BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri gugusan pulau dari Sabang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. merumuskan kesimpulan yang bersifat umum yaitu UPT P2TP2A berperan

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 (selanjutnya UU Perlindungan

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bahkan menjadi tolak ukur kemajuan Negara. Secara umum, Indonesia merupakan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. 1 Anak adalah bagian

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB III TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN DAN TUGAS LEMBAGA JURU DAMAI DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pada uraian yang telah diuraikan pada bab hasil dan

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

Modul 2 Modul 3 Modul 4

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hal tersebut ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Konflik merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban. Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia kaya keragaman budaya. Keragaman budaya yang dimiliki

5 Penyuluhan Hukum Penyelesaian Masalah Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) di Desa Kamal Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

Pendampingan Terhadap Perempuan & Anak Korban Kekerasan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, baik di lingkup domestik (rumah tangga) maupun publik.

BAB I PENDAHULUAN. tangga itu. Biasanya, pelaku berasal dari orang-orang terdekat yang dikenal

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beragam permasalahan pada perempuan seringkali muncul dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak

INTISARI. Kata kunci : Organisasi, Kelembagaan, Kapasitas Kelembagaan, Perlindungan Perempuan dan Anak.

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri gugusan pulau dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya yang hidup di dalamnya. Hal tersebut mencerminkan sebuah harmonisasi kerukunan bermasyarakat. Beragam suku dan budaya yang hidup tersebut, memaksa pemerintah untuk mengakui hukum yang hidup di tengah masyarakat yang biasa kita kenal dengan hukum adat. Pengakuan ini mengantarkan posisi hukum positif tidak serta merta sebagai acuan utama dalam menyelesaikan sebuah perkara, baik itu perkara pidana maupun perkara perdata. Di berbagai persoalan kemasyarakatan, hukum Negara (hukum positif) tidak selalu mampu menjawab atau menyelesaikan persoalan hukum (pidana maupun perdata) yang timbul. Seringkali suatu aturan perundang-undangan tidak sejalan dengan apa yang terjadi dalam lingkup kehidupan bermasyarakat, sehingga masyarakat (publik) mengabaikan keberlakuan hukum Negara dan lebih percaya menggunakan saluran hukum adat (living law) untuk menyelesaikan persoalan hukum tersebut. Salah satunya dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Negara telah mengatur proses penyelesaian perkara KDRT dengan payung hukum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), akan tetapi ada sekelompok masyarakat yakni masyarakat Bugis-Makassar yang menggunakan pendekatan

2 hukum adat atau mediasi melalui tokoh adat yang dipercaya. Hal tersebut dikarenakan permasalahan dalam lingkungan keluarga merupakan masalah yang sangat sensitif dan bukan merupakan konsumsi halayak umum. Oleh karena itu, penempatan serta peran tokoh adat sebagai orang yang dipercaya mampu menengahi masalah yang dihadapi dalam lingkup rumah tangga. Masyarakat Bugis-Makassar 1 mengenal adanya aspek budaya hukum yang tidak tertulis dan terpelihara dalam kehidupan masyarakat Bugis-Makassar, yakni budaya siri 2. Konsep siri (bugis) adalah sebuah konsep yang menentukan identitas orang Bugis-Makassar dan masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya. Konsep siri mengacu pada perasaan malu dan harga diri. Ditinjau dari aspek harfiahnya, siri dalam masyarakat Bugis-Makassar dapat diartikan sebagai rasa malu.lebih meng kerucut ketika membahas siri merupakan salah satu falsafah hidup Masyarakat Bugis-Makassar. Falsafah ini harus dijunjung tinggi, karena apabila seseorang tidak memiliki siri', maka perilaku orang tersebut bisa dikatakan lebih rendah dari binatang, karena cenderung tidak memiliki rasa malu, harga diri, dan kepedulian sosial. Siri merupakan sebuah konsep falsafah hidup dalam kehidupan masyarakat Bugis-Makassar yang 1 Istilah suku Bugis-Makassar yang digunakan dalam penulisan ini menunjukkan bahwa kedua suku tersebut merupakan bagian etnik yang menyatu dengan bangsa (nation) Indonesia, dibawah kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia. Tanda hubung (-) yang merangkaikan istilah Bugis-Makassar merupakan penyebutan terhadap kedua suku bangsa dimaksud secara bersama-sama, karena keduanya dipandang memiliki kebudayaan yang sama, utamanya dalam hal konsep siri yang akan dibahas dalam penelitian ini. 2 Kata aksara lontara :siri, Pada penelitian ini ditulis dengan aksara latin siri, disertai dengan tanda glottal stop ( ). Peneliti tidak menulis dengan menggunakan dalam bahasa Bugis dengan akasara latin sirik, agar makna siri tidak di baurkan dengan makna sirik, yakni iri hati, dengki.

