PELATIHAN LARI SIRKUIT 2 X 10 MENIT DAN PELATIHAN LARI KONTINYU 2 X 10 MENIT DAPAT MENINGKATKAN VO 2 MAX TAEKWONDOIN PUTRA KABUPATEN MANGGARAI - NTT

dokumen-dokumen yang mirip
PELATIHAN LARI SIRKUIT 2 X 10 MENIT DAN PELATIHAN LARI KONTINYU 2 X 10 MENIT DAPAT MENINGKATKAN VO 2 MAX TAEKWONDOIN PUTRA KABUPATEN MANGGARAI - NTT

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM:

SKRIPSI PELATIHAN TARI GALANG BULAN MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK PADA PELAJAR SMP DI YAYASAN PERGURUAN KRISTEN HARAPAN DENPASAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga, Program Pascasarjana Universitas Udayana

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik.

SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN INTERVAL

I G P Ngurah Adi Santika*, I P G. Adiatmika**, Susy Purnawati***

PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA METODE FELDENKRAIS TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN PADA PASIEN PASCA STROKE

PELATIHAN LARI SAMBUNG BACK TO BACK

L B E I B H I H E F E E F KT K I T F F DI

SKRIPSI PERBEDAAN LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH JUMP DAN JUMP TO BOX TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SMA N 1 MANGGIS

NARASI KEGIATAN TES KEBUGARAN JANTUNG PARU DENGAN METODE ROCKPORT BAGI KARYAWAN DINAS KESEHATAN PROPINSI DIY

LATIHAN KETAHANAN (ENDURANCE) Oleh: Prof. Dr. Suharjana, M.Kes Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI ANAK AGUNG GEDE ANGGA PUSPA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. cendrung untuk sedenter atau tidak banyak melakukan kegiatan. Sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. suatu perubahan pembangunan bangsa. Peranan penting tersebut

ADAPTASI CARDIORESPIRATORY SAAT LATIHAN AEROBIK DAN ANAEROBIK Nugroho Agung S.

NI MADE AYU SRI HARTATIK

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini

BAB I PENDAHULUAN. diemban. Kebugaran jasmani dipertahankan dengan berbagai bentuk latihan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat berdampak buruk pada kesehatan. Menurut Alder dan Higbee, walaupun

TESIS PELATIHAN MAWASHI GERI JODAN

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. kuratif saja, tetapi juga usaha promotif, preventif, dan rehabilitatif. Gerak yang

Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi Volume 2 : Hal , Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pola kehidupan sehari-hari mahasiswi memiliki kegiatan yang cukup banyak

PERBEDAAN NILAI KAPASITAS VO 2 MAKSIMUM PADA ATLIT SEPAK BOLA DENGAN FUTSAL DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi komunikasi dan trasportasi dirasa memperpendek jarak dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Umbulharjo, Yogyakarta, memiliki 24 kelas, yang masing masing kelas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut 54 tahun untuk wanita dan laki-laki 50,9 tahun. Pada tahun 1985

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

BAB I PENDAHULUAN. landasan awal dalam pencapaian prestasi (M. Sajoto, 1988)

Oleh : N. Gimbar Adi Putra*, J. Alex Pangkahila**, I P G. Adiatmika*** Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan atau meningkatkan derajat kesegaran jasmani (physical

TESIS PELATIHAN SENAM LANSIA MENURUNKAN TEKANAN DARAH LANSIA DI BANJAR TUKA DALUNG

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal sangatlah penting.

SKRIPSI SENAM JANTUNG SEHAT DAPAT MENURUNKAN PERSENTASE LEMAK TUBUH PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Pre and Post

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi modern dewasa ini telah membuat manusia lebih

BAB I PENDAHULUAN. manusia pada saat melakukan kegiatan yang intensif. Volume O2max ini

KONSEP Latihan kebugaran jasmani

AL UM ANISWATUN KHASANAH

PELATIHAN VISUAL CUE TRAINING

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEBUGARAN JASMANI MAHASISWA PRODI KEDOKTERAN UNJA

KOMBINASI LATIHAN EKSENTRIK M.GASTROCNEMIUS DAN LATIHAN PLYOMETRIC LEBIH BAIK DARI PADA LATIHAN EKSENTRIK M

PENGARUH SENAM AEROBIK INTENSITAS RINGAN DAN SEDANG TERHADAP PENURUNAN PERSENTASE LEMAK BADAN DI AEROBIC AND FITNESS CENTRE FORTUNA SKRIPSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia dirancang oleh Tuhan untuk bergerak dalam melakukan

SKRIPSI PENGARUH LATIHAN BEBAN TERHADAP PENINGKATAN MASSA OTOT PECTORALIS MAYOR DAN BICEPS PADA USIA REMAJA DAN DEWASA GDE RABI RAHINA SOETHAMA

PENGARUH LATIHAN DAYA TAHAN (ENDURANCE) TERHADAP PENINGKATAN VO2MAX PEMAIN SEPAKBOLA

DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE

PEMBERIAN PELATIHAN KEKUATAN AYUNAN LENGAN (ARM SWING)

BAB II KAJIAN PUSTAKA Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola

Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana 2,5,6. Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3,4

INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada berbagai kalangan, terjadi pada wanita dan pria yang berumur. membuat metabolisme dalam tubuh menurun, sehingga proses

LATIHAN AEROBIK BENTUK DAN METODE. Suharjana FIK UNY

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga saat ini telah menjadi kebutuhan setiap individu karena

Mata Kuliah Olahraga 1 Soal-soal dan jawaban

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat telah mengambil alih peran manusia karena telah tergantikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization,2007 sekitar

NI LUH GDE WIDIANTARI NIM

Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi Volume 2: , Agustus 2016

SKRIPSI. Oleh: Yuni Novianti Marin Marpaung NIM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN

MUHAMMAD RIDWAN NIM : PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

PENAMBAHAN BALLISTIC STRETCHING

PENGARUH PELATIHAN INTERVAL TERHADAP DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR DAN KECEPATAN

PELATIHAN FOOTWORK BULUTANGKIS 10 REPETISII 2 SET LEBIH BAIK DIBANDINGKAN 5 REPETISI 4 SET UNTUK MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI DAN KELINCAHAN

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv. ABSTRAK... v. ABSTRACT... vi. RINGKASAN... vii. SUMMARY...

KOMBINASI HALF SQUAT EXERCISE

PELATIHAN PLYOMETRIC BROAD JUMP

PELATIHAN LARI AMPLOP MENINGKATKAN KELINCAHAN SISWA PUTRA PESERTA EKSTRA KURIKULER PENCAK SILAT SMA DWIJENDRA DENPASAR TAHUN PELAJARAN 2015/2016

ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KLOROFIL TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN DAN PENURUNAN FREKUENSI DENYUT JANTUNG PASCA OLAHRAGA

2015 PENGARUH LATIHAN CIRCUIT TRAINING TERHADAP PENURUNAN LEMAK TUBUH DAN PENINGKATAN KEMAMPUAN DAYA TAHAN AEROBIK (VO2 MAX)

ABSTRAK HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN OBESITAS PADA ANAK USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai penunjang kegiatan sehari-hari, baik untuk bekerja, rekreasi maupun

Volume 2, No. 1 : , Maret 2014

BAB I PENDAHULUAN. merokok juga banyak dilakukan oleh remaja bahkan anak-anak. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dalam DepKes RI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Dayung adalah satu cabang olahraga yang membutuhkan kondisi tubuh prima agar dapat tampil sebaik mungkin pada saat latihan maupun ketika p

BAB 1 : PENDAHULUAN. diperlukan dalam mensuplai energi untuk aktifitas fisik (1).

TINJAUAN KEMAMPUAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (VO2 MAX) ATLET PENCAK SILAT PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN PELAJAR (PPLP) SUMATERA BARAT TAHUN 2015 JURNAL

LATIHAN KETAHANAN (KEBUGARAN AEROBIK)

PROFIL VO2MAX DAN DENYUT NADI MAKSIMAL PEMAIN DIKLAT PERSIB U-21

ABSTRAK PERBANDINGAN EFEK KONSUMSI AKUADES DAN MINUMAN ISOTONIK TERHADAP FREKUENSI DENYUT NADI PADA PRIA DEWASA SETELAH TES LARI 12 MENIT

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN LARI AEROBIK DAN LATIHAN RENANG TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN

PERBANDINGAN PARAMETER FUNGSI PARU ATLET PUTRA CABANG OLAHRAGA BOLA VOLI DENGAN SEPAK TAKRAW DI PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN PELAJAR JAWA TENGAH

PENGARUH FREKUENSI LATIHAN AEROBIC TERHADAP NILAI VO2MAX PADA TAEKWONDOIN DOJANG KOGURYO MANAHAN SURAKARTA

PERBEDAAN PENGARUH FREKUENSI LATIHAN SENAM AEROBIK TERHADAP PENURUNAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DAN BERAT BADAN PADA MEMBERS

Transkripsi:

TESIS PELATIHAN LARI SIRKUIT 2 X 10 MENIT DAN PELATIHAN LARI KONTINYU 2 X 10 MENIT DAPAT MENINGKATKAN VO 2 MAX TAEKWONDOIN PUTRA KABUPATEN MANGGARAI - NTT REGINA SESILIA NOY PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 i

TESIS PELATIHAN LARI SIRKUIT 2 X 10 MENIT DAN PELATIHAN LARI KONTINYU 2 X 10 MENIT DAPAT MENINGKATKAN VO 2 MAX TAEKWONDOIN PUTRA KABUPATEN MANGGARAI NTT REGINA SESILIA NOY NIM : 1290361022 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 i

PELATIHAN LARI SIRKUIT 2 X 10 MENIT DAN PELATIHAN LARI KONTINYU 2 X 10 MENIT DAPAT MENINGKATKAN VO 2 MAX TAEKWONDOIN PUTRA KABUPATEN MANGGARAI - NTT Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana REGINA SESILIA NOY NIM : 1290361022 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 ii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL : 26 JUNI 2014 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. dr. J.Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And, AIFO Dr. dr. I Made Jawi, M.Kes NIP. 1944 0201 196409 1 001 NIP. 1958 1231 1986 011 Mengetahui Ketua Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Dr. dr. Susy Purnawati, M.K.K, AIFO Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S. (K) NIP. 1968 0929 199903 2 001 NIP. 1959 0215 198510 2 001 iii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal : 26 Juni 2014 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 1749/UN.14.4/HK/2014, Tanggal 16 Juni 2014 Ketua : Prof. Dr. dr. J.Alex Pangkahila, M.Sc, Sp. And, AIFO Anggota : 1. Dr. dr. I Made Jawi, M.Kes 2. Prof. dr. N. T. Suryadhi, MPH, Ph.D 3. dr. Ida Bagus Ngurah., M. For., AIFO 4. Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M. Repro iv

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS UDAYANA Kampus Bukit Jimbaran Telepon (0361) 701812, 701954, 703139, Fax, (0361)-701907,702442 Laman: www.unud.ac.id SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Regina Sesilia Noy Nim : 1290361022 Program Studi Judul Tesis : Magister Fisiologi Olahraga : PELATIHAN LARI SIRKUIT 2 X 10 MENIT DAN PELATIHAN LARI KONTINYU 2 X 10 MENIT DAPAT MENINGKATKAN VO 2 MAX TAEKWONDOIN PUTRA KABUPATEN MANGGARAI NTT Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis* ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Denpasar, 26 Juni 2014 Pembuat Pernyataan. ( Regina Sesilia Noy ) Nim. 1290361022 v

UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-nyalah penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Pelatihan Lari Sirkuit 2 X 10 Menit Lebih Meningkatkan VO 2 Max Dari Pada Pelatihan Lari Kontinyu 2 X 10 Menit Pada Taekwondoin Putra Kabupaten Manggarai NTT dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai derajat Magister Fisiologi Olahraga (M.Fis) pada Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pertama-tama perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S. (K) dan Ketua Program Studi Pascasarjana Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Dr. dr. Susy Purnawati, M.KK, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana di Universitas Udayana. Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih yang tulus kepada Prof. Dr. dr. J. Alex Pangakahila, M.Sc, Sp.And, selaku pembimbing I, dan Dr. dr. I Made Jawi, M.Kes, selaku pembimbing II, serta Panitia Penguji, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, memberikan saran dan petunjuk serta telah membagikan ilmu kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Pengurus Cabang Taekwondo Kabupaten Manggarai-NTT, yang telah memberi ijin kepada penulis untuk vi

melakuan penelitian pada taekwondoin Kabupaten Mangarai-NTT. Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada Taekwondoin Putra Kabupaten Manggarai- NTT yang telah besedia menjadi sampel penelitian serta teman-teman observer (Sabeum Petrus Hasbun, Efrem Warson, dan Hendrikus Madur) yang telah ikut membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Juga terima kasih kepada semua staf dosen dan pegawai Program Magister Fisiologi Olahraga Fakultas Kedokteran Univrsitas Udayana, serta teman-teman mahasiswa yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, yang telah banyak membantu penulis selama pendidikan sampai dengan selesai penyusunan tesis ini. Tidak lupa penulis sampaikan juga terima kasih kepada Bapak (alm) dan Mama tercinta serta semua keluarga besar, lebih khusus suami (Sbastianus Edon) dan anak-anak (Meccy dan Nandy) tersayang yang dengan penuh pengertian dan kesabaran serta selalu setia mendukung perjuangan penulis selama ini. Penulis sadar bahwa isi dari tulisan ini masih jauh dari sempurna sehingga bila terdapat kesalahan-kesalahan dalam penulisan dan lain-lain, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan sehingga tulisan ini menjadi lebih baik. Sebagai penutup penulis sampaikan semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia pendidikan terutama bidang fisiologi olahraga. Denpasar, Juni 2014 Penulis, Regina Sesilia Noy vii

