BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Minyak Goreng Bekas. Minyak goreng bekas yang digunakan dalam penelitian adalah yang berasal dari minyak goreng bekas rumah tangga (MGB 1), minyak goreng bekas warung tenda (MGB 2), dan minyak goreng bekas dari rumah makan MGB 3), yang banyak kita jumpai disekeliling kita, minyak goreng bekas ini umumnya sering digunakan dengan pemanasan berkisar ± 100 0 C. Mempunyai 34
bentuk warna yang sudah gelap, seperti minyak goreng bekas rumah tangga berwarna coklat keemasan, minyak goreng bekas seperti warung tenda biasanya berwarna hitam kental karena telah sering digunakan berulang ulang, minyak goreng bekas dari rumah makan berwarna kuning kecoklatan. Sehingga apabila digunakan kembali sudah tidak baik untuk tubuh karena sudah rusak. Disini peneliti memanfaatkan minyak goreng bekas yang sudah tidak baik untuk dikonsumsi dan menjadi sumber energi baru sebagai alternatif sumber energi yang semakin lama semakin menipis. Karakteristik minyak goreng bekas yang digunakan dalam penelitian kali ini atau yang disebut MGB (minyak goreng bekas) dapat dilihat dibawah ini. Dari table 4.1 dapat dilihat bahwa bilangan asam MGB tersebut antara 0,3 0,4. Menunjukan bahwa MGB tersebut sudah berubah komposisinya, selain itu Free Fatty Acid (FFA) nya meningkat sehingga diperlukan proses transestrifikasi untuk membuat MGB menjadi biodiesel menggunakan ultrasonik. Table 4.1. karateristik minyak goreng bekas (MGB) Parameter MGB 1 MGB 2 MGB 3 Kadar bilangan asam 0,30 0,35 0,40 Warna Kuning gelap Coklat ketuaan Coklat keemasan Berat jenis ( g ) ml 0,959 0,960 0,961 FFA (%) 0,572 0,693 0,817 35
4.2. Pengaruh Molar Rasio Terhadap Minyak Goreng Bekas 1 (Satu) Pada Berbagai Waktu Reaksi. Dari gambar 4.1 bisa dilihat perbedaan hasil dan konversi biodiesel pada masing masing variasi molar rasio. Pada pengambilan sampel 30 menit pertama, hasil dari ke 3(tiga) molar rasio 3:1, 6:1, 9:1. Variasi tersebut masih sama yaitu berkisar antara 40.8% sampai 51,6%, perubahan minyak goreng bekas menjadi biodiesel. Namun pada pengambilan sampel yang ke 2 pada menit ke 60 sampai menit 120, hasilnya sudah mengalami perubahan dibandingkan ke 30 menit pertama yaitu berkisar 52,6% dari setiap variasi molar rasio. Pada pengambilan 180 menit sampai pengambilan sampel 360 menit sudah meningkat hingga mencapai konversi 76,3% telah menjadi biodiesel. Dari ketiga grafik tersebut, perbedaan dari jumlah methanol yang digunakan berbeda dan berat jenis minyak goreng bekas 1 yang mencapai 0,959 g ml dan juga diakibatkan dari gesekan molekul molekul methanol dengan minyak goreng bekas dengan methanol, disebabkan pada saat ultrasonik bekerja methanol dengan minyak goreng bekas yang disebabkan oleh teknik ultrasonik sehingga methanol dengan minyak goreng bekas bergerak saling bergesekan, gelombang ultrasonik mengetarkan sehinga menggangu yang mengakibatkan methanol, NaOH (katalis) dengan minyak goreng bekas hingga tercampur sehingga bereaksi menjadi biodiesel dan gliserol. Disaat proses 30 menit pertama molar rasio 9:1 lebih tinggi karena jumlah methanol yang lebih banyak dan lebih cepat reaksinya, lalu berubah turun kembali karena jumlah methanol yang bekurang disebabkan methanol yang menguap. Dan pada saat 120 menit molar rasio 36
3:1 lebih cepat bereaksi bisa disebabkan dari minyak goreng bekas dengan methanol telah saling mengikat, sehingga pada waktu 360 menit proses selesai. Hasil dari konversi yang tertinggi terdapat pada minyak goreng bekas 1 mencapai 76,3% pada molar rasio 9:1. Gambar 4.1. Hubungan antara konversi (%) MGB 1 menjadi biodiesel terhadap waktu proses (menit) dengan berbagai molar rasio, (Suhu 30 0 C 40 0 C: dengan Jumlah NaOH 1%: frekuensi ultrasonik 37 khz). 37
