NASKAH PUBLIKASI. TINJAUAN YURIDIS SURETY BOND PADA PT. ASKRINDO (Studi Kasus pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintah Kota Surakarta) SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. prasarana yang berfungsi mendukung perkembangan berbagai bidang,

BAB I PENDAHULUAN. Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BERITA ACARA PENGAJUAN KLAIM ASURANSI DAN BENTUK JAMINAN

BAB I PENDAHULUAN. Kemungkinan akan terjadinya suatu kerugian yang biasa disebut juga risiko,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 1400 KUHPerd menetapkan, Subrogasi atau. dapat terjadi karena persetujuan atau karena Undang-undang.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PERTANGGUNGJAWABAN PT. POS INDONESIA ATAS KLAIM TERHADAP PENGIRIMAN PAKET BARANG DI KANTOR POS KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar segala bidang tersebut tentu akan membawa banyak perubahan yang sangat

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

JAMINAN PENAWARAN (Penalty System)

KEKUATAN HUKUM INDEMNITY LETTER TERHADAP PELAKSANAAN RECOV- ERY DALAM PERJANJIAN ASURANSI SURETY BOND

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Dalam perjanjian asuransi Surety Bond khususnya di dalam formulir

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Aspek Hukum Perjanjian Asuransi Surety Bond dalam Kontrak Pemborongan

NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN COVER ASURANSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) CABANG BOYOLALI

Kinerja Bisnis Penjaminan Surety Bonds di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S-1) Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

LAMPIRAN-LAMPIRAN CV. DELTA KONSULTANT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian di

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN. (Studi Kasus di PT. Bank Danamon Tbk. DSP Cabang Tanjungpandan)

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

ADDENDUM 02. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

Penyelesaian Klaim Dalam Perjanjian Construction Contract Bond Oleh PT. Asuransi JasaRaharja Putera Cabang Pekanbaru

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 68/PMK.04/2009 TENTANG

PERTANGGUNGJAWABAN PT. POS INDONESIA ATAS KLAIM TERHADAP PENGIRIMAN PAKET BARANG DI KANTOR POS KOTA SURAKARTA SKRIPSI.

BAB 1 PENDAHULUAN dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SK) No. 23/88/KEP/DIR tanggal 18 Maret 1991 pasal 5 ayat (1) dan (2).

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA

2017, No Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1995 tent

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN MELALUI PENJUALAN DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PD.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM HAL TERJADI KERUSAKAN ATAU KEHILANGAN BARANG JAMINAN DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) KOTA MADIUN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-27/BC/2009 TENTANG

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

REVIEW OF THE LAW AGAINST DEBT ABSORPTION BANKING CREDIT AGREEMENT YUYUK HERLINA / D

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

EKSISTENSI SURETY BOND DALAM LEMBAGA JAMINAN ASURANSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

-1- PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 2 /BC/2011 TENTANG PENGELOLAAN JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Dasar (selanjutnya disebut UUD)

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang

WANPRESTASI DALAM PEMBAYARAN PREMI ASURANSI DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG ASURANSI JIWA

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Un

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Piutang negara saat ini cukup besar terutama yang berasal dari perbankan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS SURETY BOND PADA PT. ASKRINDO (Studi Kasus pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintah Kota Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun oleh: NANANG SUDIBYO C 100 070 084 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 i

PERSETUJUAN Naskah publikasi ini disetujui oleh Pembimbing Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Menyetujui Pembimbing I Pembimbing II ( Shalman Al-Farizy, SH., MM., M.Kn ) ( Inayah, SH., MH ) Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Dr. Natangsa Surbakti, S.H., M.Hum. ii

