HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN KEBIASAAN KONSUMSI FAST FOOD DENGAN KEJADIAN GIZI LEBIH PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI SUDIRMAN I MAKASSAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia mengalami permasalahan gizi ganda yaitu perpaduan antara gizi

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN OVERWEIGHT PADA ANAK SEKOLAH DASAR KATOLIK FRATER BAKTI LUHUR MAKASSAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat, baik

FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 9-11 TAHUN DI SEKOLAH DASAR MARSUDIRINI SEMARANG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

PENGARUH EDUKASI GIZI TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN ASUPAN ZAT GIZI PADA ANAK GIZI LEBIH DI SDN SUDIRMAN I MAKASSAR TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

GAMBARAN UANG SAKU DAN PENGELUARAN KONSUMSI PANGAN PADA PENDERITA OVERWEIGHT DAN OBESITAS MAHASISWA UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Periode pubertas akan terjadi perubahan dari masa anak-anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. buruk, gizi kurang, gizi lebih, masalah pendek, anemia kekurangan zat besi,

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI PNS BAPPEDA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

KEBIASAAN MAKAN YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KEGEMUKAN PADA REMAJA (Studi di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya)

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

KUESIONER GAMBARAN TAYANGAN IKLAN FAST FOOD

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo.

BAB I PENDAHULUAN. jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan

HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN RESIKO OBESITAS PADA SISWA KELAS X DAN XI DI SMA KRISTEN KALAM KUDUS SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Frekuensi Konsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Siswa SMA Negeri 4 Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji dan Tingkat Aktivitas Fisik terhadap Obesitas pada Kelompok Usia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fokus perhatian dan titik intervensi yang strategis bagi

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu

Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Daya Beli Makanan dengan Status Gizi pada Remaja di SMP Negeri 2 Banjarbaru

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB V HASIL PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK KELAS V SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU AL AZHAR KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada berbagai kalangan, terjadi pada wanita dan pria yang berumur. membuat metabolisme dalam tubuh menurun, sehingga proses

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang baik dan setinggi-tingginya merupakan suatu hak yang fundamental

HUBUNGAN POLA KONSUMSI FASTFOOD DENGAN KEJADIAN OVERWEIGHT PADA REMAJA PUTRI DI SMA BATIK 1 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, yaitu sehat, cerdas, dan memiliki fisik yang tangguh

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,

BAB I PENDAHULUAN. tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu, dan Tempat

KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN /../..

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000)

KEBIASAAN KONSUMSI FAST FOOD TERHADAP OBESITAS PADA ANAK SEKOLAH DASAR BANDA ACEH

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN FREKUENSI FAST FOOD DENGAN KEJADIAN OVERWEIGHT PADA REMAJA DI SMP N 5 KARANGANYAR

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA PADA MURID SEKOLAH DASAR DI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh negatif yang secara langsung maupun tidak langsung. yang berperan penting terhadap munculnya overweight (Hadi, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan merupakan status gizi tidak seimbang akibat asupan giziyang

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan kelompok peralihan dari masa anak-anak. menuju dewasa dan kelompok yang rentan terhadap perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masalah kegemukan ( overweight) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. fast food maupun health food yang popular di Amerika dan Eropa. Budaya makan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo. Puskesmas Tapa didirikan pada tahun 1963 dengan luas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Gaya Hidup dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD Negeri 08 Alang Lawas Padang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah gizi kurang, berkaitan dengan penyakit infeksi dan negara maju

BAB I PENDAHULUAN. asupan makanan yang semakin mengarah kepada peningkatan asupan makanan siap saji