ABSTRAK PELATIHAN LARI SIRKUIT 2 X 10 MENIT DAN PELATIHAN LARI KONTINYU 2 X 10 MENIT DAPAT MENINGKATKAN VO 2 MAX TAEKWONDOIN PUTRA KABUPATEN MANGGARAI - NTT VO 2 max sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat memperlancar segala aktivitas fisik khususnya bagi atlet agar dapat meraih prestasi maksimal. Dalam upaya meningkatkan VO 2 max perlu dilaksanakan pelatihan yang teratur, terukur dan terencana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan VO 2 max melalui pelatihan lari sirkuit dan lari kontinyu. Sampel dalam penelitian ini adalah taekwondoin putra Kabupaten Manggarai-NTT dengan umur rata-rata 15 tahun. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan Randomized Pre and Pos Test Group Desigen. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 7 orang per kelompok. Sampel dipilih secara random. Kelompok Perlakuan 1 (KP1) diberikan pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan Kelompok Perlakuan 2 (KP2) diberikan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit. Pelatihan dilakukan selama 6 minggu dengan frekuensi 4 kali seminggu mulai pukul 17.00 18.00 wita bertempat di Bandar Udara Frans Sales Lega Kabupaten Manggarai-NTT. Hasil analisis menunjukkan peningkatan VO 2 max secara bermakna (p < 0,05) terhadap kedua kelompok perlakuan. Pada kelompok perlakuan 1(lari sirkuit) baik berdasarkan Pulse Oxymeter maupun Norma Cooper terjadi peningkatan VO 2 max dengan nilai p < 0,05, demikian pula kelompok erlakuan 2 (lari kontinyu) baik berdasarkan Pulse Oxymeter maupun Norma Cooper terjadi peningkatan VO 2 max dengan nilai p < 0,05. Hasil analisis ini berarti bahwa baik pelatihan lari sirkuit maupun pelatihan lari kontinyu dapat meningkatkan VO 2 max. Berdasarkan uji komparasi data dengan independent tes sesudah pelatihan pada kedua kelompok baik berdasarkan Pulse Oxymeter maupun Norma Cooper di dapatkan nilai p > 0,05, atau tidak ada perbedaan secara signifikan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelatihan lari sirkuit dan pelatihan lari kontinyu sama-sama dapat meningkatkan VO 2 max dan tidak ada perbedaan secara signifikan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan para pelatih, guru olahraga dan atlet taekwondo untuk melakukan pelatihan secara teratur dan juga diharapkan dapat dilakukan penelitian yang sejenis yang meneliti VO 2 max dengan pelatihan yang berbeda. Kata Kunci : Lari sirkuit, Lari kontinyu, VO 2 max viii

ABSTRACT CIRCUIT TRAINING RUN 2 X 10 MINUTES AND TRAINING RUN CONTINUOUS 2 X 10 MINUTES TO IMROVE DISTRICT VO 2 MAX TAEKWONDOIN SON MANGGARAI NTT VO 2 max is very important in everyday life, so as to facilitate any physical activity, specially for athletes in order to achieve maximum performance. In an effort to increase VO 2 max training should be carried out regularly, measured and planned. This study aims to determine the increase in VO 2 max through circuit training run and run continuously. The sample is taekwondoin son Manggarai-NTT with an average age of 15 years. This study is an experimental study with the study design used was Randomized Pre and Post Test Group desigen. With a total sample of 7 people in each group. Samples were randomly selected. Treatment group 1 (KP1) given training run circuit 2 x 10 minute and Treatment Group 2 (KP2) are given continuous training run 2 x 10 minute. Training carried out for 6 weeks with a frequency of four times a week starting at 17:00 to 18:00 pm located at Frans Sales Lega Airport Manggarai-NTT. The analysis showed an increase in VO 2 max was significantly (p <0.05) against both groups fled. In both groups the circuit run by Pulse Oxymeter and Norma Cooper an increase in VO 2 max with p <0.05, as well as a continuous run either by Pulse Oxymeter and Norma Cooper with an increase in VO 2 max value of p <0.05. The results of this analysis means that either the training or circuit training run run continuously to improve VO 2 max. Based on a comparison of test data by an independent test after training in both groups either by Pulse Oxymeter and Norma Cooper in get p values > 0.05, or there is no significant difference. Based on these results it can be concluded that the run circuit training and continuous training run together can increase VO 2 max and there was no significant difference. The results of this study are expected to increase the knowledge of coaches, teachers and taekwondoin to perform training on a regular basis and are also expected to do similar research that examines VO 2 max with different training. Keywords: Running circuit, Running continuous, VO 2 max. ix

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... PRASYARAT GELAR... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI... SURAT BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vi viii ix x viv v xvi DAFTAR SINGKATAN... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan Penelitian... 8 1.4 Manfaat Penelitian... 8 1.4.1 Manfaat Teoritis... 8 1.4.2 Manfaat Praktis... 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA... 9 2.1 Pola Hidup... 9 2.2 Sistem Kardiovaskuler... 10 2.2.1 Pengertian Sistem Kardiovaskuler... 10 2.2.2 PengaruhLatihan Terhadap Kardiovaskuler... 12 2.3 Vo2 max... 15 2.3.1 Pengertian... 15 x

xi 2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai VO 2 max... 19 2.3.3 Pengukuran VO 2 max... 21 2.4 Pelatihan... 23 2.4.1 Pelatihan fisik... 24 2.4.2 Pelatihna Teknik... 26 2.4.3 Pelatihan taktik... 27 2.4.4 Pelatihan mental... 27 2.5 Tujuan Pelatihan Fisik... 28 2.6 Prinsip Pelatihan... 29 2.7 Takaran Pelatihan... 32 2.7.1 Intensitas... 32 2.7.2 Volume Pelatihan... 33 2.7.3 Frekuensi Pelatihan... 34 2.8 Pelatihan Lari Dengan Sistem Sirkuit dan Lari Kontinyu... 34 2.8.1 Pelatihan Lari dengan Sistem Sirkuit... 34 2.8.1.1 Langkah-Langkah Pelatihan Lari Dengan Sistem Sirkuit... 35 2.8.1.2 Tahapan Pelatihan Lari Dengan Sistem Sirkuit... 36 2.8.2 Pelatihan Lari Kontinyu... 42 2.8.2.1 Langkah-Langkah Pelatihan Lari Kontinyu... 43 2.8.2.2 Tahapan Pelatihan Lari kontinyu... 44 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS... 45 3.1 Kerangka Berpikir... 45 3.2 Konsep Penelitian... 47 3.3 Hipotesis Penelitian... 48 BAB IV METODE PENELITIAN... 49 4.1 Rancangan Penelitian... 49 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 50 4.2.1 Tempat Penelitian... 50 4.2.2 Waktu Penelitian... 50 4.3 Populasi dan Sampel... 50 4.3.1 Populasi... 50

xii 4.3.1.1 Populasi Terjangkau... 50 4.3.1.1 Populasi Target... 51 4.3.2 Kriteria Sampel... 51 4.3.2.1 Kriteria Inklusi... 51 4.3.2.2.Kriteria eksklusi... 51 4.3.2.3.Kriteria Penguguran (drop out)... 51 4.4 Besar Sampel... 52 4.5 Teknik Penentuan Sampel... 53 4.6 Variabel Penelitian... 53 4.7 Defenisi Operasional Variabel... 54 4.8 Prosedur Penelitian... 56 4.8.1 Persiapan... 56 4.8.2 Tahap Penelitian Pendahuluan... 56 4.8.3 Tahap Pemilihan dan Penentuan Sampel... 57 4.8.4 Tahap Pelaksanaan Penelitian... 57 4.9 Alur Penelitian... 58 4.10 Teknik Analisis Data... 60 BAB V HASIL PENELITIAN... 61 5.1 Karakteristik Fisik Subjek Penelitian... 61 5.2 Karakteristik Lingukungan Penelitian... 62 5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas data... 63 5.4 Uji beda rerata VO 2 max Kedua Kelompok Perlakuan... 64 5.4.1Uji t-paired Kelompok Perlakuan 1 (paired t-test)... 64 5.4.2 Uji t-paired Kelompok Perlakuan 2 (paired t-test)... 66 5.5 Uji t-test independent (Kelompok tidak berpasangan)... 67 BAB VIPEMBAHASAN... 69 6.1 Kondisi Fisik Subjek Penelitian... 69 6.2 Karakteristik Lingukungan Penelitian... 70

xiii 6.3 Uji Normalitas dan Homogenitas data... 71 6.4 Uji t-paired Kelompo Perlakuan 1 (paired t-test)... 71 6.5 Uji t-paired Kelompo Perlakuan 2 (paired t-test)... 72 6.6 Uji t-test independent (Kelompok tidak berpasangan)... 74 6.7 Kelemahan Penelitian... 77 BAB VIISIMPULAN DAN SARAN... 78 7.1 Simpulan... 78 7.2 Saran... 78 DAFTAR PUSTAKA... 79

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Pos 1, lintas lari bolak-balik (shuttle run)... 37 Gambar 2.2 Pos 2, lintas lari cepat belak-belok (zigzag run)... 38 Gambar 2.3 Pos 3.Lintas lari cepat tepat (accurating bass/run)... 39 Gambar 2.4 Pos 4, lintas lari cepat belak-belok kiri (left zigzag run)... 40 Gambar 2.5 Pos 5, lintas lari cepat olak-alik (turn around)... 41 Gambar 2.6 Pos 6. Lintas lari kelok-kelok (curve run)... 42 Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 47 Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penenlitian... 49 Gambar 4.2 Alur Penelitian... 59 Gambar 5.1 Grafik Rerata Peningkatan VO2 Max Kelompok 1 (paired t test)... 65 Gambar 5.2 Grafik Rerata Peningkatan VO2 Max Kelompok 2 (paired t test)... 66 Gambar 5.3 Grafik Rerata Peningkatan VO2 Max Kelompok 1 & 2 (t-test independent)... 68 xiv

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Penilaian Tes Lari 2,4 km Untuk Laki-laki (Cooper)... 22 Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian... 61 Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Suhu Lingkugan Penelitian... 62 Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas dan Hoogenitas VO2 Max Sebelum dan Sesudah Perlakuan... 63 Tabel 5.4.1 Hasil Uji Beda Rerata VO2 Max Kelompok Perlakuan 1 (Lari Sirkuit)... 64 Tabel 5.4.2 Hasil Uji Beda Rerata VO2 Max Kelompok Perlakuan 2 (Lari Kontinyu)... 66 Tabel 5.5 Hasil Uji Beda Rerata VO2 Max Kelompok 1 &2 setelah Perlakuan (t-test independent)... 67 xv

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat ijin penelitian... 84 Lampiran 2 Surat selesai Penelitian... 85 Lampiran 3 Surat Persetujuan Subjek Penelitian... 86 Lampiran 4 Hasil analisis Karakteristik Subjek Penelitian KP 1 & KP 2... 87 Lampiran 5 Hasil Analisis Data Berdasarkan Pulse Oxymeter... 88 Lampiran 6 Hasil analisis data berdasarkan norma Cooper... 94 Lampiran 7 Dokumen Penelitian... 97 xvi

DAFTAR SINGKATAN VO 2 Max O 2 CO 2 ATP ADP BB TB Cm Kg Ml Mn : Volume Oksigen Maximal : Oksigen : Karbondioksida : Adenosin Triphosphat : Adenosin Diphosphat : Berat Badan : Tinggi Badan : Centi Meter : Kilogram : Mili Liter : Menit % : Persentase C P R RA S : Derajat Celsius : Populasi : Random : Random Alokasi : Sampel KP1 : Kelompok Perlakuan 1 KP2 : Kelompok Perlakuan 2 n SKRT : Jumlah Sampel : Survey Kesehatan Rumah Tangga xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup aktif adalah kehidupan yang hampir semua orang jalani sebelum manusia mencapai keuntungan dari modernisasi industri, perkembangan teknologi, otomobil, alat-alat yang mengurangi tenaga kerja buruh, televisi dan komputer. Penemuan-penemuan yang luar biasa ini membuat orang memperkecil pengeluaran energi harian dengan menggunakan tombol, keystroke, dan komando suara untuk memenuhi tuntutan hidup, kerja, dan hiburan. Kenyataan ini menyebabkan semakin menurunnya aktivitas fisik, yang sering disebut dengan istilah pola hidup pasif. Pergeseran pola hidup dari banyak bekerja secara dinamis menjadi statis, diduga menjadi salah satu penyebab menurunnya daya tahan kardiovaskular (cardiovascular endurance). Daya tahan kardiovaskular (cardiovascular edurance) merupakan komponen terpenting dari kesegaran jasmani atau kebugaran fisik. Daya tahan kardiovaskular menunjukkan kemampuan kerja jantung untuk menyediakan zat makanan dan oksigen untuk bagian-bagian tubuh yang sedang melakukan aktivitas (Adiatmika, 2002). Daya tahan kardiovaskular (cardiovascular endurance) memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, lebih khusus bagi atlet dalam suatu pertandingan, guna mencapai prestasi yang maksimal. Daya tahan kardiovaskular juga merupakan kesanggupan sistem jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkannya ke jaringan yang aktif sehingga 1

2 dapat digunakan pada proses metabolisme tubuh (Adiatmika, 2002). Kemampuan daya tahan ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan fungsional dari sistem tubuh seperti kemampuan untuk menghirup, menyalurkan dan menggunakan oksigen sehingga memungkinkan atlet dapat mencapai prestasi yang lebih baik dalam bertanding. Daya tahan kardiovaskular adalah komponen terpenting dari kebugaran jasmani karena menunjukkan kemampuan untuk bekerja yang tinggi, mampu mengeluarkan sejumlah energi yang cukup besar dalam periode waktu yang lama. Kemampuan untuk menghirup, menyalurkan dan menggunakan oksigen dapat diukur dengan tes yang disebut maksimal pemasukan oksigen atau VO 2 max (Sharkley, 2011). VO 2 max merupakan jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi kelelahan. Vo2 max sangat penting bagi seorang atlet. Hasil wawancara sementara dengan beberapa atlet tekwondo (taekwondoin) tentang keadaan fisik saat pertandingan mengatakan bahwa pada saat pertandingan cepat terasa lelah, lebih khusus yang berhubungan dengan pernapasan. Sering pernapasan terasa berat atau terasa sesak di bagian dada. Hal ini bisa terjadi karena VO 2 maxnya rendah (daya tahan kardiovaskularnya kurang bagus). Bagaimanapun juga kemampuan teknik dan taktik seorang atlet harus ditunjang oleh kondisi fisik yang prima (Wilmore and costill, 2005). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa walaupun mempunyai teknik dan taktik yang baik, seorang taekwondoin tidak dapat bertanding sampai kepuncak prestasi, bila tidak ditunjang oleh VO 2 max yang baik. Gerak merupakan ciri kehidupan. Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup, meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup. Kurang bergerak diikuti dengan kelebihan lemak tubuh, dapat