Tinjauan Yuridis Surety Bond pada PT. Askrindo (Studi Kasus pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintah Kota Surakarta) Nanang Sudibyo C 100070084. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015 nnngsudibyo@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Perama, proses penerbitan Surety Bond di PT. Askrindo pada proyek pengadaan barang/jasa Pemerintah Kota Surakarta; Kedua, akibat hukum yang timbul apabila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan Surety Bond di PT Askrindo pada proyek pengadaan barang/jasa Pemerintah Kota Surakarta. Penelitian dilaksanakan di kantor perwakilan PT Askrindo Kota Surakarta. Sumber data menggunakan data sekunder berupa data perjanjian Surety Bond dan data primer hasil penelitian lapangan. Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa: Pertama, Prosedur Penerbitan Surety Bond di PT. Askrindo pada proyek pengadaan barang dan jasa pada Pemerintah Kota Surakarta adalah: membuat perjanjian pokok yang berisi jumlah kerugian yang akan ditanggung oleh pihak surety jika terjadi wanprestasi yang dilakukan Principal, mengajukan permohonan menjadi nasabah, mengisi formulir permohonan, Principal melengkapi dokumen, proses underwriting (pemeriksaan); Kedua, Akibat Hukum yang Timbul Apabila Terjadi Wanprestasi dalam Pelaksanaan Surety Bond adalah dilakukan penagihan recovery dan segera melakukan eksekusi atas agunan yang ada pada Surety. Kata Kunci: wanprestasi dalam surety bond, proyek pengadaan barang dan jasa ABSTRACT Purpose of this study was to determine: First, the process of issuance of surety bonds in PT. Askrindo on project procurement of goods / services Surakarta City Government; Second, The legal consequences that arise in the event of default in the execution of Surety Bond in PT Askrindo on project procurement of goods / services of the Government of Surakarta. The experiment was conducted at the offices of PT Askrindo of Surakarta. Source of data using secondary data Surety Bond agreement and primary data field research. Data were analyzed using qualitative analysis.the results showed that: First, Surety Bond Issuance Procedures in PT. Askrindo on project procurement of goods and services in the Government of Surakarta is: create a basic agreement that contains the amount of the loss will be borne by the surety in the event of default are done Principal, apply as a customer, fill out the application form, Principal complete documents, the underwriting process (examination); Second, As a result of Law Arising in the Implementation of Default Occurs When Surety Bond is done directly by sending a letter to the Principal for immediate execution of collateral that is the Surety. Keywords: Default in Surety Bond, Project Procurement iii

PENDAHULUAN Proses pengadaan barang pemerintah daerah harus mengikuti pelelangan umum yaitu metode pemilihan penyedia barang/jasa untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang memenuhi syarat. 1 Perusahaan penyedia barang/jasa yang mengikuti lelang dalam pengadaan barang/jasa pada pemerintah daerah selain harus memenuhi syaratsyarat administrasi juga harus memberikan surat jaminan penawaran yang diterbitkan oleh bank umum (tidak termasuk bank perkreditan rakyat) atau oleh perusahaan asuransi yang mempunyai program asuransi kerugian (Surety Bond) yang mempunyai dukungan reasuransi sebagaimana persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 2 Surat Jaminan adalah jaminan tertulis yang bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional), yang dikeluarkan oleh Bank Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi yang diserahkan oleh Penyedia Barang/Jasa kepada PPK/Kelompok Kerja ULP untuk menjamin terpenuhinya kewajiban Penyedia Barang/Jasa. Jaminan ini diberlakukan agar perusahaan penyedia barang/jasa yang memenangkan proyek pengadaan barang/jasa tidak melakukan wanprestasi atas kesepakatan perjanjian yang telah disepakati. Ada berbagai macam asuransi dan penjaminan di Indonesia yang bertujuan untuk memberikan jaminan terhadap pihak-pihak terkait apabila 1 Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal 1 Ayat 23 2 Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah. Ayat 1 Pasal 5c iv

