1 KAJI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN UPTREAM DAN DOWNTREAM ROD TERHADAP MEDAN ALIRAN DAN GAYA AERODINAMIKA PADA ALIRAN FLUIDA MELINTAI EBUAH ILINDER IRKULAR Karta Prihandoko dan Dedy Zulhidayat Noor Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi epuluh Nopember (IT) Jl. Arief Rahman Hakim, urabaya 60111 E-mail: zulnoor@me.its.ac.id Abstrak Fenomena aliran fluida melintasi bluff body memiliki peranan penting dalam berbagai aplikasi teknik. alah satu bentuk bluff body yang umum digunakan adalah silinder sirkular, sebagai contoh pada konstruksi landasan rig lepas pantai, tiang jembatan, tiang bangunan lepas pantai, cerobong asap, silo, dan berbagai konstruksi lainnya.penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari penambahan upstream dan downstream rod terhadap medan aliran dan gaya-gaya aerodinamika pada a liran fluida melewati silinder sirkular. Bentuk dari rod adalah silinder sirkular pada posisi upstream dan downstream dengan perbandingan diameter rod (d) terhadap diameter silinder utama (D) adalah 0,1. Parameter yang divariasikan adalah spacing ratio antara rod dengan silinder sirkular yaitu L/D = 2,5 dan 5,5, pada bilangan Reynolds 100 dan 1000. Penelitian akan dilakukan secara numerik dua dimensi (2D) dengan model laminar untuk dan T (k ω) untuk, pada kondisi unsteady. Dari hasil penelitian ini didapatkan visualisasi medan aliran berupa kontur vorticity dan pathline kecepatan pada aliran fluida melintasi silinder tunggal dengan penambahan upstream dan downstream rod untuk variasi spacing ratio L/D=2.5 dan 5.5. Pada bilangan Reynolds 100 diperoleh nilai reduksi maksimum gaya-gaya aerodinamika pada konfigurasi penambahan upstream dan downstream rod dengan L/D=2.5. edangkan untuk bilangan Reynolds 1000 diperoleh reduksi maksimum terhadap gaya-gaya aerodinamika pada konfigurasi penambahan upstream rod dengan L/D=2.5. Kata Kunci ilinder sirkular, T (k ω), Drag Coefficient (CD ), Lift Coefficient (CL), silinder pengganggu (rod). I. PENDAHULUAN liran eksternal viscous yang melintasi silinder akan menghasilkan gaya hambat (drag force) dan gaya angkat A (lift). Gaya hambat (drag force) da n gaya angkat (lift) erat kaitannya dengan separasi aliran, dimana separasi aliran akan menyebabkan terbentuknya wake di belakang silinder. Gaya drag disebabkan oleh tekanan rendah (low pressure) pada daerah wake, sedangkan gaya lift disebabkan karena perbedaan tekanan antara bagian lower dan upper dari benda. Pada kebanyakan kasus fluida melintasi bluff body, gaya yang lebih dominan terjadi adalah gaya drag. Pada silinder sirkular, yaitu pada b ilangan Reynolds > 40 akan terjadi fenomena pelepasan vortex (vortex shedding). Vortex shedding ini akan menyebabkan gaya drag dan gaya lift berosilasi. Vortex shedding dan gaya drag tentunya memberikan dampak yang buruk pada suatu konstruksi. Oleh karena itu berbagai upaya dan penelitian dilakukan untuk meminimalisir pengaruh dari vortex shedding serta m ereduksi gaya drag yang terjadi. Lee,dkk [1], melakukan penelitian secara eksperimen untuk mengurangi gaya hambat (drag) dengan menambahkan small control rod di depan bluff body yang berupa silinder pada bilangan Reynolds 20000. Dengan ditambahkannya small control rod ini ternyata dapat menurunkan nilai drag coefficient (CD) dari silinder utama yaitu sebesar 29% pa da diameter silinder pengganggu (d)=7 mm, d/d=0.233, dan L/D=2.081. edangkan untuk keseluruhan sistem diperoleh penurunan Drag Coefficient (CD) sebesar 25% pa da d/d=0.233, dan L/D=1.833. Hasil lain yang didapatkan dari penelitian ini adalah jarak kritis (Lc/D) untuk mendapatkan maximum drag reduction