3 menyebabkan berbagai masalah kesehatan dan mudah lelah serta dapat menurunkan efisiensi dan produktifitas kerja (Irianto, 2004). Bila gerakan pada semua sistem tubuh menurun, maka menyebabkan makin sedikit energi yang digunakan dan makin banyak energi yang ditimbun, demikian pula akan memberi beban pada jantung, ginjal, hati dan fungsi organ tubuh lainnya (Rahadyan, 2005). Dengan demikian kemampuan organ tubuh berfungsi pada tingkat yang kurang efisien dan tidak optimal, sehingga dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Kurang gerak berkaitan erat dengan risiko timbulnya penyakit tidak menular, di mana akibat kurang gerak akan terjadi penimbunan energi dalam tubuh dan akan memberi beban pada jantung, ginjal, hati dan fungsi organ tubuh lainnya, sehingga kemampuan kerja organ tubuh akan menjadi kurang maksimal, dan hal inilah yang dapat mengakibatkan timbulnya penyakit tidak menular, seperti penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, dan lain-lain. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 1992-2001) penyakit kardiovaskular sebagai penyebab kematian meningkat dari urutan ke-11 menjadi urutan ke-3 dan penyakit kardiovaskular menjadi penyebab kematian utama (WHO, 1989 dalam Martono, 2009). Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) 27% laki-laki dan perempuan penduduk berusia 25 tahun ke atas menderita hipertensi, 3% penyakit jantung iskemik dan stroke, 1.2% diabetes mellitus, 1.3% laki-laki dan 4.6% perempuan mengalami berat badan lebih. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian terbesar pada populasi usia 65 tahun keatas dan seluruh dunia dengan jumlah kematian lebih banyak di Negara sedang berkembang, diketahui

4 terjadi 50 juta kematian tiap tahunnya di seluruh dunia, dan 39 juta kematian terdapat di Negara sedang berkembang (WHO, 1989 dalam Martono, 2009). Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan American Cillege of Sports Medicine melaporkan bahwa sebanyak 250.000 jiwa melayang setiap tahun karena gaya hidup yang pasif (Pate, 1995 dalam Sharkley, 2011). Pola hidup masyarakat zaman sekarang yang cenderung untuk tidak banyak melakukan aktivitas fisik (gaya hidup pasif), dapat berpengaruh terhadap penurunan VO 2 max. Penurunan VO 2 max ini dapat dicegah melalui pelatihan atau olahraga. Ada berbagai alternatif latihan yang dapat meningkatkan VO 2 max, diantaranya latihan sirkuit training, lari 2,4 km, lari akselerasi, latihan interval, lari kontinyu, renang, bersepeda, jogging, jalan, dan lain sebagainya. Pelatihan merupakan suatu proses sistematis dari pengulangan suatu kinerja progresif yang juga menyangkut proses belajar serta memiliki tujuan untuk memeperbaiki sistem dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet menjadi optimal. Pelatihan olahraga ditujukan untuk meningkatkan pengembangan fisik baik menyeluruh maupun khusus, perbaikan terhadap teknik pemain, pematangan strategi dan taktik bermain sesuai dengan kebutuhan olahraganya, menanamkan kemauan dan disiplin yang tinggi, pengoptimalan persiapan tim pada olahraga beregu, meningkatkan serta memelihara derajat kesehatan dan mencegah kemungkinan terjadi cedera (Nala, 2011). Pelatihan secara teratur akan mempengaruhi fungsi jantung di mana jantung akan mampu memompa lebih baik, dengan demikian dapat memompa lebih banyak darah dan lebih banyak oksigen sehingga dapat menurunkan frekuensi denyut jantung baik pada kondisi istirahat maupun saat latihan (Perry, 2008).

5 Minat masyarakat untuk melakukan pelatihan atau olahraga di Indonesia meningkat baik di tempat umum, di jalan raya maupun di lapangan olahraga. Selain itu bermunculan berbagai kelompok olahraga dan pusat kebugaran fisik. Olahraga merupakan salah satu bentuk upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia melalui fisiknya yang diarahkan pada pembentukan watak dan kepribadian, disiplin dan sportivitas yang tinggi, serta peningkatan prestasi yang dapat membangkitkan rasa kebanggaan nasional (GBHN Tap MPR No.II/MPR/1988 dalam Darmayanti, 2007). Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan dan harus dilaksanakan secara berulang-ulang agar dapat terpelihara kesehatannya baik dalam pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial. Olahraga adalah aktivitas fisik yang terencana, terukur, berulang dan bertujuan memperbaiki atau menjaga kesegaran jasmani (Adiwinanto, 2008), sedangkan dalam akselerasi International council of sport and physical education tentang olahraga dinyatakan bahwa olahraga adalah setiap kegiatan fisik yang bersifat permainan dan yang berupa perjuangan terhadap diri sendiri atau terhadap orang lain atau terhadap kekuatan-kekuatan alam tertentu (Darmayanti, 2007). Olahraga akan bermanfaat bila dilakukan dengan baik, benar, terukur dan teratur. Sebaliknya bila dilakukan tidak sesuai dengan kaidah tersebut, dapat menimbulkan dampak negatif yang merugikan kesehatan seperti cedera atau gangguan/keluhan kesehatan lain. Namun saat ini pelatihan semakin hari semakin canggih berkat dukungan peralatan, sarana dan prasarana yang semakin modern, serta ditunjang oleh ilmuwan dan spesialis olahraga yang semakin banyak jumlahnya.

6 Hasil penelitian terbukti bahwa olahraga dapat meningkatkan kebugaran fisik, dan peningkatan kebugaran fisik ternyata berhubungan erat dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskuler juga penurunan tekanan darah baik pada laki-laki maupun perempuan, seperti hasil penelitian pelatihan lari interval yang dilakukan 24 menit (3168 langkah) tiga kali seminggu selama enam minggu dapat meningkatkan perbaikan waktu tempuh lari 2,4 km sebesar 20,3% (kebugaran fisik dari kategori kurang menjadi baik) Suprapta (2008). Pelatihan secara teratur dapat meningkatkan daya tahan tubuh, lebih khusus bagi seorang atlet, dengan pelatihan yang rutin dan teratur dapat memperbaiki sistem dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet menjadi optimal. Akibat kurangnya latihan fisik bagi seorang atlet, maka daya tahan kardiovaskularnya akan menurun sehingga VO 2 max atlet menjadi rendah dan akan berpengaruh terhadap prestasi atlet tersebut, sehingga untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskular (VO 2 max), alternatif pelatihan yang dipilih adalah tipe pelatihan lari, yaitu pelatihan lari sirkuit (circuit training) pos pendek (6 pos) selama 2 x 10 menit dilakukan 4 kali seminggu selama 6 minggu, dan tipe pelatihan berikutnya adalah pelatihan lari kontinyu (continuous running) selama 2 x 10 menit dilakukan 4 kali seminggu selama 6 minggu, dan pelatihan ini dilaksanakan di Bandar Udara Frans Sales Lega Kabupaten Manggarai - NTT. Pelatihan lari sirkuit dikatakan lebih baik dalam meningkatkan VO 2 max dari pada lari kontinyu karena lari sirkuit merupakan lari pada lintasan sirkuit di mana pada lintasan lari sirkuit ini telah diletakan alat-alat rintangan sebanyak 6 pos (stasions), sehingga subjek harus berlari melewati pos-pos (rintangan) yang telah disiapkan, dan setiap pos dengan latihan lari yang berbeda berat ringannya,

7 sedangkan pelatihan lari kontinyu merupakan pelatihan lari terus-menerus pada lintasan lari sesuai waktu yang telah ditentukan tanpa melewati rintangan. Alasan pemilihan tipe pelatihan ini, karena pelatihan ini dapat meningkatkan daya tahan kardiovaskular, dimana dengan adanya pelatihan ini proses penyaluran dan kembalinya darah ke jantung semakin lancar, sehingga mengakibatkan kesempurnaan proses metabolisme dalam tubuh. Fungsi kelancaran aliran darah bukan hanya menyalurkan zat-zat makanan dan oksigen tetapi juga membantu mempertahankan temperatur tubuh dari panas yang berlebihan, maupun dari kedinginan yang berlebihan, melalui suatu proses adaptasi yang terintegritas secara baik dalam tubuh (Sajoto, 2002). Pemilihan tipe pelatihan ini juga didasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu : 1). mudah dilakukan oleh setiap atlet, 2). Biayanya murah, 3). Bisa dilaksanakan dihalaman rumah, halaman kantor, halaman kampus, di lapangan dengan tidak memerlukan lahan yang terlalu luas, dapat mengurangi kelelahan karena ada istirahat aktif dan dapat mengurangi kebosanan karena menggunakan prinsip variasi dalam pelatihan. Pelatihan lari sirkuit dan lari kontinyu ini tidak menekankan pada jarak tempuh, melainkan sebagai patokan adalah waktu, dengan pertimbangan jika penelitian ini berhasil maka disarankan kepada atlet dan masyarakat, cukup menggunakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan VO 2 max.

8 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit dapat meningkatkan VO 2 max taekwondoin putra Kabupaten Manggarai NTT? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pelatihan lari sirkuit 2 x 10 dan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit dalam meningkatkan VO 2 max taekwondoin putra Kabupaten Manggarai NTT. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis. Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dibidang fisiologi olahraga dalam meningkatkan VO 2 max melalui latihan fisik lari sirkuit dan lari kontinyu. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat dijadikan refrensi dan dikembangkan dalam penelitian yang lebih mendalam, serta sebagai masukan informasi dikalangan pelatih, guru olahraga dan atlet, khususnya tentang manfaat pelatihan lari dengan sistem sirkuit dan pelatihan lari kontinyu terhadap peningkatan VO 2 max.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pola Hidup Hidup sehat selalu berhubungan dengan faktor makanan dan aktivitas fisik seseorang. Orang sering memandang hidup sehat dan kebiasaan yang terkait sebagai siksaan terhadap tubuh. Mereka tidak rela melepaskan kebiasaan-kebiasaan yang memperkecil pengeluaran energi ataupun melepaskan kebiasaan makan makanan yang berlemak dan tidak bisa menghentikan kecanduan pada rokok, obat-obatan dan alkohol. Pola hidup seperti ini akan merusak sistem organ tubuh. Seluruh sistem organ tubuh bekerja secara terintegrasi satu sama lain untuk menentukan penampilan seseorang. Apabila salah satu dari sistem tersebut tidak berfungsi atau tidak mampu menjalankan fungsinya dengan normal maka akan berpengaruh terhadap sistem yang lainnya (Triangto, 2005). Aktivitas fisik sangat penting untuk menjaga kesehatan, namun akibat kemajuan ilmu dan teknologi dewasa ini memberikan kemudahan dalam aktivitas hidup manusia. Misalnya, dengan tersedianya transportasi yang memadai mengakibatkan orang memilih naik kendaraan daripada berjalan kaki walaupun pada jarak yang tidak terlalu jauh. Keadaan kurang bergerak ini akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan dan mudah lelah serta dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja (Irianto, 2004). Olahraga merupakan aktivitas fisik yang dapat memperbaiki sistem dalam tubuh, seperti jantung, paru dan pembuluh darah. Dengan berolahraga dapat menurunkan tekanan darah dan dapat melancarkan aliran darah lebih khusus bagi penderita sumbatan aliran darah (Triangto, 2005). Orang yang sering berolahraga 9

10 atau berlatih secara baik dan teratur akan memiliki kemampuan memompa darah semakin baik dan efisien, serta terjadi perubahan pada sistem pembuluh darah yaitu pelebaran pembuluh darah, sehingga dapat mengantarkan zat-zat gizi bagi otot yang melakukan aktivitas atau olahraga. Perubahan-perubahan ini sangat berguna bagi peningkatan daya tahan kardiovaskular, karena akan memperlancar peredaran darah (Triangto, 2005). 2.2 Sistem Kardiovaskular 2.2.1 Pengertian Sistem Kardiovaskular Sistem kardiovaskular merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat daya tahan aerobik maksimal (VO 2 max), kemudian sistem kardiovaskular ditentukan oleh kerja jantung. Karena jantung merupakan motor dari sistem peredaran darah. Berguna untuk mengantarkan oksigen/zat asam dari hasil metabolisme ke seluruh organ tubuh yang vital. Selain itu, berfungsi membawa sisa metabolitan dari jaringan tubuh untuk di ekresi keluar (Triangto, 2005). Pengendalian sistem kardiovaskular ditujukan untuk memperlancar metabolisme tubuh, dengan cara mempertahankan tekanan dan pembagian darah ke dalam jaringan-jaringan. Pada saat latihan berlangsung, apabila keperluan oksigen dan zat-zat makanan untuk otot bertambah besar, secara reflek akan terjadi perubahan pengaliran darah seperti timbulnya kenaikan volume darah tiap menit dan bertambahnya jumlah darah yang mengalir ke otot-otot yang lebih aktif, sementara terjadi penurunan aliran kearah jaringan-jaringan yang kurang aktif. Namun aliran darah ke daerah rawan seperti otak dan jantung sendiri, akan tetap atau meningkat (Nala, 2011).

11 Untuk mempertahankan tekanan darah dalam arteri secara sistemik dan pemenuhan kebutuhan jaringan dalam tubuh, diperlukan koordinasi dalam jantung guna memompa darah ke seluruh tubuh secara optimal. Proses ini dikerjakan secara serentak oleh saraf, mekanika biologis dan hormon-hormon yang dengan teratur mempertahankan homeostatis tubuh pada waktu istirahat maupun pada waktu bergerak, bekerja atau latihan (Nala, 2011). Selanjutnya dikatakan bahwa pada waktu aktivitas tubuh meningkat, terjadi tiga proses fisiologis dalam tubuh, yang menimbulkan penyaluran darah kearah otot-otot yang aktif (Nala, 2011) yaitu: 1. Kenaikan aliran meningkat karena kenaikan keluarnya darah dari jantung atau kenaikan volume darah tiap menit. 2. Bahwa darah diarahkan ke daerah jaringan yang aktif (dengan cara memperlebar saluran-saluran darah) yaitu yang disebut vasodilatasi. 3. Terjadinya proses vasokontriksi, yaitu darah tidak diarahkan ke daerah yang kurang aktif. Keadaan jantung mempertahankan volume denyut agar dapat membagikan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah sama atau ajeg, baik saat istirahat maupun selama aktivitas berlangsung, menimbulkan kenaikan denyut tiap menit. Kenaikan denyut seseorang dari posisi berbaring ke posisi duduk dan seterusnya berdiri, semata-mata untuk mempertahankan volume tiap menit, ini disebut cardiac output. Jantung dalam posisi tubuh bagaimanapun, akan selalu memompa darah ke seluruh tubuh melalui jalur-jalur yang disebut sistem vaskular, yaitu jalur yang terdiri dari saluran-saluran transportasi darah ke seluruh tubuh dan kembali lagi ke jantung (Nala, 2011).

