MENGENAL KPMM SUMATERA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS

GOOD NGO GOVERNANCE. Oleh Lucky Jani

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan

konsil lsm indonesia

PELAYANAN INFORMASI PUBLIK

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,

REVIEW Pengelolaan Kolaborasi Sumberdaya Alam. Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pengelolaan Kolaboratif SumberdayaAlam: Pengantar Diskusi

BAB III VISI, MISI DAN NILAI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara telah mendorong pemerintah. baik pusat maupun daerah untuk lebih bersungguh-sungguh

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

LANDASAN PEMIKIRAN. Apa itu akuntabilitas LSM? Mengapa akuntabilitas penting bagi LSM? Sejarah akuntabilitas LSM

TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

LOGICAL FRAMEWORK ANALYSIS (LFA) KONSIL LSM INDONESIA HASIL PERENCANAAN STRATEGIS MARET 2011

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah dapat didukung

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB VI PENUTUP. terkait dengan judul penelitian serta rumusan masalah penelitian. yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya.

MENCERMATI IDEALITAS MEKANIKSME KONTROL KINERJA ORNOP

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

RENCANA KERJA TAHUN 2015

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

Peran Komunitas dalam pencegahan korupsi di perusahaan

Governance), baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pada tahap BAB I PENDAHULUAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

MEMBANGUN INKLUSIVITAS DALAM TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pedoman Penyusunan Rencana Aksi yang Transparan dan Partisipatif

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

TERWUJUDNYA MASYARAKAT MADANI DAN SEJAHTERA YANG MENERAPKAN NILAI-NILAI DINUL ISLAM

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

Pidato Dr. R.M. Marty M. Natalegawa. Menteri Luar Negeri. Republik Indonesia. Pada Pertemuan Pejabat Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan

Kebijakan Corporate Governance. PT. Persero Batam. Tim GCG PT. Persero Batam Hal : 1 of 9

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada Bab sebelumnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu tujuan didirikannya Negara adalah untuk memberikan

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

PEMBINAAN ORGANISASI MITRA PEMERINTAH

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

BUDAYA KERJA MERUBAH MINDSET APARATUR

BAB I PENDAHULUAN. Keterbukaan informasi akan mendorong partisipasi publik karena dengan

Informasi Mengenai LSM itu Hak Publik

GOOD GOVERNANCE & TRANSPARANSI

GOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007

GBPP PELATIHAN TINGKAT KOTA/KABUPATEN

MEWUJUDKAN TATAKELOLA PEMERINTAHAN DESA

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas berada pada ilmu sosial yang menyangkut berbagai cabang ilmu

ETIKA SOSIAL.

Secara umum, perencanaan sosial dimaksudkan untuk:

BAB I PENDAHULUAN. baru pada saat ini tetapi telah ada sejak abad ke-19, yang dimulai dengan revolusi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai

SAMBUTAN KUNCI MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN PADA PERTEMUAN BAKOHUMAS TINGKAT NASIONAL DAN ANUGERAH MEDIA HUMAS TAHUN 2013

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN TULANG BAWANG

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pendidikan Kewarganegaraan

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

BAB II KAJIAN KONSEP CIVIL SOCIETY

Pembangunan dan Perdamaian Berkelanjutan (PPB)

BAB 1 PENDAHULUAN. pengklasifikasian, penganalisisan dan pelaporan transaksi keuangan dari

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

RENCANA STRATEGIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam masyarakat saat itu. Pemimpin-pemimpin formal, bahkan

Pengantar. responsibility (CSR).

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penerapan Good Corporate Governance di beberapa negara

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET

BAB I PENDAHULUAN. berwibawa (good gavernance) serta untuk mewujudkan pelayanan publik yang

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari kegiatan atau tindakan ekonomi perusahaan. Kegiatan produksi yang

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp

Transkripsi:

