BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 2007 ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB I PENDAHULUAN menjadi kurikulum KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) (Dinas

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tergolong tinggi, sehingga para petugas kesehatan seperti dokter,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut maka terjadi banyak perubahan di segala bidang termasuk di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi informasi telah mengubah pandangan orang terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini kehidupan manusia, termasuk Indonesia telah memasuki era

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. semua kebutuhan dalam kehidupannya. Tidak ada seorangpun yang. menginginkan hidup berkekurangan. Oleh karena itu, setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

3. Tunjangan pensiun yang saya peroleh akan digunakan untuk. a. Modal usaha b. Tabungan c. Belum tahu. d..

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terutama perguruan tinggi mulai sungguh-sungguh dan berkelanjutan mengadakan

LAMPIRAN I KUESIONER DATA PENUNJANG KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang cukup, bahkan bercita-cita untuk lebih dari cukup untuk memenuhi semua

BAB I PENDAHULUAN. Dari anak kecil sampai orang dewasa mempunyai kegiatan atau aktivitas

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi individu, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam rangka menyongsong era persaingan bebas antar bangsa yang semakin

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Masalah penyalahgunaan nakotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bisnis yang bergerak di bidang jasa adalah perbankan. Di era

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan..i. Kata Pengantar.ii. Daftar Isi..v. Daftar Tabel ix. Daftar Bagan...x. Daftar Lampiran...xi

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan dalam pekerjaan. Perubahan gaya hidup tersebut diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN.

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. untuk memproduksi barang-barang yang berkualitas demi meningkatkan daya

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan di alam bebas (Out Door s Activity), berupa mendaki gunung,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis institusi, salah satunya adalah institusi rumah sakit. Rumah sakit

DATA PRIBADI. 2. Menurut anda kesulitan dalam mempelajari Fisika A. Ada, yaitu. B. Tidak ada, alasan..

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Hurlock (1999), masa kanak-kanak akhir berlangsung dari usia enam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perdagangan, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Sedemikian

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang asuransi. Selama tahun 2007, total pendapatan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan tempat di mana dua orang atau lebih bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, baik menghasilkan suatu barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya, seperti sumber daya keuangan, fisik, teknologi, dan sumber daya manusia. Keberadaan sumber daya manusia dalam organisasi sangat penting karena mereka memprakarsai terbentuknya organisasi. Mereka berperan membuat keputusan untuk semua fungsi dan seluruh sistem dalam perusahaan, baik manajemen sumber daya manusia maupun sistem kerja alat pendukung lainnya, dan mereka pula yang menentukan hidup organisasi (Panggabean, Dr. Mutiara. SE, 2004) Untuk menjalankan roda kehidupan organisasi, dibutuhkan sumber daya manusia yang kompeten dan mampu membuat organisasi tersebut bertahan dalam persaingan. Seberapa kompeten pun manusia sebagai sumber daya dalam suatu organisasi pada akhirnya akan mengalami penurunan ketika mencapai usia lanjut sehingga diasumsikan pekerjaan mereka yang pada awalnya baik akan mengalami penurunan dan pada akhirnya mempengaruhi perusahaan dimana mereka bekerja. Oleh karena itu hampir setiap organisasi memberlakukan sistem pensiun bagi 1

2 karyawan yang telah mencapai usia tertentu dan menggantinya dengan karyawan baru untuk keberlangsungan aktivitas organisasi (Panggabean, Dr. Mutiara. SE, 2004) PT X merupakan perusahaan pupuk nasional yang berada di Kecamatan Cikampek. Perusahaan yang termasuk dalam kategori BUMN mendistribusikan hasil produksinya ke berbagai daerah di Indonesia yaitu: Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi, Bogor, Majalengka, Sumedang, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Depok dan Cimahi. Setiap tahunnya PT X memiliki target tertentu untuk di pasarkan ke daerah-daerah tersebut. Dalam pemenuhan produksi tersebut, PT X yang memiliki dua pabrik untuk memproduksi barang membutuhkan karyawan untuk dapat tetap menjalankan roda perusahaan, baik dalam bidang produksi, pengembangan, pemasaran ataupun pendistribusian barang ke berbagai daerah. Dalam upayanya mempertahankan kinerja yang baik dari para karyawan, PT X berupaya memberikan berbagai jaminan dan fasilitas untuk karyawannya diantaranya: fasilitas rumah dinas termasuk membiayai listrik dan air yang digunakan, fasilitas akomodasi kendaraan dan transportasi yaitu: bus antar jemput yang bertempat tinggal di luar komplek perusahaan sesuai dengan jadwal kerja, kendaraan dinas (termasuk membiayai bahan bakar dan tol jika diperlukan dinas ke luar kota), ambulance, dan kereta jenazah, program pinjaman kesejahteraan, perawatan kesehatan dan pengobatan baik di poliklinik perusahaan atau di rumah sakit rekanan perusahaan bagi karyawan dan keluarganya, pemeriksaan laboratorium bagi karyawan dan pasangan (istri/suami), rekreasi setiap tahun, biaya sekolah yang