yaitu Lc/D = 1.5+0.083d. Zhang, dkk [2] juga melakukan penelitian secara numerik. Penelitian dilakukan terhadap aliran melintasi sebuah silinder sirkular dengan penambahan rod pada bagian upstream secara dua dimensi (2D) pada bilangan Reynolds 200 dengan menggunakan software Fluent. Variasi yang digunakan dalam penelitian adalah d/d dan L/D yang tersusun secara tandem. Dari penelitian diperoleh reduksi drag coefficient sebesar 35% pada d/d=0,5. Rahman, dkk [3] m elakukan perbandingan berbagai model turbulen pada aliran laminar dan turbulen yang melewati sebuah silinder sirkular. Aliran ditinjau secara unsteady pada bilangan Reynods 100, 1000, dan 3900. Hasil yang didapatkan adalah model k-epsilon dapat memprediksi nilai koefisien drag paling akurat, k-epsilon realizable lebih efektif dalam memvisualisasikan vortex shedding, dan k-ω T memberikan kesesuaian yang baik pada bilangan Reynolds tinggi. Lima e silva, dkk [4], melakukan simulasi numerik 2D pada aliran fluida melewati dua buah s ilinder yang disusun secara tandem. Diameter upstream silinder
2 adalah d dan downstream silinder adalah d/2. Penelitian dilakukan pada Re = 100 dan 200, dengan variasi jarak antar sumbu dari kedua silinder yaitu L = 1.5d, 2d, 2.5d, 2.7d, 3d, dan 4d. Dari hasil penelitian diperoleh jarak kritis L=2.7d, pada daerah ini nilai drag coefficient (CD) adalah minimum. Berbagai penelitian telah dilakukan dalam usaha untuk mereduksi gaya drag. Penelitian yang dilakukan untuk mengurangi gaya drag dilakukan pada sebuah silinder ataupun beberapa silinder yang tersusun secara tandem. Dari berbagai penelitian tersebut sangat jarang yang melakukan penelitian dengan cara penambahan silinder pengganggu pada bagian upstream dan downstream dengan maksud untuk mereduksi gaya drag dan pengaruh dari vortex shedding secara bersamaan. Oleh karena itu pada penelitian ini tertarik untuk menganalisa pengaruh penambahan silinder pengganggu pada bagian upstream dan downstream dari silinder sirkular utama terhadap medan aliran, gaya drag, dan gaya lift yang dihasilkan, dengan menvariasikan spacing ratio antara silinder pengganggu dengan silinder utama (L/D) yaitu 2,5 dan 5,5 pada bilangan Reynolds 100 dan 1000. Penelitian dilakukan secara numerik karena dengan numerik efek dari friction bisa diperhitungkan, selain itu karena kondisi yang digunakan adalah unsteady maka penelitian secara numerik lebih mudah dilakukan daripada eksperimen. II. METODE PENELITIAN kema geometri (domain) dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. III. HAIL DAN DIKUI Medan aliran dipresentasikan dalam bentuk kontur vorticity dan pathline kecepatan. Penambahan rod pada bagian upstream dan downstream mempengaruhi pola vortex shedding yang terbentuk pada silinder. Jika tanpa penambahan rod maka pola vortex yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 2. Terlihat bahwa pada dan 1000 vortex shedding terbentuk di belakang silinder. Gambar 2. Kontur Vorticity dan pathline kecepatan pada silinder tunggal untukk dan 1000 A. Penambahan upstream rod Aliran fluida dengan upstream rod dengan L/D=2.5 dapat dilihat pada Gambar 3. Pada dapat diamati bahwa tidak terdapat vortex shedding pada rod untuk semua jarak spacing ratio (L/D), karena bilangan Reynolds berdasarkan diameter rod adalah 1 0. edangkan pada bilangan Reynolds pada rod adalah 100 yang artinya ada kemungkinan terbentuk vortex shedding tergantung dari jarak spacing ratio antara silinder dengan rod. Gambar 1. kema Penelitian D = Diameter silinder, d = diameter silinder pengganggu (rod), d = 0.1D, L = jarak spacing ratio, L = 2.5D; 5.5D, Bilangan Reynolds yang digunakan adalah 