Bab IV. Hasil dan Pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN. Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau tindakan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN di RS PKU Muhammadiyah Gamping yang merupakan salah satu. Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Gamping

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

LAMPIRAN 1. Lembar Persetujuan Responden. Kepada Yth. Perawat Pelaksana Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D.

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kepada Yth. Pasien rawat inap ruang Pinus Rumah Sakit Eka Tangerang Selatan Di tempat. : Permohonan menjadi responden

BAB IV METODE PENELITIAN

Oleh : Rahayu Setyowati

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

Laboratorium 7 orang petugas, dan Instalasi Gizi 11 orang petugas. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat. darurat (Permenkes RI No. 147/ Menkes/ Per/ 2010).

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004)

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Gamping merupakan rumah sakit pendidikan Universitas

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifkan antara tingkat pengetahuan perawat dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP pemasangan urin.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN. pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan catatan keperawatan (Depkes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Universitas Tribhuwana Tunggadewi ABSTRAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di IGD pada tiga rumah sakit, yaitu:

NASKAH PUBLIKASI KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN INFUS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mempelajari hubungan antara faktor kepatuhan dengan angka kejadian

PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU

Kebutuhan cairan dan elektrolit

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

Panduan Identifikasi Pasien

BAB IV HASIL PENELITIAN

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE

HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

BAB III METODE PENELITIAN

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

Kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk

The Relations of Knowledge and The Adherence to Use PPE in Medical Service Employees in PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo. Awalnya berupa satu gedung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN UKURAN DAN LETAK PEMASANGAN INTRAVENA CATHETER TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD UNGARAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. fraktur around hip yang menjalani perawatan rutin.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris,

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat observasional deskriptif kuantitatif. Deskriptif

HUBU GA KEPATUHA PERAWAT DALAM ME JALA KA SOP PEMASA GA I FUS DE GA KEJADIA PHLEBITIS

BAB 3 SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.Kariadi Semarang setelah ethical

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. terapi dan perawatan untuk dapat sembuh, dimana sebagian besar pasien yang

PREVALENSI PHLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DENGAN INFUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN KEPATUHAN TERHADAP STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN INFUS DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUP PROF.DR.R.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bangsal Firdaus RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta yang

NASKAH PUBLIKASI EFEKTIVITAS VIDEO MODELLING HAND HYGIENE DALAM MENINGKATKAN KEPATUHAN HAND HYGIENE TENAGA KESEHATAN DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

TEHNIK ASEPTIK PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA ANAK DI RSUD ZAINOEL ABIDIN ACEH

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN

Transkripsi:

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan bangsal Ar- Royan. Namun karena pada bangsal Firdaus tidak ditemukan adanya pasien yang dirawat selama tiga hari atau lebih, maka bangsal Firdaus masuk ke dalam kriteria eksklusi. Bangsal Firdaus adalah bangsal khusus anak-anak dan ibu hamil yang terdiri dari 11 kamar, dengan total 24 bed yang terdiri dari 2 kelas VIP, 2 kelas utama, 2 bed kelas 1, 4 bed kelas 2 kebidanan, 4 bed kelas 2 anak-anak, 5 bed kelas 3 kebidanan, 5 bed kelas 3 anak-anak, satu buah ruang bayi dan satu buah ruang bersalin. Perawat yang berjaga pada bangsal firdaus berjumlah 7 orang pada pagi hari dan 4 sampai 5 orang pada siang dan malam hari. Untuk bangsal Zaitun yang kebanyakan dihuni pria, ia memiliki 9 kamar dengan 14 bed yang terdiri dari kelas VIP 3 bed, kelas utama 3 bed, kelas 1 berjumlah 4 bed, dan kelas 2 berjumlah 4 bed. Adapun perawat yang bertugas pada pagi hari adalah 4 orang dan malam hari 3 orang. Bangsal selanjutnya adalah bangsal Wardah atau bangsal khusus wanita. Jumlah perawat yang betugas untuk pagi hari adalah 5 orang, sore 4 orang, dan malam 3 orang. Jumlah kamar di wardah 13 kamar dengan 43