3 lebih rendah (dipotong langsung dari gaji) bagi anak karyawan yang bersekolah di playgroup hingga SLTP milik perusahaan, dan kemudahan mencicil kebutuhan rumah tangga baik makanan maupun pakaian di koperasi milik perusahaan yang diperuntukan khusus untuk karyawan dan berada di kawasan industru PT X tersebut. Kemudahan dan seluruh fasilitas ini akan hilang ketika karyawan tersebut telah mencapai usia memasuki masa pensiun. Mereka harus mencari tempat tinggal baru setelah sebelumnya tinggal di perumahan perusahaan dan mulai membayar tagihan listrik, air, dan jika calon pensiunan masih memiliki anak usia sekolah, maka mereka harus mulai membiayai sendiri sekolah anaknya yang berada di bangku playgroup hingga SLTP karena perusahaan tidak lagi menanggungnya setelah mereka pensiun, mulai menggunakan kendaraan sendiri serta membayar biaya kesehatan sendiri meski ada asuransi dari perusahaan yang diberikan. Situasi di atas menjelaskan bagaimana perubahan situasi yang akan dialami para calon pensiunan PT X ketika memasuki situasi yang dinamakan pensiun. Menurut Elizabeth Hall (1985), Pensiun merupakan situasi dimana seseorang tidak lagi bekerja dan dibayar karena pekerjaannya itu. Pensiun tidak hanya dilihat dari satu perspektif dimana seseorang tidak lagi bekerja namun dari berbagai perubahan yang akan terjadi dalam hidup calon pensiunan seperti: Berkurangnya jumlah pemasukan yang didapat, Meningkatnya waktu luang, Potensi menurunnya kesehatan, Perubahan hubungan antara diri pensiunan dengan lingkungan interpersonalnya, Perubahan persepsi sosial mengenai peran sosialnya setelah

4 memasuki masa pensiun. Memasuki keadaan seperti ini, para calon pensiunan memaknainya secara berbeda. Terdapat calon pensiunan yang memaknai masa pensiun sebagai masa depan yang dipenuhi dengan perasaan khawatir dan berbagai pertanyaan yang membingungkan dan terkadang dipandang pula sebagai akhir kehidupan. Mereka membayangkan kondisi yang semakin buruk seperti kehilangan status dan penghormatan, kekurangan penghasilan, kehilangan berbagai fasilitas dan kemudahan, ketersisihan dari pergaulan lama dan perasaan menjadi tua namun ada pula yang mulai menikmati hasil yang selama ini telah mereka raih baik seperti dengan menikmati kebersamaan dengan keluarga lebih banyak, melakukan berbagai kegiatan yang sesuai minat dan sebagainya tanpa memikirkan bagaimana kehidupan mereka karena seharusnya sudah direncanakan sejak awal jauh sebelum masa pensiun tiba. (Sutarto & IsmulCokro, 2008) Berdasarkan hasil wawancara pada satu orang karyawan personalia PT X mengenai dampak perubahan fasilitas yang dialami karyawan PT X ketika memasuki masa pensiun, diperoleh data bahwa lebih banyak pensiunan PT. X tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya sebagai pensiunan. Beberapa ada yang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan itu seperti dengan menikmati kehidupannya bersama keluarga di kota kelahiran, membuka usaha baru atau bahkan mulai aktif di kegiatan keagamaan. Namun lebih yang tidak dapat menyesuaikan diri seperti gagal dalam membuat usaha hingga dana pensiun yang ia dapatkan habis begitu saja, kemudian hanya dapat mengandalkan uang pensiun tiap bulannya untuk