12 Darah yang berada di bagian bawah tubuh akan diperlancar kembalinya kearah tubuh, karena terjadinya dua mekanisme dasar yaitu pernapasan dan kontraksi otot. Maka apabila aktivitas tubuh meningkat, latihan misalnya ; proses kembalinya darah ke jantung lebih lancar. Kelancaran proses penyaluran dan kembalinya darah ke jantung, mengakibatkan kesempurnaan proses metabolisme dalam tubuh, dan bahwa fungsi kelancaran aliran darah bukan hanya menyalurkan zat-zat makanan dan oksigen tetapi juga membantu mempertahankan temperatur tubuh dari panas yang berlebihan maupun dari kedinginan yang berlebihan (Sajoto, 2002). Respon kardiovaskular yang paling utama terhadap aktivitas fisik adalah peningkatan cardiac output. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan isi sekuncup jantung maupun heart rate yang dapat mencapai sekitar 95% dari tingkat maksimalnya. Karena pemakaian oksigen oleh tubuh tidak dapat lebih dari kecepatan sistem kardiovaskular menghantarkan oksigen ke jaringan, maka dapat dikatakan bahwa sistem kardiovaskular dapat membatasi nilai VO 2 max (Sarkley, 2011). 2.2.2 Pengaruh Latihan Terhadap Sistem Kardiovaskular Pengaruh latihan terhadap denyut jantung tiap menit seperti dikemukakan Wilmore and Costill (2005), bahwa denyut jantung adalah parameter yang sederhana dan cukup informatif, untuk mengukur tinggi rendahnya aktivitas tubuh seseorang. Denyut jantung seseorang yang normal, dalam arti tidak mengalami kelainan, rata-rata adalah antara 60-80 kali tiap menit. Sedang denyut orang-orang yang terlatih, lebih-lebih atlet yang menggunakan edurance tinggi, seperti atlet

13 pelari jarak jauh, denyut jantungnya waktu istirahat dapat mencapai tingkat yang paling rendah, yaitu antara 28-40 kali setiap menit (Wilmore and Costill, 2005). Tingkat denyut jantung seseorang yang paling rendah, diambil pada saat terlentang dengan tenang. Dalam tingkat latihan submaksimal, dan berlangsung secara stabil, denyut jantung meningkat cepat untuk selanjutnya stabil setiap menitnya. Keadaan stabil seperti ini disebut Stady State Heart Rate. Yaitu suatu keadaan denyut jantung tidak lagi bertambah cepat oleh pacuan yang timbul karena latihan tersebut. Makin tepat ambang rangsang suatu program latihan edurance terhadap peningkatan kekuatan otot jantung, makin baik pula akibat latihan tersebut terhadap efisiensi kerja jantung. Sebagaimana para ahli fisiologi mengemukakan, bahwa otot jantung adalah sama dengan otot seranlintang lain, otot ini akan bertambah besar dan kuat apabila mendapat tahanan yang cukup barat dari suatu latihan (Wilmore and Costill, 2005).. Para ahli phisiologi olahraga mengatakan bahwa, bagian otot jantung yang lebih nampak jelas mendapat pengaruh suatu latihan endurance adalah ventricu bagian kiri. Karena dari tempat ini darah diperas keluar ke seluruh tubuh, dan bagian ini pula merupakan bagian yang berdinding paling tebal (Wilmore and Costill, 2005).. Pengaruh latihan terhadap sistem kardiovaskular : 1. Pengaruh terhadap volume denyut Volume denyut adalah jumlah darah yang dipompa keluar jantung setiap denyut. Volume denyut, menurut Wilmore and Costil (2005), ditentukan oleh empat faktor, yaitu ;

14 a. Kembalinya darah venus ke jantung b. Perbedaan pengembangan kedua ventricul c. Perbadaan kontraksi kedua ventricul d. Tekanan aortic, atau pulmonary artery. Kedua faktor yang disebut lebih dulu, mempengaruhi pengisian ventricul yaitu berapa banyak jumlah darah yang dapat dimasukan, dan bagaimana mudahnya ventricul terisi dengan tekanan yang ada. Sedang kedua faktor yang disebut kemudian, mempengaruhi kemampuan ventricul mengosongkan diri yaitu suatu tenaga yang dikerahkan, untuk menekan darah supaya dapat mengalir arteri. Faktor-faktor tesebut mengendalikan perubahan denyut apabila terjadi peningkatan intensitas kerja atau latihan (Wilmore and Costill, 2005). 2. Pengaruh terhadap volume tiap menit Karena volume tiap menit adalah hasil kali denyut tiap menit dengan volume denyut, maka apabila denyut tiap menit bertambah besar, bertambah besar pula volume tiap menit. Lebih-lebih pada saat pelatihan atau olahraga, kedua faktor tersebut akan naik lebih besar, demikian pula dengan kenaikan volume tiap menit (Wilmore and Costill, 2005).. 3. Pengaruh terhadap aliran darah Darah yang dibagi ke jaringan-jaringan dalam tubuh, akan mengalami perubahan apabila seseorang mengubah posisi dari keadaan istirahat, kemudian melakukan aktivitas atau latihan olahraga. Darah akan dialirkan ke jaringan yang lebih banyak aktivitasnya. Pada saat istirahat hanya 15-20% darah dari seluruh volume

15 tiap menit, yang dialirkan ke otot, sementara pada waktu latihan yang cukup melelahkan, otot akan menerima 80-85% dari seluruh volume tiap menit. Keadaan seperti ini disebabkan oleh karena terjadinya pengurangan pembagian yang ditujukan ke jaringan-jaringan otak, ginjal, jantung, hati, dan lainnya (Wilmore and Costill, 2005). 4. Pengaruh latihan terhadap tekanan darah Tekanan darah systole meningkat berbanding lurus dengan kenaikan intensitas latihan, yang besarnya kurang lebih antara 120 mmhg pada waktu istirahat, bisa sampai 200 mmhg atau lebih pada suatu titik latihan yang melelahkan. Tekanan darah systole dapat mencapai 240mmHg sampai 250mmHg pada atlet yang sehat dan terlatih dengan intensitas maksimal. Kenaikan tekanan darah systole tersebut sebagai akibat langsung dari pada kenaikan volume tiap menit, yang disebabkan peningkatan kapasitas aktivitas tubuh. Sedang tekanan darah diastole, dilaporkan sangat kecil perubahannya, dan bila terjadi bukan karena pengaruh latihan. Kenyataan menunjukan bahwa kenaikan tekanan diastole 10mmHg atau lebih, sudah dianggap sebagai hal tidak normal. Maka latihan perlu dihentikan, dan hal ini dapat diketahui dalam suatu tes endurance (Wilmore and Costill, 2005). 2.3 VO 2 max 2.3.1 Pengertian VO 2 max adalah volume maksimal oksigen yang diproses oleh tubuh manusia pada saat melakukan kegiatan yang intensif. VO 2 max juga merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan oksigen (O 2 ) selama kegiatan maximal. Selain itu VO 2 max adalah ukuran maksimum volume oksigen yang digunakan untuk seseorang, sehingga dapat dikatakan bahwa VO 2 max adalah jumlah

16 maximal oksigen yang dapat dihirup dari udara kemudian diangkut dan digunakan dalam jaringan tubuh (Wilmore and Costill, 2005). Besarnya VO 2 max sangat ditentukan oleh : (1), fungsi jantung, paru dan pembuluh darah; (2), proses penyampaian oksigen ke jaringan oleh eritrosit yang melibatkan fungsi jantung untuk memompa darah; (3), volume darah; dan (4), jumlah sel darah merah dalam pengalihan darah dari jaringan yang kemudian ditranspor ke otot-otot yang sedang bekerja (Sharkley, 2011). Nilai VO 2 max merupakan gambaran aktivitas dari kemampuan paru dalam mengambil oksigen, kemampuan jantung memompa darah, kemampuan hemoglobin mendistribusikan oksigen, kemampuan otot mendapatkan suplai oksigen dan kemampuan mitokondria serta enzim tubuh untuk menghasilkan energi (Sharkley, 2011). VO 2 max merupakan jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi kelelahan. VO 2 max dapat membatasi kapasitas kardiovaskular seseorang, maka VO 2 max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik, dimana VO 2 max merefleksikan keadaan paru, kardiovaskular, dan hematologik dalam pengantaran oksigen, serta mekanisme oksidatif dari otot yang melakukan aktivitas. Selama menit-menit pertama latihan, konsumsi oksigen meningkat hingga akhirnya tercapai keadaan steady state di mana konsumsi oksigen sesuai dengan kebutuhan latihan. Bersamaan dengan keadaan steady state ini terjadi pula adaptasi ventilasi paru, denyut jantung, dan cardiac output. Keadaan di mana konsumsi oksigen telah mencapai nilai maksimal tanpa bisa naik lagi meski dengan penambahan intensitas latihan, inilah yang disebut VO 2 max. Konsumsi oksigen (VO 2 max) lalu turun secara bertahap

17 bersamaan dengan penghentian latihan karena kebutuhan oksigen pun berkurang (Sharkley, 2011). Orang dengan tingkat kebugaran yang baik memiliki nilai VO 2 max lebih tinggi dan dapat melakukan aktivitas lebih kuat dibanding mereka yang tidak dalam kondisi baik. Dalam suatu penelitian ditemukan bahwa penurunan rata-rata VO 2 max per tahun adalah 0.46 ml/kg/menit untuk pria (1.2%) dan 0.54 ml/kg/menit untuk wanita (1.7%). Penurunan ini terjadi karena beberapa hal, termasuk reduksi denyut jantung maksimal dan isi sekuncup jantung maksimal (Sharkley, 2011). VO 2 max dibatasi oleh cardiac output, kemampuan sistem respirasi untuk mengantarkan oksigen ke darah, atau kemampuan otot untuk menggunakan oksigen. Faktor fisiologis yang menentukan VO 2 max yaitu, 1), teori pemanfaatan dimana VO 2 max ditentukan oleh kemampuan tubuh untuk memanfaatkan oksigen yang tersedia, 2), teori presentasi yaitu kemampuan sistem kardiovaskular tubuh untuk mengantarkan oksigen ke jaringan aktif, oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pengiriman oksigen ke jaringan aktif yang merupakan faktor pembatas utama untuk VO 2 max (Sharkley, 2011). Dengan begitu, VO 2 max pun menjadi batasan kemampuan aerobik, maka dianggap sebagai parameter terbaik untuk mengukur kemampuan aerobik seseorang. VO 2 max merupakan nilai tertinggi dimana seseorang dapat mengkonsumsi oksigen selama latihan, serta merupakan

18 refleksi dari unsur kardiorespirasi dan hematologik dari pengantaran oksigen dan mekanisme oksidatif otot (Sharkley, 2011). Setiap sel dalam tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk mengubah energi makanan menjadi ATP (Adenosine Triphosphate) yang siap dipakai untuk kerja tiap sel, yang paling sedikit mengkonsumsi oksigen adalah otot dalam keadaan istrahat. Sel otot yang berkontraksi membutuhkan banyak ATP. Akibatnya otot yang dipakai dalam latihan membutuhkan lebih banyak oksigen dan menghasilkan CO 2. Kebutuhan akan oksigen dan menghasilkan CO 2 dapat diukur melalui pernafasan kita. Dengan mengukur jumlah oksigen yang dipakai selama latihan, kita dapat mengetahui jumlah oksigen yang dipakai oleh otot yang bekerja. Makin banyak oksigen yang diasup/diserap oleh tubuh menunjukkan semakin baik kinerja otot dalam bekerja sehingga zat sisa-sisa yang menyebabkan kelelahan jumlahnya akan semakin sedikit. VO 2 max diukur dalam banyaknya oksigen dalam liter per menit (l/min) atau banyaknya oksigen dalam mililiter per berat badan dalam kilogram per menit (ml/kg/min). Semakin tinggi VO 2 max seseorang (atlet) maka yang bersangkutan juga akan memiliki daya tahan dan stamina yang istimewa (Wilmore and Costill, 2005). Nilai VO 2 max hasil sangat bervariasi, rata-rata adalah dekat dengan 35 ml/kg/min. Untuk atlet berprestasi rata-rata 70 ml/kg/min. Salah satu yang tertinggi tercatat VO 2 max hasil (90 ml/kg/menit) adalah seorang pemain ski. Pembalap sepeda Lance Armstrong's VO 2 max dilaporkan pada 85 ml/kg/min. Kebanyakan atlet yang berprestasi akan memiliki nilai VO 2 max lebih baik 60 ml/kg/min (Mc Ardle, et al. 2000). Data di atas menunjukan bahwa yang memiliki VO 2 max tinggi adalah orang atau atlet yang terlatih, karena latihan

19 merupakan cara yang terbaik untuk meningkatkan jumlah konsumsi oksigen untuk menghasilkan energi (Wilmore and Costill, 2005). 2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai VO 2 max Setiap individu mempunyai nilai VO 2 max yang berbeda. Latihan menjadi faktor penentu yang membedakan nilai VO 2 max. Latihan membuat otot-otot berkontrasi. Semakin banyak kontraksi otot semakin banyak pula kapasitas oksidatif. Namun unit gerak otot ini diatur secara genetik. Oleh karena itu, setiap individu mempunyai respon yang berbeda terhadap latihan (Robergs, et al. 2000). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi VO 2 max adalah sebagai berikut : 1.Genetik Genetik merupakan faktor dasar yang membuat VO 2 max setiap orang berbeda. Selain itu genetik juga mempengaruhi profil hematologi seseorang. Faktor yang membedakannya adalah profil hematologi. Hemoglobin setiap orang berbeda baik secara kualitas maupun kuantitas. Hemoglobin sangat mempengaruhi transpor oksigen dari paru menuju otot. Perubahan sedikit pada profil hematologi seseorang akan sangat mempengaruhi transpor oksigen. 2. Umur Pada anak-anak nilai VO 2 max dibawah orang dewasa. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ-organ fital. Semakin matur organ seorang anak, nilai VO 2 max juga akan semakin tinggi. Maturitas tiap individu berbeda, namun nilai VO 2 max rata-rata sama pada anak laki-laki dan perempuan dibawah umur 12 tahun. Setelah umur duabelas tahun nilai VO 2 max pada laki-laki meningkat sampai

20 umur 18 tahun, sedangkan nilai VO 2 max pada perempuan hanya sedikit berubah setelah umur 14 tahun (Robergs, et al. 2000). Nilai VO 2 max mencapai puncak pada dewasa muda sekitar umur 25-27 tahun. Seiring dengan bertambahnya umur, maka VO 2 max seseorang semakin berkurang. Nilai VO 2 max akan berkurang 8-10% setiap sepuluh tanun setelah umur 30 tahun (Robergs, et al. 2000). Perubahan fungsional dan struktur terjadi setara dengan perubahan atau bertambahnya usia, dan perubahan yang mencolok adalah pada kardiorespirasi. Penuaan mengakibatkan perubahan sistem kardiorespirasi. Sistem kardiorespirasi terdiri dari system kardiovaskular dan system respirasi. 2. Jenis kelamin Kemampuan aerobik wanita sekitar 20% lebih rendah dari pria pada usia yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal yang menyebabkan wanita memiliki konsentrasi hemoglobin lebih rendah dan lemak tubuh lebih besar. Wanita juga memiliki massa otot lebih kecil dari pada pria. Mulai umur 10 tahun, VO 2 max anak laki-laki menjadi lebih tinggi 12% dari anak perempuan. Pada umur 12 tahun, perbedaannya menjadi 20%, dan pada umur 16 tahun VO 2 max anak laki-laki 37% lebih tinggi dibanding anak perempuan. Rata-rata pria muda (18-25 tahun) memiliki skor 45 hingga 48 ml/kg/mn, sedangkan wanita memiliki skor 39 hingga 41 ml/kg/mn, sedangkan untuk pria aktif skor 50-an dan 60-an dan wanita aktif skor 40-an dan 50-an (Sharkey, 2011). Hal ini dapat terlihat perbedaan VO 2 max antara pria dan wanita.

