Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan. Laporan EHRA Kota Tangerang Selatan. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
KOTA TANGERANG SELATAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015

Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/kota karena:

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014

LAPORAN STUDI EHRA(Environmental Health Risk Assessment)

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato.

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

( ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah

BAB 5 BUKU PUTIH SANITASI 2013

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

PENAMBAHAN RUANG KELAS SD PERKIRAAN NILAI PEKERJAAN RENCANA PELAKSANAAN NO NAMA PROGRAM/KEGIATAN KEGIATAN

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014

LAPORAN PEMUTAKHIRAN STUDI EHRA (Environmental

5.1. Area Beresiko Sanitasi

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

Laporan Study EHRA Kota Lhokseumawe Utara

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 2014

PEMERINTAH KOTA DEPOK. Draft Laporan. Survey Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT (EHRA) Kota Depok

Kelompok Kerja PPSP Kab. Luwu Utara Tahun 2013 KATA PENGANTAR

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243

RENCANA UMUM PENGADAAN (RUP) DINAS PENDIDIKAN KOTA TANGERANG SELATAN

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

No. Kriteria Ya Tidak Keterangan 1 Terdapat kloset didalam atau diluar. Kloset bisa rumah.

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

Pasir Pengaraian, Mei Bupati Rokan Hulu. H. Achmad, M.Si

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN

Bab 5: 5.1 AREA BERESIKO SANITASI

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BUKU SAKU VERIFIKASI SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN

BAB III PROFIL SANITASI WILAYAH

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan TAHUN 2015 KABUPATEN NGAWI

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I PENDAHULUAN... 2 BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH SURVEI EHRA Penentuan Target Area Survei... 4

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan

WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA PADANG PANJANG

BAB V Area Beresiko Sanitasi

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL/SANITASI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT)

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau

PANDUAN PELAKSANAAN VERIFIKASI

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

Tabel Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2014Kota Padangsidimpuan. Kecamatan Kluster. PSP.Tenggara 3. PSP.

LAMPIRAN I HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBAR KERJA AREA BERISIKO

T E S I S KAJIAN PENINGKATAN SANITASI UNTUK MENCAPAI BEBAS BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN DI KECAMATAN KARANGASEM BALI

PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) TAHUN (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN SAMBAS

KOTA TANGERANG SELATAN

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2

Profil Sanitasi Wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Survey EHRA Kabupaten Jayapura 2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Environmental Health Risk Assessment (EHRA) \ Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BANJARMASIN

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM. Bab.I Pendahuluan

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN. NOMOR : 13 Tahun 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

EHRA. Laporan. Studi. Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu. Environmental Health Risk Assessment Study. Pokja Sanitasi Kabupaten Mukomuko

KEBUTUHAN DATA SEKUNDER PADA BAB 2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

PEMBUATAN JAMBAN KELUARGA

RISALAH RAPAT Menindaklanjuti Hasil Rapat POKJA Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KAPUAS. Kelompok Kerja Sanitasi/Pokja AMPL Kabupaten Kapuas

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT)

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA PALANGKA RAYA

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

Transkripsi:

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 1

KATA PENGANTAR Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR DIAGRAM... v Bagian 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. LATAR BELAKANG... 1 1.2. LANGKAH PENETAPAN AREA BERESIKO... 1 Bagian 2 METODOLOGI PELAKSANAAN... 1 2.1. SUSUNAN TIM SURVER EHRA POKJA AMPL KOTA TANGERANG SELATAN... 1 2.2. AREA SURVEY EHRA... 1 2.3. JUMLAH RESPONDEN SURVEY EHRA KOTA TANGERANG SELATAN... 6 Bagian 3 DATA DAN ANALISIS HASIL SURVEY EHRA KOTA TANGERANG SELATAN... 1 3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN... 1 3.2. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA... 3 3.3. PEMBUANGAN AIR KOTOR/LIMBAH TINJA MANUSIA DAN LUMPUR TINJA... 8 3.4. DRAINASE LINGKUNGAN/SELOKAN SEKITAR RUMAH DAN BANJIR... 14 3.5. PENGELOLAAN AIR MINUM, MASAK, MENCUCI DAN GOSOK GIGI YANG AMAN... 17 3.6. PERILAKU HYGINE/SEHAT... 24 3.7. KEJADIAN PENYAKIT DIARE... 26 3.8. HASIL PENGAMATAN ENUMERATOR... 27 3.8.1. Sumber Air Minum, Memasak, Mencuci alat memasak, Makan dan Minum... 27 3.8.2. Penyimpanan dan penanganan air minum dan masak yang baik dan aman 27 3.8.3. Prilaku hyginie/sehat... 28 3.8.4. Penanganan sampah rumah tangga di dapur... 29 3.8.5. SPAL rumah tangga non tinja... 30 3.8.6. Pengamatan kamar mandi... 30 3.8.7. Pengamatan WC/jamban... 31 3.8.8. Pengamatan tempat cuci pakaian... 34 3.8.9. Pengamatan halaman/pekarangan/kebun... 35 3.8.10. Pengolahan sampah (daur ulang dan penggunaan kembali)... 37 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 ii

Lampiran 1 SK Tim Survey EHRA Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 Lampiran 2 Daftar Rencana Kerja & Tugas Tanggungjawab Tim Survey EHRA Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 iii

DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko 3 Tabel 2. 2 Klastering Untuk Wilayah Study EHRA Tingkat Kecamatan dan Kelurahan Kota Tangerang Selatan (gabungan) 3 Tabel 2. 3 Hasil Kompilasi Klastering Untuk Wilayah Study EHRA Kota Tangerang Selatan 5 Tabel 2.4 Hasil klastering desa/kelurahan untuk penentuan area Studi EHRA 6 Tabel 2.5 Desa/kelurahan untuk area Studi EHRA Kota Tangerang Selatan 6 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 iv

DAFTAR DIAGRAM Diagram 3. 1 Status kedudukan responden di dalam keluarga 2 Diagram 3. 2 Kelompok Umur Responden 2 Diagram 3. 3 Status Kepemilikan Rumah 2 Diagram 3. 4 Kepemilikan Anak 2 Diagram 3. 5 Jumlah Anak Laki-laki dalam keluarga 3 Diagram 3. 6 Jumlah anak perempuan dalam keluarga 3 Diagram 3. 7 Jumlah anak yang tinggal dirumah responden menurut kelompok Umur 3 Diagram 3. 8 Kondisi Sampah di lingkungan rumah 5 Diagram 3. 9 Pengelolaan sampah rumah tangga 5 Diagram 3. 10 Pengelolaan barang bekas layak pakai 6 Diagram 3. 11 Pemilahan sampah 6 Diagram 3. 12 Jenis sampah yang dipilah 6 Diagram 3. 13 Daur ulang sampah 6 Diagram 3. 14 Frekuensi petugas mengangkut sampah 7 Diagram 3. 15 Ketepatan waktu sampah diangkut 7 Diagram 3. 16 Apakah layanan sampah oleh petugas dibayar? 7 Diagram 3. 17 Pihak penerima layanan pengangkutan sampah 8 Diagram 3. 18 Besaran biaya layanan pengangkutan sampah per bulan 8 Diagram 3. 19 Tempat buang air besar orang dewasa... 9 Diagram 3. 20 Orang diluar anggota keluarga yang BAB di ruang terbuka... 10 Diagram 3. 21 Jenis kloset yang dipakai... 10 Diagram 3. 22 Tempat pembuangan akhir tinja... 10 Diagram 3. 23 Lama tangki septic dibangun... 11 Diagram 3. 24 Tangki septic terakhir dikosongkan... 11 Diagram 3. 25 Pihak yang mengosongkan tangki septic... 11 Diagram 3. 26 Tempat pembuangan tinja dari tangki septic... 11 Diagram 3. 27 Frekuensi anak balita (0-5 tahun) yang masih BABS... 12 Diagram 3. 28 Tempat membuang tinja di diapers... 12 Diagram 3. 29 Tempat membuang bekas diapers... 12 Diagram 3. 30 Kebiasaan anak diceboki setelah BAB... 13 Diagram 3. 31 Kebiasaan anak diceboki setelah BAB... 13 Diagram 3. 32 Tempat pembuangan tisu bekas cebok... 13 Diagram 3. 33 Keberadaan sarana air limbah selain tinja dirumah... 14 Diagram 3. 34 Tempat air limbah dapur dibuang... 14 Diagram 3. 36 Tempat air limbah cuci pakaian dibuang... 15 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 v