terjadi wanprestasi dari kesepakatan perjanjian yang sudah disepakati. Asuransi atau dalam bahasa belanda verzekering berarti pertanggungan. Dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu: yang satu sanggup menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian suatu kerugian, yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya. 3 Surety Bond merupakan salah satu bentuk alternatif yang dikeluarkan dari perusahaan asuransi untuk menjamin pemilik proyek (obligee) supaya hak-haknya terlaksana dengan baik dan benar. Seperti yang di kemukakan oleh Ricardo Simanjuntak di artikelnya yang berjudul Surety Bond dan kepastian hukum penjaminan di Indonesia, Surety Bond merupakan suatu produk inovatif perusahaan asuransi sebagai upaya pengambilalihan potensi resiko kerugian yang mungkin dapat dialami oleh salah satu pihak atas kepercayaan yang diberikannya pada pihak lain dalam pelaksanaan kontrak yang telah disepakati oleh mereka. 4 Sebelum membuat Surety Bond, maka principal dipersyaratkan membuat Agreement Of Indemnity (Perjanjian Ganti Rugi) yang akan digunakan sebagai dasar untuk penuntutan ganti kerugian terkait dengan klaim yang telah dibayarkan oleh surety. Pada prakteknya meskipun perusahaan asuransi telah memiliki Agreement Of Indemnity untuk melakukan penuntutan ganti rugi, hal itu sulit untuk dilakukan. 3 Wirjono prodjodikoro. 1986. Hukum asuransi Indonesia. Jakarta: PT Intermasa. hal. 1 4 Ricardo Simanjuntak. 2004. Surety Bond Dan Kepastian Hukum Penjaminan di Indonesia, Artikel LPHI Jakarta. Hal 2 v

Penulis bermaksud membahas permasalahan tentang jaminan pelaksanaan atau performance bond yang dimana pelaksanaannya itu sendiri banyak masyarakat atau perusahaan yang terkait kurang mengetahui apa itu Surety Bond dan bagaimana pelaksanaannya. Oleh karena itu dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa mempermudah dan membantu masyarakat dan para pengusaha untuk lebih memahami atau mengetahui apa itu Surety Bond dalam pelaksanaannya beserta penjaminannya. Permasalahan yang diteliti dirumuskan sebagai berikut: Pertama, bagaimanakah proses penerbitan Surety Bond di PT. Askrindo pada proyek pengadaan barang/jasa Pemerintah Kota Surakarta?; Kedua, bagaimanakah akibat hukum yang timbul apabila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan Surety Bond di PT Askrindo pada proyek pengadaan barang/jasa Pemerintah Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris adalah yaitu pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian data primer di lapangan. Penelitian ini mengambil lokasi di di kantor perwakilan PT Askrindo Kota Surakarta. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder berupa vi

perjanjian surety bond dan brosur surety bond serta data primer dari hasil wawancara. Metode pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan wawancara. Metode analisis data menggunakan analisis kualitatif. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Prosedur Penerbitan Surety Bond di PT. Askrindo Prosedur Penerbitan Surety Bond di PT. Askrindo pada proyek pengadaan barang dan jasa pada Pemerintah Kota Surakarta adalah: Pertama. Membuat perjanjian pokok yang berisi jumlah kerugian yang akan ditanggung oleh pihak surety jika terjadi wanprestasi yang dilakukan Principal. Pihak Principal dan Obligee sepakat untuk mengadakan perjanjian pemberian jaminan dengan penyerahan hak milik secara fidusia; Kedua, selanjutnya pihak principal menempuh beberapa prosedur sebagai berikut: Mengajukan permohonan menjadi nasabah terlebih dahulu dengan menyampaikan data informasi yang lengkap tentang perusahaan, misalnya Laporan Keuangan, Akta Pendirian, Surat Perijinan, dan dokumen penunjang lainnya. Mengajukan permohonan yang dapat setiap saat melalui pengisian formulir yang disediakan dan menegaskan jenis Surety Bond yang dikehendaki Selanjutnya dalam mengajukan permohonan untuk mendapatkan Jaminan dalam bentuk Surety Mengisi formulir permohonan penerbitan Surety Bond, pernyataan untuk menbayar ganti rugi, mengisi jaminan pribadi, menandatangani perjanjian pemberian jaminan dengan penyerahan hak milik secara fidusia, menandatangani surat penyerahan barang agunan dan kuasa untuk menjual Pada saat formulir dan pernyataan tersebut diserahkan, vii