100, dan 1000 berdasarkan diameter silinder. Penelitian ini menggunakan metode numerik dua dimensi (2D) dengan menggunakan software Fluent 6.3.26. Dalam melakukan penelitian ini terdapat tiga tahapan yaitu pembuatan model dengan menggunakan software Gambit 2.4, perhitungan (solver) dan analisa hasil (post-processing) menggunakan software Fluent 6.3.26. Boundary condition yang ditetapkan yaitu velocity inlet untuk kondisi batas inlet dan outflow untuk kondisi batas outlet. Untuk digunakan model laminar, sedangkan untuk digunakan model turbulen k-omega T. Hasil yang ditampilkan adalah medan aliran dan gaya aerodinamika berupa nilai CD dan CL. Gambar 3. Kontur vorticity aliran melewati silinder dengan penambahan upstream rod pada L/D=2.5 Aliran fluida melewati silinder dengan penambahan upstream rod yang ditempatkan pada spacing ratio (L/D) = 2.5 memiliki pengaruh terhadap nilai Drag Coefficient (CD) yang terbentuk pada silinder. Grafik CD dan CL dapat dilihat pada Gambar 4, terlihat bahwa nilai CD dan CL berosilasi karena pengaruh dari vortex shedding. Dari hasil simulasi untuk diperoleh nilai CD silinder sebesar 0.94, lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai Drag Coefficient (CD) pada silinder tunggal yatu sebesar 1.294. Nilai Lift Coefficient (CL) yang diperoleh dari simulasi adalah ±0.05, jauh lebih kecil dibandingkan dengan aliran pada silinder tunggal yaitu ±0.22.
3 Gambar 4. Grafik CD dan CL pada silinder tunggal dengan upstream rod untuk L/D=2.5, Penempatan rod di bagian upstream akan menyebabkan separasi aliran pada silinder menjadi tertunda. Hal ini dapat dilihat dari grafik Pressure Coefficient yang dihasilkan untuk silinder tunggal dan silinder dengan penambahan upstream rod, seperti terlihat pada Gambar 5. Titik separasi untuk silinder tunggal berada pada sudut 140 0, sedangkan dengan penambahan upstream rod berada pada sudut 160 0. Tertundanya titik separasi akan menyebabkan posisi separasi menjadi lebih ke belakang, sehingga daerah wake yang terbentuk akan semakin sempit. Daerah wake yang semakin sempit akan menyebabkan drag yang terjadi lebih kecil. seperti terlihat pada Gambar 6. 1.50 1.00 0.50 Cp 0.00-0.50-1.00 Pressure Coefficient (Cp) Vs sudut (Ѳ) -1.50 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Ѳ Gambar 5. Grafik Pressure Coefficient silinder tunggal (Cp o) dan dengan penambahan upstream rod (Cp s) pada L/D=2.5, =titik separasi A Gambar 6. Pathline velocity dengan upstream rod (A) dan silinder tunggal (B) pada L/D=2.5, Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa wake yang terbentuk di belakang silinder dengan penambahan upstream rod lebih sempit dibandingkan dengan silinder tunggal. Penurunan drag juga disebabkan karena penambahan rod di daerah upstream akan membentuk wake di depan silinder, tentunya daerah ini memiliki tekanan yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan tekanan pada bagian stagnasi dari silinder. B CPs CPo B. Penambahan downstream rod Aliran fluida dengan downstream rod dapat dilihat pada Gambar 7. Untuk tidak terdapat vortex shedding yang terjadi pada sistem, vortex yang terbentuk oleh silinder tidak terlepas karena adanya pengaruh dari shear layer pada downstream rod, downstream rod berada pada daerah dimana vortex saling berpotongan. Penambahan downstream rod di daerah wake sebagai pengontrol pasif efektif pada bilangan Reynolds yang kecil [5]. eperti terlihat pada kontur vorticity, untuk tidak terjadi vortex shedding pada sistem, hal ni berbeda dengan bilangan Reynolds 1000 dimana vortex yang terbentuk dibelakang silinder menumbuk downstream rod dan akhirnya m embentuk vortex shedding yang