Diagram 3. 37 Tampat air limbah wastafel dibuang... 15 Diagram 3. 38 Kejadian banjir di rumah yang ditempati atau disekitar rumah... 15 Diagram 3. 39 Frekuensi kejadian banjir... 15 Diagram 3. 40 Lama banjir/air mongering... 16 Diagram 3. 41 Kejadian kamar mandi/jamban terendam air jika banjir... 16 Diagram 3. 42 Ketinggian air yang masuk kedalam rumah... 16 Diagram 3. 43 Sumber air mana yang biasa digunakan untuk minum?... 17 Diagram 3. 44 Sumber air mana yang biasa digunakan untuk masak?... 18 Diagram 3. 45 Sumber air yang biasa digunakan untuk cuci piring dan gelas... 18 Diagram 3. 46 Sumber air yang biasa digunakan untuk cuci pakaian... 18 Diagram 3. 47 Sumber air yang biasa digunakan untuk gosok gigi... 18 Diagram 3. 48 Kejadian menurunnya volume pasokan air yang dikonsumsi... 19 Diagram 3. 49 Kejadian menurunnya kualitas air yang dikonsumsi... 19 Diagram 3. 50 Jarak sumber air ke tempat penampungan tinja... 19 Diagram 3. 51 Penyimpanan air sebelum digunakan untuk minum, masak dll... 20 Diagram 3. 52 Tempat menyimpan air untuk minum... 20 Diagram 3. 53 Tempat menyimpan air untuk memasak... 20 Diagram 3. 54 Tempat menyimpan air untuk cuci piring/gelas... 20 Diagram 3. 55 Tempat menyimpan air untuk gosok gigi... 21 Diagram 3. 56 Pengambilan air untuk minum... 21 Diagram 3. 57 Pengambilan air untuk memasak... 22 Diagram 3. 58 Pengambilan air untuk cuci piring dan gelas... 22 Diagram 3. 59 Pengambilan air untuk gosok gigi... 22 Diagram 3. 60 Pengolahan air sebelum diminum... 23 Diagram 3. 61 Cara pengolahan air sebelum diminum... 23 Diagram 3. 62 Penyimpanan air setelah diolah... 23 Diagram 3. 63 Tempat penyimpanan air setelah diolah... 23 Diagram 3. 64 Penggunaan air yang diolah selain untuk minum... 24 Diagram 3. 65 Pemakaian sabun hari ini dan kemarin... 24 Diagram 3. 66 Peruntukan sabun... 25 Diagram 3. 67 Tempat mencuci tangan bagi anggota keluarga... 25 Diagram 3. 68 Waktu cuci tangan pakai sabun... 25 Diagram 3. 69 Waktu paling dekat anggota keluarga terkena diare... 26 Diagram 3. 70 Anggota keluarga terakhir yang terkena diare... 26 Diagram 3. 71 Pengamatan sumber air untuk minum, masak dan mencuci peralatan... 27 Diagram 3. 72 Pengamatan wadah/tempat penyimpanan air sebelum diolah... 27 Diagram 3. 73 Pengamatan wadah/tempat penyimpanan air minum... 28 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 vi

Diagram 3. 74 Pengamatan persediaan air untuk cuci tangan dan sumber air... 28 Diagram 3. 75 Pengamatan ketersediaan sabun untuk mencuci tangan dan peralatan masak, makan dan minum di dapur... 28 Diagram 3. 76 Pengamatan keamanan makanan dari lalat, cicak dan serangga lainnya... 29 Diagram 3. 77 Pengamatan pengumpulan sampah sebelum dibuang... 29 Diagram 3. 78 Pengamatan tempat yang dipakai untuk mengumpulkan sampah... 29 Diagram 3. 79 Pengamatan pembuangan air limbah bekas cuci peralatan masak, makan dan minum... 30 Diagram 3. 80 Pengamatan tersedianya sabun mandi, shampoo dan sabun cuci tangan di kamar mandi... 30 Diagram 3. 81 Pengamatan sumber air untuk mandi... 31 Diagram 3. 82 Pengamatan pembuangan air limbah bekas cuci tangan dari wastafel 31 Diagram 3. 83 Pengamatan jentik nyamuk didalam penampungan air/ember... 31 Diagram 3. 84 Pengamatan ketersediaan air di dalam WC/jamban... 32 Diagram 3. 85 Pengamatan ketersediaan sabun dalam atau dekat WC/jamban... 32 Diagram 3. 86 Pengamatan ada tidaknya jentik nyamuk dalam bak air/ember... 32 Diagram 3. 87 Pengamatan tipe jamban/wc yang terlihat di rumah responden... 32 Diagram 3. 88 Pengamatan pembuangan akhir WC/jamban... 33 Diagram 3. 89 Pengamatan kebersihan lantai dan dinding WC/jamban yang terbebas dari tinja... 33 Diagram 3. 90 Pengamatan kebersihan lantai dan dinding WC/jamban yang terbebas dari lalat dan kecoa... 33 Diagram 3. 91 Pengamatan ketersediaan gayung untuk menyiram... 33 Diagram 3. 92 Pengamatan keberfungsian alat penggelontor pada WC... 34 Diagram 3. 93 Pengamatan ketersediaan sabun cuci di tempat cuci pakaian... 34 Diagram 3. 94 Pengamatan sumber air untuk mencuci pakaian... 34 Diagram 3. 95 Pengamatan pembuangan air limbah mencuci pakaian... 34 Diagram 3. 96 Pengamatan jarak tangki septic dengan sumber air... 35 Diagram 3. 97 Pengamatan kebersihan halaman dari sampah... 35 Diagram 3. 98 Pengamatan kebersihan halaman depan rumah dari genangan air... 35 Diagram 3. 99 Pengamatan tempat biasanya air tergenang... 35 Diagram 3. 100 Pengamatan asal genangan air... 36 Diagram 3. 101 Pengamatan kebersihan halaman dari benda yang menyebabkan air tergenang... 36 Diagram 3. 102 Pengamatan ketersediaan saluran air hujan dekat rumah... 36 Diagram 3. 103 Pengamatan keberfungsian saluran air... 36 Diagram 3. 104 Pengamatan kebersihan saluran air dari sampah... 37 Diagram 3. 105 Pengamatan cara pengolahan sampah di rumah... 37 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 vii

