1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Patient Safety yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang berkualitas dapat meraih pencapaian standar dari patient safety yang dibutuhkan di setiap sisi pelayanan kesehatan guna untuk meningkatkan dan mengembangkan sistem patient safety secara komprehensif termasuk didalamnya budaya safety dan organisasi pendukung proses safety (Aspden et al, 2004). Sistem perencanaan dan pengendalian manajemen didesain untuk melaksanakan tiga kegiatan utama, yaitu: 1. Mendesain produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan customer, 2. Memproduksi produk dan jasa tersebut dengan cost effective, 3. Memasarkan produk dan jasa tersebut secara efektif kepada customer. Tiga kegiatan utama tersebut untuk menjamin pencapaian tujuan organisasi, yaitu: 1. Menghasilkan customer yang puas, 2. Menghasilkan financial returns yang memadai. Dalam menjalankan kegiatan utama yaitu Memproduksi produk dan jasa dengan cost effective, organisasi memerlukan proses yang produktif dengan cost effective dan untuk menjalankan hal tersebut diperlukan modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi akan menjadikan proses mengkonsumsi sumber daya hanya untuk aktivitas penambah nilai bagi customer, sehingga kegiatan produksi produk dan jasa dapat dilaksanakan dengan cost effective (Mulyadi, 2007). Efisiensi biaya dapat diinterpretasikan sebagai pengeluaran suatu lembaga yang dilakukan dengan hemat dan berwujud kegiatan untuk mencapai tujuan. Kualitas pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan pengeluaran yang wajar dan hemat. Penghitungan biaya per unit harus diakui sebagai suatu aksi penting dalam pembentukan budaya efisiensi. Namun demikian, karakter penghitungan biaya harus diakui masih bersifat
2 kasuistik atau accidental artinya, studi khusus tentang penghitungan biaya dilakukan dalam waktu tertentu dan tempat tertentu (Bastian, 2008). Efisiensi biaya menjadi sangatlah penting terutama dalam menyongsong penyelenggaraan jaminan kesehatan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang akan diselenggarakan mulai 1 Januari 2014. Pelaksanaan jaminan kesehatan haruslah mengacu kepada kendali mutu dan kendali biaya dengan menerapkan prinsip managed care, agar terjadi pembiayaan yang efisien dengan mutu yang tetap terjamin sesuai indikasi medis (Mukti, 2012). Dalam melakukan efisiensi biaya diperlukan kegiatan analisis dan pengendalian biaya. Kegiatan analisis dan pengendalian biaya bukan sebuah proses yang mudah dan diperlukan tiga syarat mutlak sebelum dilakukan analisis biaya, yaitu: (1) Struktur organisasi rumah sakit yang baik; (2) Sistem akuntansi yang tepat; dan (3) adanya informasi statistik yang cukup baik. Ketiga syarat ini saling terkait (Trisnantoro, 2009). Analisis biaya diharapkan menghasilkan dampak yang berarti dan dibutuhkan manajemen, sehingga rumah sakit harus mempunyai struktur organisasi yang jelas dan diorganisir berdasarkan prinsip bahwa pusat biaya dan pusat pendapatan dapat diidentifikasi dengan jelas. Prasyarat kedua yang mutlak harus ada dalam analisis biaya adalah sistem akuntansi yang baik. Akuntansi rumah sakit harus dapat menyatakan sumber biaya yang dipakai oleh suatu unit. Pengeluaran dan pendapatan harus dapat dihubungkan dengan unit-unit yang terdapat pada struktur rumah sakit. Pembangunan sistem akuntansi keuangan rumah sakit di Indonesia masih sangat sulit karena keterbatasan jumlah akuntan yang ahli dan sistem akuntansi keuangan yang belum terbangun dengan baik. Syarat ketiga yang harus dimiliki rumah sakit, yaitu informasi akuntansi keuangan mudah digunakan dalam melakukan analisis biaya apabila didukung oleh catatan (statistik) rumah sakit. Dalam analisis biaya ini mutlak diperlukan informasi, misalnya: berapa jumlah porsi makanan yang dihasilkan oleh dapur tiap harinya, dan lain-lain (Trisnantoro, 2009).