5 bertahan hidup dan bahkan yang paling ekstrim adalah tak lama setelah pensiun, mantan karyawan PT. X banyak yang mengidap stroke dan akhirnya meninggal dunia. Berdasarkan hasil wawancara kepada enam orang calon pensiunan PT X, dua orang calon pensiunan PT X menghayati bahwa mereka merasa cukup khawatir menghadapi perubahan situasi ketika pensiun nanti dan tidak tahu harus berbuat apa, Dua orang yang lain tidak mau memikirkan masa pensiun yang akan dihadapi dan lebih menjalankan apa yang ada di depannya saat ini dan dua orang sisanya tidak merasa khawatir karena itulah yang harus mereka hadapi di depan sebagai seorang pensiunan. Hal ini dapat menggambarkan bahwa Calon Pensiunan PT X memiliki penghayatan serta kemampuan penyesuaian diri yang berbeda mengenai masa pensiun Melihat hal seperti, maka sangat penting bagi para Calon Pensiunan PT X untuk melakukan persiapan dan perencanaan sebelum benar-benar memasuki masa pensiun. Berdasarkan hasil penelitian Universitas Michigan, dinyatakan bahwa sebanyak 75% pekerja yang membuat persiapan akan menikmati masa pensiunnya dibanding 25% lainnya yang tidak mempersiapkannya (Sutarto & IsmulCokro, 2008, hal 1-12). Persiapan apa dan bagaimana dikaitkan dengan penentuan apa yang ingin diraih ketika memasuki masa pensiun dan bagaimana caranya mencapai tujuan. Tanpa adanya tujuan yang jelas, seseorang hanya akan berusaha tanpa arah dan kurang efektif. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa persiapan dan kesiapan sebelum masa pensiun tiba sangatlah penting. Jika hal tersebut sudah dipersiapkan

6 sebelumnya maka setengah jalan keberhasilan memperoleh apa yang diinginkan ketika pensiun dan menapaki usia lanjut sudah tercapai. Menurut Ursina Teuscheur (2003), terdapat beberapa hal yang dapat menjadi prediktor untuk melihat kesuksesan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan masa pensiun. Salah satu diantaranya adalah self-efficacy terhadap masa pensiun. Selfefficacy merupakan keyakinan akan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang untuk dapat menghadapi suatu kejadian secara efektif (Bandura, 2002). Dalam masa pensiun, self-efficacy merupakan penilaian kemampuan untuk dapat menghadapi perubahan yang terjadi dalam proses masa pensiun. keyakinan seperti ini dibutuhkan untuk melewati masa transisi seperti masa pensiun. Keyakinan tinggi yang dihasilkan oleh self-efficacy berkaitan dengan semakin nyaman dan yakinnya seseorang atas kemampuannya menghadapi situasi yang menantang seperti masa pensiun yang akan segera dihadapi. Mereka akan memandang masa pensiun dengan lebih baik jika mereka percaya bahwa mereka memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menghadapi masa transisi ini. Berdasarkan hasil wawancara terhadap enam orang Calon Pensiunan PT X, empat orang memiliki rencana untuk mengisi masa pensiunnya yang akan datang dengan membuka usaha sesuai kemampuan dan minat yang mereka miliki agar mereka tetap dapat berkarya dan mendapatkan penghasilan lebih bagi keluarganya, sedangkan dua orang lainnya belum memiliki rencana sama sekali. Dari empat orang Calon Pensiunan PT X yang memiliki rencana tersebut, dua diantaranya sudah

7 memiliki usaha tersebut bahkan sebelum mereka benar-benar pensiun. Mereka sudah mengetahui apa yang ingin mereka lakukan, sedangkan dua orang lainnya belum yakin dengan kegiatan usaha seperti apa yang ingin dijalani nanti karena ragu apakah dapat melakukannya atau tidak dan takut mengalami kegagalan jika tetap membuka usaha di daerah yang banyak pesaingnya). Sementara itu, dua orang yang belum memiliki rencana sama sekali mengaku belum melakukan usaha apapun untuk mempertimbangkan apa yang mereka inginkan di masa pensiun dan memilih membiarkan apa yang akan terjadi nanti dibandingkan mengorbankan penghasilan yang mereka miliki saat mengalami resiko kegagalan ketika melakukan usaha tersebut bahkan satu diantaranya lebih memilih kegiatan keagamaan di sekitar perumahan dibandingkan bersusah payah memikirkan usaha yang harus dibuatnya meskipun ia ingin melakukannya. Dapat dikatakan bahwa Calon Pensiunan PT X lebih banyak yang belum memiliki keyakinan mengenai apa yang akan dilakukan dikarenakan tidak ingin mengambil resiko ataupun belum mengetahui dapat melakukan apa di masa pensiun nanti. Hal tersebut menggambarkan bahwa Calon Pensiunan PT X memiliki keyakinan yang rendah terhadap kemampuannya untuk menghadapi masa pensiunnya. Kekurang-yakinan tersebut berdampak pada usaha yang dilakukan untuk menghadapi masa pensiun. Bandura (2002) menjelaskan bahwa keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi situasisituasi yang akan datang (Self Efficacy) dapat mempengaruhi bagaimana dirinya