Diagram 3. 106 Pengamatan pemilahan sampah... 37 Diagram 3. 107 Pengamatan jenis sampah yang dipilah... 38 Diagram 3. 108 Pengamatan ketersediaan tempat untuk membuat kompos... 38 Diagram 3. 109 Pengamatan keberadaan kompos yang siap pakai... 38 Diagram 3. 110 Pengamatan penggunaan kompos yang dibuat... 38 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 viii

Bagian 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penetapan area berisiko bertujuan untuk memetakan area (kelurahan/desa) yang berada dalam kota/kabupaten yang memiliki tingkat resiko. Klasifikasi area berdasarkan tingkat resiko kesehatan lingkungan ini akan menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan prioritas pelaksanaan program/kegiatan pembangunan dan pengembangan sistem sanitasi. Sesuai Seri Manual Pengembangan Strategi Sanitasi Perkotaan Tahap B (2010), proses penetapan area berisiko terdiri dari: (i) penilaian dan pemetaan cepat sanitasi kabupaten/kota (BA-05); (ii) penilaian dan pemetaan kondisi sanitasi berdasarkan persepsi SKPD (BB-05); dan (iii) penilaian dan pemetaan kondisi sanitasi berdasarkan hasil studi EHRA (BB-04 dan BB-05). Data yang digunakan untuk proses penetapan area berisiko ini terdiri dari data sekunder yang diperoleh dari SKPD terkait dan data primer yang diperoleh melalui survey studi EHRA dan persepsi SKPD terkait dengan kualitas, kuantitas dan penggunaan dari sarana dan prasarana sanitasi. Observasi atau kunjungan ke kelurahan/desa sangat dianjurkan untuk memastikan hasil proses penetapan are berisiko. 1.2. LANGKAH PENETAPAN AREA BERESIKO Secara detail, langkah-langkah menetapkan area berisiko adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan data, menganalisis, dan menetapkan area berisiko berdasarkan data sekunder, termasuk didalamnya menetapkan (i) kawasan urban-high, urbanmedium, urban-low, peri-urban dan rural; dan (ii) kawasan tipikal. 2. Mengumpulkan data, menganalisis, dan menetapkan area berisiko berdasarkan data primer yaitu persepsi SKPD. 3. Mengumpulkan data, menganalisis, dan menetapkan area berisiko berdasarkan data primer yaitu hasil studi EHRA. 4. Menetapkan area berisiko (awal) berdasarkan analisis data (primer dan sekunder). 5. Melakukan observasi/kunjungan ke kelurahan/desa untuk mengechek hasil analisis. 6. Menyepakati dan menetapkan area berisiko final (akhir). Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 1

Bagian 2 METODOLOGI PELAKSANAAN 2.1. SUSUNAN TIM SURVER EHRA POKJA AMPL KOTA TANGERANG SELATAN Pelaksanaan penentuan area survey dilakukan secara penuh oleh Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan dengan bantuan CF. Termasuk dalam tanggung jawab setiap pokja adalah persiapan logistik studi, finalisasi desain studi, penyiapan dan pelatihan enumerator, pengumpulan data, data entri dan analisis serta pelaporan dan diskusi publik. Berikut tahapan metodologi pelaksanaan penentuan area survey EHRA di Kota Tangerang Selatan. Sesuai dengan TOR dan Panduan Pelaksanaan EHRA Tahun 2011 oleh PIU Teknis Advokasi, kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan tidak hanya bisa dilaksanakan oleh Pokja Kabupaten/Kota semata. Agar efektif, Pokja AMPL Kabupaten/Kota diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara menyeluruh. Adapun susunan Tim EHRA Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan sebagai berikut: 1. Penanggungjawab : Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan 2. Koordinator Survey : Pokja - Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan 3. Anggota : BAPPEDA, KLH, DKP 4. Koordinator wilayah/kecamatan : Kepala Puskesmas 5. Supervisor : Sanitarian Puskesmas 6. Tim Entry data : Bag. Pengolahan Data, Bappeda 7. Tim Analisis data : Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan 8. Enumerator : Kader aktif kelurahan (PKK, Posyandu, KB) 2.2. AREA SURVEY EHRA Salah satu aspek perbaikan dalam Studi EHRA 2011 adalah adanya metoda penentuan target area survey secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah Probability Sampling sehingga semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 1

digunakan adalah Cluster Random Sampling. Teknik ini sangat cocok digunakan untuk menentukan jumlah sampel jika area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria utama dan kriteria tambahan. Kriteria utama adalah kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP dan wajib digunakan oleh semua Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota dalam melakukan studi EHRA 2011. Sedangkan kriteria tambahan adalah kriteria yang boleh ditetapkan oleh Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota apabila dinilai ada hal yang spesifik di kabupaten/kota yang bersangkutan terkait dengan risiko kesehatan lingkungan akibat sanitasi. Karakteristik wilayah seperti daerah pegunungan, pesisir, pantai, dll dapat dijadikan kriteria tambahan, bilamana ada pemukiman di daerah tersebut yang berpotensi dapat menimbulkan risiko kesehatan masyarakat karena lingkungan Adanya kriteria tambahan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Maksimum hanya 1 jenis kriteria tambahan b. Efek yang ditimbulkan harus spesifik dan tidak bersifat redundant (sama/berulang) dengan kriteria utama. Kriteria utama penetapan klaster adalah sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa. 2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut: ( Pra-KS + KS-1) Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% KK 3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat 4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut. Klastering wilayah dalam sebuah kabupaten/kota akan menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 2.1 (asumsi: bila Pokja menggunakan 4 kriteria klastering). Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 2

Tabel 2. 1 Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko Katagori Klaster Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Klaster 5 Kriteria Wilayah (kecamatan/desa/kelurahan) yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko di atas, baik kriteria utama maupun kriteria tambahan. Wilayah (kecamatan/desa/kelurahan) yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah (kecamatan/ desa/ kelurahan) yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah (kecamatan/ desa/ kelurahan) yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah (kecamatan/ desa/ kelurahan) yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah (kecamatan/ desa/ kelurahan) yang memenuhi semua kriteria indikasi lingkungan berisiko, baik kriteria utama maupun kriteria tambahan. Sumber : Modul Survey EHRA, PIU Advokasi 2011 survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA dengan metoda EHRA 2011 akan bisa memberikan peta area berisiko dalam skala kabupaten/kota. Berdasarkan metode study EHRA yang dijelaskan diatas dalam penentuan klaster di Kota Tangerang Selatan yang akan melaksanakan Studi EHRA dilakukan dalam dua tahap yaitu: 1. Tahap I, klastering pada tingkat Kecamatan, dilakukan oleh Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan berdasarkan Kriteria Utama (kriteria utama penetapan klaster) untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan berisiko tingkat Kecamatan. 2. Tahap II, klastering pada tingkat Desa/Kelurahan, dilakukan oleh Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan bersama kecamatan, berdasarkan Kriteria Utama (kriteria utama penetapan klaster) untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan berisiko tingkat Desa/Kelurahan, hasilnya dari kedua tahap tersebut seperti terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2. 2 Klastering Untuk Wilayah Study EHRA Tingkat Kecamatan dan Kelurahan Kota Tangerang Selatan (gabungan) No Kecamatan Kelurahan/Desa Banjir DAS Kepadatan penduduk Angka Kemiskinan 01 Serpong 1 1 0 1 3 01 Buaran 0 1 0 1 2 02 Ciater 0 1 0 1 2 03 Rawa Mekar Jaya 0 0 0 1 1 04 Rawa buntu 0 0 0 0 0 05 Serpong 1 1 1 1 4 06 Cilenggang 0 1 0 1 2 07 Lengkong Gudang 0 0 0 0 0 08 Lengkong Gudang 0 1 0 1 2 Timur 09 Lengkong Wetan 0 1 0 1 2 02 Serpong Utara 1 1 0 0 2 Skor Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 3