MENGENAL KPMM SUMATERA BARAT Oleh Lusi Herlina Sumber: BUKU KRITIK & OTOKRITIK LSM: Membongkar Kejujuran dan Keterbukaan Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia(Hamid Abidin & Mimin Rukmini) Halaman: 194-201 Latar Belakang dan Tujuan Kebutuhan terhadap keberadaan sebuah konsorsium atau forum NGO/LSM di Sumatera Barat. Keberadaan konsorsium/forum diharapkan dapat menjadi wahana bagi NGO/LSM untuk berbagi pengalaman, meningkatkan kapasitas, menjalin kerja sama dan membangun kekuatan bersama untuk mewujudkan masyarakat sipil. Setelah melalui proses yang pembahasan yang relative panjang, melibatkan 13 NGO/LSM di Sumatera Barat dari awal tahun 1999, pada tanggal 12 November 1999 dideklarasikan Konsorsium Pengembangan Masyarakat Madani (KPMM). Keberadaan KPMM ini memiliki makna tersendiri, ditengah tantangan keberadaan forum LSM di Sumatera Barat yang survival. Perwujudan masyarakat madani atau yang dikenal juga dengan civil society menjadi idaman kolektif dari masyarakat dunia. Dalam konteks implementasi riilnya juga menjadi tanggung jawab kolektif dari masyarakat itu sendiri. Di awal berdirinya kegiatan KPMM lebih banyak mengadakan pertemuanpertemuan/rapat untuk mendiskusikan dan membangun komitmen bersama dalam berjaringan. Pertemuan-pertemuan tersebut antara lain telah berhasil menyepakati tujuan, visi dan misi KPMM. Visi KPMM adalah mewujudkan masyarakat madani dalam terminologi KPMM merupakan masyarakat yang individu-individu dan institusinya memiliki komitmen dan kesadaran kolektif; memiliki nilai-nilai egalitarian, pluralistik, independen, penghargaan terhadap otoritas individu, bertanggung jawab, demokrasi, antikekerasan, antinepotisme, profesionalisme, peduli terhadap lingkungan dan berkeadilan. Dan diwujudkan dengan adanya supremasi hukum, kejujuran, transparansi dan akuntabilitas berkenaan dengan kepentingan publik, penghargaan terhadap segala bentuk perbedaan serta penghargaan terhadap segala bentuk perbedaan serta penghargaan terhadap segala keputusan yang diambil atas kesepakatan bersama. Sedangkan maksud dan tujuan program adalah: Mengembangkan profesionalisme dan kemandirian lembaga-lembaga anggota konsorsium untuk mendorong terjadinya transformasi sosial menuju masyarakat madani. Mengembangkan pengetahuan dan kesadaran kritis masyarakat mengenai masalahmasalah sosial. Mendorong pengembangan ilmu dan teknologi yang berbasis kerakyatan. Mendorong terwujudnya diskursus-diskursus tentang masyarakat sipil.

Mengembangkan manusia Indonesia agar mampu hidup sejahtera, adil dan bermartabat. Membangun jaringan dengan lembaga-lembaga lain dan atau institusi-institusi lain yang mempunyai visi yang sama dan sejalan dengan konsorsium. Menumbuhkan kepercayaan publik terhadap LSM/NGO. Relevansi Transparansi dan Akuntabilitas Publik Bagi LSM Dalam masa yang relatif panjang, keberadaan LSM di Indonesia-aspek transparansi dan akuntabilitas publiknya-belum memperoleh perhatian yang sungguh-sungguh. Tema tentang hal ini mengemuka setelah munculnya berbagai ekses negatif dari semakin maraknya kehadiran LSM di Indonesia-termasuk di Sumatera Barat setelah era Reformasi. Keterbukaan yang terjadi dimanfaatkan oleh berbagai kalangan untuk berlomba-lomba mendirikan LSM. Ketidakjelasan organisasi dan program telah menimbulkan berbagai persoalan di tengah masyarakat yang mengakibatkan lunturan kepercayaan publik terhadap NGO. Sering terjadi sebuah LSM tiba-tiba muncul dalam sebuah aksi atau aktivitas, namun kemudian tiba-tiba menghilang tanpa pertanggungjawaban. Dampak dari persoalan akhirnya ditanggung oleh masyarakat tempat mereka melakukan aktivitas/programnya. Sorotan tajam kemudian banyak ditujukan kepada internal NGO governance. Transparansi dan akuntabilitas merupakan dua pilar prinsip-prinsip dasar dari good governance. Pengabaian terhadap prinsip-prinsip ini telah menimbulkan ketidakpuasan dan krisis kepercayaan terhadap NGO. Efektivitas peran LSM sebagai komponen masyarakat sipil tidak cukup hanya ditentukan oleh seberapa jauh perangkat hukum positif negara memberikan peluang, namun juga ditentukan oleg faktor-faktor internal LSM yaitu: penguatan diri melalui kapasitas manajemen, keterbukaan (disclosure) organisasi, dll. Hetifah Sjaifudin mengungkapkan bahwa dalam menjalankan aktivitasnya, CSO di Indonesia mempunyai kendala yang menghambat laju gerakannya, yaitu: 1) Hambatan berkaitan dengan governance dalam tubuhnya sendiri seperti; 2) Hambatan yang menyangkut hubungannya dengan stakeholder lain, terutama pemerintah; 3) Lingkup pelayanannya dan kemampuan teknis yang terbatas dan; 4) Kendala untuk membangun sensivitas gender dalam organisasi dan programnya. Penerapan prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi atau good NGO governance menjadi faktor yang menetukan dalam meraih kepercayaan publik. Kedua asas ini saling berkaitan. Akuntabilitas (accountability) kerap kali disebut akuntabilitas demokratik (democratic accountability) atau pertanggungjawaban demokratik (democratic responsibility) yang berakar dari pengetahuan dan pemahaman mengenai dua prinsip yang mendasar dari demokrasi yaitu paham mayoritas dan pemerintah oleh rakyat. Oleh karena itu secara mendasar akuntabilitas demokratik berbeda dengan akuntabilitas hierarkis terhadap atasan dalam organisasi. Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan suatu badan (negara, perusahaan dan LSM) dengan tetap memperhatikan perlindungan hak azasi dan rahasia badan penyelenggara tersebut.