44 pasien 22 orang. Kelas yang ada di wardah adalah 3 bed untuk ruang VIP, 3 bed untuk kelas utama, 12 bed untuk kelas 1, dan 4 bed untuk kelas 2. Lalu bangsal selanjutnya adalah bangsal untuk orang operasi atau Naim. Perawat yang bertugas untuk jaga di bangsal Naim berjumlah 5 orang di pagi hari dan 4 orang di siang dan malam hari. Jumlah kamar yang tersedia adalah 10 kamar dengan kapasitas 19 orang pasien. Bangsal Naim memiliki ruang VIP sejumlah 2 buah, kelas utama 5 bed, kelas 1 sejumlah 2 bed dan kelas dua sejumlah dua bed. Bangsal yang terakhir adalah bangsal Ar-Royan atau bangsal khusus kelas tiga. Perawat yang bertugas pada pagi hari sebanyak 7 orang dan siang sampai malam hari sebanyak 5 orang. Kamar ini hanya diperuntukkan bagi pasien kelas 3 dan memiliki 6 kamar, masing-masing tersedia 6 bed. Total pasien yang dapat ditampung di ruangan ini adalah 30 orang pasien. 2. Karakteristik Responden Pengumpulan data dilakukan selama 44 hari dimulai dari tanggal 18 Maret 30 April 2015 di ruang IGD dan bangsal di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II yaitu Zaitun, Arroyan, Wardah dan Naim. Data untuk sampel kuantitatif adalah 30 pasien rawat inap yang terpasang infus di RS PKU Muhammadiyah Unit II yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Data diambil berdasarkan metode purposive sampling secara cross sectional. Data tersebut didapatkan dari rekam medis dengan karakteristik yang disajikan pada tabel di bawah ini :

45 Tabel 1. Karakteristik pasien rawat inap yang terpasang infus periode bulan Maret-April berdasarkan jenis kelamin di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II No Jenis kelamin Jumlah Persentase 1 Laki-laki 17 56,67% 2 Perempuan 13 43,33% Total 30 100% Karakteristik jenis kelamin pasien pada penelitian berdasarkan tabel 6 terdiri dari 17 orang laki-laki (56,67%) dan 13 orang perempuan (43,33%). Tabel 2. Karakterisitik pasien rawat inap yang terpasang infus peiode Maret-April berdasarkan usia di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II No Usia Jumlah Persentase 1 Masa remaja akhir (17-25 tahun) 3 10% 2 Dewasa awal (26 35 tahun) 2 6,67% 3 Dewasa akhir ( 36 45 tahun) 3 10% 4 Lansia awal (46 55 tahun) 7 23,33% 5 Lansia akhir (56 65 tahun) 4 13,33% 6 Manula ( >65 tahun) 11 36,67% Total 30 100% Karakteristik usia pasien berdasarkan tabel 7 paling banyak terdiri dari 11 orang manula sebesar 36,67%, kemudian lansia awal terdiri dari 7 orang pasien sebesar 23,33%, disusul oleh lansia akhir sebesar 4 orang dengan presentase 13,33%. Terlihat bahwa dewasa akhir dan masa remaja awal tidak begitu banya yaitu masing-masing 3 orang sebesar 10%, dan paling sedikit adalah dewasa awal sebesar 2 orang dengan prresentase 6,67%.

46 Tabel 3. Karakterisitik pasien rawat inap yang terpasang infus berdasarkan kelas perawatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II No Bangsal Jumlah Persentase 1 VIP 3 10% 2 Kelas I 2 6,67% 3 Kelas II 9 30% 4 Kelas III 16 53,33% Total 30 100% Pada tabel 8 dapat dilihat karakteristik kelas perawatan sampel kuantitatif yang menunjukkan paling banyak pasien dirawat di kelas III yaitu sebanyak 16 pasien (53,33%) dan di kelas II sebanyak 9 pasien (30%). Presentasi pasien di VIP lebih banyak dibandingkan kelas I yaitu sebanyak 3 pasien di bangsal VIP (10%) dan 2 pasien di kelas I (6,67%). Tabel 4. Karakterisitik pasien rawat inap yang terpasang infus berdasarkan lama pemasangan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II No Lama pemasangan Jumlah Persentase 1 3-6 hari 19 63,33% 2 >6 hari 11 36,67% Total 30 100% Dari data yang terdapat pada tabel di atas sebanyak 19 pasien (63,33%) terpasang infus selama 3-6 hari, dan sebanyak 11 pasien (36,67%) terpasang kateter selama lebih dari 6 hari. 3. Deskripsi Hasil Penelitian a. Kepatuhan perawat terhadap Standar Prosedur Operasional (SPO) Pemasangan Infus Data kepatuhan perawat diambil dari sampel kualitatif. Sampel kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 perawat yang bekerja di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Data diperoleh dari lembar observasi terhadap