8 membuat pilihan, Usaha yang dikeluarkan untuk menjalankan pilihan tersebut, berapa lama individu bertahan saat dihadapkan pada rintangan-rintangan (dan saat dihadapkan pada kegagalan), serta bagaimana penghayatan perasaannya. Keyakinan diri mengenai kemampuan Karyawan PT X dalam membuat rencana masa pensiun dipengaruhi oleh empat sumber self-efficacy yang berintegrasi dalam empat proses self-efficacy yaitu pengalaman penguasaan atau pencapaian kinerja (Mastery experience), pengamatan terhadap orang lain sebagai model (Vicarious experiences), persuasi sosial (Verbal persuasion), dan peningkatan fisik dan psikologis (Physiological and Affective state). Dari hasil wawancara tersebut,dua orang yang telah memiliki rencana dalam mengisi masa pensiunnya merasa yakin dengan kemampuannya mengorganisir usahanya tersebut karena sering kali dilakukan ketika mereka bekerja sedangkan enam orang lainnya belum memiliki rencana yang pasti karena merasa tidak memiliki kemampuan yang memadai. Hal ini menggambarkan bagaimana mastery experience yang dimiliki. Calon pensiunan PT X yang yakin dengan kemampuannya, tidak terlalu terganggu dengan pengalaman rekan kerjanya yang sudah lebih dulu pensiun di mana banyak sekali yang mereka dengar mengalami kegagalan dalam menjalankan usaha dan merasa optimis dengan usaha yang akan mereka jalani karena terbantu oleh dukungan keluarga yang mendorongnya untuk melakukan usaha tersebut. Karena hal itu pula mereka merasa optimis dengan apa yang akan di lakukan di masa pensiunnya nanti. Hal ini menggambarkan apa yang disebut Bandura sebagai Vicarious

9 experience yaitu pengalaman yang dialami oleh orang lain yang memiliki karakterisitik yang sama dengan calon pensiunan sehingga dapat dihayati sebagai pengalaman dirinya pula. Lain halnya dengan dua orang karyawan yang belum dengan jelas mempertimbangkan usaha yang akan dijalaninya mengutarakan keraguannya perihal kemampuan yang ia miliki dirasa tidak cukup mendukung untuk membuat usaha sendiri. Hal ini disebabkan oleh keluarga yang juga mengingatkan untuk berhati-hati dalam membuat keputusan memasuki masa pensiun, adanya pengalaman rekan kerjanya yang sudah lebih dulu pensiun dan membangun usaha namun gagal, serta hasil perbincangan dengan rekan kerjanya yang menyatakan bahwa membuat suatu usaha itu tidaklah mudah di jaman sekarang membuat mereka merasa ragu untuk melakukan sesuatu meskipun dalam pikirnya mereka telah memiliki keinginan untuk membangun usaha. Dua orang karyawan lain yang belum memiliki rencana untuk masa pensiunnya mempertimbangakan mengenai kegagalan yang akan mereka hadapi jika usaha yang ingin dibuatnya gagal. Mereka mempertimbangkan hal ini ketika melihat rekan kerja mereka yang lebih dulu pensiun gagal ketika membuka usaha sehingga uang pensiun yang dijadikan modal usaha habis sehingga mereka hanya mengandalkan uang pensiun yang diberikan perusahaan setiap bulannya yang kurang dari cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Selain itu, keluarga kedua orang tersebut cenderung meminta mereka untuk menikmati saja masa pensiun yang akan dihadapi dan mengandalkan anak-anaknya saja dibandingkan membuat usaha yang nantinya akan gagal. Hal ini

10 membuat mereka seringkali mundur dalam membuat suatu rencana karena mereka pun masih ragu dengan kemampuan yang dapat digunakan untuk membangun sebuah usaha atau rencana. Situasi dan gejala-gejala yang terjadi pada para Calon Pensiunan PT X yang akan pensiun dalam perusahaan inilah yang kemudian membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana Self-efficacy yang dimiliki oleh para calon pensiunan PT X di Kecamatan Cikampek. 1.2 Identifikasi Masalah Cikampek. Bagaimana self-efficacy para calon pensiunan PT X di Kecamatan 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Untuk memperoleh gambaran self-efficacy para calon pensiunan PT. X di kecamatan Cikampek. 1.3.2 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui gambaran mengenai self-efficacy para calon pensiunan PT X di Kecamatan Cikampek serta sumber-sumber dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

11 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis a. Memberikan informasi tambahan dalam bidang kajian psikologi perkembangan mengenai self-efficacy pada masa dewasa akhir. b. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian mengenai self-efficacy dalam menghadapi masa pensiun. 1.4.2 Kegunaan Praktis a. Memberikan informasi tambahan kepada PT. X Cikampek mengenai self-efficacy dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada para calon pensiunan yang dapat digunakan untuk membuat suatu program edukasi bagi para calon pensiunan agar dapat mempersiapkan masa pensiun yang akan segera dihadapi dengan baik. b. Memberikan informasi mengenai bagaimana self-efficacy pada karyawan yang akan memasuki masa pensiun ke dalam bidang kajian psikologi industri dan organisasi. 1.5 Kerangka Pemikiran Karyawan PT X akan memasuki masa pensiun ketika mereka mencapai usia 56 tahun dimana usia ini merupakan masa dewasa madya (Hurlock, 1980). Masa dewasa madya adalah masa berprestasi dimana pada umumnya akan meraih puncak