Perspektif transparansi dan akuntabilitas di atas masih perlu dikaji relevansi dan ketepatannya terhadap LSM/NGO. Pembahasan tentang hal ini masih berlangsung di KPMM, termasuk model yang akan dikembangkan. Dinamika Organisasi dan Program KPMM Di awal berdirinya KPMM lebih intens melakukan diskusi-diskusi untuk menyamakan persepsi dan membangun komitmen bersama tentang visi, misi, dan program KPMM. Di samping merefleksikan keberadaan NGO/LSM sebagai sebuah organisasi publik. Secara umum kegiatan-kegiatan tersebut telah berhasil merumuskan bahwa tantangan NGO/LSM ke depan adalah menyangkut transparansi dan akuntabilitas publik LSM. KPMM diharapkan mendorong upaya-upaya mewujudkan transparansi dan akuntabilitas publik LSM. Transparansi dan akuntabilitas menjadi prasyarat penting bagi LSM/NGO sebagai sebuah lembaga publik. Pemenuhan terhadap kedua nilai-nilai tersebut diharapkan dapat mengembalikan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap LSM/NGO. Pada masa kini KPMM pernah terlibat dalam kegiatan yang bersifat insidental, seperti hearing dengan DPRD, pernyataan sikap tentang pemilihan gubernur Sumbar dan pemantauan JPS yang dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan evaluasi dan refleksi bersama disepakati bahwa kegiatan-kegiatan di luar wacana transparansi dan akuntabilitas publik LSM dilaksanakan langsung oleh anggota. KPMM hanya fokus pada upaya-upaya mendorong transparansi dan akuntabilitas publik internal LSM. Di tingkat wacana komitmen anggota KPMM untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas publik semakin kuat. Kendala yang dihadapi ternyata tidak hanya semata-mata kemauan, tapi lebih dari itu adalah sering kali keterbatasan pengetahuan/pengalaman bagaimana memulainya dalam tindakan praktis. Karena itu upaya-upaya pengembangan pendekatan dan cara-cara praktis yang aplikatif dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip good NGO governance menjadi salah satu fokus KPMM. Sebelum memulai pengkajian alternatif tindakan praktis, pada tahap pertama KPMM melakukan berbagai aktivitas diskusi/seminar dan lokakarya melibatkan multipihak dalam upaya mensosialisasikan ide-ide dan wacana tentang transparansi dan akuntabilitas dalam konteks NGO. Tema-tema yang dibahas dalam diskusi yang dilakukan secara regular, antara lain: catatan tentang masyarakat madani, akuntabilitas NGO/LSM dan peluang gugatan masyarakat terhadap LSM, dan good NGO governance. Sedangkan seminar/lokakarya yang melibatkan partisipan dari seluruh LSM-LSM dan komponen civil society lainnya di Sumatera Barat, di samping sebagai upaya membangun perhatian terhadap isu-isu transparansi dan akuntabilitas juga diharapkan menghasilkan komitmen bersama antara LSM-LSM di Sumatera Barat untuk saling bersinegi dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas publik LSM. Sebagai sebuah konsep yang datang kemudian-bukan berasal dari pengalaman sendiri-rumusan dasar perlu dipahami bersama.