4.3. Pengaruh Molar Rasio Terhadap Minyak Goreng Bekas 2 (Dua) Pada Berbagai Waktu Reaksi. Dari gambar 4.2 bisa dilihat perbedaan hasil dan konversi biodiesel pada masing masing variasi molar rasio. Pada pengambilan sampel 30 menit pertama, hasil dari ke 3(tiga) molar rasio 3:1, 6:1, 9:1. Variasi tersebut masih sama yaitu berkisar antara 84.1% sampai 84.5%, perubahan minyak goreng bekas menjadi biodiesel. Namun pada saat pengambilan sampel yang ke 2 pada 60 menit sampai 150 menit, hasilnya sudah mengalami perubahan dibandingkan ke 30 menit pertama yaitu berkisar 92,2% dari setiap variasi molar rasio. Pada pengambilan sampel 180 menit sampai pengambilan sampel 360 menit sudah meningkat hingga mencapai konversi 97,4%. perbedaan konversi tersebut dikarenakan jumlah methanol yang berbeda, berat jenis minyak goreng bekas 2 yang mencapai 0,960 g ml dan juga diakibatkan dari gesekan molekul molekul yang bergesek antara minyak goreng bekas dengan methanol, dikarenakan pada saat ultrasonik bekerja methanol dengan minyak goreng bekas bergerak saling bergesekan oleh gelombang ultrasonik, sehingga terjadi reaksi antara methanol dan minyak goreng bekas dibantu dengan katalis menjadi biodiesel. Pada saat 30 menit perbandingan semua molar rasio bergerak sama. Tapi pada saat titik 60 menit mulai bergerak naik antara molar rasio 3:1 dan 9:1, tetapi pada molar rasio 6:1 malah turun dikarenakan methanol yang tersedia berkurang pada saat proses. Pada titik 60 menit molar rasio 3:1 dan 9:1, sudah mencapai konversi 92,3 %,bergerak dengan berlahan lahan sampai titik 360 menit yang nilai konversinya mencapai 97,4 %, bila untuk menentukan mana yang 38
lebih baik adalah molar rasio 3:1 karena jumlah methanol yang lebih sedikit dibandingkan molar rasio 9:1. Gambar 4.2. Hubungan antara konversi (%) MGB 2 menjadi biodiesel terhadap waktu proses (menit) dengan berbagai molar rasio, (Suhu 30 0 C 40 0 C: dengan Jumlah NaOH 1%: frekuensi ultrasonik 37 khz). 39
4.4. Pengaruh Molar Rasio Terhadap Minyak Goreng Bekas 3 (Tiga) Pada Berbagai Waktu Reaksi. Dari gambar 4.3 bisa dilihat perbedaan hasil dan konversi biodiesel pada masing masing variasi molar rasio. Pada pengambilan sampel 30 menit pertama, hasil dari ke 3(tiga) molar rasio 3:1, 6:1, 9:1. Variasi tersebut masih sama yaitu berkisar antara 14,6% sampai 17,1%, perubahan minyak goreng bekas menjadi biodiesel. Namun pada pengambilan sampel yang ke 2 pada menit ke 60 sampai menit 120, hasilnya sudah mengalami perubahan dibandingkan ke 30 menit pertama yaitu berkisar 33,7% dari setiap variasi molar rasio. Pada pengambilan 180 menit sampai pengambilan sampel 360 menit sudah meningkat hingga mencapai konversi 66,2 % telah menjadi biodiesel. Pada minyak goreng bekas 3 (tiga), hasil konversi sangat rendah dari minyak goreng yang lainnya, karena kadar bilangan asamnya yang tinggi dan berat jenisnya hingga mencapai 0,961 g ml mengakibatkan hasil dari biodiesel kurang baik dan konversinya menjadi lebih rendah, dan juga diakibatkan dari gesekan molekul molekul antara minyak goreng bekas dengan methanol yang saling bergesekan. Dikarenakan pada saat ultrasonik bekerja methanol dengan minyak goreng bekas bergerak saling bergesekan gelombang ultrasonik menggetarkan sehingga menggangu terjadilah pengadukan methanol dengan minyak goreng bekas menjadi tercampur antara minyak goreng bekas dengan metanol hingga berubah minyak goreng bekas menjadi biodiesel. Pada saat titik 30 menit pertama molar rasio 3:1 grafik tidak bergerak naik dikarenakan kurangnya jumlah methanol, dan stabil hingga titik 180 menit dan mulai naik kembali disebabkan minyak goreng 40
bekas dengan methanol telah bercampur secara penuh dan stabil hingga titik 360 menit. Pada molar rasio 6:1 dan 9:1 tersebut grafik lalu naik hingga titik 90 menit, karena jumlah methanol yang lebih banyak dibandingkan dengan molar rasio 3:1. Pada saat titik 150 menit molar rasio 9:1 meningkat hingga titik 360 menit, karena lamanya proses dan campuran methanol dengan minyak goreng bekas telah saling mengikat penuh sehingga konversinya semakin naik dengan nilai konversi mencapai 66,2 %. Gambar4.3. Hubungan antara konversi (%) MGB 3 menjadi biodiesel terhadap waktu proses (menit) dengan berbagai molar rasio, (Suhu 30 0 C 40 0 C: dengan Jumlah NaOH 1%: frekuensi ultrasonik 37 khz). 41