Principal wajib melengkapi dengan dokumen-dokumen yang tertera pada syarat penerbitan Surety Bond, yaitu undangan lelang, SPK atau berita acara serah terima pekerjaan. Proses underwriting, proses ini dilakukan untuk memeriksa kelengkapan-kelengkapan setiap berkas-berkas yang menjadi syarat tersebut, apakah sudah sesuai dengan syarat atau masih terdapat kekurangan, sehingga tidak merugikan masing-masing pihak dikemudian hari. Keputusan underwriting (aplikasi diterima atau ditolak), apabila diterima maka aplikasi akan dilanjutkan ke proses penerbitan. PT. Askrindo kemudian berusaha memperoleh gambaran risiko yang akan ditanggung dengan analisis 5 (lima) C yaitu: Character, Capital, Capacity, Condition, dan Collateral terhadap kondisi principal. Membuat Perjanjian Ganti Rugi Kepada Pihak Surety atau Agreement of Indemnity To Surety adalah surat pernyataan yang dibuat dan ditandatangani oleh Principal dan Indemnitor di depan Notaris untuk kepentingan Perusahaan Surety, yang berisi kesanggupan Principal dan Indemnitor untuk membayar semua kerugian Perusahaan Surety yang diakibatkan oleh pembayaran klaim kepada Obligee karena Principal tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai ketentuan dalam kontrak. PT. Askrindo membuat Perjanjian reasuransi (asuransi ulang) adalah perjanjian antara penanggung (insurer) dan penanggung ulang (reinsurer), penanggung ulang menerima premi dari penanggung yang jumlahnya ditetapkan lebih dulu, dan penanggung ulang bersedia untuk membayar ganti kerugian kepada penanggung, bilamana dia membayar ganti kerugian kepada viii

tertanggung sebagai akibat asuransi yang dibuat antara penanggung dan tertanggung. Pembayaran Klaim oleh Perusahaan Surety dilakukan selambatlambatnya 30 (tigapuluh) hari setelah menerima surat tuntutan penagihan (Klaim). Pada kurun waktu 2006 sampai dengan tahun 2010, PT. Askrindo hanya terdapat satu (1) kasus Principal mengalami wanprestasi atau kegagalan dalam memenuhi kewajibannya pada Obligee, sehingga mengakibatkan PT. Askrindo harus melakukan pencairan Jaminan. Kalau di PT. Askrindo Cabang Solo belum pernah ada perusahaan yang wan prestasi. Dalam pelaksanaannya, Principal sampai mendekati batas waktu berakhirnya jangka waktu kontrak baru menyelesaikan 30% dari pelaksanaan pekerjaan yang dijanjikan dan telah menerima uang muka sebesar 20% dari nilai kontrak. Sampai berakhirnya kontrak, pekerjaan yang dijanjikan oleh Principal belum selesai. Hingga akhirnya pihak Obligee mengajukan klaim pencairan Jaminan kepada PT. Askrindo. Setelah menerima klaim dari Obligee maka PT. Askrindo melakukan survey dan penyelidikan atas kegagalan yang dilakukan Principal. Setelah dilakukan penyelidikan dan terbukti Principal telah melakukan wanprestasi. Adapun kesalahan (wanprestasi) yang dilakukan oleh Principal adalah melakukan pekerjaan yang diperjanjikan, namun terlambat dari schedule kontrak, sehingga PT. Askrindo melakukan pencairan Jaminan sebesar Nilai Jaminan yaitu Jumlah Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) dan Jaminan Pembayaran Uang Muka (Advance Payment Bond) sebesar Rp. 192.796.100,- yang mana ix

pembayaran Klaim dilakukan dengan melalui transfer ke rekening yang telah ditetapkan oleh Obligee. Akibat Hukum yang Timbul Apabila Terjadi Wanprestasi dalam Pelaksanaan Surety Bond di PT Askrindo pada Proyek Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintah Kota Surakarta Akibat Hukum yang Timbul Apabila Terjadi Wanprestasi dalam Pelaksanaan Surety Bond di PT Askrindo pada Proyek Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintah Kota Surakarta adalah dilakukan penagihan recovery secara langsung dengan mengirim surat kepada Principal untuk segera melakukan eksekusi atas agunan yang ada pada Surety. Penagihan recovery dapat juga dilakukan melalui pihak lain sebagai pemediasi atau disebut arbitrase, yaitu penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral. Pihak lain dalam hal ini adalah Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). 5 Surety berhak untuk menyerahkan piutang kepada KLKNL sesuai dengan surat Direktorat Jenderal Piutang Dan Lelang Negara Departemen Keuangan No. S-1217/DL/2001. Sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan No. 293/KMK.09/1993, KLKNL akan melakukan pemanggilan secara tertulis kepada Principal selaku penanggung hutang dan PT. Askrindo selaku penjamin hutang untuk diminta pertanggungjawaban penyelesaian piutang negara yang telah ditetapkan. Menurut ayat (2), dalam hal penanggung hutang atau penjamin hutang tidak memenuhi ketentuan yang 5 Andi Firman Maulana. 2013. Sub Area Manager Directur PT. Askrindo Cabang Solo,. Wawancara Pribadi, Surakarta, Jumat 11 Oktober 2013 Jam 14.30 WIB x