10 Lengkong Karya 0 0 0 1 1 11 Jelupang 0 1 1 0 2 12 Pondok Jagung 0 1 0 0 1 13 Pondok Jagung 1 0 0 0 1 Timur 14 Pakulonan 0 0 0 1 1 15 Paku Alam 0 0 0 1 1 16 Paku Jaya 1 1 0 1 3 03 Ciputat 1 1 1 0 3 17 Serua 1 1 1 1 4 18 Jombang 1 1 1 0 3 19 Sawah Baru 0 0 1 1 2 20 Serua Indah 0 1 0 0 1 21 Sawah 1 0 1 0 2 22 Ciputat 0 1 1 0 2 23 Cipayung 1 1 1 0 3 04 Ciputat Timur 1 1 1 0 3 24 Pisangan 0 1 1 0 2 25 Cireundeu 1 1 1 0 3 26 Cempaka Putih 1 1 1 0 3 27 Pondok Ranji 1 0 1 0 2 28 Rengas 0 0 1 0 1 29 Rempoa 0 0 1 0 1 05 Pamulang 1 1 1 1 4 30 Pondok Benda 0 1 1 0 2 31 Pamulang Barat 1 1 1 1 4 32 Pamulang Timur 0 0 1 0 1 33 Pondok Cabe Udik 1 1 0 1 3 34 Pondok Cabe Ilir 0 1 1 0 2 35 Kedaung 0 1 1 1 3 36 Bambu Apus 0 1 1 0 2 37 Benda Baru 0 0 1 1 2 06 Pondok Aren 1 1 1 0 3 38 Parigi Baru 0 1 0 1 2 39 Pondok Kacang 1 1 1 0 3 Barat 40 Pondok Kacang 1 1 1 0 3 Timur 41 Parigi 0 1 0 1 2 42 Pondok Pucung 0 1 0 0 1 43 Pondok Jaya 0 0 0 0 0 44 Pondok Aren 1 1 1 0 3 45 Jurang Mangu 1 1 1 0 3 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 4

Barat 46 Jurang Mangu 0 1 1 0 2 Timur 47 Pondok Karya 0 1 1 0 2 48 Pondok Betung 1 1 1 0 3 07 Setu 1 1 0 1 3 49 Kranggan 0 1 0 1 2 50 Muncul 0 1 0 1 2 51 Setu 0 1 0 1 2 52 Babakan 0 1 0 1 2 53 Bakti Jaya 0 1 0 1 2 54 Kademangan 1 1 1 1 4 Sumber : Hasil Klastering gabungan Kecatan dan Kelurahan, Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan tahun 2011. Tabel 2. 3 Hasil Kompilasi Klastering Untuk Wilayah Study EHRA Kota Tangerang Selatan Sumber : Hasil Kompilasi Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. Cluster 0 Lengkong Gudang Cluster 1 Lengkong Karya Pondok Jaya Paku Alam Rawa buntu Pakulonan Pamulang Timur Pondok Jagung Cluster 2 Babakan Pondok Jagung Timur Bakti Jaya Pondok Pucung Bambu Apus Rawa Mekar Jaya Benda Baru Rempoa Buaran Rengas Ciater Serua Indah Cilenggang Ciputat Cluster 3 Cempaka Putih Jelupang Cipayung Jurang Mangu Timur Cireundeu Kranggan Jombang Lengkong Gudang Timur Jurang Mangu Barat Lengkong Wetan Kedaung Muncul Paku Jaya Parigi Pondok Aren Parigi Baru Pondok Betung Pisangan Pondok Cabe Udik Pondok Benda Pondok Kacang Barat Pondok Cabe Ilir Pondok Kacang Timur Pondok Karya Pondok Ranji Cluster 4 Kademangan Sawah Pamulang Barat Sawah Baru Serpong Setu Serua Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 5

2.3. JUMLAH RESPONDEN SURVEY EHRA KOTA TANGERANG SELATAN Tabel 2.4 Hasil klastering desa/kelurahan untuk penentuan area Studi EHRA No. Jumlah Total Sampel Desa/Kel. Target Desa/Kel. (30%) Proporsi Klaster 0 3 1 5,56 Klaster 1 11 3 20,37 Klaster 2 24 7 44,44 Klaster 3 12 4 22,22 Klaster 4 4 1 7,41 Jumlah 54 16 Sumber : Hasil penentuan area survey EHRA oleh Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. Sesuai dengan pedoman survey EHRA tahun 2011 yang di susun oleh PIU Teknis Advokasi, untuk mendapatkan gambaran kondisi sanitasi di Kota Tangerang Selatan, dengan presisi tertentu, tidak dibutuhkan besaran sampel yang sampai ribuan rumah tangga. Sampel sebesar 30 responden untuk tiap kelurahan/desa, dengan teknik statistik tertentu dan dianggap sebagai jumlah minimal yang bisa dianalisis. Akan tetapi, dalam praktiknya, bila ditargetkan 30, seringkali tidak memenuhi target, dikarenakan oleh sejumlah error (kesalahan pewawancara, entry team, kuesioner, dll), sehingga seringkali sampel yang ditargetkan 30 hanya terealisir sekitar 20-25 saja. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per Kelurahan/Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada dalam Kelurahan/Desa tersebut. Jumlah responden per Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT. Dengan demikian, berdasarkan kriteria dalam 1 desa/kelurahan harus ada minimal 40 responden maka jumlah sampel yang dibutuhkan di Kota Tangerang Selatan adalah sebanyak 16 X 40 = 648 responden. Tabel 2.5 Desa/kelurahan untuk area Studi EHRA Kota Tangerang Selatan Cluster 0 Lengkong Gudang Cluster 1 Cluster 2 Bambu Apus Buaran Cilenggang Ciputat Cluster 3 Kranggan Lengkong Wetan Pondok Jagung Timur Rempoa Rengas Cipayung Pondok Aren Pondok Betung Pondok Kacang Timur Sawah Cluster 4 Kademangan Sumber : Hasil penentuan area survey EHRA oleh Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 6