Di samping itu KPMM juga melakukan kegiatan studi banding yang diharapkan semakin memperkaya informasi dan pengalaman dari lembaga lain yang telah memulai upaya-upaya yang relatif sama dengan KPMM. Sebagai acuan bagi KPMM dalam memulai aktivitasnya mendorong transparansi dan akuntabilitas publik LSM, dilakukan pemetaan keberagaman anggota untuk memperoleh gambaran menyeluruh meliputi aspek organisasi dan program dari masing-masing anggota KPMM dalam konteks transparansi dan akuntabilitas NGO/LSM. Pemetaan meliputi 10 anggota KPMM (PKBI Sumbar, Yayasan Citra Mandiri, Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M), Garda Era, Kabisat Indonesia, Lembaga Pengembangan Sosial Ekonomi Masyarakat (LP3ESM), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, P3SD, Totalitas, dan scedei) yang dilakukan oleh dua orang tim riset independen dibantu oleh satu orang pendamping yang berasal dari lembaga anggota dengan sistem silang. Secara khusus pemetaan dimaksudkan untuk: pertama, tergambarnya pemetaan keberagaman karakteristik anggota KPMM: kedua, teridentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi anggota KPMM dalam membangun transparansi dan akuntabilitas publik; ketiga, terumuskannya upaya-upaya yang akan dilakukan oleh KPMM dalam memperkuat anggota untuk membangun transparansi dan akuntabilitas publik. Beberapa aspek yang menjadi kajian dalam kegiatan ini adalah: latar belakang pemikiran dan ideologi berdirinya lembaga anggota, bentuk legalitas lembaga, implementasi dari artikulasi latar belakang pemikiran dan ideologi serta legalitas tersebut dalam aktivitas program secara empiris, kapasitas lembaga (dalam arti manajemen organisasi, SDM, keuangan, jaringan lembaga, sistem pendukung, dan program), pemahaman dan praktik transparansi dan akuntabilitas lembaga selama ini. Hasil pemetaan menyimpulkan bahwa bila digunakan konsep transparansi publik yang komprehensif dengan memperhatikan hak publik dan efektivitas dana, maka tingkat transparansi publik sebagian besar anggota KPMM adalah rendah. Salah satu aktivitas yang dilakukan oleh KPMM adalah monitoring dan evaluasi anggota dalam upaya mendorong penerapan transparansi dan akuntabilitas di masing-masing lembaga. Tahap awal disepakati unsur-unsur yang akan menjadi pokok perhatian antara lain: aspek organisasi: visi dan misi, struktur organisasi (pendiri, pengurus dan pelaksanaan harian), pola pengambilan keputusan, keberlanjutan program, keadilan dan kesetaraan gender, dan pengelolaan keuangan. Aspek program meliputi: perencanaan dan pelaksanaan program, sasaran pertanggungjawab. Monev dilakukan oleh Tim Monev yang terdiri dari anggota KPMM dan mitra KPMM. Anggota KPMM telah menyatakan komitmen untuk saling terbuka dan saling memperkuat. Monev diharapkan dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan masingmasing anggota KPMM dalam penerapan transparansi dan akuntabilitas. Selanjutnya KPMM memfasilitasi proses berbagi untuk saling memperkuat di antara lembaga anggota. Peningkatan kapasitas lembaga menjadi salah satu faktor penting untuk mewujudkan lembaga yang transparan dan akuntabel. Marschall mengemukakan, cara terbaik untuk memenuhi akuntabilitas publik adalah dengan meningkatkan kepercayaan publik melalui transparansi dan kinerja yang berstandar tinggi. Salah satu elemen strategis yang dituntut dalam penyelenggaraan good governance adalah peningkatan kemampuan teknis dan manajemen dalam akuntabilitas penyelenggaraan urusan publik.

Dalam konteks KPMM, peningkatan kapasitas lembaga anggota menjadi sangat relevan dan merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh KPMM saat ini dalam upaya mewujudkan transparansi dan akuntabilitas anggota KPMM.