3 dianggap sakral. Begitu sakralnya kata itu, sehingga apabila seseorang kehilangan siri n (siri na) atau de ni gaga siri na yang berarti tidak punya lagi rasa malu, maka tak ada lagi artinya dia menempuh kehidupan sebagai manusia, bahkan orang Bugis-Makassar berpendapat kalau mereka itu sirupai olo kolo e yang berarti seperti binatang. Keyakinan masyarakat Bugis-Makassar tidak ada tujuan atau alasan hidup lebih tinggi atau lebih penting dari pada menjaga siri na dan jikalau merasa tersinggung, atau ripakasiri yang artinya dipermalukan merasa lebih senang mati dengan berkelahi untuk memulihkan siri nya daripada hidup tanpa siri. Orang Bugis-Makassar terkenal di Indonesia, karena dengan mudah mereka berkelahi kalau diperlakukan tidak sesuai dengan derajatnya. Meninggal karena siri dikatakan mate ri gollai, mate ri santangi artinya mati diberi gula dan santan, artinya mati untuk sesuatu yang berguna. 3 Saat pra penelitian di kota Makassar dan di dua kabupaten yakni Kab. Gowa dan Kab. Bone kekerasan dalam rumah tangga merupakan perkara sangat kental dikaitkan dengan nilai siri na pesse dalam kehidupan bersosial masyarakat, serta di sebuah lembaga yang berkompeten dalam bidang penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak yakni Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (LBH APIK) Makassar menyimpulkan bahwa dari keseluruhan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani kebanyakan kasus diselesaikan melalui proses non litigasi. 3 Abu Hamid Dkk : 2005 :Siri dan passé harga diri : manusia bugis, Makassar, mandar, toraja, Pustaka Refleksi : hlm. 20-21

4 Tabel 1.1 Data kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Litigasi dan non-litigasi 2012-2013 No Tahun Litigasi Non Litigasi 1 2012 12 Kasus 13 Kasus 2 2013 29 Kasus 70 Kasus Jumlah 41 Kasus 83 Kasus Sumber : LBH APIK Makassar, Agustus, 2014 Tokoh masyarakat atau to matoa kampong yang dipercaya disebuah kabupaten, yakni kabupaten Gowa yang bernama Abdul Hamid Dg. Sitaba menyatakan bahwa masih kurangnya pemahaman masyarakat sekitar, ketika tersandung sebuah perkara baik itu perkara pidana maupun perdata, mereka langsung melaporkannya kepada tokoh masyarakat (to matoa kampong), dan khusus pada kasus kekerasan dalam rumah tangga yang sangat sarat dengan siri e, sebagai to matoa kampong yang diberi kepercayaan oleh masyarakat untuk membantu proses penyelesaian kasus yang diterjadi tersebut,maka peran tokoh masyarakat memiliki posisi yang sangat penting dalam proses penyelesaian sebuah perkara, baik pula pada kasus kekerasan dalam rumah tangga yang diadukan secara langsung oleh korban sendiri atau masyarakat sekitar. 4 4 Hasil wawancara langsung peneliti dengan Dg. Sitaba dikediamannya di Desa Bategulung, Kec. Bontonompo, Kab. Gowa, tanggal 23 April 2014.

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa yang mendasari masyarakat Bugis-Makassar memilih proses non litigasi sebagai penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga? 2. Bagaimana proses penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga masyarakat Bugis-Makassar berdasarkan perspektif budaya siri? C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mendorong masyarakat Bugis-Makassar memilih proses non litigasi dalam penyelesaian kasus Kekerasan dalam rumah tangga. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis proses non litigasi yang ditempuh masyarakat Bugis-Makassar dalam penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga. D. Keaslian Penelitian. Sebelum melakukan penelitian hukum, telah dilakukan penelusuran terhadap kemungkinan judul serupa yang pernah diambil sebagai penelitian ilmiah sebelumnya baik yang mengenai budaya siri masyarakat Bugis-Makassar

6 maupun mengenai kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Beberapa penelitian tersebut yakni: 1. Siri sebagai bagian budaya dan kesadaran hukum masyarakat Bugis- Makassar di Sulawesi Selatan. 5 Adapun rumusan masalah dari laporan peneilitian ini yakni: a. Bagaimanakah hubungan antara budaya siri dengan lingkungan? b. Nilai-nilai budaya siri yang bagaimanakah yang harus dilestarikan berdasarkan Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1982 (Pasal 9 ayat (3) UU No. 23 Tahun 1997) dan UU No. 5 Tahun 1992? Adapun kesimpulan dari laporan penelitian ini yakni : a. Konsep siri menurut hukum adalah bagian dari nilai-nilai etika (value of legal ethic) yang di sublimasikan dari kandungan nilai siri yang menempati wujud sistem budaya (culture system) Bugis-Makassar. Nilai-nilai etika hukum yang antara lain memuat kandungan nilai-nilai malu serta harga diri (martabat) merupakan bagian asas-asas hukum yang mendasari kaidah-kaidah hukum adat beserta segenap lembaganya. b. Siri tidak hanya membela dan melindungi lingkungan hidup yang bersifat fisik, misalnya perlindungan cagar budaya seperti yang diatur dalam Pasal 14 UULH/Pasal 9 ayat (3) UUPLH dan No. 5 Tahun 1992 tetapi membela harkat dan matabat manusia dan kemanusiaan 5 Ahmad Khairun Hamrany, 2002, Siri sebagai bagian budaya dan kesadaran hukum masyarakat Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan, Laporan Penelitian, UGM.