Bagian 3 DATA DAN ANALISIS HASIL SURVEY EHRA KOTA TANGERANG SELATAN 3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN Bagian ini memaparkan sejumlah variable survey yang berkaitan dengan status rumah tangga/responden di Kota Tangerang Selatan. Variabel-variabel yang dimaksud mencakup hubungan responden dengan kepala keluarga, usia responden, status kepemilikan rumah responden, pendidikan terakhir, kepemilikan anak, dan jumlah anak laki-laki dan perempuan dalam kelompok umur; kurang 2 tahun, umur 2-5 tahun, 6-12 tahun dan lebih dari 12 tahun. Variabel-variabel sosio-demografis diperlukan berkaitan cukup erat dengan masalah sanitasi. Jumlah anggota rumah tangga berhubungan dengan kebutuhan kapasitas fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga, maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan. Khusus informasi terhadap usia anak termuda yang berada dirumah adalah untuk menggambarkan besaran populasi yang memiliki risiko paling tinggi atau yang kerap dikenal dengan istilah population at risk. Secara umum diketahui bahwa balita merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air (water borne diseases), kebersihan diri dan lingkungan. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki balita akan memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita. Sementara, variabel yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan dan juga ketersediaan kamar yang disewakan diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Mereka yang menempati rumah atau lahan yang tidak dimilikinya diduga kuat memiliki rasa memiliki (sense of ownership) yang rendah. Mereka cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar termasuk pemeliharaan fasilitas sanitasi ataupun kebersihan lingkungan. Sebaliknya, mereka yang menempati rumah atau lahan yang dimilikinya sendiri akan cenderung memiliki rasa memiliki yang lebih tinggi. Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden dalam studi EHRA adalah ibu atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia 18 65 tahun. Batas usia, khususnya batas-atas diperlakukan secara fleksibel. Penilaian relawan survei sebagai enumerator banyak menentukan. Bila usia calon responden sedikit melebihi batas-atas (65 tahun), namun responden terlihat dan terdengar masih cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan dari pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam daftar prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 1

responden belum mencapai 55 tahun, namun bila performa komunikasinya kurang memadai, maka ibu itu dapat dikeluarkan dari daftar calon responden. Diagram 3. 1 Status kedudukan responden di dalam keluarga Diagram 2 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden berumur >45 tahun atau 45-65 tahun yaitu sebesar 37.7%. Dan responden terkecil berusia <20 tahun (15-20 tahun) sebesar 1.1% yang pada umumnya berkedudukan sebagai anak. Sebaran usia selanjutnya berturut-turut 19.5% (36-40 tahun), 16.1% (41-45 tahun), 13.9% (31-35 tahun), 8.9% (26-30 tahun), dan 2.8% (21-25 tahun). Diagram 3. 3 Status Kepemilikan Rumah Diagram 3. 4 Kepemilikan Anak Diagram 4 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki anak yaitu sebanyak 94.5%, sedangkan sisanya sebanyak 5.5% tidak mempunyai anak. Jumlah anak dalam kelompok umur dan jenis kelamin digambarkan pada diagram berikut. Diagram ini memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (77.97%) adalah istri, sementara responden anak dan suami dalam persentase kecil ada, dimana usia anak yang menjadi responden telah berumur diatas 15 tahun dengan demikian mereka telah mengerti tentang sanitasi rumah mereka dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Diagram 3. 2 Kelompok Umur Responden Diagram 3 memperlihatkan bahwa persentase terbesar responden menempati rumah dengan status kepemilikan rumah milik sendiri yaitu 83.8%. Sementara 6.6% menempati rumah dengan status kontrak, 5% menempati rumah milik orang tua, dan dengan status berbagi dengan keluarga lain serta yang tinggal dirumah dinas sebesar 1.3% dan 0.9%. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 2

Diagram 3. 5 Jumlah Anak Laki-laki dalam keluarga Diagram diatas menggambarkan jumlah anak laki-laki yang dimiliki, dimana yang terbesar adalah memiliki satu orang anak laki-laki yaitu 40.3%, dan yang mempunyai 5 orang anak laki-laki ada 0.5%. Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jumlah anak perempuan dengan persentase tertinggi dalam keluarga responden adalah 1 (satu) orang yaitu sebesar 43.8% dan persentase terendah adalah 2.7% untuk yang memiliki anak perempuan 4 (empat) orang. Sedangkan sebaran jumlah anak menurut kelompok umur digambarkan dalam diagram 7. Diagram 3. 6 Jumlah anak perempuan dalam keluarga Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jumlah anak perempuan dengan persentase tertinggi dalam keluarga responden adalah 1 (satu) orang yaitu sebesar 43.8% dan persentase terendah adalah 2.7% untuk yang memiliki anak perempuan 4 (empat) orang. Sedangkan sebaran jumlah anak menurut kelompok umur digambarkan dalam diagram 7. Diagram 3. 7 Jumlah anak yang tinggal dirumah responden menurut kelompok Umur Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa usia anak yang tertinggi persentasenya adalah yang lebih dari 12 tahun, dan yang paling rendah adalah anak yang berusia kurang dari 2 tahun. 3.2. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA Sesuai amanat Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pola pengolahan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga tidak lagi dilakukan dengan metode kumpul, angkut dan buang. Metode pengolahan sampah selanjutnya harus dilakukan dengan mekanisme pengurangan sampah dan penanganan sampah. Dalam penanganan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 3

sampah ini dilakukan metode pilah, kumpul, angkut, olah, dan pemrosesan akhir di TPA. Keterlibatan dan peran aktif masyarakat sangat dituntuk dengan diterapkannya kebijakan pengolahan sampah yang baru ini, karena proses pemilahan sampah sejak dari sumbernya mengharuskan masyarakat dalam hal ini rumah tangga harus berpartisipasi aktif. Peran pemerintah juga diharapkan dalam hal menghimbau pihak penghasil sampah dari produsen makanan agar menggunakan produk pembungkus yang ramah lingkungan, misalnya dengan menggunakan wadah selain plastik dan sterefoam. Aspek-aspek pengelolaan sampah dalam studi EHRA meliputi: 1. Kondisi sampah di lingkungan rumah 2. Pengelolaan sampah rumah tangga 3. Perlakuan barang bekas layak pakai 4. Pemilihan/pemisahan sampah dirumah sebelum dibuang 5. Jenis sampah yang dipilah sebelum dibuang 6. Daur ulang sampah 7. Frekuensi petugas mengangkut sampah dari rumah 8. Ketepatan waktu pengangkutan sampah 9. Pembiayaan layanan pengangkutan sampah oleh tukang sampah 10. Pihak penerima pembayran layanan sampah, dan 11. Jumlah iuran layanan sampah perbulan. Kuisioner mengenai kondisi sampah di lingkungan rumah terdapat 6 opsi jawaban yaitu: 1) lalat berkembang biak disampah; 2) banyak tikus dan cacing; 3) bau busuk yang mengganggu tetangga; 4) saluran drainase yang mampet karena sampah; 5) masalah lainnya; dan 6) tidak ada masalah sama sekali. Jawaban poin 1 s/d 5, adalah indicator sampah di lingkungan rumah yang berpotensi menimbulkan resiko kesehatan yang cukup besar. Sementara kuisioner mengenai pengelolaan sampah rumah tangga terdapat 7 opsi jawaban yaitu: 1) diangkut tukang sampah, dan dibuang ke TPS; 2) dibuang dan dikubur di lubang; 3) dibakar, dibuang kesungai/danau/laut; 4) dibiarkan saja; 5) dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan; 6) lainnya sebutkan. Jawaban 1 dan 2 mengindikasikan pengelolaan sampah yang cukup baik dan menunjukkan resiko kesehatan yang lebih rendah, dibandingkan dengan jawaban 3 sampai 7. Opsi jawaban 1berkaitan dengan aspek 7 sampai 11 yaitu frekuensi petugas mengangkut sampah, ketepatan waktu pengangkutan sampah, pembiayaan pelayanan pengangkutan sampah oleh tukang sampah, pihak penerima pembayaran layanan sampah dan jumlah biaya yang dikeluarkan. Frekuensi ketepatan waktu pengangkutan sampah berkaitan dengan risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh sampah dan juga menyangkut ukuran kinerja lembaga pengelolaan sampah, apakah pengelolaan sampah sudah dilakukan dengan benar oleh lembaga pengelola yang ditunjuk pemerintah. Sebab apabila dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang, dikhawatirkan sampah hanya dipindahkan dari lingkungan perumahan ke tempat yang tidak semestinya. Jadinya malah menimbulkan masalah sampah di tempat lain. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 4