21 3. Keadaan latihan Latihan fisik dapat meningkatkan nilai VO 2 max. Namun begitu, VO 2 max ini tidak terpaku pada nilai tertentu, tetapi dapat berubah sesuai tingkat dan intensitas aktivitas fisik. Latihan fisik yang efektif bersifat endurance (daya tahan ) dan meliputi durasi, frekuensi, dan intensitas tertentu, dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan dan latar belakang latihan seorang dapat mempengaruhi nilai VO 2 maxnya (Sharkey, 2011). 2.3.3 Pengukuran Vo2 max Untuk mengukur VO 2 max, ada beberapa tes yang lazim digunakan. Tes-tes ini haruslah dapat diukur dan mudah dilaksanakan, serta membutuhkan ketrampilan khusus untuk melakukannya. Beberapa variasi dari tes ini adalah : 1) Tes laboratorium : Tes ini dengan menggunakan alat seperti Ergocycle and treadmill; 2) Tes Lapangan atau performance test ; a) tes naik turun bangku (Hardvard Step Test); b) 12 minute run; c) 1,5 mile run; dan d) 2,4 km run test. Penelitian ini dengan menggunakan 2,4 run test (tes lari 2,4 km). Tes ini sangat mudah dilakukan, karena tidak membutuhkan alat khusus dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Sampel hanya berlari di lintas lari dengan jarak yang sudah ditentukan, kemudian dicatat waktu tempuhnya dan disesuaikan dengan norma nilai VO 2 max yang tedapat pada tabel (Julin, 1996).

22 Tabel 2.1 Penilaian Tes Lari 2,4 km Untuk Laki-laki (Cooper) Umur (Tahun) No Kategori Kebugaran 13-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60 ke atas I Sangat Kurang VO 2 max 15 31 35,0 15 31 35,0 15 31 35,0 15 31 35,0 15 31 35,0 15 31 35,0 II Kurang 12 11-15 30 14 01-16 00 14 44-16 30 15 36-17 30 12 11-15 30 12 11-15 30 VO 2 max 35,0-38,3 33,0-36,4 31,5-35,4 30,2-33,5 26,1-30,9 20,5-26,0 III Sedang 10 49-12 10 12 01-14 00 12 31-14 45 15 01-15 35 14 31-17 00 16 16-19 00 VO 2 max 38,4-45,1 36,5-42,4 35,5-40,9 33,6-38,9 31,0-35,7 36,1-32,2 IV Baik 9 41-10 48 10 46-12 00 11 01-12 00 11 01-13 00 12 31-14 30 14 00-16 15 VO 2 max 45,2-50,9 42,3,46,4 41,0-44,9 39,0-43,7 35,8-40,9 32,3-36,4 V Baik Sekali VO 2 max 8 37-9 40 51,0-55,9 9 45-10 45 46,5-52,4 10 00-11 00 45,0-49,4 10 30-11 30 43,8-48,0 11 00-12 30 41,0-45,3 11 15-13 59 36,5-44,2 VI Istimewa VO 2 max 8 37 56,0 9 45 52,5 10 00 49,5 10 30 48,1 11 00 45,4 11 15 44,3 Sumber : Julin (1996).

23 2.4 Pelatihan Pelatihan adalah suatu proses yang sistematis dari suatu latihan atau kerja yang berulang-ulang dengan penambahan beban latihan dan pekerjaan secara progresif (Nala, 2011). Pelatihan juga merupakan suatu gerakan fisik atau aktivitas mental yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetisi) dalam jangka waktu (durasi) lama, dengan pembebenan yang dapat ditingkatkan secara progresif dan individual. Pelatihan adalah kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu lama serta sistematis dan progresif sesuai dengan tingkat kemampuan individu, bertujuan untuk meningkatkan fungsional tubuh sehingga dapat melakukan kegiatan olahraga secara optimal (Anonim, 2007). Nala (2011), mengatakan bahwa pelatihan merupakan suatu gerakan fisik atau aktivitas mental yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitif) dalam jangka waktu (durasi) lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan individu, yang bertujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh agar dapat mencapai penampilan yang optimal, sehingga dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu aktivitas fisik yang harus dlilakukan berulang-ulang (repetisi) dan dalam jangka waktu yang lama (durasi) serta secara terus menerus, sistematis, dan disertai peningkatan beban sesuai dengan tahapan perkembangan atlet yang bersangkutan, dengan tujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh agar dapat mencapai penampilan yang optimal. Pelatihan yang optimal adalah pelatihan yang dilakukan sesuai dengan prinsip pelatihan. Prinsip ini dilakukan dengan sungguh-sungguh yang

24 memungkinkan pelatih terbiasa dengan teknik pelatihan sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan olahragawan/atlet (Nala, 2012). Berdasarkan acuan di atas dapat dikatakan bahwa setiap pelatihan harus direncanakan secara detail dan teratur (sistematis), ada unsur repetisi yaitu pengulangan gerakan yang sama lebih dari satu kali dan penambahan beban diberikan secara progresif atau bertahap yang disesuaikan dengan kemampuan subjek (individual), serta durasi atau lamanya pelatihan yang harus dilakukan dalam satu session, seperti dalam pelatihan ini mulai pemanasan, pelatihan inti (lari sirkuit dan lari kontinyu) dan diakhiri dengan pendinginan. Dalam suatu pelatihan diperlukan 4 aspek untuk meningkatkan penampilan seseorang (atlet). Pelatihan itu menyangkut : pelatihan fisik, pelatihan teknik, pelatihan taktik dan pelatihan mental (Anonim, 2007). 2.4.1 Pelatihan Fisik Pelatihan fisik merupakan suatu aktivitas yang memberikan tekanan atau beban fisik pada tubuh secara teratur, sistematis, berkesinambungan sehingga kinerja dapat ditingkatkan (Nala, 2011). Pelatihan fisik yang teratur, sistematis dan berkesinambungan merupakan suatu proses yang mempersiapkan organ tubuh secara sistematis untuk mencapai prestasi maksimal dengan pemberian beban fisik serta mental secara teratur, meningkat dan berulang-ulang. Selanjutnya dikatakan bahwa pelatihan fisik yang teratur, sistematis dan berkesinambungan yang dituangkan dalam suatu program pelatihan jika dilakukan secara sembarangan, tidak teratur, dan tidak sistematis akan merusak orang/atlet yang melakukan pelatihan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pelatihan fisik dilakukan secara teratur, sistematis dan berkesinambungan yang dituangkan dalam

25 program pelatihan akan meningkatkan kemampuan fisik secara nyata akan tetepi tidak tampak bila dilakukan secara tidak teratur (Nala, 2012). Pelatihan fisik dapat juga dikatakan sebagai suatu aktivitas komplek atau suatu kinerja dari atlet yang dilakukan secara sistematis dalam durasi yang panjang, progresif dan berjenjang secara individual. Pelatihan fisik tersebut pengertiannya disempurnakan lagi menjadi suatu peroses sistematis dari pengulangan suatu kinerja progresif yang juga menyangkut proses belajar. Sejalan dengan pengertian tersebut pelatihan fisik dapat diartikan sebagai suatu proses yang terencana untuk mengembangkan kinerja olahragawan yang komplek, berisikan metode dan pengorganisasian dengan tujan yang diharapkan (Bompa, 2000). Pelatihan fisik bertujuan untuk meningkatkan fungsi potensial mengembangkan kemampuan biomotoriknya sehingga mencapai suatu standar tertentu. Pelatihan fisik dapat berlangsung efektif, mencapai hasil maksimum sesuai sasaran dan tanpa menimbulkan cedera, maka perlu diperhatikan beberapa hal : beban pelatihan yang sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, pemilihan tipe pelatihan secara bertingkat (progresif), setelah melakukan skativitas perlu diikuti dengan istirahat atau waktu pemulihan (Nala, 2002). Pemanasan perlu dilakukan sebelum melakukan pelatihan inti, karena pemanasan merupakan syarat umum dan harus dijadikan bagian dari pelatihan, di mana atlet dapat mempersiapkan fisik dan mental untuk mencapai tujuan pelatihan berikutnya. Caranya adalah dengan kalistenik, peregangan dan pelemasan gerakan tubuh secara umum yang berhubungan dengan aktivitas syaraf otot untuk mengantisipasi gerakan berikutnya (Bompa, 2000).

26 Pelatihan fisik merupakan faktor utama dan terpenting sebagai unsur yang diperlukan dalam pelatihan untuk mencapai prestasi yang tinggi serta dalam setiap pengaturan program pelatihan fisik harus dikembangkan sacara bertahap yaitu : pelatihan fisik umum, pelatihan fisik khusus, dan pelatihan komponen biomotorik (Anonim, 2007). Pelatihan fisik yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit. Sebelum melakukan pelatihan inti, terlebih dahulu akan dilakukan pemanasan selama 10-15 menit sampai denyut nadi meningkat menjadi 40 denyut dari denyut nadi istirahat (awal). Pelatihan inti terdiri dari 2 set dan istirahat antara set adalah 1 menit (denyut nadi kembali ke keadaaan semula. Setelah selesai melakukan pelatihan inti dilanjutkan dengan pendinginan (pemulihan) selama 10-15 menit atau denyut nadi kembali kekeadaan semula (Nala, 2011). 2.4.2 Pelatihan Teknik Pelatihan teknik adalah gerakan yang diperlukan untuk mempermahir teknik gerakan untuk dapat melaksanakan cabang olahraga tertentu. Pelatihan teknik merupakan pelatihan yang khusus untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik atau perkembangan neuromuscular. Kesempurnaan teknik dasar dari setiap gerakan sangat penting oleh karena akan menentukan gerak keseluruhan. Sehingga setiap gerakan-gerakan dasar harus dapat dilatih dan dikuasai sacara sempurna (Sukadiyanto, 2005).

27 2.4.3 Pelatihan Taktik Pelatihan taktik atau siasat adalah cara-cara yang diperlukan untuk memenangkan suatu pertandingan secara sportif sesuai dengan peraturan yang berlaku (Sukadiyanto, 2005). Persiapan taktik adalah persiapan yang berhubungan dengan kemungkinan adanya pola bertahan dan menyerang untuk memenuhi tujuan olahraga (Anonim, 2007). Tujuan pelatihan taktik adalah untuk mengembangkan kemampuan interpretasi atau daya tafsir pada atlet. Teknik gerakan yang sudah dikuasai dengan baik harus dituangkan dan diorganisir dalam sertiap tahap pelatihan. 2.4.4 Pelatihan Mental Pelatihan mental atlet juga sangat penting diperhatikan dibandingkan dengan pelatihan lainnya dan harus dilakukan pelatihan, karena walaupun sempurna perkembangan fisik, teknik dan taktik apabila mentalnya tidak turut dikembangkan, pretasi maksimal tidak mungkin akan tercapai. Pelatihan mental menekankan pada perkembangan kedewasaaan atlet serta penekanan emosi serta implusif, misalnya : semangat bertanding, sikap pantang menyerah, keseimbangan emosi walaupun berada pada keadaan tertekan sportivitas, percaya diri dan kejujuran (Sukadiyanto, 2005). Pelatihan mental adalah gerakan fisik atau aktivitas mental yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang dalam jangka waktu lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan individual yang bertujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang agar saat optimal (Nala, 2008).

28 2.5 Tujuan Pelatihan Fisik Setiap pelatihan fisik tentu mempunyai tujuan. Bila tidak ditetapkan terlebih dahulu tujuan setiap pelatihan, akan menyulitkan dalam menyusun program pelaksanaan pelatihannya. Tujuan pelatihan berbeda dengan tujuan berolahraga. Tujuan berolahraga adalah untuk rekreasi, pendidikan, kesehatan, kebugaran fisik dan prestasi, sedangkan tujuan pelatihan fisik adalah untuk meningkatkan kapasitas fungsional tubuh dan penyesuaian diri terhadap pembebanan sehingga tercapai kinerja yang lebih tinggi (Nala, 2011). Pelatihan olahraga mempunyai tujuan sebagai berikut (Bompa, 2000) : 1. Mengembangkan komponen fisik umum atau multilateral, yang meliputi pengembangan komponen biomotorik secara umum. 2. Mengembangkan komponen fisik khusus. Pengembangan komponen biomotorik ini disesuaikan tipe atau spesialisasi olahraga yang ditekuninya. 3. Memperbaiki teknik atau keterampilan sesuai dengan tipe atau spesialisasi olahraga yang ditekuni. Pelatihan ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya. 4. Memperbaiki strategi dan teknik bermain. Dalam hal ini diperhitungkan juga kekuatan dan kelemahan serta watak dari lawan yang dihadapi sehingga strategi dapat dipersiapkan dengan matang. 5. Meningkatkan persiapan dan kerja sama tim. Pelatihan ini lebih banyak menyangkut pelatihan mental.