ditetapkan dalam surat panggilan, KLKNL memberi peringatan dan apabila penanggung hutang atau penjamin hutang masih mengabaikan peringatan, diberi peringatan terakhir. Hambatan Yang Dihadapi Perusahaan Surety Dalam Pelaksanaan Subrogasi atau Recovery adalah: (1) ketidakmampuan Principal memenuhi prestasi pada Obligee, sebagian besar mempengaruhi keadaan keuangan Principal, sehingga pelaksanaan subrogasi atau recovery membutuhkan waktu yang lama sesuai dengan kemampuan Principal; (2) Tidak optimalnya hasil yang diperoleh Perusahaan Surety dalam pelaksanaan subrogasi atau recovery, karena ketidak kemampuan Principal sehingga Perusahaan Surety membebaskannya dari biaya-biaya yang dikeluarkan dan bunga yang harus dibayar. Dalam mengatasi hambatan pelaksanaan subrogasi atau recovery atas klaim yang telah dibayarkannya, maka PT. Askrindo menempuh cara bersikap kooperatif dengan Principal, di mana melihat itikad baik dari Principal, sehingga memberikan kelonggaran kepada Principal untuk melakukan subrogasi atau recovery secara mencicil dan membebaskannya dari biayabiaya yang dikeluarkan dan bunga yang harus dibayar. Menurut Pasal 15 Keputusan Menteri Keuangan No. 293/KMK.09/1993 Principal dapat melakukan penyelesaian recovery dengan cara: Penyelesaian pembayaran Piutang Negara yang ditetapkan dalam Pernyataan Bersama dapat dilakukan dengan tunai atau mengangsur; Dalam hal pembayaran dilakukan dengan cara mengangsur, pelaksanaan pembayaran dilakukan setiap bulan, setiap triwulan atau setiap semester; Pelaksanaan xi

pembayaran Piutang Negara dilakukan melalui Bank yang ditunjuk, kecuali Penanggung Hutang, Penjamin Hutang menghendaki melakukan pembayaran di kantor BUPLN setempat; Dalam hal penanggung hutang atau penjamin hutang tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Pernyataan Bersama, BUPLN memberikan peringatan tertulis kepada Penanggung Hutang atau Penjamin Hutang untuk memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam Pernyataan Bersama. Penagihan dapat juga dilakukan melalui GAPENSI (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia). Dalam hal ini, Gapensi selaku asosiai kontraktor harus dapat menjembatani permasalahan yang terjadi diantara perusahaan asuransi dengan kontraktor. Gapensi harus dapat lebih berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan di bidang Surety Bond. Contohnya ialah Gapensi harus dapat membantu mengembalikan recovery Surety Bond atas klaim yang diberikan. Pemberian sanksi yang tegas juga harus diberikan kepada anggota yang tidak mempunyai iktikad baik dalam mengembalikan recovery. Sarana terakhir yaitu penagihan melalui jalur hukum. PT. Askrindo jika principal tidak melakukan penyelesaian recovery secara hukum. Penagihan recovery dilakukan secara langsung kepada Principal. Penagihan ini umumnya dilakukan atas dasar kepercayaan Surety terhadap Principal. Alasannya tidak dilakukannya penagihan secara hukum ialah karena biaya xii