lebih besar jika dibandingkan dengan silinder tunggal. Gambar 7. Kontur vorticity aliran melewati silinder dengan penambahan downstream rod dengan L/D=2.5 untuk dan C. Penambahan upstream dan downstream rod Dengan ditambahkannya upstream dan downstream rod, maka vortex yang terbentuk menjadi lebih stabil, bahkan tidak terlepas, hal ini dapat dilihat pada Gambar 8, upstream dan downstream rod ditempatkan pada spacing ratio L/D=2.5, dengan bilangan Reynolds 100 berdasarkan diameter silinder utama. Gambar 8 Kontur Vorticity dan pathline kecepatan pada silinder dengan penambahan upstream dan downstream rod pada. Hal ini disebabkan karena downstream rod berada pada daerah dimana vortex saling berpotongan, sehingga penempatan rod pada daerah ini akan mencegah terjadinya vortex shedding. Penambahan upstream dan downstream rod juga berpengaruh pada penurunan gaya aerodinamika yang terjadi, dalam hal ini adalah gaya drag. Pada bilangan Reynolds 100 diperoleh nilai Drag Coefficient (CD) = 0.89, nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan Drag Coefficient pada silinder tunggal yaitu 1.294. Grafik CD dan CL dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Grafik CD dan CL pada silinder tunggal dengan upstream dan downstream rod untuk L/D=2.5,
4 Pada silinder tunggal koefisien lift (CL) = ±0.22, sedangkan pada konfigurasi ini (CL) = ±0.009, dampak dari penurunan Lift Coefficient ini dapat dilihat pada kontur vorticity yaitu tidak terbentuk vortex shedding pada sistem. Penambahan rod pada daerah upstream akan menurunkan gaya drag dengan cara menunda titik separasi dan dengan membentuk daerah wake di depan silinder sehingga tekanan stagnasi menjadi berkurang. Pada Gambar 10 dapat diamati bahwa titik separasi untuk silinder tunggal berada pada posisi lebih ke depan yaitu pada sudut 140 0, sedangkan dengan penambahan upstream dan downstream rod berada pada sudut 167 0. Tertundanya titik separasi akan mempersempit daerah wake di belakang silinder seperti terlihat pada Gambar 8, dapat diperhatikan bahwa daerah wake untuk silinder dengan penambahan upstream dan downstream rod lebih sempit dibandingkan dengan silinder tunggal. emakin sempit daerah wake maka gaya drag akan semakin kecil. Cp 1.50 1.00 0.50 0.00-0.50-1.00 Pressure Coefficient (Cp) Vs sudut (Ѳ) -1.50 0 20 40 60 80 Ѳ 100 120 140 160 180 Gambar 10 Grafik Pressure Coefficient silinder tunggal (Cpo) dan dengan upstream dan downstream rod (Cps) pada L/D=2.5 Pada nilai Drag Coefficient yang dihasilkan adalah CD silinder=0.908, sedangkan untuk silinder tunggal nilai CD=0.926, mengalami sedikit penurunan. Grafik CD dan CL dapat dilihat pada Gambar 11. CPs CPo silinder akan berbenturan dengan downstream rod secara frontal (collision) sehingga aliran disekitar downstream rod berubah arah dan vortex shedding akan terbentuk, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 Kontur Vorticity dan pathline kecepatan pada silinder dengan penambahan upstream dan downstream rod pada. D. Pengaruh variasi L/D terhadap reduksi Coeffisient Drag dan Coefficient Lift pada silinder Tabel 1 menunjukkan nilai perbandingan CD dan CL pada silinder setelah ditambahkan rod dan tanpa rod (CDs/CDo). Dari Tabel 1 dapat diamati bahwa untuk bilangan Reynolds 100, penambahan upstream dan downstream rod dengan spacing ratio L/D=2.5 menghasilkan nilai CD dan CL silinder yang terkecil. Perbandingan antara CD silinder dengan penambahan rod dengan silinder tanpa rod yaitu CDs/CDo = 0.69, dan perbandingan antara CL silinder dengan penambahan rod terhadap CL silinder tanpa rod yaitu CLs /CLo = 0.04. edangkan pada bilangan Reynolds 1000 nilai CD dan CL silinder