7 secara keseluruhan yang perlu untuk di lidungi sehingga budaya siri yang bernilai positif dan yang telah diakui sebagai hukumlah yang senantiasa dilestarikan sebagai way of life. 2. Penegakan hukum pidana terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga (studi kasus terhadap suami yang mempekerjakan istri sebagai pekerja seks komersial). 6 Adapun rumusan masalahnya yakni: a. Apa saja faktor yang menyebabkan istri dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial oleh suaminya? b. Bagaimana tindakan suami yang mempekerjakan istri sebagai pekerja seks komersial dilihat dari perspektif hukum pidana? c. Apa saja faktor tidak adanya penegakan hukum pidana terhadap kasus suami yang mempekerjakan istrinya sebagai pekerja seks komersial? Kesimpulan dari laporan penelitian ini adalah: a. Faktor-faktor yang menyebabkan istri dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) oleh suaminya yaitu kemiskinan, hutang yang menumpuk tidak terbayar, pendapatan suami yang kurang memenuhi kebutuhan keluarga. b. Suami yang mempekerjakan istrinya sebagai pekerja seks komersial (PSK) dapat dijerat oleh hukum karena sudah terdapat payung hukum untuk menanggulangi tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 6 Daru Soho Pramono, 2011, Penegakan hukum pidana terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga (studi kasus terhadap suami yang mempekerjakan istri sebagai pekerja seks komersial), Skripsi, UGM.

8 yaitu Pasal 6 yang isinya tentang kekerasan fisik, Pasal 7 yang mengatur tentang kekerasan psikis, dan Pasal 8 mengenai kekerasan seksual Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. c. Faktor yang menyebabkan tidak adanya penegakan hukum pidana terhadap kasus suami yang mempekerjakan istrinya sebagai pekerja seks komersial (PSK) adalah suatu proses yaitu dimulai tidak adanya sosialisasi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sehingga menjadikan ketidaktahuan dari suami sebagai pelaku bahwa perbuatannya itu sudah melanggar hukum. 3. Peran imam dalam penyelesaian sengketa perkawinan lari di Makassar. 7 Adapun rumusan masalah yang diangkat yakni: a. Bagaimana struktur lembaga Imam dalam masyarakat Makassar? b. Bagaimana peran imam dalam menyelesaikan kasus kawin lari di Makassar? Kesimpulan dari tesis ini adalah: a. Sejarah Sulawesi Selatan umumya khususnya di Makassar diwarnai oleh pola-pola ajaran Islam yang turut membentuk 7 Abdul Gafur, 2010, Peran imam dalam penyelesaian sengketa perkawinan lari di Makassar, Tesis, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

9 jaringan dalam peta budaya. Sejak masuknya Islam, penerimaan dan penyebarannya lebih lanjut kedalam masyarakat. b. Norma-norma masyarakat Makassar seperti yang terlihat sekarang ini merupakan warisan sosial yang sudah mengalami seleksi dari pangadakkan. Norma-norma masyarakat ini kemudian sejalan dengan sistem hukum nasional dalam kehidupan bermasyarakat. Secara keseluruhan penelitian hukum di atas peneliti menganggap belum ada penelitian yang membahas secara khusus perspektif siri sebagai penyelesaian proses non-litigasi terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga pada masyarakat Bugis-Makassar. E. Manfaat Penelitian Apabila tujuan penelitian tersebut dapat tercapai, maka kemanfaatan yang akan diperoleh dari penelitian ini meliputi dua aspek, yaitu: 1. Aspek keilmuan: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga melalui proses non litigasi dengan berkiblat pada budaya siri Masyarakat Bugis-Makassar. 2. Aspek praktis: a. Manfaat bagi Praktisi Hukum 1) Penelitian ini dapat digunakan sebagai solusi dalam menghadapi sebuah kasus kekerasan dalam rumah tangga yang marak terjadi di Indonesia khusus pada masyarakat Bugis-Makassar.

10 2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi untuk tidak hanya fokus terhadap penyelesaian melalui litigasi jika menghadapi kasus kekerasan dalam rumah tangga. 3) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih kepada praktisi hukum dalam menentukan pilihan proses penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di lingkup masyarakat Bugis-Makassar. 4) Peneltian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan proses penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga dilingkup masyarakat Bugis-Makassar secara khususnya dan di Indonesia secara umumnya. b. Manfaat bagi akademisi hukum 1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konsep penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga melalui proses non litigasi. 2) Penelitian ini diharapkan dapat menciptakan pemahaman mengenai budaya yang hidup dalam sebuah masyarakat sebagai acuan peroses penyelesaian kasus terkhusus pada kasus kekerasan dalam rumah tangga.