MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM,

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber. daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2007 TENTANG GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROGRAM BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 1976 Tanggal 1 April 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI TAHUN 1983/1984 Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 1983 Tanggal 7 Mei 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1976 TENTANG PROGRAM BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI TAHUN 1982/1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1979 TENTANG BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI TAHUN 1979/1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VII. TINGKAT KESEHATAN DAS

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1977 TENTANG PROGRAM BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BERSAMA GUBERNUR JAWA TIMUR DAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2013 NOMOR TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PROGRAM BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

Oleh: Ir. Alwis, MM Nden Rissa H, S.Si. M.Si

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia semakin memprihatinkan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 3/Menhut-II/2009 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1981 BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI TAHUN 1981/1982 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2002 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

penyebab terjadinya erosi tanah Posted by ariciputra - 29 May :25

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

PENDAHULUAN Latar Belakang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

Strategi 3: Mencegah erosi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan banjir di wilayah pemukiman penduduk Mengurangi Dampak Erosi Daratan/Lahan Pertanian

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

11. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Persepsi. Dali Gulo (1982) dalam Kamus Psikologi memberikan batasan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 054/KPTS-II/2000 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

PENGELOLAAN DAS TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA TASIKMALAYA,

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1979 TANGGAL 4 Juni PEDOMAN PELAKSANAAN 1/5

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 67/Menhut-II/2008 TENTANG KRITERIA DAN KLASIFIKASI UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984 DAN PU.124/KPTS/1984 TAHUN 1984 TENTANG PENANGANAN KONSERVASI TANAH DALAM RANGKA PENGAMANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI PRIORITAS MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang: a. bahwa upaya penyelamatan hutan tanah dan sumber-sumber air adalah tanggung jawab bersama baik masyarakat pada umumnya maupun instansi Pemerintah pada khususnya. b. bahwa agar kegiatan pelaksanaan upaya menyelamatkan hutan, tanah dan sumber-sumber air mencapai sasarannya perlu diselenggarakan secara terarah, terpadu, terorganisir dan saling mendukung; c. bahwa kegiatan konservasi tanah, baik yang berupa kegiatan pengendalian erosi banjir, pengaturan pemanfaatan air, peningkatan daya guna, lahan produksi dan pendapatan petani, peningkatan peran serta masyarakat harus terpadu dan mendukung serta mengamankan pembangunan prasarana dan bangunanbangunan pengairan; d. bahwa untuk dapat mencapai sasaran di dalam penanganan konservasi tanah yang berdaya guna dan berhasil guna pada daerah-daerah diprioritaskan perlu dikelola dengan mendasarkan pada wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS); e. bahwa untuk maksud tersebut di atas, dipandang perlu untuk menetapkan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum tentang Penanganan Konservasi Tanah Dalam Rangka Pengamanan Daerah Aliran Sungai Prioritas. Mengingat: 1. Pasal 4 ayat (1) pasal 33 UUD 1945; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan; 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah; 5. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan; 6. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup; 7. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen; 8. Keputusan Presiden Nomor 45/M Tahun 1983 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan IV; 9. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen. MEMUTUSKAN: 1 / 5

Menetapkan: KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG PENANGANAN KONSERVASI TANAH DALAM RANGKA PENGAMANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI PRIORITAS BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Surat Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan: a. Konservasi tanah adalah upaya untuk mempertahankan atau memperhatikan daya guna lahan termasuk kesuburan tanah dengan cara pembuatan bangunan teknis sipil di samping tanam-menanam (vegetatif), agar tidak terjadi kerusakan tanah dan kemunduran daya guna dan produktivitas lahan. b. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah sungai yang dipisahkan dari wilayah lain oleh pemisah topografi yang berupa punggung bukit di mana air hujan yang jatuh dalam wilayah tersebut, mengalir dan meresap menuju ke suatu sungai dan bermuara di laut. Sub DAS adalah bagian dari DAS di mana air hujan yang jatuh dalam wilayah tersebut mengalir dan meresap menuju ke suatu anak sungai dan bermuara di sungai utama. c. Daerah Aliran Sungai Prioritas, adalah suatu DAS terpilih yang dalam penanganan konservasi tanah dijadikan sasaran utama. d. DAS "Super Prioritas" adalah DAS di antara DAS Prioritas yang penanganan konservasi tanahnya akan lebih diutamakan untuk diselesaikan dalam Pelita IV. e. DAS Prioritas ditetapkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: (a) Daerah yang hidroorologis kritis, ditandai oleh besarnya angka perbandingan antara debiet maksimum (musim hujan), dan debiet minimum (musim kemarau) serta kandungan (lumpur (sediment) load) yang berlebihan. (b) Daerah yang telah, sedang, atau akan dibangun bangunan vital dengan investasi besar, antara lain: waduk, bendung, dan bangunan pengairan lainnya. (c) Daerah yang rawan terhadap banjir dan kekeringan. (d) Daerah perladangan berpindah dan atau daerah dengan penggarapan tanah yang merusak tanah dan lingkungan. (e) Daerah di mana tingkat kesadaran masyarakat terhadap usaha konservasi tanah masih rendah. (f) Daerah dengan kepadatan penduduk tinggi. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 a. Maksud penanganan konservasi tanah pada DAS Prioritas adalah: (a) Mengintiensifikan penanganan konservasi tanah secara lebih terpadu. 2 / 5