yang terkecil adalah pada konfigurasi penambahan upstream rod dengan spacing ratio L/D=2.5. Nilai perbandingan yang diperoleh yaitu CDs/CDo=0.83 dan CLs/CLo=0.65. Tabel 1 Perbandingan nilai CD silinder dengan penambahan rod (CDs) terhadap nilai CD silinder tanpa rod (CDo) Re1000 Re100 Konfigurasi L/D penambahan rod C Ds / C Do C Ls / C Lo C Ds / C Do C L s / C L o Upstream rod 2.5 0.73 0.23 0.83 0.65 Downstream rod 2.5 0.87 0.27 1.14 3.27 Upstream rod 5.5 0.78 0.32 0.97 2.24 Downstream rod 5.5 0.92 0.41 0.92 1.78 Upstream dan downstream rod Upstream dan downstream rod 2.5 0.69 0.04 0.98 2.89 5.5 0.76 0.32 0.86 0.56 Gambar 11 Grafik CD dan CL pada silinder tunggal dengan upstream dan downstream rod untuk L/D=2.5, Dari data CD yang diperoleh dapat dianalisa bahwa penambahan upstream dan downstream rod pada konfigurasi ini tidak terlalu berperan dalam menurunkan gaya drag. Untuk nilai Lift Coefficient yang didapatkan adalah CL = ± 0.31, lebih besar dibandingkan dengan nilai CL pada silinder tunggal sebesar ± 0.107, hal ini disebabkan karena efek collision dan vortex shedding di belakang silinder. eperti terlihat pada kontur vorticity, vortex yang terbentuk oleh Penambahan downstream rod pada bilangan Reynolds 1000 untuk L/D=2.5 justru menaikkan nilai CD silinder, hal ini dapat dilihat dari perbandingan CDs/CDo yaitu sebesar 1.14, artinya nilai CD silinder setelah ditambahkan downstream rod meningkat 1.14 kali dari sebelum ditambahkan rod. Hal yang sama juga terjadi pada bilangan Reynolds 1000 untuk konfigurasi penambahan upstream rod L/D=5.5, downstream rod pada L/D=5.5, dan upstream dan downstream rod pada L/D=2.5, untuk nilai CL silinder. Pada tabel terlihat angka perbandingan lebih besar dari 1, artinya CL pada konfigurasi tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan silinder tunggal.
5 IV. KEIMPULAN Penempatan rod pada bagian upstream dan downstream dari silinder mempengaruhi pola vortex shedding yang terbentuk pada silinder, seperti penambahan downstream rod pada dan L/D=2.5 ternyata dapat mencegah terbentuknya vortex shedding pada silinder. Penambahan rod pada bagian upstream dan downstream silinder dapat mereduksi gaya aerodinamika yang terjadi pada silinder.konfigurasi yang maksimum dalam mereduksi gaya aerodinamika pada bilangan Reynolds 100, yaitu pada penambahan upstream dan downstream rod pada spacing ratio L/D=2.5. Pada konfigurasi ini diperoleh nilai CDs/Cdo= 069, dan CLs /CLo = 0.04. Pada bilangan Reynolds 1000 diperoleh konfigurasi maksimum dalam mereduksi gaya aerodinamika pada penambahan upstream rod dengan spacing ratio L/D=2.5. Nilai perbandingan yang diperolh yaitu CDs/CDo=0.83 dan CLs/CLo=0.65. DAFTAR PUTAKA [1] [1] Lee,.J., Lee,.I., & Park, C.W.(2004), Reducing the drag on a circular cylinder by upstream installation of a small control rod, Fluid Dynamic Research, Vol.34, 233-250. [2] [2] Zhang, P.F., Wang, J.J., Huang, L.X. (2006), Numerical imulation of flow Around Cylinder With An Upstream Rod in Tandem at Low Reynolds Numbers, Applied Ocean Research Vol. 28, 183 192. [3] [3] Rahman, Md. Mahbubar, Karim, Md. Mashud, & Alim, Abdul (2007), Numerical Investigation of Unsteady Flow Past a Circular Cylinder Using 2-D Finite Volume Method, Journal of Naval Architecture and Marine Engineering Vol. 4, 27-42. [4] Lima e ilva A.L.F., ilveira-neto A, Damasceno J.J.R., 2003, Numerical simulation of two dimensional flows over a circular cylinder using the immersed boundary method, Journal of Computational Physic, Vol 189, pp.351-370. [5] Mittal,., Raghuvanshi, A.(2001), Control Of Vortex hedding Behind Circular Cylinder For Flow at Low Reynold Numbers.