yang dikeluarkan akan menjadi lebih besar serta proses penyelesaian recovery tersebut akan menjadi lebih lama. 6 Terkait dengan kekuatan eksekutorial, adanya perjanjian ganti rugi ini belum dapat menjamin bahwa Surety akan memperoleh recovery ataupun akan dapat melakukan eksekusi jaminan milik Principal. Perjanjian ganti rugi di tanda tangani oleh direktur dan komisaris Principal serta dilegalisasi oleh notaris. Legalisasi perjanjian ganti rugi ini oleh notaris, belum dapat menjamin suatu Collateral dapat langsung dilakukan eksekusi. Untuk dapat melakukan eksekusi Benda jaminan tersebut perlu dilakukan pengikatan untuk dapat dilakukan eksekusi. Pada kasus ini pengikatan dapat dilakukan dengan hipotik. Ketentuan tentang Hipotik yang diatur dalam KUHPerdata sebagian besar sudah tidak berlaku lagi sejak diundangkannya Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu sepanjang yang mengatur mengenai tanah beserta bendabenda yang berkaitan dengan tanah, sedangkan ketentuan lainnya masih berlaku saat ini. Ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata yang berkenaan dengan hipotik untuk barang-barang tidak bergerak terutama tanah-tanah. Hal sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 315c KUHD tentang hak tanggungan. Terkait dengan recovery, penyelesaiannya dapat juga dilakukan melalui mediasi ataupun melalui arbitrase. Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral. Pihak ketiga ini bisa individu, arbitrase terlembaga atau arbitrase sementara (ad hoc). (Huala Adolf, 2006). Dalam klausula arbitrase terdapat dua buah klausula yaitu : pactum de 6 Andi Firman Maulana. 2013. Sub Area Manager Directur PT. Askrindo Cabang Solo,. Wawancara Pribadi, Surakarta, Jumat 11 Oktober 2013 Jam 14.30 WIB xiii

compromitendo dan acta compromise. Klausula pactum de compromitendo merupakan suatu klausula arbitrase yang dibuat sebelum suatu sengketa terjadi. Hal ini dapat dilakukan bersamaan pada waktu pembuatan perjanjian pokoknya ataupun setelah perjanjian pokoknya. Hal ini membuktikan bahwa klausula pactum de compromitendo merupakan suatu klausula yang menjadi satu dengan perjanjian pokoknya ataupun merupakan suatu perjanjian tersendiri. Acta compromise yaitu suatu klausula arbitrase yang dapat dibuat setelah suatu sengketa terjadi dan para pihak setuju bahwa sengketa yang terjadi dapat diselesaikan melalui jalur arbitrase. Pada kasus ini antara Surety dengan Principal dapat dibuatkan suatu klausula acta compromise mengenai penyelesaian recovery. Adanya klausula ini diharapkan dapat membantu Surety untuk mendapatkan recovery dari Principal. PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan yang diambil adalah: Pertama, prosedur penerbitan Surety Bond di PT. Askrindo pada proyek pengadaan barang dan jasa pada Pemerintah Kota Surakarta adalah: membuat perjanjian pokok yang berisi jumlah kerugian yang akan ditanggung oleh pihak surety jika terjadi wanprestasi yang dilakukan Principal, mengajukan permohonan menjadi nasabah, mengisi formulir permohonan, Principal melengkapi dokumen, proses underwriting (pemeriksaan), PT. Askrindo kemudian berusaha memperoleh gambaran risiko yang akan ditanggung dengan analisis 5 (lima) C yaitu: Character, Capital, Capacity, Condition, dan Collateral terhadap xiv