(b) Meningkatkan kemampuan petani dan atau pemakai lahan (land user). b. Tujuan penanganan konservasi tanah pada DAS prioritas adalah: (a) Mengendalikan erosi, banjir dan mengurangi kekeringan. (b) Meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produktifitas lahan. (c) Membina perilaku petani sebagai pelestari sumber daya alam. BAB III POLA PENANGANAN Pasal 3 Pola penanganan konservasi tanah terdiri dari dua bentuk: a. Bantuan bangunan konservasi tanah secara kelompok hamparan untuk kepentingan bersama dengan pendekatan proyek. Pemeliharaan bangunan konservasi tanah selanjutnya dilaksanakan dengan swadaya petani pemakai lahan. b. Bantuan teknis dan bantuan dana kepada para petani/pemakai tanah secara perorangan pada areal dampak Unit Percontohan dalam Program Bantuan Inpres Reboisasi dari Penghijauan dalam DA$ Prioritas. BAB IV LOKASI DAN WILAYAH KERJA Pasal 4 Lokasi yang menjadi sasaran penanganan konservasi tanah adalah: a. Daerah hulu sungai yang menjadi sumber erosi, banjir, dan kekeringan yang menyebabkan pelumpuran/sedimentasi dan kerusakan bangunan pengairan vital. b. Daerah sepanjang kiri kanan alur sungai, danau, waduk, sekitar sumber mata air, dan bangunan pengairan. c. Daerah yang tanahnya labil dan sering terjadi tanah longsor. Pasal 5 Wilayah kerja penanganan konservasi tanah dikonsentrasikan pada 22 (dua puluh dua) DAS Super Prioritas seperti tercantum dalam lampiran keputusan bersama ini. BAB V KEGIATAN Pasal 6 3 / 5

a. Kegiatan penanganan konservasi tanah diutamakan dengan metode teknik sipil (antara lain pembuatan teras secara lengkap, dan pengendalian dan penahan sedimen/bahan erosi, dan sebagainya). b. Kegiatan penanganan konservasi tanah meliputi perencanaan, pelaksanaan bimbingan teknis pelaksanaan pemeliharaan, monitoring, dan penyuluhan kepada masyarakat. BAB VI BANTUAN Pasal 7 Bantuan penanganan konservasi tanah yang diberikan kepada petani/pemakai lahan berupa: a. Bangunan konservasi tanah. b. Bantuan dana. c. Bantuan teknik. BAB VII SANKSI Pasal 8 Kepada para pemilik lahan dan para pemakai lahan baik perorangan, pemegang Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai dan Hak Milik yang menelantarkan lahannya dan atau mengolahnya secara tidak benar dan atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan atau yang mengakibatkan timbulnya bahaya lain, dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VIII PENUTUP Pasal 9 Pelaksanaan lebih lanjut dari keputusan bersama ini diatur bersama oleh Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan, Direktur Jenderal Pembangunan Daerah, Departemen Dalam Negeri dan Direktur Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum. Pasal 10 Hal-hal yang belum diatur dan atau belum cukup diatur dalam Keputusan Bersama ini akan diatur kemudian. Pasal 11 Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. 4 / 5

Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 4 April 1984 MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI KEHUTANAN, MENTERI DALAM NEGERI, Ttd. Ttd. SUYONO SOSRODARSONO SOEDJARWO SOEPARDJO 5 / 5