29 6. Meningkatkan persiapan dan kerjasama tim. Pelatihan ini untuk cabang olahraga beregu, sehingga membutuhkan kerja sama dan saling pengertian yang baik antara sesama pemain. 7. Meningkatkan kesehatan atlet, melalui pemberian takaran dan peningkatan sesuai dengan kemampuan atlet, yang disertai dengan pemberian gizi yang seimbang. 8. Mencegah cedera dengan cara melakukan pemanasan sebelum pelatihan inti, yang bretujuan untuk meningkatkan kelentukan, kekuatan otot, tendon dan ligamentum terlebih dahulu bagi atlet pemula. 9. Memperkaya pengetahuan teori, terutaama tentang fisiologi dan psikologi dasardasar pelatihan, perencanaan, gizi dan regenerasi. 2.6 Prinsip Pelatihan Pelatihan olahraga merupakan suatu pelatihan dalam upaya untuk meningkatkan fungsi sistem organ tubuh agar mampu memenuhi kebutuhan tubuh secara optimal ketika berolahraga. Agar pelatihan olahraga mencapai hasil yang maksimal, harus memiliki prinsip pelatihan. Prinsip pelatihan adalah suatu petunjuk dan peraturan yang sistematis dengan pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus ditaati dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan (Nala, 2011). Tanpa adanya prinsip atau patokan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait, terutama pelatih dan atlet, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluai pelatihan akan sulit untuk mencapai hasil yang maksimal. Prinsip dasar pelatihan merupakan langakah awal dalam menyusun program pelatihan yang optimal dan efektif untuk dapat diaplikasikan (Anonim, 2007).

30 Pelatihan ditentukan juga oleh berbagai faktor lainnya, seperti umur, berat badan, jenis kelamin, faktor lingkungan fisik, sosial budaya, kesungguhan atau motivasi dari setiap orang ketika berlatih dan lain-lain. Berdasarkan pemikiran ini dan berbagai alasan lainnya Bompa dari Departemen pendidikan jasmani Universitas York di Canada (1983) dalam Nala (2011) menyusun dasar-dasar pelatihan umum. Dasar pelatihan yang telah disusunnya amat perlu diketahui para pelatih dan juga atlet, sehingga lebih memudahkan dalam menyusun program pelatihan yang tepat dan berhasil. Dasar pelatihan itu mengandung 7 prinsip yaitu: prinsip aktif dan bersungguh-sungguh, prinsip pengembangan multilateral, prinsip spesialisasi, prinsip individualisasi, prinsip keserbaragaman, prinsip model proses pelatihan, prinsip peningkatan beban progresif (Bompa dalam Nala, 2011) : 1. Prinsip aktif dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelatihan Prinsip ini bertujuan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam suatu pelatihan sehingga atlet ditunut untuk selalu bertindak aktif dan mengikuti pelatihan dengan bersungguh-sungguh tanpa ada paksaan. Atlet tidak hanya aktif berlatih ketika ada pelatih. Partisipasi dan kesungguhan dalam berlatih harus sudah tertanam dalam diri atlet untuk dapat mencapai prestasi maksimal. Atlet harus mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan berbagai jenis pelatihan yang dianggap cocok untuk memenuhi kebutuhan dan menunjang aktivitas tubuhnya. 2. Prinsip Pengembangan Multilateral Sebelum pelatihan diarahkan kepada spesifikasi olahraga yang digeluti, hendaknya dibekali terlebih dahulu dengan pelatihan dasar-dasar kebugaran badan (health related physical fitness = kesegaran jasmani kesehatan) dan komponen biomotorik yang mampu menunjang pelatihan berikutnya. Selain itu dikembangkan pula

31 seluruh organ dan sistem yang ada dalam tubuh, baik yang menyangkut proses fisiologis maupun psikologisnya. 3. Prinsip Spesialisasi Setelah pelatihan pengembangan multilateral dilatih, dianjurkan dengan pengembangan khusus atau spesialisasi sesuai dengan cabang olahraga yang digeluti. Prinsip pada pelatihan ini, jika menyangkut anak-anak, maka masalah umur anak amat perlu diperhatikan. Pelatihan spesialisasi baru dimulai setelah disesuaikan dengan umur yang cocok untuk cabang olahraga yang dipilih oleh anak atau atlet yang bersangkutan. 4. Prinsip Individualisasi Setiap orang mempunyai kemampuan, potensi, karakter belajar dan spesifikasi dalam olahraga, yang berbeda satu sama lainnya, oleh karena itu, cara pelatihannyapun akan berbeda pula. Tidak semua jenis pelatihan dapat disamaratakan atau diseragamkan untuk seluruh atlet. 5. Prinsip Variasi dan Keserbaragaman Berlatih sehari dalam beberapa jam, beberapa kali dalam seminggu dan seterusnya dalam bulanan serta tahunan, cukup membosankan, bila pelatihannya bersifat monoton. Artinya macam dan jenis pelatihannya yang itu-itu saja, sehingga perlu dicarikan variasi pelatihan agar atlet bergairah. Variasi pelatihan yang dipilih harus tetap mengacu pada tujuan pelatihan. Bila variasi pelatihan yang diberikan menyimpang dari tujuan pelatihan, maka hasil yang dicapai tentunya berbeda dari apa yang diharapkan.

32 6. Prinsip Mempergunakan Model Proses Pelatihan Arti sebenarnya dari model adalah imitasi, suatu simulasi dari kenyataan yang dibuat dari elemen atau unsur spesifik dari fenomena yang dicari atau diamati serta mendekati keadaan sebenarnya. Saat meciptakan model, yang terpenting dipikirkan adalah hipotesis untuk dianalisis hasilnya. Misalnya gerakan-gerakan yang dilakukan harus seolah-olah gerakan yang sesungguhnya sesuai cabang olahraga yang digeluti. 7. Prinsip Peningkatan Beban Progresif dalam Pelatihan Tanpa adanya peningkatan beban pelatihan, tentu bukan pelatihan namanya. Beban Pelatihan dimulai dengan beban awal yang ringan, kemudian ditingkatkan secara bertahap, sedikit demi sedikit sesuai kemampuan atlet bersangkutan, makin lama bebannya makin berat. Dapat pula diawali dengan gerakan sederhana kemudian ditingkatkan menjadi gerakan yang semakin rumit. 2.7 Takaran Pelatihan Pelatihan akan membuahkan hasil yang baik, bila disusun berdasarkan atas kemampuan awal atlet. Dengan berpedoman pada kemampuan awal maka disusun takaran pelatihan yang tepat. Secara umum takaran suatu pelatihan mengandung 3 unsur pokok yakni intensitas, volume dan frekuensi (Nala, 2011). 2.7.1 Intensitas Intensitas merupakan ukuran terhadap aktivitas atau kerja yang dapat dilakukan dalam satu kesatuan waktu. Kualitas suatu intensitas yang menyangkut daya tahan aerobik ditentukan oleh besar kecilnya persentase (%) dari kemampuan

33 maksimal. Tingkat intensitas dari yang terendah sampai yang tertinggi (Bompa dalam Nala, 2011): a. Intensitas rendah : 30 50 % dari kemampuan maksimal b. Intermedium : 50 70 % dari kemamapuan maksimal c. Medium : 70 80 % dari kemampuan maksimal d. Submaksimal : 80-90 % dari kemampuan maksimal e. Maksimal : 90 100 % dari kemampuan maksimal f. Super maksimal : 100-105 % dari kemampuan maksimal Bompa dalam Nala (2011), membagi intensitas selama kerja, yakni intensitas sedang, tinggi dan maksimal, dan sebagai patokan ukuran adalah denyut nadi atau denyut jantung. Sedangkan yang digunakan sebagai takaran intensitas dalam pelatihan taekwondoin putra Kabupaten Manggarai - NTT dalam meningkatkan VO 2 max adalah berdasarkan persentase denyut nadi maksimal. 2.7.2 Volume Pelatihan Volume pelatihan merupakan jumlah seluruh aktivitas yang dilakukan selama pelatihan. Unsur volume ini merupakan takaran kuantitatif yakni satu kesatuan yang dapat diukur banyakanya, berupa lama, banyak, jauh, tinggi atau jumlah suatu aktivitas. Volume pelatihan yang diberikan pada Manggarai NTT, terdiri dari : taekwondoin putra Kabupaten a. Durasi atau lama pelatihan : dalam satuan menit b. Jumlah repetisi, set : ditetapkan dalam beberapa kali ulangan

34 2.7.3 Frekuensi Pelatihan Mengenai frekuensi pelatihan tiap minggu menurut pelatih dewasa ini pada umumnya setuju untuk menjalankan program pelatihan 3-4 kali/minggu agar tidak terjadi kelelahan yang kronis (Nala, 2008). Frekuensi pelatihan untuk individu dengan tingkat kebugaran yang rendah, 3-4 kali/minggu pada hari yang bergantian sudah cukup untuk meningkatkan kesehatan. Tetapi jika intensitas dan durasi latihan bertambah, frekuensi juga harus ditambah jika peningkatan ingin diteruskan. Dalam penelitian ini frekuensi pelatihan sebanyak 4 kali/minggu, yaitu setiap hari : senin, rabu, jumat dan minggu 2.8 Pelatihan Lari Dengan Sistem Sirkuit dan Lari Kontinyu 2.8.1 Pelatihan Lari dengan Sistem Sirkuit Pelatihan sirkuit sebagai latihan yang terdiri dari beberapa bentuk latihan, yang dimaksudkan adalah untuk berbagai komponen kondisi fisik secara serempak (Soekarman dalam Nugroho, 2007). Lebih lanjut diuraikan bahwa setiap komponen fisik haruslah dilatih seoptimal mungkin agar kelak dapat memberikan sumbangan bagi prestasi yang optimal dalam cabang olahraganya. Circuit training (pelatihan sirkuit) didasarkan pada asumsi bahwa seorang atlet akan dapat mengembangkan kekuatan, daya tahan, kelincahan dan total fitness, dengan jalan : a. Melakukan sebanyak mungkin pekerjaan dalam suatu jangka waktu tertentu. b. Melakukan suatu jumlah pekerjaan atau latihan dalam waktu yang sesingkatsingkatnya.

35 Latihan yang diberikan pada penelitian ini adalah pelatihan lari pada lintasan lari sirkuit yang telah diletakan alat-alat rintangan sebanyak 6 pos (stasions). Takaran pelatihan : a. Intensitas : 85% dari kemampuan maksimal. b. Durasi : pemanasan 10-15 menit, gerakan inti 2 x 10 menit dan pendinginan 10-15 menit. c. Frekuensi : 4 kali seminggu selama 6 minggu. 2.8.1.1 Langkah-Langkah Pelatihan Lari Dengan Sistem Sirkuit Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melakukan pelatihan dengan sistem sirkuit yaitu : 1.Setelah lapangan dan alat-alat yang akan dipergunakan untuk pelatihan sirkuit disiapkan, setiap atlet diberi penjelasan mengenai bagaimana setiap bentuk latihan di setiap pos akan dilakukan, demikian pula beberapa ulangan atau berapa kali setiap bentuk latihan tersebut harus dilakukan. Setiap bentuk latihan haruslah diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Bagi atlet-atlet muda (pemula) atau atlet yang belum memahami betul akan maksud dan tujuan pelatihan sirkuit biasanya mempunyai kecendrungan untuk tergesa-gesa menyelesaikan setiap latihan di setiap pos, sehingga beberapa atau setiap latihan sering kali dilakukan dengan tidak sempurna, namun dalam penelitian ini waktu pelatihan untuk menyelesaikan satu sirkuit sudah ditentukan yaitu 10 menit. Sebelum pelatihan sirkuit dilakukan, setiap atlet haruslah diberikan penjelasan yang betul akan maksud serta tujuan yang sebenarnya dari bentuk latihan.

36 2. Selesai memberikan penjelasan mengenai bagaimana setiap bentuk latihan itu harus dilakukan, kemudian setiap atlet disuruh mencoba melakukan setiap bentuk latihan tersebut di setiap pos, agar dengan demikian mereka lebih mengenal setiap bentuk latihan, sehingga kesalahan dalam melaksanakannya dapat dihindari atau dikurangi. 3. Setelah melakukan percobaan, setiap atlet kemudian mulai melakukan sirkuit tersebut sesuai dengan urutan nomor dada yang telah dibagi dan berusaha sebaikbaiknya untuk menyelesaikan sirkuit itu sesuai dengan waktu yang telah ditentukan yaitu atlet melakukan lari satu sirkuit (6 pos) selama 10 menit kemudian istirahat aktif 1 menit, selanjutnya ulangi satu sirkuit lagi dengan waktu yang sama, yaitu 20 menit (2 x 10 menit). 2.8.1.2 Tahapan Pelatihan Lari Dengan Sistem Sirkuit Pada pelatihan lari sirkuit ini terdiri dari sirkuit pendek (6 pos), dengan cara melakukannya adalah atlet berada dibelakang garis awal (star) lintasan lari, setelah aba-aba siap dan ya, satu persatu atlet yang sudah diberi nomor urut melakukan lari secepat-cepatnya melalui 6 pos selama 10 menit, kemudian istirahat 1 menit (istirahat aktif) dan melakukan lagi gerakan yang sama selama 10 menit sehingga atlet melakukan latihan lari sirkuit selama 2 x 10 menit (20 menit) dan istirahat antar pos 1 dengan pos berikutnya 15-20 detik. Pos-pos latihan lari sirkuit sebagai berikut :

37 1. Lari cepat bolak-balik (shuttle run) adalah salah satu model pelatihan yang dilakukan dengan cara berlari bolak-balik pada garis lurus dari titik A ke titik B sejauh 5 meter (pergi-pulang), dilakukan sebanyak 8 kali. Tujuan pelatihan ini selain untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskular juga melatih keseimbangan dan kelincahan atlet dalam menggangu konsentrasi lawan sehingga atlet punya kesempatan untuk memukul dan menendang lawan. Gambar 2.1. Pos 1, lintas lari bolak-balik (shuttle run) Sumber : Womsiwor (2011). 2.Lari cepat belak-belok (zigzag run) adalah salah satu model pelatihan yang dilakukan dengan cara berlari secepatnya berbelak-belok melewati beberapa objek atau tiang yang terpancang dalam satu garis lurus dengan jarak dan jumlah tiang yang sudah ditentukan dan disesuaikan dengan tujuannya. Tiang yang dipancangkan untuk pelatihan lari belak-belok tersebut sebanyak 4 buah yang

38 tingginya adalah 182,5 cm, jarak antara tiang A, B, C dan D adalah 1 meter. Tujuan pelatihan lari belak-belok (zigzag) disela-sela tiang ini adalah untuk menghindari pukulan dan tendangan lawan dan teknik ini juga bila ada kesempatan, maka atlet dapat menendang dan memukul balik lawannya. Gambar 2.2. Pos 2, lintas lari cepat belak-belok (zigzag run) Sumber : Womsiwor (2011). 3. Lari cepat tepat (accurating bass/run) adalah salah satu model pelatihan daya tahan yang dilakukan dengan cara berlari secepat mungkin dengan langkah panjang atau luas dan tepat pada objek atau rintangan gelang-gelang (modified bass) yang diletakan dalam suatu area tidak beraturan dengan jarak tertentu dari titik A, B, C dan D. Luas/lingkar gelang 125,6 cm, jarak antara rintangan A, B, C dan D adalah 1,50 x 3 = 4,5 m. Perluasan kaki (footwork) dimaksudkan untuk merubah ukuran tendangan. Hal itu akan terjadi ketika atlet akan menendang lawan dengan posisi yang agak jauh, sehingga kaki perlu dibuka lebih luas/lebar (selebar mungkin).