3 Informasi biaya terutama unit cost merupakan informasi vital bagi semua organisasi baik yang berorientasi pada laba maupun yang bersifat non profit khususnya bagi rumah sakit. Informasi unit cost tidak hanya diperlukan untuk penentuan tarif, tetapi informasi tentang unit cost justru lebih diperlukan untuk berbagai kepentingan manajerial lainnya. Informasi biaya terutama unit cost dibutuhkan untuk memberikan informasi baik kepada pihak eksternal maupun pihak internal atau manajemen rumah sakit. Pihak internal atau manajemen rumah sakit membutuhkan informasi tentang unit cost untuk berbagai kepentingan manajerial, contohnya untuk keperluan analisis efisiensi biaya, untuk perencanaan dan penganggaran, evaluasi kinerja aktivitas, pengambilan keputusan baik taktis maupun strategik dan sebagai alat bernegosiasi dengan pihak eksternal, termasuk pemerintah (Ambarriani, 2012). Pelayanan gizi rumah sakit adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan gizi untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien rumah sakit baik pasien rawat inap maupun rawat jalan. Pasien rumah sakit tersebut memerlukan gizi untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan maupun mengoreksi kelainan metabolisme dalam rangka upaya preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif (Bastian (2008 cit. Depkes RI, 2003)). Konsep pelayanan gizi rumah sakit merupakan pelayanan gizi yang berdasarkan keadaan individu maupun keadaan klinis, status gizi dan status metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien di rumah sakit dapat berpengaruh pada kesembuhan penyakitnya (Bastian, 2008). Salah satu lingkup pelayanan gizi rumah sakit adalah penyelenggaraan makanan di rumah sakit yang memiliki tujuan untuk menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dapat diterima serta pelayanan yang layak dan memadai bagi konsumen agar dapat tercapainya status gizi yang optimal (Kemenkes, 2013). Konsep kualitas pelayanan gizi rumah sakit yaitu hasil pelayanan gizi yang mendekati hasil yang diharapkan dan dilakukan sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku (Kemenkes, 2013). Sedangkan menurut
4 Kim et al (2010) mengatakan bahwa kualitas penyelenggaraan makanan di rumah sakit dapat diartikan sebagai penyelenggaraan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien baik pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan di suatu rumah sakit (Kim et al, 2010). Pada umumnya penyelenggaraan makanan di instalasi gizi rumah sakit dikelola oleh rumah sakit sendiri namun seiring berkembangnya jaman semakin banyak pula organisasi terutama organisasi pelayanan kesehatan yang memesan jasa outsourcing dengan pertimbangan agar rumah sakit dapat memfokuskan pelayanan pada kompetensi intinya yaitu mengobati, merawat dan berusaha menyembuhkan pasien, memberikan pendidikan, pelatihan serta penelitian medis (Sharma dan Sharma, 2009). Hal ini diperkuat dengan hasil survey mengenai penggunaan jasa outsourcing rumah sakit di Texas oleh Waller Lansden Dortch dan Davis yang berprofesi sebagai pengacara yang dikutip oleh Healthcare Finance News menemukan bahwa 78% rumah sakit di Texas yang menjadi responden dalam survey menggunakan jasa outsourcing pada beberapa pelayanan kepada pasien. Survey ini juga menemukan bahwa rumah sakit besar yang memiliki lebih dari 200 tempat tidur lebih menyukai menggunakan jasa outsourcing yaitu sebanyak 86% jika dibandingkan dengan rumah sakit kecil yang memiliki kurang dari 50 tempat tidur. Pada survey yang melibatkan 266 rumah sakit di Texas ini, para pelaksana rumah sakit yang 83% mengatakan bahwa perkiraan mereka terhadap level penggunaan outsourcing di rumah sakit akan meningkat atau pun tetap pada level ini pada masa yang akan datang (Bazzoli, 2007). Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing). Melalui pendelegasian, maka pengelolaan tidak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing. Tujuan diadakannya outsourcing adalah efisiensi guna menghasilkan suatu produk yang berkualitas dengan memperkecil resiko (Wijayanti, 2012). Sistem outsourcing dapat mengontrol biaya ketika
5 sistem tersebut dapat mengatur dan meningkatkan makanan dan kualitas pelayanan (Sharma dan Sharma, 2009). Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan rumah sakit milik swasta, dengan tipe/kelas B. Rumah sakit ini tahun 2013 memiliki jumlah tempat tidur sebanyak 205 tempat tidur. Jumlah pasien rawat inap pada tahun 2013 yaitu 13.169 pasien. Jumlah Pasien Rawat Jalan pada tahun 2013 yaitu 82.350 pasien. Sumber daya manusia di instalasi gizi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, yaitu 42 orang yang terdiri dari 37 orang pegawai yang bekerja di RS PKU Muhammadiyah unit I dan 5 orang pegawai yang bekerja di PKU Muhammadiyah unit II. Menurut pihak manajemen Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta sejak pertama kali berdiri penyelenggaraan makanan di instalasi gizinya dikelola oleh rumah sakit sendiri (swakelola). Dari tahun ke tahun jumlah pasien Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta semakin banyak. Instalasi gizi terutama bagian penyelenggaraan makanan membutuhkan sumber daya manusia yang banyak dan peralatan serta perlengkapan yang banyak pula sehingga membutuhkan biaya yang besar dan biayanya sangat susah dikendalikan. Instalasi gizi terutama bagian penyelenggaraan makanan dengan sumber daya yang banyak tersebut, untuk memasak makanan bagi pasien dan pegawai rumah sakit merupakan kegiatan yang kurang efektif dan efisien (dari segi biaya), karena sering sekali makanan yang dimasak berlebihan jumlahnya dan menghabiskan biaya yang besar. Semakin lama rumah sakit berkembang menjadi lebih besar, jumlah pasien yang berobat juga semakin bertambah banyak sehingga instalasi gizi khususnya bagian penyelenggaraan makanan merasa kewalahan dalam melayani makanan untuk pasien, dokter, direksi maupun para karyawan. Pada tahun 1995 sampai tahun 2009, pihak manajemen Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta memutuskan instalasi gizi terutama bagian penyelenggaraan makanan untuk menggunakan jasa outsourcing sebagian