kondisi principal, membuat Perjanjian Ganti Rugi Kepada Pihak Surety, dan membuat Perjanjian reasuransi (asuransi ulang). Kedua, akibat hukum yang timbul apabila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan Surety Bond di PT Askrindo pada Proyek Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintah Kota Surakarta adalah dilakukan penagihan recovery secara langsung dengan mengirim surat kepada Principal untuk segera melakukan eksekusi atas agunan yang ada pada Surety. Hambatan Yang Dihadapi Perusahaan Surety Dalam Pelaksanaan Subrogasi atau Recovery adalah: ketidakmampuan Principal memenuhi prestasi pada Obligee; Tidak optimalnya hasil yang diperoleh Perusahaan Surety dalam pelaksanaan subrogasi atau recovery, karena ketidak kemampuan Principal sehingga Perusahaan Surety membebaskannya dari biaya-biaya yang dikeluarkan dan bunga yang harus dibayar. Oleh karena itu PT. Askrindo memberikan kelonggaran kepada Principal untuk melakukan subrogasi atau recovery secara mencicil dan membebaskannya dari biaya-biaya yang dikeluarkan dan bunga yang harus dibayar. Saran Saran yang diberikan adalah: Pertama, saran kepada PT. Askrindo, untuk dapat meminimalisasi permasalahan hukum yang mungkin timbul dan untuk mencegah terjadinya wanprestasi maka harus dibuat perjanjian yang secara jelas mengatur hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan dapat ditambahkan juga catatan khusus berupa kesepakatan para pihak yang mengatur kriteria dalam letak dan segi apa kategori wanprestasi tersebut dapat muncul karena selama ini penilaian dan pengawasan proyek kerja hanya xv

dilakukan oleh obligee saja dan tidak ada kesempatan bagi principal untuk membuktikan mereka tidak melakukan wanprestasi. Saran kepada PT. Askrindo, agar tidak terjadi permasalahan yang berlarut-larut dalam pelaksanaan recovery pada perusahaan yang wanprestasi, maka dalam melakukan survei pada proses proses penerbitan surety bond lebih menerapkan prudent underwriting dengan menerapkan prinsip mengenal nasabah. Selanjutnya dilakukan pengikatan jaminan tidak hanya dapat dilakukan dengan perjanjian ganti rugi / agreement indemnity saja, tetapi pengikatan jaminan juga dapat dilakukan dengan fidusia ataupun melalui hak tanggungan. Jika recovery atau subrogasi tidak berjalan lancar, dalam arti masih dapat dilakukan secara mencicil dan tidak dikenakan bunga, maka diharapkan dalam underwriting (analisis dalam pemberian jaminan). Kedua, saran kepada masyarakat (pengusaha), agar proyek dapat berlangsung dengan lancar, pembiayaan dapat berjalan hingga proyek selesai, dan mengantisipasi kejadian yang tak diinginkan, perusahaan dapat bekerja sama dengan perusahaan penerbit surety bond. Sebaiknya perusahaan perlu menyiapkan berkas yang diperlukan agar proses perjanjian dapat dibuat dengan cepat dan berusaha menepati kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya. Ketiga, saran kepada pemerintah, perlu menyediakan instrumen hukum yang lebih jelas tentang penjaminan proyek sehingga masyarakat pengusaha dapat melaksanakanya dengan baik. Saran kepada penelitian berikutnya, penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian lanjutan tentang perjanjian penjaminan dalam proyek kontruksi. xvi

DAFTAR PUSTAKA Djumialdji, F.X.. 1995. Perjanjian Pemborongan. Jakarta : PT Rineka Cipta. Harahap, M. Yahya. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung : Alumni. Hermiati, Atty. 1992. Surety Bond dan Prinsip-prinsip Underwriting, PT (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja, Jakarta Mukmin, Mohamad Ichram. 1992. Pengadaan Barang dan Jasa. Pusat Pendidikan dan Latihan Anggaran. Panggaribuan, Emmy. 1996. Bentuk Jaminan (Surety-Bond, Fidelity Bond) Dan Pertanggungan Kejahatan (crime Insurance), Liberty, Yogyakarta. Prodjodikoro, Wirjono. 1986. Hukum asuransi Indonesia. Jakarta : PT Intermasa Satrio, J. 1999. Hukum Perikatan Perikatan pada Umumnya. Bandung : Alumni Sianipar, J. Tinggi dan Jan Pinontoan. 2003. Surety Bond Sebagai Alternatif Dari Bank Garansi, Jakarta: CV. Dhamaputra. Simanjuntak, Ricardo. 2004. Surety Bond Dan Kepastian Hukum Penjaminan di Indonesia, Artikel LPHI Jakarta Soekanto, Soejono. 1999. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI. xvii