12 prestasi baik dalam pekerjaan maupun lingkungan sosialnya, merupakan masa evaluasi terhadap karir yang dimiliki berdasarkan aspirasi dan harapan-harapan sekelilingnya terutama keluarga dan teman, merupakan masa transisi dimana Calon pensiunan PT X akan mulai mengalami perubahan baik fisik, minat, nilai, perilaku maupun peran baik dalam lingkungan sosial maupun pekerjaan. Masa ini juga dianggap sebagai masa yang menimbulkan stress karena banyaknya perubahan yang terjadi seperti perubahan peran ketika memasuki masa pensiun Pensiun merupakan situasi dimana seseorang tidak lagi bekerja dan dibayar karena pekerjaannya itu (Elizabeth Hall, 1985). Pensiun tidak hanya dilihat dari satu perspektif dimana seseorang tidak lagi bekerja namun dari berbagai perubahan yang akan terjadi dalam hidup calon pensiunan PT X seperti: berkurangnya jumlah pemasukan yang didapat, meningkatnya waktu luang, potensi menurunnya kesehatan, perubahan hubungan antara diri pensiunan dengan lingkungan interpersonalnya, perubahan persepsi sosial mengenai peran sosialnya setelah memasuki masa pensiun. Calon pensiunan PT X dihadapkan pada berbagai perubahan yang terjadi secara tiba-tiba, seperti perubahan keadaan ekonomi, gaya hidup, yang bila tidak dipersiapkan dengan baik maka akan mempengaruhi penyesuaian diri individu pada masa pensiunnya. Menurut Ursina Teuscheur (1995), terdapat beberapa hal yang dapat menjadi prediktor untuk melihat kesuksesan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan masa pensiun, yaitu: hubungan interpesonal dan peran sosial, hubungan emosional dengan

13 pekerjaannya saat ini, aktivitas lain yang dilakukan di waktu luang, dan sumber internal dalam diri individu seperti internal locus of control, sense of coherence, dan Self-efficacy belief yang sangat diperlukan untuk melewati masa transisi seperti masa pensiun ini dengan baik. Self efficacy merupakan keyakinan akan kemampuan seseorang dalam mengatur dan menggunakan sumber-sumber dari tindakan yang dibutuhkan untuk mengatur situasi-situasi yang berorientasi ke masa depan (Bandura, 2002). Selfefficacy adalah salah satu bentuk dari belief. Pengembangan terhadap self-efficacy calon pensiunan juga dipengaruhi oleh belief-nya yang merupakan suatu keyakinan dari individu yang ditampilkan pada apa yang dilakukannya. Self-efficacy belief menentukan saat seseorang merasa, berpikir, memotivasi diri dan bertingkah laku (Bandura, 2002). Keyakinan calon pensiunan PT X yang tinggi terhadap kemampuannya sendiri akan membantu calon pensiunan PT X tersebut untuk mempersiapkan diri pada masa yang berbeda dengan saat ia masih bekerja, sedangkan keyakinan calon pensiunan PT X yang rendah terhadap kemampuan dirinya akan menghambat penyesuaian diri yang harus dilakukannya. Perencanaan masa pensiun dituntut untuk dilakukan jauh sebelum masa pensiun tiba sehingga para calon pensiunan PT X dapat menikmati masa pensiunnya kelak dengan puas seperti mengerjakan kegiatan yang diinginkan dengan baik, menikmati masa pensiun tanpa khawatir mengenai kehidupan sosial ataupun keuangan karena telah dipersiapkan sebelumnya.

14 Beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap derajat self-efficacy dari Calon Pensiunan PT X di kecamatan Cikampek adalah pendidikan, lamanya masa bekerja, pekerjaan sampingan yang dimiliki, dan level manajemen yang dimiliki oleh karyawan. Faktor pendidikan dapat mempengaruhi wawasan dan keterampilan yang dimiliki oleh karyawan serta mempengaruhi level manajemen yang dapat diraih dalam pekerjaan. Lamanya masa bekerja seorang Calon Pensiunan PT X di kecamatan Cikampek akan mempengaruhi besar tunjangan pensiun yang diterimanya. Semakin lama Calon Pensiunan PT X di kecamatan Cikampek tersebut bekerja maka semakin besar tunjangan yang diperoleh. Calon Pensiunan PT X di kecamatan Cikampek yang memiliki pekerjaan sampingan akan merasa yakin bahwa mereka akan mampu menghadapi masa pensiun dengan baik karena setelah mereka pensiun maka mereka masih memiliki penghasilan yang dapat menunjang kebutuhan hidup mereka, sedangkan bagi Calon Pensiunan PT X di kecamatan Cikampek yang tidak memiliki pekerjaan sampingan, setelah mereka mengalami pensiun maka mereka tidak memiliki penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Level manajemen yang dimiliki Calon Pensiunan PT X di kecamatan Cikampek dapat berpengaruh terhadap derajat self- efficacy karena level manajemen yang dimiliki Calon Pensiunan PT X di kecamatan Cikampek berdampak pada kompetensi yang dimiliki Calon Pensiunan PT X di kecamatan Cikampek dan variasi pengalaman kerja yang dimiliki juga besarnya tunjangan yang akan didapat. Calon Pensiunan PT X di kecamatan Cikampek yang termasuk dalam level