6 (semi outsourcing) untuk makanan bagi pegawai atau karyawan rumah sakit. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah menggunakan salah satu katering yang ada di Yogyakarta karena banyak ketidakcocokan dalam harga maupun variasi makanannya sehingga Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta berganti-ganti katering. Pada tahun 2009 sampai tahun 2011, pihak manajemen Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta memutuskan untuk menghentikan pengelolaan semi outsourcing tersebut dan kembali pada penyelenggaraan makanan yang dikelola Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta sendiri. Pada tahun 2010 Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta membuka cabang baru yaitu Rumah Sakit PKU Muhammadiyah II Yogyakarta yang berada di jalan Wates Km 5,5 Gamping (semua kebutuhan gizi pasien, dokter dan pegawai masih disuplai oleh Rumah Sakit PKU Muhammadiyah I Yogyakarta). Setiap tahun pasien meningkat dan pelayanan gizi pun juga meningkat, beban kerja semakin meningkat tetapi tidak seimbang dengan jumlah pegawai gizinya yang tetap, serta membutuhkan biaya yang besar. Pada tahun 2011 sampai akhir bulan Oktober tahun 2013 pihak manajemen rumah sakit memutuskan instalasi gizi bagian penyelenggaraan makanan untuk menggunakan jasa outsourcing sebagian (semi outsourcing) untuk makanan bagi dokter dan direksi beserta pengurus. Katering yang dipilih oleh Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah katering Aerofood (Garuda Indonesia Group) hingga pada akhir bulan Oktober tahun 2013. Aerofood service beroperasi dengan standar kualitas bersertifikasi internasional ISO 9001 dan ISO-22000 yang ketat serta sertifikasi halal. Aerofood ACS juga telah melakukan ekspansi dengan mendirikan industrial catering. Peluang pasar seperti perusahaanperusahaan minyak dan gas bumi serta rumah sakit telah berkembang pesat dalam tiga tahun terakhir (Anonim, 2010). Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta memutuskan untuk melakukan semi
7 outsourcing dengan Aerofood dengan pertimbangan agar instalasi gizi bagian penyelenggaraan makanan tetap fokus menyediakan makanan bagi pasien-pasiennya. Pada akhir bulan Oktober tahun 2013 pihak manajemen Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta memutuskan untuk menghentikan semi outsourcing dengan Aerofood dikarenakan harganya yang mahal dan kurangnya variasi pada makanannya. Pada akhir bulan Oktober tahun 2013 hingga saat ini pihak manajemen rumah sakit memutuskan untuk membeli makanan dari beberapa pemasok luar yaitu beberapa rumah makan yang ditunjuk oleh rumah sakit untuk para dokter dan direksi. Penyelenggaraan makanan untuk pasien mulai dari awal berdirinya Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta hingga saat ini hanya dikelola oleh rumah sakit sendiri (swakelola). Pada saat ini pihak manajemen Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta mempertimbangkan menggunakan jasa outsourcing untuk makanan bagi pasien VIP, dokter dan direksi beserta pengurus di masa yang akan datang. Meskipun demikian tetap harus mempertimbangkan biaya dan kualitas yang baik dan terjamin. Berdasarkan keadaan yang dialami oleh Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta di atas sehingga penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya dan kualitas yang dapat digunakan untuk membantu pihak manajemen Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dalam pengambilan keputusan penyelenggaraan makanan mana yang dipilih antara penyelenggaraan makanan di instalasi gizi yang dikelola sendiri (swakelola) dengan penyelenggaraan makanan di instalasi gizi yang dikelola oleh jasa outsourcing. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan seperti tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Manakah metode
8 penyelenggaraan makanan di instalasi gizi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang sebaiknya dipilih antara dikelola sendiri (swakelola) dengan jasa outsourcing. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Membantu pihak manajemen Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dalam pengambilan keputusan pemilihan penyelenggaraan makanan di instalasi gizi antara penyelenggaraan makanan di instalasi gizi yang dikelola sendiri (swakelola) dengan jasa outsourcing. 2. Tujuan Khusus Membandingkan antara penyelenggaraan makanan di instalasi gizi yang dikelola sendiri (swakelola) dengan penyelenggaraan makanan di instalasi gizi yang dikelola oleh jasa outsourcing. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi institusi Rumah Sakit Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengelola rumah sakit dalam melakukan pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan makanan di instalasi gizi dengan pendekatan analisis biaya dan kualitas. 2. Bagi institusi Pendidikan Penelitian ini dapat menambah referensi ilmiah tentang penggunaan analisis biaya dan kualitas sebagai dasar pengambilan keputusan pada institusi rumah sakit. 3. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai penggunaan analisis biaya dan kualitas untuk pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan makanan di instalasi gizi rumah sakit.