47 30 tindakan pemasangan infus di bangsal-bangsal dan IGD yang dilakukan oleh perawat. Hasil ceklis observasi diperoleh dalam bentuk skor, kemudian data dirubah dalam bentuk skor T untuk mengkategorikannya. Apabila nilai lebih besar dari atau sama dengan rerata skor T ( 75) maka dikategorikan patuh, dan apabila lebih kecil dari 75 (<75) dikategorikan tidak patuh. Tabel 5. Distribusi frekuensi kepatuhan perawat dalam melaksanakan SPO pemasangan infus di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II No Interval Kategori Frekuensi Persentase Skor 1 X 75 Patuh 21 70% 2 X < 75 Tidak Patuh 9 30% Total 30 100% Apabila digambarkan dalam diagram, maka diperoleh gambar diagram batang kepatuhan perawat terhadap SPO pemasangan infus di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II sebagai berikut : 25 Kepatuhan Perawat 20 15 10 5 0 Patuh Tidak Patuh Gambar 1. Kepatuhan perawat terhadap SPO pemasangan infus di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

48 Dari tabel dan gambar di atas diperoleh sebanyak 9 tindakan perawat (30%) tidak disertai kepatuhan terhadap Standar Prosedur Operasional (SPO) pemasangan infus, dan 21 tindakan perawat (70%) disertai kepatuhan. Frekuensi terbanyak pada kategori patuh, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepatuhan terhadap SPO pemasangan infus pada perawat di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II sebagian besar adalah berkategori patuh. a. Angka kejadian Phlebitis Data untuk angka kejadian phlebitis didapatkan dari sampel kuantitatif yaitu pasien rawat inap yang terpasang kateter di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Pasien dikatakan phlebitis bila memenuhi kriteria diagnosis Angka kejadian phlebitis. Data untuk angka kejadian phlebitis didapatkan dari sampel kuantitatif yaitu pasien rawat inap yang terpasang infus di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Pasien dikatakan phlebitis bila memenuhi kriteria diagnosis phlebitis dari VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score) oleh Andrew Jackson. Hasil angka kejadian phlebitis yang didapatkan dari penelitian adalah : Tabel 6. Angka kejadian phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II No Angka kejadian phlebitis Jumlah Persentase 1 Phlebitis 10 33,33% 2 Tidak phlebitis 20 66,67% Total 30 100%

49 Apabila digambarkan dalam diagram, maka diperoleh gambar diagram batang angka kejadian phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II sebagai berikut : 30 20 10 0 Angka Kejadian Phlebitis Phlebitis Tidak phlebitis Gambar 2 Angka kejadian phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II periode Maret- April Berdasarkan tabel 11 dan gambar 2, diketahui bahwa untuk data kuantitatif, dari 30 pasien yang terpasang infus, 33% nya menderita phlebitis (sepuluh orang) dan 66,67% sisanya tidak menderita phlebitis (20 orang). Frekuensi terbanyak pada kategori tidak phlebitis, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien rawat inap yang terpasang kateter sebagian besar tidak phlebitis. Data dari sampel yang telah didapatkan kemudian diolah secara statistik menggunakan program komputer dengan menggunakan metode uji Chi-Square Tests dan Fisher s Exact Test. Untuk mengetahui pengaruh antara kepatuhan perawat pada SPO pemasangan infus terhadap angka kejadian Phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II, awalnya penulis menggunakan metode regresi logistik, namun karena pada data kepatuhan, nilai angka kejadian phlebitis pada perawat yang patuh adalah 0, maka uji regresi logistik tidak bisa digunakan. Uji Chi-Square Tests kemudian dilakukan untuk mengetahui adakah hubungan antara kepatuhan perawat dengan angka kejadian phlebitis, namun karena nilai angka kejadian phlebitis pada perawat yang patuh adalah 0 (jumlah

