentingnya keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa

dihantui perasaan takut gagal, maka dalam diri seseorang akan berkembang hasrat berprestasi yang tinggi. c. Peniruan tingkah laku (modelling) Melalui modelling, anak mengambil atau meniru banyak karakteristik dari model, termasuk dalam kebutuhan untuk berprestasi jika model tersebut memiliki motivasi tersebut dalam derajat tertentu. d. Lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung Iklim belajar yang menyenangkan, tidak mengancam, memberi semangat dan sikap optimisme bagi siswa dalam belajar, cenderung akan mendorong seseorang untuk tertarik belajar, memiliki toleransi terhadap suasana kompetisi dan tidak khawatir akan kegagalan. e. Harapan orangtua terhadap anaknya Orangtua yang mengharapkan anaknya bekerja keras dan berjuang untuk mencapai sukses akan mendorong anak tersebut untuk bertingkahlaku yang mengarah kepada pencapaian prestasi. B. PERSEPSI 1. Definisi Persepsi Kata persepsi berasal dari bahasa Inggris yaitu perception yang berarti penglihatan, pandangan, anggapan, atau daya memahami atau menanggapi sesuatu (Echols, 1996). Persepsi adalah proses pengorganisasian dan penafsiran pola stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu terhadap suatu benda, manusia atau situasi yang bersifat positif maupun

negatif (Atkinson, 1987). Sedangkan menurut Pareek (dalam Sobur, 2003) persepsi adalah proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indra atau data. Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi, manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat indranya yaitu indra penglihat, pendengar, peraba, dan penciuman (Slameto, 2003). Samustasi (dalam Rivai, 1995) mengatakan bahwa persepsi individu terhadap suatu hal mempengaruhi bagaimana individu itu berperilaku pada objek yang dipersepsikan. Jika individu memiliki persepsi positif terhadap suatu hal maka individu itu berperilaku positif dan mendekati objek tersebut. Jika individu memiliki persepsi negatif terhadap suatu hal maka individu itu berperilaku negatif dan menjauhi objek tersebut. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah segala sesuatu yang dialami seseorang yang berasal dari lingkungan, yang mencakup proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan atau menafsirkan, menguji, memberikan reaksi dan melakukan penilaian terhadap suatu benda, manusia atau situasi yang bersifat positif dan negatif. 2. Aspek-aspek persepsi Terdapat 4 aspek pokok persepsi yang dikemukakan oleh Ittelson (dalam Bell, 1996) yaitu :

a. Kognitif, persepsi seseorang dipengaruhi oleh hasil pemikirannya sendiri. Hal ini termasuk apa yang kita lakukan dalam suatu lingkungan. b. Afektif, perasaan kita mempengaruhi bagaimana kita mempersepsi sesuatu. c. Interpretatif, sejauhmana individu memaknai sesuatu. d. Evaluatif, menilai sesuatu sebagai aspek yang baik dan buruk. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Menurut Walgito (2003) ada dua faktor yang turut mempengaruhi individu dalam mengadakan proses persepsi yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang ada di dalam diri individu, seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berfikir dan kerangka acuan. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang ada di luar diri individu yang meliputi : faktor stimulus itu sendiri dan faktor lingkungan dimana persepsi itu berlangsung. Stimulus dan lingkungan sebagai faktor eksternal dan individu sebagai faktor internal saling berinteraksi dalam individu mengadakan persepsi. Sedangkan menurut Shaleh (2004) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah : a. Perhatian selektif Dalam kehidupan manusia, setiap saat akan menerima banyak sekali rangsangan dari lingkungan. Meskipun demikian ia tidak harus menanggapi semua rangsang yang diterimanya. Untuk itu, individu hanya memusatkan perhatiannya kepada rangsang-rangsang tertentu saja. Dengan demikian,

objek-objek atau gejala lain tidak akan tampil ke muka sebagai objek pengamatan. b. Rangsang Rangsang yang bergerak diantara rangsang yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikian juga rangsang yang paling besar diantara yang kecil, yang kontras dengan latar belakangnya dan intensitas rangsangnya paling kuat. c. Nilai dan kebutuhan individu Seorang seniman tentu punya pola dan citarasa yang berbeda dalam pengamatannya dibanding seorang bukan seniman. Penelitian juga menunjukkan bahwa anak-anak dari golongan ekonomi rendah melihat koin lebih besar daripada anak-anak orang kaya. d. Pengalaman dahulu Pengalaman dahulu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsi dirinya. Cermin bagi kita tentu bukan baru, tetapi lain halnya bagi orang-orang Mentawai di Pedalaman Siberut atau saudari kita di pedalaman Irian. Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi persepsi terdiri dari faktor internal (perasaan, pengalaman, kemampuan berfikir dan kerangka acuan), faktor eksternal (fakta stimulus itu sendiri dan faktor lingkungan), perhatian yang selektif, rangsang, nilai dan kebutuhan individu serta pengalaman dahulu.