Kuisioner yang berhubungan dengan perlakuan terhadap barang bekas layak pakai terdiri dari 5 opsi jawaban, yaitu: 1) diberikan kepada orang lain; 2) dijual; 3) dibuang; 4) lainnya dan 5) tidak tahu. Jawaban 1 dan 2 adalah indicator pengelolaan sampah yang baik, sedangkan jawaban 3 s/d 5 menunjukkan resiko kesehatan yang tinggi. Selanjutnya juga dikaji tentang pemilahan sampah di rumah sebelum dibuang. Untuk subjek ini ada 4 opsi jawaban yaitu: 1) tidak pernah; 2) kadang-kadang; 3) sering; 4) selalu. Jawaban 2 dan 4 adalah indikasi yang baik, karena berarti pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga sudah baik dan adanya kesadaran tentang pentingnya pemilahan sampah di rumah. Aspek ini lebih lanjut berkaitan dengan aspek lainnya yaitu jenis sampah yang dipilah sebelum dibuang dan daur ulang sampah. Disamping wawancara, pada aspek ini, enumerator juga diwajibkan mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga, sehingga data yang didapat lebih akurat. Hasil kajian EHRA mengenai pengelolaan sampah di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada diagram berikut: Diagram 3. 8 Kondisi Sampah di lingkungan rumah Diagram 9 memperlihatkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Tangerang Selatan masih belum baik. Terdapat 55.9% yang membuang dan mengubur di lubang, 33.1% dibakar, 8.6% dibuang ke lahan kosong, 0.9% lainnya, 0.8% dibuang ke sungai dan 0.6% diangkut oleh tukang sampah ke TPS. Dapat dilihat bahwa pengelolaan sampah masih menimbulkan resiko kesehatan yang tinggi. Dari diagram dapat dilihat bahwa masalah persampahan yang dihadapi berupa lalat berkembang biak di sampah ada 12.5%, banyak tikus dan cacing sebanyak 8.4%, bau busuk yang mengganggu tetangga 7.3% dan yang menimbulkan drainase mampet ada 4.5%. Sementara yang tidak ada masalah sama sekali adalah sebanyak 73%. Diagram 3. 9 Pengelolaan sampah rumah tangga Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 5

Diagram 3. 10 Pengelolaan barang bekas layak pakai Diagram diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengelola barang bekas layak pakai dengan cara memberikannya kepada orang lain yaitu sebesar 62.3%. Sisanya secara berurutan adalah menjual sebesar 23.2%, membuang sebesar 6.5%, lainnya 7.6% dan yang menjawab tidak tahu sebesar 0.4%. Berikutnya diagram 12 akan memperlihatkan pemilahan sampah di rumah tangga yaitu: Dari diagram diatas diketahui bahwa sebanyak 62.5% responden tidak pernah melakukan pemilahan sampah. Hanya 6.2% saja yang selalu melakukan pemilahan, 2.5% yang sering melakukan pemilahan dan 28.7% yang kadang-kadang melakukan pemilahan. Kuisioner juga lebih jauh menanyakan tentang sampah apa saja yang dipilah, yang digambarkan pada diagram 12 berikut Diagram 3. 12 Jenis sampah yang dipilah Diagram 3. 11 Pemilahan sampah Dari diagram diatas jenis sampah yang terbanyak dipilah responden yaitu sampah plastic sebanyak 70.2%, sampah gelas/kaca sebanyak 49.9%, sampah kertas 35.6%, sampah organic 31.7%, dan sampah besi logam sebanyak 21.2%. Diagram 3. 13 Daur ulang sampah Diagram diatas memperlihatkan bahwa hanya 20% responden yang melakukan daur ulang sampah, misalnya dengan menjadikannya pupuk hijau dan kompos. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 6

Diagram 3. 14 Frekuensi petugas mengangkut sampah Diagram frekuensi petugas pengangkutan sampah diatas menggambarkan bahwa 28.8% responden yang mendapatkan layanan pengangkutan sampah, sampahnya diangkut setiap hari, sementara 25.9% sampahnya diangkut beberapa kali dalam seminggu, 4.6% sampah diangkut sekali seminggu. Sementara responden yang menjawab sampah yang diangkut beberapa kali dalam sebulan sebanyak 0.9%, sampah yang diangkut petugas sekali sebulan sebanyak 0.8%, dan lainnya sebanyak 0.2%. Sisanya sebanyak 38.8% responden yang menjawab tidak tahu adalah responden yang belum mendapatkan layanan pengangkutan sampah. Diagram 3. 15 Ketepatan waktu sampah diangkut Diagram 16 memperlihatkan bahwa 56.2% responden membayar jasa layanan pengangkutan sampah, sedangkan sisanya 43.8% tidak membayar prtugas pengangkut sampah. Lebih jauh tentang kepada siapa responden membayar layanan pengangkutan sampah, digambarkan oleh diagram 17. Dari diagram 15 dilihat bahwa sebanyak 53.5% responden menyatakan bahwa pengangkutan sampah tepat waktu sementara 6.7% responden menyatakan tidak tepat waktu. Sisanya 39.8% menyatakan tidak tahu. Berikutnya adalah apakah layanan sampah oleh petugas itu dibayar atau tidak, poin ini digambarkan oleh diagram 16 berikut: Diagram 3. 16 Apakah layanan sampah oleh petugas dibayar? Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 7

Diagram 3. 17 Pihak penerima layanan pengangkutan sampah Dari jawaban responden tentang pihak penerima layanan pengangkutan sampah, dengan 4 opsi jawaban, dapat dilihat bahwa 71.1% responden membayar pada pemungut uang sampah dari RT, 26.4% membayar pada pemungut uang sampah dari perusahaan, 0.3% dipungut oleh pihak kelurahan dan sisanya 2.2% menjawab tidak tahu. Berapa besaran/nominal yang dibayarkan oleh para responden dapat dilihat pada diagram 19 berikut. Diagram 3. 18 Besaran biaya layanan pengangkutan sampah per bulan Berdasarkan data diatas biaya layanan pengangkutan sampah bervariasi, yang paling tinggi persentasenya adalah responden yang membayar antara Rp. 5.000 Rp. 25.000, yang lainnya bahkan sampai Rp. 300.000,- perbulannya. 3.3. PEMBUANGAN AIR KOTOR/LIMBAH TINJA MANUSIA DAN LUMPUR TINJA Praktek BAB (Buang Air Besar) di tempat yang tidak aman adalah suatu resiko bagi turunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemarkan tanah, hal ini juga mencemari sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat BAB yang tidak aman, tidak saja BAB di ruang terbuka seperti sungai, kali, got atau kebun, tetapi juga penggunaan jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman tapi sebenarnya tidak sehat karena sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai dan tidak memenuhi standar layak secara kesehatan. Misalnya tidak kedap air dan atau berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum. Bagian ini memaparkan hasil kuisioner mengenai fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas BAB yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan dan kondisinya. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 8