15 manajemen bawah memiliki perkembangan karir yang cenderung lambat dan menetap, sedangkan Calon Pensiunan PT X di kecamatan Cikampek yang termasuk level manajemen atas cenderung memiliki perkembangan karir yang relatif lebih cepat dan pekerjaan yang lebih bervariasi seperti berpindah bagian sehingga dapat mengembangkan keterampilan yang dimiliki dibandingkan karyawan level manajemen bawah (lapangan) yang tergolong menetap pada satu bagian saja. Keyakinan mengenai efficacy calon pensiunan PT X secara kognitif dapat dikembangkan melalui empat sumber pengaruh utama, yaitu mastery experiences, vicarious experiences, verbal persuasion dan physiological and affective states. Penghayatan yang paling kuat mengenai self-efficacy adalah melalui mastery experiences atau pengalaman karyawan yang akan pensiun di masa lalunya. Pengalaman keberhasilan atau kegagalan di masa lalu dalam bidang pekerjaan akan mempengaruhi derajat efficacy dalam diri para karyawan yang akan pensiun tersebut. Keberhasilan di masa lalu akan membantu Calon pensiunan PT X membangun keyakinan dalam dirinya bahwa ia mampu sedangkan Calon pensiunan PT X yang mengalami kegagalan di masa lalunya cenderung akan mengalami hambatan dalam membangun keyakinan dalam dirinya bahwa ia mampu Sumber kedua dalam membentuk self-efficacy adalah melalui vicarious experience yaitu pengalaman yang diamati Calon pensiunan PT X dari model sosial misalnya rekan kerja atau orang signifikan lainnya. Calon pensiunan PT X yang melihat rekan kerja atau orang lain yang mirip dengan dirinya mengalami

16 keberhasilan dalam mempersiapkan masa pensiunnya dengan berbagai usaha akan meningkatkan keyakinan dirinya untuk mencapai keberhasilan yang kurang lebih sama dengan rekan kerjanya tersebut. Dengan cara yang sama pula, calon pensiunan PT X mengamati kegagalan teman sekerjanya atau orang yang signifikan lainnya walaupun sudah melakukannya dengan berbagai cara akan menurunkan penilaian terhadap efficacy mereka dan juga menurunkan usaha mereka untuk tetap bertahan. Modelling akan berpengaruh terhadap self-efficacy belief tergantung dari seberapa banyaknya kesamaan karakteristik calon pensiunan PT X dengan model sosial yang diamatinya. Semakin besar kesamaan calon pensiunan PT X dengan model sosial yang diamatinya, maka semakin besar pula pengaruh kesuksesan dan kegagalan model terhadap calon pensiunan PT X tersebut. Sumber ketiga yang membentuk self-efficacy calon pensiunan PT X dalam mempersiapkan rencana masa pensiunnya agar berhasil adalah social persuasion. Dukungan atau persuasi positif secara verbal disampaikan oleh pasangan, anak-anak, rekan sekerja, atasan dan lain sebagainya akan memperkuat penilaian efficacy bahwa mereka mampu menguasai aktivitas-aktivitas dalam menyesuaikan diri, menyusun, mempersiapkan masa pensiun serta mengerahkan usaha yang lebih besar untuk mencapainya. Sementara itu calon pensiunan PT X yang kurang mendapat dukungan positif secara verbal akan cenderung ragu pada kemampuan dirinya saat menghadapi masalah serta menghindari aktivitas-aktivitas yang menantang. Mereka cenderung kurang mengerahkan energi untuk berusaha lebih keras.