C. PERAN AYAH 1. Definisi Peran Ayah Peran dapat didefinisikan sebagai fungsi seseorang yang diasosiasikan dengan posisi tertentu (Shaw & Contazo, dalam Deaux, Dane & Wrightsman, 1993). Ayah merupakan tulang punggung pencari nafkah dan kepala keluarga, harus bertanggung jawab, dapat menjadi figur panutan baik sebagai pribadi, terhadap istri, anak, keluarga dan sosial masyarakat (Kriswandaru, 2004). Peran ayah sering diidentikkan sebagai sosok yang menjadi panutan bagi anak tidak terkecuali berdampak bagi pendidikan anak (Aswandi, 2007). Berdasarkan uraian diatas maka peran ayah adalah fungsi seorang ayah sebagai figur panutan terhadap anak yang berdampak bagi pendidikan anak. 2. Dimensi-Dimensi Peran Ayah yang Efektif Menurut Rosenberg dan Wilcox (2006), ayah yang berperan efektif, memiliki dimensi-dimensi : a. Menjalin hubungan yang positif dengan ibu Menjalin hubungan yang positif dengan ibu adalah cara yang penting untuk menjadi ayah yang baik yaitu dengan memberikan ibu kasih sayang dan perhatian. Hubungan ini menjadi contoh yang penting bagi anak. b. Meluangkan waktu dengan anak Ayah harus meluangkan waktu dengan anak-anak untuk bermain dan bersenang-senang dan ayah harus meluangkan waktu untuk menemani anak belajar.

c. Mengasuh anak Ayah seharusnya memberikan stimulasi afektif yang membuat anak merasa nyaman ketika berada di rumah. d. Mendisiplinkan anak dengan tepat Ayah menegur anak jika berbuat kesalahan dan memberikan penjelasan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. e. Memperkenalkan anak dengan dunia luar Ayah menceritakan tentang pengalaman hidup di luar dan memperkenalkan serta mengajak anak dalam kegiatan masyarakat. f. Melindungi keluarga dan menyediakan perlengkapan sekolah Ayah membeli peralatan dan perlengkapan sekolah juga melindungi serta memenuhi kebutuhan keluarga g. Menjadi teladan Ayah menjadi teladan dan contoh buat anaknya. 3. Dampak Peran Ayah yang Positif Menurut Bloir (2002) peran ayah penting dalam perkembangan anak. Hal ini sejalan dengan Andayani & Koentjoro (2004) yang menyatakan bahwa keterlibatan ayah sangat mempengaruhi proses perkembangan individu, dimana ayah yang memberikan perhatian dan dukungan pada anaknya akan memberikan perasaan diterima, diperhatikan dan memiliki rasa percaya diri, sehingga proses perkembangan anak tersebut dapat berjalan dengan baik. Menurut Dubowitz

(2001) remaja yang merasakan dukungan dari ayah atau merasa ayahnya makin dekat maka harga diri anak tersebut akan makin baik. Gottman & DeClaire (dalam Andayani & Koentjoro, 2004) mengemukakan bahwa keterlibatan ayah akan mengembangkan kemampuan anak untuk berempati, bersikap penuh kasih sayang dan penuh perhatian, serta hubungan sosial yang lebih baik. Penelitian juga menunjukkan bahwa keterlibatan ayah akan memberikan manfaat positif bagi anak laki-laki dalam mengembangkan pengendalian diri dan penyesuian sosial. Di samping itu fungsi ayah pada anak perempuan sangat penting yaitu sebagai pelindung dan memberi peluang kepada putrinya untuk memilih seorang pria sebagai pendamping atau pelindungnya. Hal sejalan juga dikemukakan oleh Bloir (dalam Slameto, 2003), bahwasannya peran ayah penting bagi perkembangan pribadi anak baik secara sosial, emosional maupun intelektualnya dan peran ayah yang paling kuat adalah terhadap prestasi belajar anak dan hubungan sosial yang harmonis. Menurut National Parent Teacher Asosiation (dalam Slameto, 2003) yang mendasarkan hasil-hasil penelitian selama 30 tahun terakhir, menyimpulkan manfaat peran ayah bagi anak adalah makin baiknya tumbuh kembang anak secara fisik, sosio-emosional, ketrampilan kognitif, pengetahuan dan bagaimana anak belajar sehingga prestasi belajarnya lebih tinggi dan sering mendapat nilai 9 dan 10, kehadiran sekolah lebih tertib/disiplin serta aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, menyelesaikan pekerjaan rumah dengan tepat dan benar, bersikap lebih positif terhadap sekolah, dan masuk ranking yang lebih tinggi. Anak disamping mendapat nilai yang tinggi, mereka juga memiliki sikap yang positif terhadap sekolah sehingga rajin mengikuti kegiatan baik intra maupun ekstra kurikuler, akan menangkal anak