Pada kuisioner studi EHRA ini, untuk pembuangan air kotor/limbah tinja manusia, disediakan 9 opsi jawaban yaitu: jamban pribadi, MCK/WC Umum, WC helicopter di empang/kolam, BAB di sungai/pantai/laut, kebun/pekarangan rumah, lubang galian, lainnya dan tidak tahu. Untuk jenis jamban, EHRA membaginya kedalam 4 kategori besar yaitu kloset duduk leher angsa, kloset jongkok leher angsa, plensengan dan cemplung. Pilihan-pilihan pada kategori pertama lebih lanjut dispesifikasikan dengan melihat tempat penyaluran tinja yang mencakup tangki septic, cubluk/lubang tanah, langsung ke saluran drainase, sungai/laut/danau, kebun/sawah, dan lainnya. Dari hasil wawancara, terbuka kemungkinan adanya perbedaan persepsi antara responden dengan hasil yang kita harapkan mengenai jenis sarana penyimpanan/pengolahan tinja manusia yang dimiliki, karena warga seringkali mengklaim bahwa yang mereka miliki adalah tangki septic yang kedap air, padahal yang mereka miliki adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk yang kotorannya akan merembes ke tanah. Untuk memvalidasi jawaban responden mengenai hal ini, kuisioner EHRA lebih lanjut mengajukan sejumlah pertanyaan yang mengindikasikan status keamanan tangki septic yang dimiliki rumah tangga. Pertanyaan-pertanyaan lanjutan ini meliputi: Apakah tangki septic itu pernah dikosongkan? Kapan terakhir tangki septic dikosongkan? Dan Sudah berapa lama tangki septic itu dibangun? Selain wawancara, pada bagian ini enumerator juga dituntut melakukan pengamatan pada bagian jamban/wc/latrin yang ada di rumah tangga. Ada sejumlah aspek yang diamati, misalnya ketersediaan air, sabun, alat pengguyur atau gayung dan handuk. Enumerator juga mengamati aspek-aspek yang terkait dengan kebersihan jamban dengan melihat: Apakah ada tinja yang menempel atau tidak?; Apakah ada lalat yang beterbangan di jamban dan sekitarnya atau tidak?. Terakhir bagian ini juga memaparkan informasi tentang kebiasaan membuang tinja/diapers, air bekas cebokan. Tisu bekas cebokan anak untuk anak usia 0-5 tahun. Hal ini penting, karena menyangkut limbah. Hasil studi EHRA tentang pembuangan air kotor/limbah tinja manusia, dan lumpur tinja adalah sebagai berikut. Diagram 3. 19 Tempat buang air besar orang dewasa Berdasarkan diagram 19 diatas, dapat dilihat bahwa kepemilikan jamban pribadi di Kota tangerang Selatan sudah cukup baik yaitu 93.9%. Namun demikian masih ada sebagian kecil warga yang BAB ke WC helicopter diatas empang/kolam, ke sungai, ke kebun, ke lubang galian dan sebagainya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Kota Tangerang Selatan belum 100% Bebas Buang Air Besar Sembarangan. Hal ini juga sekaligus memvalidasi data Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 9

sekunder dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, bahwa masih ada sebagian kecil warga yang masih Buang Air Besar Sembarangan. Studi EHRA juga mencermati tentang pengamatan dan pengalamam responden terhadap orang disekitarnya diluar anggota keluarganya yang masih buang air besar di tempat terbuka. Hasil studinya ditampilkan pada diagram dibawah ini: Diagram 3. 20 Orang diluar anggota keluarga yang BAB di ruang terbuka Menurut diagram diatas masih ada orang diluar anggota keluarganya yang memiliki kebiasaan buang air besar sembarangan diruang terbuka. Walaupun persentasenya kecil berkisar 0.3 1.6%. Sementara ada juga responden yang menjawab dengan criteria ada tapi tidak tahu siapa sebanyak 5.6%. Sementara dengan criteria lainnya sebanyak 2.2% dapat diabaikan karena lainnya disini responden menjawab tidak tahu dan tidak ada. Diagram 3. 21 Jenis kloset yang dipakai Diagram 21 menggambarkan bahwa sebanyak 68.59% responden menggunakan kloset jongkok leher angsa, dan 24.84% menggunakan kloset duduk siram leher angsa. Sementara responden yang menggunakan cemplung sebesar 5.16% dan cubluk 1.41%. Responden yang membuang tinja menggunakan kloset belum tentu buangan akhirnya pada tangki septic yang aman, untuk itu studi EHRA lebih jauh melakukan kajian tentang buangan akhir tinja yang digambarkan pada diagram dibawah ini. Diagram 3. 22 Tempat pembuangan akhir tinja tinjanya adalah kecamatan Setu. Diagram 22 menggambarkan bahwa tidak semua tija dari kloset dibuang ke tangki septic, hanya 85.16% saja yang dibuang ke tangki septic. Sisanya menyalurkan ke kolam/sawah (7.66%), cubluk/lobang tanah (4.38%), sungai/danau (1.25%), langsung ke drainase (0.63%) dan tidak tahu (0.94%). Jika dicermati dari data studi EHRA perkecamatan, maka kecamatan yang masih kurang baik penyaluran Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 10

Berikutnya studi EHRA mengkaji lamanya tangki septic dibangun, yang lebih lanjut akan berkaitan dengan kajian berikutnya mengenai waktu pengosongan tangki septic. Sebab makin lama tangki septic dibangun dan apabila tidak ada pengosongan, berarti yang dimiliki bukanlah tangki septic, melainkan lobang galian tanah yang limbahnya akan merembes dan mencemari tanah. Hal ini digambarkan pada diagram dibawah ini. Diagram 3. 23 Lama tangki septic dibangun Persentase tertinggi menunjukkan bahwa lama tangki septic dibangun adalah lebih dari 10 tahun yaitu 39.89%. kemudian secara adalah tangki septic yang dibangun lebih dari 5-10 tahun (29.04%), 1-5 tahun (21.88%) dan 0-12 bulan (7.72%), sisanya yang menjawab tidak tahu adalah 1.47%. Poin ini akan kita kaitkan dengan waktu pengosongan tangki septic yang ditampilkan pada diagram 24 dibawah ini: Diagram 3. 24 Tangki septic terakhir dikosongkan Dari diagram diatas terlihat bahwa responden yang menjawab tidak pernah mengosongkan mencapai 57.72%, dihubungkan dengan lamanya tangki septic dibangun pada diagram 24, memberikan gambaran bahwa tangki septic yang dimiliki masih belum aman dan berpotensi mencemari tanah. Persentase ini bila ditambah dengan responden yang menjawab tidak tahu sebanyak 15.99% akan menjadi lebih tinggi lagi. Sedangkan yang menjawab pernah mengosongkan tangki septiknya dalam kurun waktu 0-10 tahun terakhir hanya sebesar 26.3% saja. Diagram 3. 25 Pihak yang mengosongkan tangki septic Berdasarkan diagram diatas, 61.8% responden menjawab bahwa pengosongan tangki septic dilayani oleh layanan sedot tinja, 36.1% tidak tahu dan 2.1% membayar tukang. Diagram berikut akan menggambarkan potensi pencemaran lingkungan dari pengosongan tangki septic. Diagram 3. 26 Tempat pembuangan tinja dari tangki septic Berdasarkan diagram diatas, diketahui bahwa masih ada yang mebuang lumpur tinja ke Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 11