17 Sumber keempat yang dapat membentuk dan menguatkan self-efficacy belief adalah dengan psychological dan affectives states, yaitu kondisi fisik dan emosional yang dialami calon pensiunan PT X yang akan pensiun. Calon pensiunan PT X yang tidak menginterpretasikan kondisi emosional (stress, cemas, dan lain sebagainya) dan keadaan fisik (sakit, lelah, dan sebagainya) sebagai kekurangmampuan dirinya dalam proses penyesuaian diri, penyusunan, dan persiapan masa pensiun akan tetap meningkatkan keyakinannya dibandingkan dengan calon pensiunan PT X yang menilai kondisi fisik dan emosionalnya sebagai tanda-tanda kekurangmampuannya dalam penyusunan dan persiapan masa pensiun yang akan menurunkan keyakinan dirinya akan kemampuannya untuk menyesuaikan diri, menyusun, dan mempersiapkan masa pensiunnya misalnya karena kondisi fisik yang menurun membuat calon pensiunan PT X merasa tidak lagi mampu melakukan hal yang diinginkan sebelumnya sehingga mengurangi keyakinan terhadap kemampuannya sendiri. Keyakinan terhadap kemampuan diri (self-efficacy) seseorang dapat terbentuk, meningkat atau menurun berdasarkan pengaruh terhadap salah satu sumber atau kombinasi dari beberapa sumber dalam pembentukannya. Keempat sumber selfefficacy tersebut adalah kumpulan informasi bagi calon pensiunan PT X kecamatan Cikampek yang kemudian akan diolah secara kognitif dalam pembentukan keyakinan akan kemampuan diri. Calon pensiunan PT X kecamatan Cikampek menyeleksi, mengintegrasi, dan menginterpretasikan kumpulan informasi sebagai sesuatu yang

18 dapat mempengaruhi keyakinan diri mereka dalam mengatasi rintangan dan mencapai tujuannya. Adanya pemahaman kognitif mengenai sumber-sumber self-efficacy tersebut kemudian mempengaruhi penghayatan calon pensiunan PT X kecamatan Cikampek terhadap self-efficacy yang ada dalam diri mereka. Jadi, self-efficacy tidak terbentuk dengan sendirinya berdasarkan empat sumber yang tersedia, namun harus diolah secara kognitif terlebih dahulu hingga pengolahan dari empat sumber selfefficacy disimpan dan dapat diterapkan pada situasi serupa di masa yang akan datang, dalam hal ini berkaitan dengan persiapan masa pensiun yang akan segera dihadapi. Tinggi rendahnya self-efficacy calon pensiunan PT X kecamatan cikampek dapat terlihat dari bagaimana calon pensiunan PT X kecamatan cikampek menentukan pilihan untuk masa depannya, seberapa besar usaha yang akan dikerahkan untuk mewujudkan pilihan yang telah ditentukannya tersebut, seberapa lama calon pensiunan PT X kecamatan cikampek bertahan terhadap usaha yang dikerahkannya ketika menghadapi tantangan, dan bagaimana penghayatan perasaan para calon pensiunan PT X yang akan pensiun terhadap masa pensiun yang akan dihadapinya nanti. Calon pensiunan PT X yang memiliki Self-efficacy tinggi akan membuat pilihan mengenai rencana masa pensiun yang lebih baik dibandingkan calon pensiunan PT X yang memiliki self-efficacy yang rendah. Calon pensiunan PT X yang memiliki self-efficacy tinggi akan memilih rencana yang lebih menantang seperti membangun usaha, mencari pekerjaan yang lain yang sesuai dengan

19 kemampuannya dan membayangkan keberhasilan yang akan diraihnya kelak. Sementara itu, calon pensiunan PT X yang memiliki self-efficacy yang rendah memilih rencana yang aman dan menghindari kegagalan yang ia bayangkan akan didapatnya kelak misalnya memilih untuk diam di rumah karena membayangkan jika membuat usaha ia akan mengalami kegagalan jika membangun suatu usaha atau mencari pekerjaan lagi. Self-efficacy pun mempengaruhi calon pensiunan PT X dalam usaha yang dikeluarkannya untuk mencapai pilihan yang telah ia buat berupa rencana masa pensiun yang akan segera dihadapi calon pensiunan PT X. Calon pensiunan PT X yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan mencoba lebih keras dan berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan rencananya tersebut dibandingkan calon pensiunan PT X yang memiliki self-efficacy yang rendah. Misalnya jika calon pensiunan PT X tersebut memilih untuk membuat usaha di masa pensiunnya nanti, calon pensiunan PT X yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan mencari info lebih banyak mengenai usaha yang ingin dilakukan, mencari tempat yang cocok untuk memulai usahanya, memikirkan strategi menjalankan usaha, dan lain sebagainya dibandingkan calon pensiunan PT X yang memiliki self-efficacy yang rendah yang tidak akan banyak melakukan usaha untuk menjalankan rencana yang sama. Calon pensiunan PT X tersebut hanya akan berpikir untuk membuat usaha tertentu namun ragu dalam menjalankan dan membuat strategi usaha yang ingin dilakukannya tersebut.