50 sel <5), maka dilakukan Fisher s Exact Test. Proses analisis data pada penelitian ini menggunakan kerangka konsep : kepatuhan perawat terhadap standar prosedur operasional pemasangan infus sebagai variabel bebas dan angka kejadian phlebitis sebagai variabel tergantung. Variasi variabel bebas adalah patuh dan tidak patuh, sedangkan phlebitis dan tidak phlebitis sebagai variasi dari variabel terikat. Tabel 7. Hasil analisis kepatuhan perawat terhadap SPO pemasangan infus dengan angka kejadian phlebitis Kepatuhan perawat terhadap pemasangan infus SPO Phlebitis Phlebitis Tidak phlebitis Total n % N % N % Patuh 1 3,33% 20 66,66% 21 70% Tidak patuh 9 30% 0 0% 9 30% Total 10 33,33% 20 66,66% 30 100% P =0,0 α = 0,05 Value = 0,679 Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat bahwa terdapat 21 orang perawat (70%) yang melakukan pemasangan infus sesuai dengan SPO pemasangan infus dari RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II, dan sebanyak 0 pasien (0%) dari perawat tersebut yang mengalami phlebitis. Tabel 12 juga menjelaskan bahwa terdapat 9 orang perawat (30%) yang melakukan pemasangan infus tidak sesuai dengan SPO pemasangan infus dari RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II, kemudian 0 pasien (0%) tidak mengalami phlebitis dan 10 pasien (30%) mengalami phlebitis. Sampel kualitatif dan kuantitatif kemudian di analisis dengan metode uji Chi Square dan Fisher s Exact Test untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan perawat terhadap SPO pemasangan infus dengan angka kejadian

51 phlebitis, dan seberapa kuat hubungan tersebut. Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan, didapatkan P value sebesar 0,0 atau p=0,0. Diketahui jika p < 0,05 maka H1 atau hipotesis diterima. Dapat disimpulkan pada penelitian ini H1 diterima karena p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara kepatuhan perawat terhadap SPO pemasangan infus dengan angka kejadian phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II. Data juga dianalisis untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara kepatuhan perawat terhadap SPO pemasangan kateter dengan angka kejadian phlebitis. Pada tabel di atas, tertera bahwa nilai value sebesar 0,679 yang berinterpretasi bahwa kekuatan hubungan adalah kuat. B. Pembahasan 1. Kepatuhan perawat dalam melaksanakan SPO pemasangan infus Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar responden patuh dalam melaksanakan SPO pemasangan infus sebanyak 21 orang dan responden yang tidak patuh dalam melaksanakan SPO pemasangan infus sebanyak 9 orang. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dalam dan perilaku yang disarankan (Bart, 2004) kepatuhan tersebut jika perawat menuruti suatu perintah atau suatu aturan dalam pemasangan infus. Pemasangan infus yaitu tindakan yang dilakukan pada pasien yang memerlukan masukan cairan atau obat, langsung ke dalam pembuluh darah vena, dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set (Potter, 2005). Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan

52 merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan menambah tingginya biaya perawatan dan waktu perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan oleh rumah sakit (Priharjo, 2008). Perawat yang patuh dalam melaksanakan SPO pemasangan infus diantaranya peralatan yang dibawa saat pemasangan infus sudah sesuai, perawat melaksanakan prosedur sesuai dengan tahap pra interaksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Perawat yang patuh dalam pemasangan infus tersebut diharapkan tidak membuat pasien trauma dalam pemasangan infus. Hasil penelitian didapatkan responden patuh dalam prosedur pemasangan infus sesuai dengan SPO di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II meliputi perawat melakukan teknik cuci tangan yang baik, mengatur tetesan infus dengan benar sesuai kebutuhan pasien, melakukan fiksasi dengan benar serta melakukan pemasangan dengan teknik aseptik dan teknik pemasangan intravena kateter yang baik. Hasil observasi tindakan pemasangan infus yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Unit II ada yang tidak patuh dalam melaksanakan SPO pemasangan infus diantaranya saat pemasangan infus banyak yang tidak menggunakan perlak dan responden tidak diberikan disinfektan pada area tusukan hanya langsung diplester saja. Hasil penelitian didapatkan ada perawat yang tidak patuh dalam melaksanakan SPO pemasangan infus hal ini dikarenakan perawat