Konversi (%) LAPORAN TUGAS AKHIR BAB IV 4.5. Konversi Minyak Goreng Bekas Menjadi Biodiesel Dengan Perbedaan Minyak Goreng Bekas. Minyak goreng bekas yang digunakan pada penelitian adalah, yang berasal dari minyak goreng bekas dari rumah tangga, minyak goreng bekas dari warung tenda seperti warung pecel lele, dan minyak goreng yang berasal dari rumah makan. Hubungan antara konversi minyak goreng bekas menjadi biodiesel terhadap waktu reaksi dengan pengaruh molar rasio methanol terhadap berbagai minyak goreng bekas menggunakan ultrasonik. (frekuensi 37 khz, minyak goreng bekas 2, katalis 24 gram dari 1% minyak goreng bekas). Pada penelitian ini tiga minyak goreng bekas yang saya teliti, yang menjadi biodiesel dengan konversi paling tertingi adalah minyak goreng bekas 2 (dua) dengan nilai konversi 97,4%. 100 80 60 40 20 0 Minyak Goreng Bekas 1 (0.572) 2 (0.693) 3 (0.817) Gambar. 4.4. Hubungan konversi minyak goreng bekas menjadi biodiesel terhadap berbagai asal minyak goreng bekas. Pada suhu 30 40 0 C: NaOH 1%: frekuensi 37 khz. 42
4.6. Karakterisasi Biodiesel Menggunakan Ultrasonik. Setelah produk metil ester (biodiesel) yang dihasilkan tersebut menjalani sebuah proses pencucian dan pengeringan (penghilangan kadar air), maka metil ester tersebut pada dasarnya telah siap untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (biodiesel). Namun sebelum digunakan sebagai bahan bakar terlebih dahulu dilakukan pengujian sesuai dengan SNI. dengan tujuan mengetahui karakteristik dari biodiesel tersebut. Untuk itu hasil pengujian karakteristik pada table 4.2 yang akan diperoleh nantinya sangat diharapkan dapat mendekati karakteristik dari petrodiesel yaitu berupa solar ataupun minyak diesel lainnya. Adapun beberapa karakteristik yang dianggap penting dan akan dilakukan pengujian, yaitu berat jenis, bilangan asam, dan FFA (Free Fatty Acid). Tabel. 4.2 Karakteristik biodiesel mengunakan Ultrasonik Parameter Biodiesel Ultrasonik Standar SNI 04-7182-2006 Berat jenis ( g ml ) 0,871 0,850 s/d 0,890 Bilangan asam 0,816 0,5 FFA (%) 0,410 0,442 Dengan pengunaan alat yang lebih mudah dan tidak butuh waktu yang lama dalam proses pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas yang mengunakan teknik ultrasonik hasilnya lebih jernih dibandingkan dengan mengunakan alat 43
pembuatan biodiesel lainya, dan nilai konversi yang lebih tingi mencapai 97,4%. Dengan menggunakan ultrasonik proses pembuatan biodiesiel lebih cepat dan efesien dengan bahan dasar minyak goreng bekas. Hasil biodiesel dari teknik ultrasonik masih lebih unggul dibandingkan dengan pembuatan biodiesel lainnya yang tidak mengunakan teknik ultrasonik. 4.7 Mengapa Ultrasonik Cocok Digunakan Gelombang ultrasonik adalah gelombang dengan besar frekuensi diatas frekuensi gelombang suara yaitu lebih dari 20 KHz. Seperti telah disebutkan bahwa sensor ultrasonik terdiri dari rangkaian pemancar ultrasonik yang disebut transmitter dan rangkaian penerima ultrasonik yang disebut receiver. Sinyal ultrasonik yang dibangkitkan akan dipancarkan dari transmitter ultrasonik. Ketika sinyal mengenai benda penghalang, maka sinyal ini dipantulkan, dan diterima oleh receiver ultrasonik. Sinyal yang diterima oleh rangkaian receiver dikirimkan ke rangkaian mikrokontroler untuk selanjutnya diolah untuk menghitung jarak terhadap benda di depannya (bidang pantul). Aplikasi gelombang ultrasonik dapat digunakan sebagai alternatif transesterifikasi minyak goring bekas menjadi biodiesel. Waktu proses dapat berlangsung lebih pendek demikian pula konsumsi energi untuk transesterifikasi menjadi lebih rendah. Penggunaan ultrasonik dapat menjadi alternative proses tanpa input panas langsung pada pengolahan biodiesel. 44