20 Self-efficacy pun mempengaruhi daya tahan calon pensiunan PT X yang akan pensiun ketika menghadapi rintangan atau kegagalan ketika berusaha mencapai pilihan yang dibuat. Calon pensiunan PT X yang akan pensiun yang memiliki selfefficacy yang tinggi akan lebih dapat bertahan dan bangkit kembali saat menghadapi masalah atau kegagalan ataupun mencari alternatif yang mungkin dapat dilakukan dibanding calon pensiunan PT X yang memiliki self-efficacy yang rendah dimana calon pensiunan PT X tersebut akan cenderung menyerah saat muncul rintangan. Ketika calon pensiunan PT X menghadapi persoalan, misalnya modal yang dimiliki ternyata tidak mencukupi usaha yang diinginkan serta banyaknya pesaing di daerah tersebut, calon pensiunan PT X dengan self-efficacy yang tinggi akan berusaha mencari jalan keluar misalnya mencari pinjaman atau menyesuaikan usaha dengan modal yang dimiliki serta membuat strategi bisnis yang lebih baik dibandingkan para pesaingnya. Sedangkan calon pensiunan PT X yang memiliki self-efficacy yang rendah cenderung akan lebih mudah menyerah. Derajat self-efficacy yang dimiliki oleh calon pensiunan PT X juga akan mempengaruhi penghayatan perasaannya terhadap masa pensiun yang akan dihadapinya nanti. Calon pensiunan PT X yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan memandang bahwa masa pensiun yang akan dihadapinya nanti sebagai sebuah kesempatan yang menjanjikan untuk mengembangkan kemampuan, keinginan yang belum sempat tercapai sehingga calon pensiunan PT X tersebut memandang masa pensiun sebagai hal yang positif. Berbeda dengan calon pensiunan PT X yang

21 memiliki self-efficacy rendah, ia akan memandang masa pensiun sebagai masa yang tidak ada kepastian mengenai apa yang dapat mereka lakukan, kehilangan banyak hal yang selama ini dimiliki misalnya penghasilan, kedudukan dan lain sebagainya sehingga membuatnya memandang masa pensiun sebagai hal yang negatif sehingga tak jarang mereka lebih banyak mengalami stress dibandingkan calon pensiunan PT X yang akan pensiun yang memiliki self-efficacy yang tinggi. Keempat tingkah laku tersebut diatas merupakan perilaku dari self-efficacy belief yang dimiliki calon pensiunan PT X kecamatan Cikampek sebagai dampak dari empat sumber self-efficacy yang dihayati oleh calon pensiunan PT X kecamatan cikampek yang akan menentukan bagaimana karyawan PT X yang akan pensiun tersebut menghabiskan hari-hari di masa pensiunnya kelak. Berdasarkan uraian kerangka pikir di atas, berikut ini akan ditampilkan skema kerangka pikir.

22 Sumber-sumber Self Efficacy: 1. Mastery Experience 2. Vicarious Experience 3. Social / Verbal Persuation 4. Physiological dan affective states Self-efficacy tinggi Calon Pensiunan PT X Kecamatan Cikampek Proses Kognitif Self-efficacy Indikator Self Efficacy : Self-efficacy rendah Faktor yang berpengaruh: - Pendidikan - Lama bekerja - Pekerjaan sampingan - Level manajemen 1. Pilihan yang dibuat 2. Usaha yang dikeluarkan 3. Berapa lama karyawan PT X bertahan saat dihadapkan pada rintangan-rintangan (dan saat dihadapkan pada kegagalan) 4. Penghayatan perasaan 1.1 Skema Kerangka Pemikiran

23 1.6 Asumsi Berdasarkan kerangka pikir yang dikembangkan diatas, maka asumsi yag dapat ditarik sebagai berikut: a. Calon pensiunan PT X kecamatan Cikampek memiliki sumber-sumber informasi berupa mastery experience, vicarious experience, verbal persuasion, dan physiological and affective states yang akan mempengaruhi keyakinan (Self-efficacy) mereka dalam menghadapi masa pensiun. b. Calon pensiunan PT X kecamatan Cikampek memiliki Faktor-Faktor berupa: Pendidikan, Pekerjaan sampingan, dan level manajemen ketika mereka bekerja yang akan mempengaruhi keyakinan (Self-efficacy) mereka dalam menghadapi masa pensiun. c. Derajat Self-efficacy dapat dilihat dari perilaku calon pensiunan PT X kecamatan Cikampek meliputi: Pilihan yang diambil, Usaha yang akan dikerahkan untuk mewujudkan pilihan tersebut, Daya tahan ketika menghadapi tantangan, dan Penghayatan perasaan mengenai masa pensiun yang akan dihadapinya nanti. d. Calon Pensiunan PT X akan memiliki derajat self-eficcacy yang tergolong tinggi atau rendah dalam menghadapi masa pensiunannya nanti.