53 beranggapan jika sesuai SPO membutuhkan waktu yang lama, perawat tergesa-gesa saat pemasangan infus serta banyaknya pasien yang membuat 9 perawat tidak patuh. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andares (2009), menunjukkan bahwa perawat kurang memperhatikan kesterilan luka pada pemasangan infus. Perawat biasanya langsung memasang infus tanpa memperhatikan tersedianya bahan-bahan yang diperlukan dalam prosedur tindakan tersebut, tidak tersedia handscoen, kain kasa steril, alkohol, pemakaian yang berulang pada selang infus yang tidak steril. Hasil penelitian Mulyani (2011), yang melakukan penelitian dengan judul Tinjauan Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus Pada Pasien Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS PKU Muhammadiyah Gombong menunjukan perawat cenderung tidak patuh pada persiapan alat dan prosedur pemasangan infus yang prinsip. Hasil penelitian terhadap 12 perawat pelaksana yang melakukan pemasangan infus, perawat yang tidak patuh sebanyak 12 orang atau 100% dan yang patuh sebanyak 0 atau 0%. Hasil penelitian Pasaribu (2008), yang melakukan analisa pelaksanaan pemasangan infus di ruang rawat inap Rumah Sakit Haji Medan menunjukan bahwa pelaksanaan pemasangan infus yang sesuai Standar Operasional Prosedur katagori baik 27 %, sedang 40 % dan buruk 33 %. Kepatuhan merupakan bagian dari perilaku individu yang bersangkutan untuk mentaati atau mematuhi sesuatu, sehingga kepatuhan

54 perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus tergantung dari perilaku perawat itu sendiri. Perilaku kepatuhan dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan dapat dikategorikan menjadi faktor intrernal yaitu karakterisitk perawat itu sendiri (umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan, kepribadian, sikap, kemampuan, persepsi dan motivasi) dan faktor eksternal (karakteristik organisasi, karakteristik kelompok, karakteristik pekerjaan, dan karakteristik lingkungan) (Andareas, 2009). Penelitian ini menunjukkan tingkat kepatuhan perawat yang baik, hal ini dikarenakan perawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II sudah tahu adanya SPO pemasangan infus, perawat mengikuti pelatihan training dan saat saat perekutan karyawan diadakan tes skill tindakan keperawatan termasuk pemasangan infus. 2. Kejadian Phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden tidak mengalami phlebitis sebanyak 20 orang dan responden terkecil mengalami phlebitis sebanyak 10 orang. Phlebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang vena (Brunner & Sudarth, 2003). Pemasangan infus digunakan untuk mengobati berbagai kondisi penderita di semua lingkungan perawatan di rumah sakit dan merupakan salah satu terapi utama. Sebanyak 70% pasien yang dilakukan rawat inap

55 mendapatkan terapi cairan infus. Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi dari pemasangan infus, salah satunya adalah infeksi (Hinlay, 2006). Salah satu infeksi yang sering ditemukan dirumah sakit adalah HAIs Hospital Acquired Infections. Hal tersebut diakibatkan oleh prosedur diagnosis yang sering timbul diantaranya phlebitis. Keberhasilan pengendalian HAIs pada tindakan pemasangan infus bukanlah ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan klien secara benar (Andares, 2009). Phlebitis dikarateristikkan dengan adanya dua atau lebih tanda nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi dan teraba mengeras di bagian vena yang terpasang kateter intravena (Rocca, 1998). Hal ini menjadiakan phlebitis sebagai salah satu pemasalahan yang penting untuk dibahas di samping phlebitis juga sering ditemukan dalam proses keperawatan (Yati, 2009). Hasil penelitian didapatkan responden yang tidak mengalami phlebitis setelah 1-2 hari dipasang infus tidak terdapat tanda-tanda kemerahan ditempat penyuntikan, responden tidak merasakan nyeri, dan tidak adanya tanda bengkak disekitar tempat pemasangan infus. Sedangkan hasil penelitian ada responden yang mengalami phlebitis dengan tanda-tanda bengkak pada tempat pemasangan infus dan responden merasakan nyeri ditempat pemasangan infus.

56 Hasil penelitian ini yang dilakukan oleh Mulyani (2010), yang menyatakan rata-rata kejadian phlebitis waktu 24 jam dan 72 jam setelah 49 pemasangan terapi intravena. Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi pemasangan infus terletak pada vena sefalika dan tidak terjadi phlebitis sebanyak 11 responden (91,7%). Sedangkan lokasi pemasangan infus terletak pada vena metacarpal dan terjadi phlebitis sebanyak 20 responden (41,7%). Gayatri dan Handayani (2003) menyatakan bahwa 35% dan 60 responden mengalami phlebitis dengan jenis kelamin rata-rata laki-laki. Semakin jauh jarak pemasangan terapi intravena dan sendi maka resiko terjadinya phlebitis akan semakin meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya fiksasi dan dekatnya persambungan selang kanul dengan persendian lainnya. Hal utama yang perlu diperhatikan sebaiknya jarak pemasangar infus minimal 3-7 cm dan persendian. flehitis yang terjadi dalarn penelitian termasuk phlebitis mekanik. Gayatri dan Handayani (2003) menyatakan bahwa phlebitis mekanik atau fisik dapat terjadi karena kanul yang terlalu besar untuk vena, iritasi vena selama pemasangan, atau adanya pergerakan kanul di dalam vena. Penelitian ini menunjukkan responden tidak mengalami phlebitis hal ini dikarenakan perawatan infus di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II dilakukan setiap hari, kebijakan rumah sakit yang mengharuskan penggantian tempat pemasangan infus pada hari keempat pada saat pasien