39 Gambar 2.3.Pos 3. lari cepat tepat (accurating bass/run) Sumber : Womsiwor (2011). 4. Lari belak-belok kiri (left zigzag run) adalah salah satu model latihan daya tahan yang dalam pelaksanaannya atlet berlari cepat belak -belok melewati setiap tiang yang terpancang dalam garis lurus ke depan sebanyak 3 tiang selanjutnya berubah arah tujuan lari secara tiba-tiba kearah kiri melewati 3 buah tiang lagi yang masing-masing berjarak 1 meter. Tinggi tiang adalah 182,5 cm. Atlet harus dilatih untuk lari zigzag, membelok tajam, menyudut dalam berbagai jalur sesuai dengan tiang yang membentuk huruf L, dengan tujuan untuk menghindari serangan lawan yang lebih ketat dengan pertahanan yang menyeluruh (total defense).

40 Gambar 2.4. Pos 4, lintas lari cepat belak-belok kiri (left zigzag run) Sumber : Womsiwor (2011). 5. Lari cepat olak-alik (turn around) adalah salah satu model pelatihan untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, dimana atlet berlari secapat-cepatnya ke berbagai arah tujuan yang berliku-liku dan bertele-tele sepanjang lintasan, melewati beberapa objek atau cone s yang diletakan pada suatu area yang jaraknya sudah ditentukan serta jumlah rintangan yang disesuaikan dengan tujuan pelatihan tersebut. Banyaknya objek atau con s pada pos tersebut adalah 8 buah dengan jarak secara keseluruhannya, yaitu 19,2 meter. Dalam pelaksanaannya atlet berlari secepet-cepatnya dari titik A ke B selanjutnya berubah arah tujuan lari pada lintasan diagonal ke titik C dimana pada titik tersebut atlet lari belak-belok ke titik D, berputar kembali dan lari belak-belok lagi ke titik C, selanjutnya dari titik tersebut atlet berlari pada lintasan diagonal ke titik E dan berputar ke titik F hingga mencapai garis akhir lintasan sirkuit. Tinggi con s yang dugunakan dalam pelatihan ini adalah 30 cm. Tujuan pelatihan lari

41 olak-alik (turn around) adalah untuk menghindari pukulan dan tendangan lawan dan harus punya peluang untuk membalasnya. Gambar 2.5. Pos 5, lintas lari cepat olak-alik (turn around) Sumber : Womsiwor (2011). 6. Lari kelok-kelok (curve run) adalah salah satu model pelatihan untuk meningkatkan daya tahan yang dalam pelaksanaannya atlet berlari secepat-cepatnya dengan berubah-ubah arah (dodging) baik pada lintasan lari lurus (linear) yaitu dari titik A ke B, lari diagonal ke titik C dan G kembali ke D, selanjutnya atlet melewati titik E ke D, selanjutnya atlet melewati lintasan diagonal ke titik akhir yaitu H. Jadi pada pos ini atlet melewati 8 tiang atau titik rintangan (obstacle course) yang di pancangkan secara tidak teratur pada lintasan yang berliku-liku dan bertele-tele. Tinggi tiang 182,5 cm. Jarak antara tiang baik untuk lintasan lari lurus, balik dan diagonal seluruhnya adalah 17,8 meter. Tujuan pelatihan lari kelok-kelok adalah

42 untuk mengganggu konsentrasi lawan selanjutnya berbalik arah dan menyerang lawan dengan tiba-tiba. Gambar 2.6. Pos 6. Lintas lari kelok-kelok (curve run) Sumber : Womsiwor (2011). 2.8.2 Pelatihan Lari Kontinyu Pelatihan ini merupakan pelatihan lari dengan aktivitas berkelanjutan, tanpa istirahat dengan takarannya sebagai berikut : a. Intensitas : 85% dari kemampuan maksimal. b. Durasi : pemanasan 10-15 menit, gerakan inti 2 x 10 menit (20 menit dengan istirahat aktif; jogging atau jalan ) dan pendinginan 10-15 menit. c. Frekuensi : 4 kali seminggu selama 6 minggu.

43 2.8.2.1 Langkah-Langkah Pelatihan Lari Kontinyu Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelatihan ini tidak jauh berbeda dengan langkah-langkah pada pelatihan lari sirkuit : 1. Setelah lapangan dan alat-alat yang akan dipergunakan untuk pelatihan lari kontinyu disiapkan, setiap atlet diberi penjelasan mengenai bagaimana setiap bentuk latihan akan dilakukan. Bentuk latihan ini haruslah diselesaikan dengan sebaik-baiknya dalam waktu yang sudah ditentukan yaitu 2 x 10 menit. Karena pelatihan ini adalah pelatihan lari kontinyu atau aktivitas berkelanjutan, maka atlet harus melakukan pelatihan lari selama 20 menit (2 X 10 menit) tanpa atau dengan istirahat aktif (jogging atau jalan). Sebelum pelatihan dilakukan, setiap sampel haruslah diberikan penjelasan yang betul akan maksud serta tujuan yang sebenarnya dari bentuk latihan. 2. Selesai memberikan penjelasan mengenai bagaimana setiap bentuk latihan itu harus dilakukan, kemudian setiap sampel diberi kesempatan untuk mencoba melakukan pelatihan ini, agar dengan demikian mereka lebih mengenal setiap bentuk latihan, sehingga kesalahan dalam melaksanakannya dapat dihindari atau dikurangi. 3. Setelah melakukan percobaan, setiap sampel kemudian mulai melakukan lari kontinyu tersebut sesuai dengan urutan nomor dada yang telah dibagi dan berusaha sebaik-baiknya untuk melakukan pelatihan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan yaitu 2 x 10 menit tanpa istirahat atau dengan istirahat aktif yaitu joging atau jalan.

44 2.8.2.2 Tahapan Pelatihan Lari kontinyu Pada pelatihan lari kontinyu ini atlet melakukan lari dengan cara : atlet berada dibelakang garis awal (star) lintasan lari, setelah aba-aba siap dan ya, taekwondoin yang sudah diberi nomor urut melakukan lari selama 20 menit, tanpa istirahat atau dengan istirahat aktif (jogging atau jalan).

3.1 Kerangka Berpikir BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS Berdasarkan permasalahan dan kajian teoritis, seperti yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya bahwa kondisi fisik memegang peranan penting dalam program pelatihan. Program pelatihan harus dilakukan secara terencana, teratur, terarah, sistematis dan berkelanjutan. Sebelum memilih tipe pelatihan yang akan digunakan, perlu ditentukan terlebih dahulu unsur biomotorik mana yang lebih dominan dalam cabang olahraga yang dilatih. Dalam cabang olahraga bela diri taekwondo ada beberapa unsur biomotorik yang begitu dominan seperti daya tahan, kekuatan, kecepatan, daya ledak, kelentukan, reaksi, keseimbangan dan koordinasi. Namun kehebatan seorang taekwondoin dikatakan tidak akan sempurna bila tidak memiliki salah satu unsur biomotorik yang paling dominan, yaitu daya tahan kardiovaskular (cardiovascular edurance). Unsur biomotorik daya tahan ini erat sekali kaitannya dengan beberapa unsur lain seperti kecepatan, kelincahan, keseimbangan, reaksi dan koordinasi. Dengan demikian untuk mendapatkan daya tahan yang baik maka unsur-unsur tersebut di atas harus baik pula. Daya tahan (edurance) adalah kemampuan tubuh dalam melakukan aktivitas terus-menerus yang berlangsung cukup lama. Dalam penelitian ini dicoba dua tipe pelatihan yaitu lari sirkuit 2 x 10 menit dan latihan lari kontinyu 2 x 10 menit yang bertujuan untuk meningkatkan VO 2 max atlet taekwondo. Pelatihan dilakukan selama 6 minggu dengan dosis atau takaran masing-masing pelatihan adalah 2 kali pengulangan (repetisi), sedangkan frekuensi 45

46 pelatihannya 4 kali seminggu, yaitu pada setiap hari ; senin, rabu, jumat dan minggu. Alasan pemilihan tipe pelatihan ini, karena pelatihan ini dapat meningkatkan daya tahan kardiovaskular, dimana dengan adanya pelatihan ini proses penyaluran dan kembalinya darah ke jantung semakin lancar, sehingga mengakibatkan kesempurnaan proses metabolisme dalam tubuh. Fungsi kelancaran aliran darah bukan hanya menyalurkan zat-zat makanan dan oksigen tetapi juga membantu mempertahankan temperatur tubuh dari panas yang berlebihan, maupun dari kedinginan yang berlebihan, melalui suatu proses adaptasi yang terintegritas secara baik dalam tubuh (Sajoto, 2002), juga didasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu : 1). mudah dilakukan oleh setiap atlet; 2). Biayanya murah; 3). Bisa dilaksanakan dihalaman rumah, halaman kantor, halaman kampus, di lapangan dengan tidak memerlukan lahan yang terlalu luas, dan dapat mengurangi kelelahan karena ada istirahat aktif serta dapat mengurangi kebosanan karena menggunakan prinsip variasi dalam pelatihan.

47 3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan permasalahan dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut : Pelatihan -Lari sirkuit 2 x 10 menit -Lari kontinyu 2 x 10 menit Faktor eksternal Faktor internal -Umur -Suhu lingkungan -Kelembaban relatif udara -Jenis kelamin -Berat badan -Tinggi badan -IMT Taekwondoin VO 2 max Gambar 3.1 Konsep Penelitian

48 3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep tersebut di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit dapat meningkatkan VO 2 max taekwondoin putra Kabupaten Manggarai NTT.

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Pre and Pos Tes Control Group Design (Poccok, 2008). Masing-masing kelompok yang terdiri dari 7 orang, dan semua kelompok diberikan tes awal. Penelitian ini dengan melakukan pelatihan terhadap kelompok eksperimen. Kepada tiap kelompok eksperimen dikenakan perlakuan tertentu dengan kondisi-kondisi yang dapat di kontrol. Kontrol berarti peneliti dapat memunculkan atau tidak memunculkan apa yang diinginkannya dalam penelitian. Kontrol penelitian menyangkut variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini antara perlakuan satu dan perlakuan dua diberikan pelatihan bersamaan, dengan jenis pelatihan yang berbeda kemudian masing-masing perlakuan diobservasi. Rancangan penelitian pre and pos tes control group design sebagai berikut : P R S RA 01 KP1 02 03 KP2 04 Gambar 4.1. Bagan Rancangan Penelitian Keterangan: P R = Populasi = Randomisasi 49

50 S RA KP1 KP2 O 1 O2 O3 O4 = Sampel = Random Alokasi = Kelompok Perlakuan 1 (Pelatihan lari sirkuit) = Kelompok Perlakuan 2 (Pelatihan lari kontinyu) = Observasi VO 2 max (KP 1) sebelum pelatihan = Observasi VO 2 max (KP 1) setelah pelatihan = Observasi VO 2 max (KP 2) sebelum pelatihan = Observasi VO 2 max (KP 2) setelah pelatihan 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Bandar Udara Frans Sales Lega Kabupaten Manggarai - NTT. 4.2.2 Waktu Penelitian 2014. Penelitian dilaksanakan selama 6 minggu, yaitu pada bulan Januari Februari 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi 4.3.1.1 Populai Terjangkau Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah semua taekwondoin Kabupaten Manggarai NTT yang berjumlah 50 orang.

51 4.3.1.2 Populasi Target Populasi target adalah taekwondoin Putra Kabupaten Manggarai NTT yang berumur 14-17 tahun. 4.3.2 Kriteria Sampel Sampel diambil dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria. Kriteria yang ditetapkan untuk dapat dipilih sebagai sampel adalah sebagai berikut ; 4.3.2.1 Kriteria Inklusi a.bersedia mengikuti pelatihan sampai akhir pelatihan b.sehat jasmani dan rohani menurut keterangan dokter c.jenis kelamin laki-laki d.umur 14-17 tahun 4.3.2.2.Kriteria eksklusi : a. Atlet yang sudah terlatih b. Merokok c. Peminum alkohol 4.3.2.3.Kriteria Pengguguran (drop out) a. Menderita sakit atau cedera pada saat pelatihan b. Tiga kali berturut-turut tidak mengikuti pelatihan.

52 4.4 Besar Sampel Besar sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini berdasarkan penelitian pendahuluan terhadap 24 atlet karate. Berdasarkan hasil tes terhadap 24 atlet tersebut didapatkan hasil perhitungan rerata sebelum pelatihan (pre-test) sebesar 38,78 dan hasil perhitungan data setelah pelatihan (post-test) sebesar 55,50. Untuk penelitian ini peningkatan VO 2 max diharapkan 10%. Berdasarkan data diatas, maka besar sampel (n) dihitung dengan menggunakan rumus Poccok ( 2008) sebagai berikut : n = 2σ² (µ2 µ1)² x f (α, β) dimana : n = besar sampel α = 0,05 β = 0,1 µ1 = rata-rata sebelum latihan (38,78) µ2 = Asumsi rata-rata setelah pelatihan (55,50) f (α, β) = nilai yang ada pada tabel (10,05) σ = Nilai standar deviasi (8,629) maka perhitungan besar sampel adalah : n = 2. (8,629)² (55,50 38,78)² x 10,5 = 5,59 (dibulatkan menjadi 6)

53 Jadi jumlah sampel yang diperlukan dibulatkan menjadi 6 orang. Untuk mengatasi kriteria drop out maka ditambah 20% menjadi 7 orang perkelompok. Untuk 2 kelompok observasi dipilih sampel sebanyak 14 orang. 4.5 Teknik Penentuan Sampel Penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Populasi taekwondoin Kabupaten Manggarai NTT, yang berjumlah 50 orang, kemudian dilakukan pemilihan sejumlah sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. 2. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi ditentukan dengan acak sederhana untuk mendapatkan banyaknya sampel sesuai dengan hasil perhitungan dengan rumus Poccok (2008). 3. Melakukan pembagian kelompok sebanyak dua kelompok dengan masingmasing kelompok berjumlah 7 orang taekwondoin. Pembagian kelompok dilakukan dengan cara acak sederhana, selanjutnya kelompok satu diberikan latihan lari sirkuit dan kelompok dua diberikan latihan lari kontinyu. 4.6 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas yaitu pelatihan lari dengan sistem sirkuit 2 x 10 menit dan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit. 2. Variabel terikat yaitu VO 2 max. 3. Variabel kontrol meliputi umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan IMT.