9 E. Keaslian Penelitian Beberapa referensi yang terkait dengan penelitian tentang Analisis Biaya untuk Pengambilan Keputusan Penyelenggaraan Makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang pernah dilakukan peneliti terdahulu antara lain: 1. Fransina (2012), meneliti Analisis Biaya Makan yang Hilang pada Penyelenggaraan Makanan Sistem Outsourcing di RSUD Yowari Jayapura-Papua. Kesimpulan penelitian ini adalah persentase biaya yang hilang 16,7% dari total anggaran yang digunakan sebesar Rp1.422.759.683,- (Satu Milyar Empat Ratus Dua Puluh Dua Juta Tujuh Ratus Lima Puluh Sembilan Ribu Enam Ratus Delapan Puluh Tiga Rupiah) maka kehilangan biaya Rp 237.600.867,- (Dua Ratus Tiga Puluh Tujuh Juta Enam Ratus Ribu Delapan Ratus Enam Puluh Tujuh Rupiah) selama tahun 2011. Menandakan kebijakan menggunakan pihak ketiga oleh pihak rumah sakit harus ditinjau kembali. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu variabel pada penelitian ini biaya makan yang hilang, sisa makanan dan mutu makanan, metode pada penelitian ini yaitu jenis penelitian observasional dengan rancangan penelitian studi cross sectional, lokasi penelitian ini di RSUD Yowari Jayapura-Papua, subyek penelitian pada penelitian ini, yaitu pasien rawat inap di RSUD Yowari Jayapura-Papua dan cara analisis data menggunakan uji analisis chi-square Kesamaan penelitian yaitu menganalisis biaya yang dikeluarkan oleh jasa outsourcing. 2. Sharma dan Sharma (2009) meneliti Comparative Analysis of Outsourced Hospital Dietary Services Vis-A-Vis In-House Dietary services for Cost Containment and Quality: A Case Study in A Super Specialty Tertiary Hospital. Kesimpulan penelitian ini adalah harga makanan per hari yang dikelola oleh instalasi gizi rumah sakit di Chandigarh jauh lebih mahal jika
10 dibandingkan harga makanan per hari yang dikelola oleh outsourcing. Pelayanan yang dikelola oleh jasa outsourcing jauh lebih baik jika dibandingkan dengan pelayanan instalasi gizi yang dikelola rumah sakit sendiri. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu lokasi penelitian ini di Rumah Sakit Nehru Chandigarh, India, subyek penelitian pada penelitian ini, yaitu pasien rawat inap di Rumah Sakit Nehru Chandigarh, India dan cara analisis data pada penelitian ini tidak menggunakan wawancara mendalam melainkan menggunakan pengambilan data sekunder dan kuesioner kualitas makanan. Kesamaan penelitian yaitu variabel penelitian, yaitu biaya instalasi gizi di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan oleh jasa outsourcing, metode penelitian menggunakan studi kasus, dan cara analisis data pada penelitian ini menggunakan pengambilan data sekunder. 3. Dhamayanthi (2002) meneliti Hubungan Kualitas Layanan Gizi, Tingkat Kepuasan dan Lama Masa Rawat Pasien di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta. Kesimpulan penelitian ini adalah kepuasan pasien terhadap layanan gizi berhubungan dengan cita rasa makanan, cara penyajian makanan, dan sikap petugas penyaji makanan, namun tidak ada hubungan dengan kegiatan konsultasi dokter. Perbedaan dengan penelitian ini, variabel pada penelitian, yaitu lama rawat inap, asupan makanan, kepuasan pasien, cita rasa makanan, cara penyajian makanan, sikap petugas gizi, konsultasi gizi dan sikap dokter; metode pada penelitian ini, yaitu jenis penelitian observasional dengan rancangan penelitian studi cross sectional, lokasi penelitian ini di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta, subyek penelitian pada penelitian ini, yaitu pasien rawat inap di instalasi rawat inap di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta, dan cara analisis data menggunakan uji statistik kai kuadrat dan uji statistik analisis regresi ganda. Kesamaan penelitian, yaitu menganalisis kualitas makanan pada instalasi gizi.