57 merasa tidak nyaman, mulai terlihat kemerahan dan jarum infus yang bengkok. Perawat melakukan pemasangan infus pada tempat penusukan yang benar sehingga tidak muncul tanda phlebitis seperti bengkak pada tempat penusukan dan terlihat kemerahan. 3. Hubungan kepatuhan perawat dalam melaksanakan SPO pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat yang melaksanakan pemasangan infus sesuai dengan SPO pemasangan infus, memiliki kemungkinan pasien terkena phlebitis lebih kecil daripada perawat yang tidak patuh pada SPO pemasangan infus. Terdapat pula perawat yang patuh menjalankan SPO pemasangan infus, namun pasien yang terpasang infus tersebut terkena phlebitis. Hal tersebut dikarenakan faktor resiko terjadinya phlebitis tidak hanya satu faktor, namun ada beberapa faktor. Pujasari dalam Sugiarto (2006) menyatakan bahwa beberapa faktor terjadinya phlebitis adalah ukuran kateter intravena yang terlalu besar daripada ukuran vena, pengenceran obat injeksi yang tidak masimal terutama jenis antibiotika, dan fiksasi kurang adekuat sehingga menyebabkan terjadinya pergerakan kanula di dalam vena dan timbul infeksi. Hasil statistik menggunakan Chi-square didapatkan nilai p value 0,000 (p< 0,05) menunjukkan ada hubungan antara kepatuhan perawat dalam

58 melaksanakan SPO pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Hasil penelitian didapatkan perawat yang patuh dalam melaksanakan SPO pemasangan infus sehingga tidak menyebabkan pasien tidak phlebitis hal ini dikarenakan perawat patuh dengan SPO yang dibuat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II serta menjalankan dengan tepat dalam pemasangan infus sehingga pasien tidak merasa sakit disekitar tempat pemasangan infus, tidak ada pembengkakan serta pasien tidak mengeluh dengan infus yang terpasang. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya phlebitis diantaranya obat yang dimasukkan dalam suntikan, kecepatan aliran infus serta bahan kateter yang digunakan, ukuran kateter infus dan lokasi penusukan yang tidak sesuai (Smetlzer, 2001). Hasil penelitian didapatkan perawat yang patuh dalam melaksanakan SPO pemasangan infus tetapi masih ada yang terjadi phlebitis hal ini disebabakan karena faktor lain seperti tindakan pengobatan yang dilakukan, penggunaan kateter infus yang kurang sesuai dan pergerakan ekstermitas yang dipasang infus. Pada penelitian ini didapatkan ada responden yang mengalami phlebitis sebanyak 10 orang, penangan awal yang dilakukan jika ada timbul tandatanda phlebitis adalah mepaskan alat intravena, meninggikan ekstremitas, mengkaji nadi distal terhadap area yang phlebitis, menghindari pemasangan intravena berikutnya di bagian distal vena yang meradang (Weinstein, 2001).

59 Hasil penelitian menunjukkan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II ada hubungan antara kepatuhan perawat dalam melaksanakan SPO pemasangan infus dengan kejadian phlebitis, hal ini terbukti perawat sudah melakukan prosedur pemasangan infus sesuai SPO di rumah sakit sehingga pasien tidak terjadi phlebitis dan pasien tidak merasakan sakit pada tempat penusukan, bengkak pada tempat penusukan. 4. Keterbatasan Peneliti Penelitian tidak dapat dilaksanakan setiap hari terus menerus dikarenakan jadwal akademik peneliti. Lalu peneliti juga kesulitan mendapat pasien yang di infus di bangsal karena sebagian besar tindakan pemasangan infus dilaksanakan di IGD. Lalu sebaiknya mengamati faktor terjadinya phlebitis tidak haanya dilihat dari kepatuhan perawat namun juga dari cairan yang masuk dari jarum infus, kebiasaan pasien di rumah sakit, dan usia pasien mengingat faktor resiko terjadinya phlebitis bermacam-macam.