54 4. Variabel rambang yaitu suhu lingkungan dan kelembaban udara. 4.7 Definisi Operasional Variabel 1. Pelatihan lari sistem sirkuit adalah pelatihan lari pada lintasan sirkuit selama 2 x 10 menit, dimana pada lintasan lari sirkuit telah diletakan alat-alat rintangan sebanyak 6 pos (stasions) yang berjarak 3 meter antara satu pos dengan pos yang lain, demikian pula jarak antara garis start dengan pos 1 dan pos 6 dengan garis finish masing-masing 3 meter dan istirahat antar set 1 menit (istirahat aktif) serta istirahat antar pos 1 dengan pos berikutnya 15-20 detik.. Takaran pelatihan : a. Intensitas : 85% dari kemampuan maksimal. b. Durasi : pemanasan 10-15 menit, gerakan inti 2 x 10 menit dan pendinginan 10-15 menit. c. Frekuensi : 4 kali seminggu selama 6 minggu. 2. Pelatihan lari kontinyu adalah lari secara terus menerus tanpa istirahat atau dengan istirahat aktif ( jogging atau jalan) selama 2 x 10 menit. Takaran pelatihan : a. Intensitas : 85% dari kemampuan maksimal. b. Durasi : pemanasan 10-15 menit, gerakan inti 2 x 10 menit dan pendinginan 10-15 menit. c. Frekuensi : 4 kali seminggu selama 6 minggu. 3. Nilai Vo2 max adalah nilai volume maksimal oksigen yang diproses oleh tubuh sebelum dan setelah melakukan pelatihan lari sirkuit dan lari kontinyu selama 6 minggu pada masing-masing kelompok, yang diukur dengan tes lari 2,4 km, bertempat di Bandar Udara Frans Sales Lega Kabupaten Manggarai NTT, dan

55 setelah tes lari 2,4 km VO 2 maxnya diukur dengan dua cara yaitu pertama diukur langsung dengan menggunakan alat Pulse Oxymeter dan kedua dicatat waktu tempuhnya dan disesuaikan dengan tabel penilaian tes lari 2,4 km untuk laki-laki sesuai norma Cooper umur 14-17 tahun. Semakin pendek waktu tempuh, semakin bagus VO 2 maxnya. 4. Umur adalah usia yang ditentukan atas dasar tanggal, bulan, tahun kelahiran pada akte kelahiran sampel penelitian. 5. Jenis kelamin adalah jenis kelamin berdasarkan pada akte kelahiran sampel penelitian. 6. Berat badan adalah berat tubuh yang diukur menggunakan timbangan berat badan merek Trups, menggunakan pakaian seminimal mungkin, dengan satuan kg dan tingkat ketelitian 0,1 kg. 7. Tinggi badan adalah tinggi badan yang diukur dari dasar telapak kaki sampai ubun-ubun (vertex), diukur dengan sikap berdiri tegak dan sikap siap, pandangan lurus ke depan, garis yang melalui sudut mata sejajar lantai. Tumit, punggung, dan belakang kepala posisinya lurus. Pengukuran dengan anthropometer super dengan tingkat ketelitian 0,1 cm, serta satuannya sentimeter (cm). 8. Indeks Masa Tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang, yang sering digunakan sebagai indikator kesehatan umum. 9. Suhu udara adalah suhu kering rata-rata yang diukur setiap kali pelatihan dengan thermometer elektrik merek Extecth buatan Jerman, dengan ketelitian 0,1 C.

56 10. Kelembaban relatif udara adalah persentase uap air dalam udara yang ditentukan berdasarkan nilai suhu basah dan suhu kering dengan menggunakan Psychometric Chart dinyatakan dalam satuan persen. 4.8 Prosedur Penelitian 4.8.1 Persiapan 1. Studi kepustakaan dari buku, jurnal, proseding, internet dan lain-lain yang relevan dengan topik penelitian 2. Menyelesaikan administrasi yang berhubungan dengan ijin penelitian 3. Meminta persetujuan penelitian kepada pelatih taekwondoin Kabupaten Manggarai. 4. Mengadakan pelatihan dengan teman-teman yang terlibat dalam penelitian untuk menyamakan persepsi. 5. Membuat jadwal penelitian dan jadwal yang tepat untuk pengukuran, sehingga tidak mengganggu jadwal latihan taekwondoin. 6. Menyiapkan alat-alat ukur yang baku dan punya ketelitian yang dapat dipercaya dan diakui secara alamiah. 7. Mengukur pos-pos dan lintas lari. 8. Melakukan uji coba tempat pelatihan. 4.8.2 Tahap Penelitian Pendahuluan 1. Memberikan penjelasan tentang pelaksanaan penelitian 2. Menentukan subjek yang akan dilibatkan dalam penelitian

57 3. Melakukan pengukuran pada beberapa variabel (berat badan, tinggi badan). 4. Mengolah hasil penelitian pendahuluan untuk menentukan sampel dalam penelitian selanjutnya. 4.8.3 Tahap Pemilihan dan Penentuan Sampel 1. Taekwondoin yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel diberi nomor urut yang berbeda 2. Selanjutnya sampel dipilih secara acak sederhana dengan menggunakan teknik undian kemudian dibagi menjadi 2 kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 7 orang. 4. 8. 4 Tahap Pelaksanaan Penelitian 1. Menjelaskan pelaksanaan penelitian kepada sampel tentang : tujuan dan manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tatalaksana penelitian, dan hak-hak subjek dalam pelaksanaan penelitian. 2. Mengukur suhu kering lingkungan tempat penelitian (pengumpulan data) dalam satuan derajat ( C), dan mengukur kelembaban relative udara. 3. Subjek datang ke tempat penelitian 10-15 menit sebelum pelatihan dimulai, setelah istirahat selama 10 menit dilakukan pengukuran denyut nadi istirahat dengan menggunakan alat Pulse Oxymeter, subjek dalam keadaan duduk relaksasi. 4. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok sesuai dengan kelompok yang sudah dipilih secara acak sederhana.

58 5. Melakukan pemanasan selama 10-15 menit secara dinamis dan statis yaitu dengan cara berjalan keliling lapangan satu putaran dilanjutkan dengan peregangan pada otot tungkai. 6. Mengukur waktu tempuh (pre-test) dengan tes lari 2,4 km, untuk mengetahui vo2max taekwondoin. 7. Memberikan pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan lari kontinyu 2 x 10 menit selama 6 minggu. 8. Mengukur waktu tempuh (pos-test) dengan tes lari 2,4 km, untuk mengetahui peningkatan VO 2 max taekwondoin. 4.9 Alur Penelitian Alur penelitian pada penelitian ini dijelaskan bahwa dari populasi yang berjumlah 50 orang diambil 14 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi seperti yang telah ditentukan. Sampel tersebut dibagi menjadi 2 kelompok dengan acak sederhana ( kelompok 1 pelatihan lari sirkuit dan kelompok 2 pelatihan lari kontinyu). Setelah itu dilakukan tes pada masing-masing kelompok sebelum pelatihan berlangsung. Tes yang diberikan adalah tes lari 2,4 km, selanjutnya masing-masing kelompok diberikan pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit selama 6 minggu. Tes akhir dilakukan setelah pelatihan 6 minggu yang sama seperti tes awal (sebelum pelatihan) yaitu dengan tes lari 2,4 km. Data hasil tes baik tes awal (Pre tes) maupun tes akhir (Pos tes) dianalisi menggunakan program SPSS 16.00. Setelah mendapatkan hasil analisis, maka dilanjutkan dengan penyusunan tesis. Alur penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

59 Populasi Kriteria Inklusi dan Eksklusi Acak Sederhana Sampel Tes Awal Alokasi Acak Sederhana Kelompok 1 Kelompok 2 Lari Sirkuit Lari Kontinyu Tes Akhir (setelah pelatihan) Analisis Data Penyusunan Tesis Gambar 4.2. Alur Penelitian.

60 4.10 Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Statistik Deskriptif untuk mendeskripsikan karakteristik fisik umur, tinggi badan, berat badan, IMT, yang datanya diambil sebelum tes awal dilakukan. 2. Uji Normalitas dengan Shapiro-wilk test dan Uji homogenitas dengan Levene s Test, untuk menguji distribusi data hasil tes VO 2 max, sebelum dan sesudah pelatihan dengan batas kemaknaan p>0,05, jika nilai p>0,05 maka data berdistribusi normal dan homogen, sehingga data diuji dengan uji parametrik. 4. Uji Komparatif, menggunakan uji parametrik dengan uji t-dependent untuk menguji VO 2 max kelompok berpasangan, dan uji t-independent untuk menguji VO 2 max kelompok tidak berpasangan, dengan batas kemaknaan 0,05. Jika nilai p<0,05 maka hasil penelitian berbeda bermakna dan sebaliknya jika nilai p>0,05 maka hasil penelitian tidak berbeda bermakna.

BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Bandar Udara Frans Sales Lega Kabupaten Manggarai NTT selama 6 minggu. Subjek penelitian berjumlah 14 orang laki-laki yang dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 7 orang. Kelompok perlakuan 1 diberikan pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit dan kelompok perlakuan 2 diberikan pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit. Tujuan kedua jenis pelatihan ini adalah untuk meningkatkan VO 2 max. 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik subjek penelitian yang meliputi : umur, berat badan, tinggi badan, IMT pada kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Pada Dua Kelompok Perlakuan Karakteristik Kelompok 1 Kelompok 2 n Rerata SB n Rerata SB Umur (th) 7 15,71 1.380 7 15,71 1.380 Berat Badan (kg) 7 55.00 6.271 7 54,14 7.690 Tinggi Badan (m) 7 1.55 8.355 7 1,54 7.674 Keterangan: IMT (kg/m²) 7 22,79 0.878 7 22,62 1.344 n SB : Sampel : Simpangan Baku 61

62 Th Cm : Tahun : Centi meter Kg/m² : Kilogram IMT : Index Massa Tubuh Kelompok 1 : Pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit Kelompok 2 : Pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit Tabel 5.1 menunjukkan bahwa karakteristik subjek pada kedua kelompok perlakuan dari segi rerata umur, rerata berat badan, tinggi badan dan Index Massa Tubuh berdistribusi normal. 5.2 Karakteristik Lingkungan Penelitian Kondisi lingkungan yang diukur selama pelaksanaan penelitian adalah suhu udara kering dan suhu udara basah dalam satuan ºC, serta kelembaban relatif disesuaikan dengan Tabel psychometrik chart dalam satuan %. Hasil pengukuran suhu lingkungan penelitian selama pelatihan seperti pada Tabel 5.2 Tabel 5.2 Keadaan Lingkungan Hasil Pengukuran Suhu Lingkungan Penelitian Rerata Minimum Suhu Kering (ºC) 25 24 Suhu Basah (ºC) 23,75 23 Kelembaban (%) 78 76 Maksimum 26 24,5 80

63 Keterangan : ºC : Celcius % : Persen Berdasarkan hasil pengukuran suhu dan kondisi lingkungan penelitian selama pelatihan dan pengukuran dapat diadaptasi oleh sampel, karena sampel tinggal dekat tempat pelaksanaan penelitian, dengan demikian kondisi lingkungan tidak mempengaruhi pelaksanaan penelitian atau nyaman untuk pelaksanaan pelatihan. 5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Data Hasil uji normalitas dan homogenitas data dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas VO 2 max sebelum dan sesudah perlakuan Variabel p. Normalitas (Shapiro waalk Test) p. Homogenitas (Levene Test) Pulse Oxymeter : Kelompok 1 Kelompok 2 Pre_Tes 0.873 0.752 0.760 Pos_Tes 0.086 0.062 0.547 Norma Cooper : Pre Tes 0.145 0.134 0.135 Pos Tes 0.747 0.462 0.059 Keterangan: p : Nilai Probabilitas Kelompok 1 : Pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit. Kelompok 2 : Pelatihan lari kontinyu 2 x 10 menit.

64 Berdasarkan hasil uji normalitas data (Shapiro-walk test) pada VO 2 max sebelun dan sesudah pelatihan baik berdasarkan Pulse Oxymeter maupun berdasarkan norma Cooper menunjukan bahwa data pada kedua kelompok menunjukan p lebih besar dari 0,05 (p 0,05), sehingga dinyatakan data berdistribusi normal. Demikian pula hasil uji homogenitas (Levene Test) menunjukkan bahwa data pada kedua kelompok perlakuan baik berdasarkan Pulse Oxymeter maupun berdasarkan norma Cooper berdistribusi homogen karena p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), sehingga data dapat diuji dengan menggunakan uji parametrik. 5.4 Uji Beda Rerata VO 2 max Kedua Kelompok berpasangan (paired-t test) 5.4.1 Uji t-paired (paired-t test), untuk membandingkan rerata VO 2 max sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok 1, berdasarkan pulse oxymeter dan norma cooper dengan batas kemaknaan 0,05. Data dapat dilihat pada Tabel 5.4.1 berikut ini: Tabel 5.4.1 Hasil Uji Beda Rerata VO 2 max Kelompok Perlakuan 1 Pre_Tes Pos_Tes Perlakuan Rerata SB Rerata SB Beda t p Pulse Oxymeter 95.1429 1.34519 98.2857 0.75593 3.14 12.050 0,000 Norma Cooper 44,4286 4.72077 53,4286 1.90238 9.00 5,833 0,001

65 Keterangan: SB p : Simpangan Baku : Nilai Probabilitas Untuk lebih jelas rerata kelompok berpasangan pada kelompok perlakuan 1 dapat dilihat pada grafik berikut : Pulse Oxymeter Norma Cooper 99 98 97 98,28 60 50 40 44,42 53,42 96 95 95,14 30 20 94 10 93 pre tes Pos tes 0 pre tes Pos tes Gambar 5.1 Grafik rerata peningkatan VO 2 max kelompok 1 Keterangan: Kelompok 1 : Pelatihan lari sirkuit 2 x 10 menit. Berdasarkan tabel dan grafik di atas menunjukkan bahwa perbedaan rerata VO 2 max sebelum dan sesudah perlakuan baik berdasarkan alat ukur pulse oxymeter maupun berdasarkan norma Cooper menunjukan nilai p lebih kecil dari 0,05 (p< 0,05). Sehingga nilai tersebut menyatakan secara signifikan pelatihan lari sirkuit dapat meningkatkan VO 2 max.