sungai yaitu 1.66% dan dikubur di halaman sebanyak 4.15%. sebagian besar menjawab tidak tahu kemana lumpur tinja dibuang yaitu 83.40%. Selain kebiasaan BAB orang dewasa, studi EHRA juga menyoroti secara khusus kebiasaan BAB anak-anak khususnya anak berumur 0-5 tahun. Karena masyarakat secara umum menganggap anak-anak BAB dihalaman atau dilantai rumah sebagai hal yang biasa. Diagram 3. 27 Frekuensi anak balita (0-5 tahun) yang masih BABS Jawaban responden sebesar 87.81% menyatakan bahwa Balita mereka tidak biasa BABS mengindikasikan kondisi yang cukup baik. Sedangkan yang menjawab kadangkadang sebanyak 10.16%, sering 1.56% dan tidak tahu 0.47%. Lebih lanjut survey EHRA juga memperhatikan pembuangan tinja anak yang ada di diapers, berikut diagramnya. Diagram 3. 28 Tempat membuang tinja di diapers Diagram diatas menggambarkan bahwa hanya 35.1% responden yang membuang tinja dari diapers ke tempat yang aman yaitu ke WC atau jamban. Sisanya masih membuang ke tong sampah (29.2%), ke kebun (9.2%), ke sungai (1.1%), lainnya (3.8%) dan responnden yang menjawab tidak tahu sebanyak 21.6%. Diagram 3. 29 Tempat membuang bekas diapers Tempat membuang bekas diapers yang baik tentunya adalah ke tempat pembuangan sampah setelah dicuci bersih. Hasil studi menunjukkan bahwa 68.11% responden membuang bekas diapers ke tempat sampah dan 2.7% membuang ke WC/jamban. Sisanya masih menbuang ke kebun, sungai/selokan/kali, kolam/empang, dikubur dan tidak tahu. Hal ini mengindikasikan bahwa masih tinggi persentase responden yang membuang diapers ke tempat yang tidak aman dan beresiko sanitasi. Berikut studi EHRA juga mengkaji kebiasaan mencebok anak setelah buang air besar, datanya digambarkan pada diagram 31 dibawah ini. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 12

Diagram 3. 30 Kebiasaan anak diceboki setelah BAB Diagram 30 menggambarkan bahwa sebagian besar responden telah menceboki anak setelah BAB, bahkan yang menggunakan air dan sabun mencapai 83.78%. Yang menjawab tidak tahu hanya 2.7%. Yang lain sudah menceboki anak, bervariasi dengan air (11.35%), dengan tisu (1.62%), dan dengan kain basah (0.54%). Diagram 3. 31 Kebiasaan anak diceboki setelah BAB Diagram 31 menggambarkan sebanyak 51.89% membuang air bekas cebok ke WC/jamban, namun masih tinggi persentase yang membuang langsung ke sungai/selokan/got. Hal ini berarti masyarakat masih memperlakukan air bekas cebokan sama seperti air limbah cucian biasa. Kemudian ada responden yang menjawab menceboki anak dengan tisu, hal ini kurang baik terkait dengan tempat pembuangan tisu bekas cebok tersebut. Karena jika tisu dibuang langsung ke tangki septic alan menyebabkan tersumbatnya aliran pembuangan, jika dibuang ke tempat sampah tanpa dicuci juga tidak aman bagi kesehatan. Diagram 32 berikut menggambarkan kemana tisu bekas cebok dibuang. Diagram 3. 32 Tempat pembuangan tisu bekas cebok Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa 52.1% membuang tisu bekas cebok ke tempat sampah, dan 39.67% menjawab tidak tahu kemana membuangnya. Hanya 2.17% yang membuang ke WC/jamban, sisanya membuang ke kebun, ke sungai dan tempat lainnya. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 13

3.4. DRAINASE LINGKUNGAN/SELOKAN SEKITAR RUMAH DAN BANJIR Drainase lingkungan merupakan sarana penting dalam sanitasi. Drainase lingkungan berfungsi untuk mengalirkan limbah cair dari rumah tangga, seperti limbah cucian dari dapur, kamar mandi, tempat cuci dan wastafel. Drainase yang buruk akan menimbulkan banjir dan genangan pada waktu hujan. Kondisi ini akan menimbulkan perindukan nyamuk yang bias menularkan berbagai penyakit seperti demam berdarah, chikungunya dan filariasis. Diagram-diagram pada bagian ini akan membahas lebih detil tentang kepemilikan sarana pengolahan air limbah selain tinja, tempat pembuangan limbah cair rumah tangga, pengalaman banjir, waktu terakhir banjir, kerutinan dan frekuensi dalam setahun, lama genangan mongering dan tinggi air dirumah dan di pekarangan rumah. Diagram diatas menggambarkan sebanyak 48.04% responden menjawab tidak memiliki sarana pembuangan air limbah dirumah. Sebanyak 32.55% memiliki sarana pembuangan berupa parit dan 18.62% berupa sumur resapan. Hal ini mengindikasikan masih adanya potensi risiko kesehatan lingkungan yang disebabkan oleh tidak adanya sarana pembuangan air limbah rumah tangga. Diagram 3. 33 Keberadaan sarana air limbah selain tinja dirumah Lebih jauh studi EHRA juga memetakan kemana air limbah rumah tangga ini dibuang. Diagram-diagram berikut menggambarkan kemana masing-masing limbah rumah tangga tersebut di buang. Diagram 3. 34 Tempat air limbah dapur dibuang Diagram 3. 35 Tempat air limbah kamar mandi dibuang Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 14

Diagram 3. 36 Tempat air limbah cuci pakaian dibuang Diagram 3. 37 Tampat air limbah wastafel dibuang Dari diagram 34 s/d 37 diatas, responden paling banyak menjawab membuang air limbah rumah tangganya yang berasal dari dapur, kamar mandi, tempat cuci dan wastafel adalah ke sungai/kanal, saluran terbuka dan saluran tertutup. Persentase ketiganya bervariasi tapi secara total berada pada kisaran rata-rata 85%. Untuk yang beresiko kesehatan rendah adalah yang membuang ke saluran tertutup, lubang galian, pipa saluran pembuangan dan IPAL Sanimas, ternyata responden yang menjawab dengan criteria tersebut hanya berkisar antara 35-55% saja. Hal ini mengindikasikan bahwa masih adanya resiko kesehatan lingkungan yang disebabkan oleh pembuangan air limbah rumah tangga. Keberadaan drainase lingkungan ini juga akan dikaji berkait dengan kejadian banjir yang dialami oleh rumah tangga responden, hal ini akan digambarkan oleh diagram 38 berikut ini. Diagram 3. 38 Kejadian banjir di rumah yang ditempati atau disekitar rumah Berdasarkan digram diatas sebanyak 84.22% responden menyatakan tidak pernah mengalami banjir dirumah yang ditempatinya atau di sekitar rumahnya. Sementara itu 9.38% responden menjawab pernah mengalami banjir sekali dalam setahun, 4.69% menjawab pernah beberapakali dalam setahun, sisanya 0.78% menjawab sekali atau beberapa kali dan 0.94% menjawab tidak tahu. Informasi detil mengenai banjir yang pernah dialami rsponden secara berurutan akan digambarkan oleh diagram-diagram berikut ini. Diagram diatas menunjukkan bahwa responden yang mengalami kejadian banjir menjawab, bahwa banjir yang dialami secara rutin adalah sebanyak 56.86% dan yang menjawab banjir yang mereka alami tidak rutin adalah 41.14%. Diagram 3. 39 Frekuensi kejadian banjir Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 15