dari keterlibatannya dalam kenakalan remaja, seperti mangkir, tawuran, miras, narkoba, kehamilan dini dan kriminalitas. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran ayah Menurut Martin & Colbert (dalam Julaikha, 2006), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peran ayah adalah sebagai berikut: a. Sejarah perkembangan Pengalaman masa kecil seseorang akan mempengaruhi perilaku dalam pengasuhan. Ketika mengalami disiplin yang keras sebagai anak, orangtua cenderung mengulangi pola yang sama dengan anaknya. b. Jenis kelamin Perbedaan psikologis yang paling mendasar antara pria dan wanita adalah cenderung untuk berfokus pada dirinya sendiri dan mengutamakan kemandirian sedangkan wanita lebih menekankan kedekatan terhadap hubungan tersebut. Perbedaan ini lebih didasarkan pada harapan sosial dan pengetahuan daripada pemahaman biologis c. Dukungan emosional dari pasangan Pasangan merupakan sumber dukungan sosial yang utama dan paling intens. Ibu sering memberikan evaluasi pada para ayah ketika mereka terlibat dengan anak-anaknya. Ayah yang merasa istrinya menilai dirinya memiliki kemampuan mengurus anak akan cenderung lebih terlibat dengan anaknya. d. Teman dan keluarga Teman dan keluarga berfungsi sebagai model bagi pengasuhan, melalui informasi tentang harapan dan perkembangan anak dan teknik-teknik yang

berhubungan dengan masalah-masalah tertentu dalam pengasuhan anak. Teman dan keluarga juga dapat berfungsi sebagai dukungan instrumental seperti bantuan pengasuhan anak dan nasehat atau saran. D. PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH Persepsi adalah proses pengorganisasian dan penafsiran pola stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu terhadap suatu benda, manusia atau situasi yang bersifat positif maupun negatif (Atkinson, 1987). Persepsi merupakan proses yang dialami individu yang mencakup menerima, memilih, menyadari, dan memaknai stimulus yang terdapat di lingkungan maupun dalam diri individu dengan menggunakan informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya. Menurut teori persepsi sosial, seseorang akan melakukan penilaianpenilaian dalam upaya memahami orang lain, dalam hal ini adalah upaya siswa memahami peran ayah dengan cara memberi penilaian-penilaian melalui interaksi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Persepsi sosial sendiri bersumber dari tiga elemen. Elemen tersebut adalah pribadi, situasi dan perilaku. Pengalaman yang seseorang miliki terhadap elemen-elemen tersebut apabila semakin banyak maka semakin terperinci pemahaman seseorang terhadap objek sosial tersebut (Rakhmat, 2001). Objek sosial yang dimaksud adalah peran ayah. Menurut Shaw & Contazo (dalam Deaux, Dane & Wrightsman, 1993) peran dapat didefinisikan sebagai fungsi seseorang yang diasosiasikan dengan posisi tertentu. Jadi persepsi terhadap peran ayah adalah proses pengorganisasian dan penafsiran dan penilaian yang dilakukan anak terhadap peran ayah

E. HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA Motivasi berprestasi adalah salah satu faktor yang mendukung keberhasilan siswa. Heckhausen (dalam Djaali, 2008) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri siswa yang selalu berusaha atau berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuannya setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan. McClelland (dalam Sukadji, 2001) menyatakan bahwa ada lima domain yang mempengaruhi motivasi berprestasi siswa, salah satunya adalah keluarga. Lamb (1990) menjelaskan bahwa dalam konteks keluarga, ibu dan ayah mempunyai peran yang berbeda namun saling mendukung. Peran ibu selama ini didefinisikan begitu lengkap, sedangkan peran ayah kurang diperhatikan. Menurut Tamis-LeMonda & Cabera (dalam Pintrich, 2002), keterlibatan ayah pada pendidikan anak di sekolah berpengaruh secara langsung terhadap kesuksesan dan prestasi anak di sekolah. Hal senada juga diungkapkan oleh Bloir (2002) peran ayah penting dalam diri anak untuk menumbuhkan motivasi untuk meraih prestasi di bidang akademik. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian National Parent Teacher Asosiation (dalam Slameto, 2003), menyimpulkan manfaat peran ayah bagi anak adalah ketrampilan kognitif dan motivasi untuk berprestasi.

Keterlibatan pengasuhan ayah pada perkembangan anak dapat membentuk persepsi tersendiri oleh anak pada peran ayah. Samustasi (dalam Rivai, 1995) mengatakan bahwa persepsi individu terhadap suatu hal mempengaruhi bagaimana individu itu berperilaku pada objek yang dipersepsikan. Jika individu memiliki persepsi positif terhadap suatu hal maka individu itu berperilaku positif dan mendekati objek tersebut. Jika individu memiliki persepsi negatif terhadap suatu hal maka individu itu berperilaku negatif dan menjauhi objek tersebut. Jika dihubungkan dengan anak perasaan diterima yang diberikan oleh ayah secara optimal akan terbentuk dengan baik atau tidak, tergantung pada persepsi mereka terhadap peran ayah yang diperolehnya. Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa peran ayah berhubungan dengan motivasi berprestasi siswa. F. HIPOTESA PENELITIAN Hipotesa dalam penelitian ini adalah : Ada hubungan antara persepsi terhadap peran ayah dengan motivasi berprestasi siswa Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Islamiyah Sunggal.