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN KEBIASAAN KONSUMSI FAST FOOD DENGAN KEJADIAN GIZI LEBIH PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI SUDIRMAN I MAKASSAR THE RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND HABIT OF CONSUMPTION OF FAST FOOD WITH OCCURENCE OF OVERWEIGHT IN SD NEGERI SUDIRMAN I MAKASSAR Barre Allo 1, Aminuddin Syam 2, Devintha Virani 2 1 RSU Dok II Jayapura Provinsi Papua 2 Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (Alamat Respondensi : ikestp@yahoo.com/085244028762) ABSTRAK Gizi lebih adalah kelebihan asupan gizi pada makanan yang berupa karbohidrat dan lemak yang mengakibatkan kenaikan jumlah kalori dalam tubuh sehingga menimbulkan kelebihan berat badan dan kegemukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan kebiasaan konsumsi fast food dengan kejadian gizi lebih di SD Negeri Sudirman I Makassar. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan case-control. Populasi adalah seluruh siswa yang berstatus gizi lebih yang berjumlah 63 siswa dan sampel kasus dan kontrol masing-masing 42 siswa. Data gizi lebih dikumpulkan melalui pengukuran berat dan tinggi badan, karakteristik dan pengetahuan siswa melalui kuesioner, dan kebiasaan konsumsi fast food melalui Food Frequency Questionaire (FFQ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa SD Negeri Sudirman I Makassar kelas 4,5, dan 6 yang berstatus gizi lebih 27,8%, tingkat pengetahuan fast food yang mengalami gizi lebih berada dalam kategori kurang (54,8%), frekuensi konsumsi berada dalam kategori sering (97,6%), terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi fast food dengan kejadian gizi lebih (p = 0,000 ; OR = 0,017), tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian gizi lebih (p = 1,000 ; OR = 1,100). Jenis fast food yang paling sering dikonsumsi pada kelompok kasus adalah sosis (0,78), sedangkan pada kelompok kontrol adalah mie instan dan fried chicken (0,41). Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi fast food dengan kejadian gizi lebih. Perlunya guru memberikan arahan dan pengawasan terhadap siswa tentang pemilihan makanan dan pengawasan makanan yang dijual di kantin sekolah maupun yang dijual di sekitar sekolah. Kata Kunci : Gizi Lebih, Pengetahuan, Fast Food ABSTRACT Overweight is over nutriens that content into the food, in this case carbohydrate and fat who increasing of calory amount into the body that overweight and obesity. The aim of this study is to know the relation between knowledge and habit of consumption of fast food with occurence of overweight in SD Negeri Sudirman I Makassar. Type this Research is descriptive survey with control case. Population is all student which have overweight amounting to 63 and each control and case 42 students. Data of overweight collected by weight and high measurement of body, characteristic and knowledge of student by quesioner, and habit of consumption by Food Frequency Questionaire (FFQ). The result of the research showed that the student of SD Negeri Sudirman I Makassar class 4,5, and 6, which have overweight is 27,8%, level knowledge about fast food in category less (54,8%), consumption frequency in category often (97,6%), there are relation between habit of consumption with occurence of overweight (p = 0,000 ; OR = 0,017), there are not relation between knowledge with occurence of overweight (p = 1,000 ; OR = 1,100). Type of fast food is most often consumed by group case is sausage (0,78), while control group is noodles of instan and fried chicken (0,41). There are relationship between the consumption habits fast food and overweight. The importance of teacher give instruction and observation to student about election of food and observation to sold food in canteen and also which is sold around school. Keywords : Overweight, Knowledge, Fast Food 1

PENDAHULUAN Gizi lebih dapat terjadi pada siapa saja dan bisa terjadi mulai dari bayi hingga usia lanjut, baik pria maupun wanita. Salah satu kelompok umur yang berisiko terjadinya gizi lebih adalah kelompok umur usia sekolah. Hasil penelitian Husaini menemukan bahwa dari 50 anak laki-laki yang mengalami gizi lebih, 86% akan tetap obesitas hingga dewasa dan dari 50 anak perempuan yang obesitas akan tetap obesitas sebanyak 80% hingga dewasa. Obesitas permanen, cenderung akan terjadi bila kemunculannya pada saat anak berusia 5 7 tahun dan anak berusia 4 11 tahun, maka perlu upaya pencegahan terhadap gizi lebih dan obesitas sejak dini (usia sekolah) (Hadi, 2005). Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa secara nasional masalah kegemukan pada anak umur 6 12 tahun masih tinggi, yaitu 9,2% atau masih di atas 5,0%, untuk jenis kelamin laki-laki 10,7% dan perempuan 7,7%. Prevalensi berat badan lebih pada kelompok umur yang sama untuk Sulawesi Selatan sebesar 3,9%. Pada prinsipnya, obesitas terjadi karena asupan energi yang masuk lebih besar dibanding yang keluar sehingga terjadi kelebihan energi dalam bentuk jaringan lemak. Kesenjangan antara masukan dan pengeluaran energi dalam pola konsumsi sebagian besar diduga disebabkan karena modifikasi gaya hidup (lifestyle). Perubahan gaya hidup yang menjurus ke westernisasi dan pola hidup kurang gerak (sedentary) sering ditemukan di kotakota besar di Indonesia. Perubahan gaya hidup ini mengakibatkan terjadinya perubahan pola makan yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, lemak dan kolesterol, terutama makanan siap saji (fast food) yang berdampak meningkatkan obesitas (Hidayati, dkk., 2006). Fast food merupakan makanan siap saji yang mengandung tinggi kalori dan lemak namun rendah serat. Konsumsi yang tinggi terhadap fast food dapat menyebabkan terjadinya kegemukan karena kandungan dari fast food tersebut. Hasil penelitian anak SD di Yogyakarta menunjukkan bahwa ada hubungan antara konsumsi fast food dengan obesitas dengan prevalensi 8,5% pada anak perempuan dan 10,5% pada anak laki-laki (Ismail, 1999). Hasil penelitian anak SD di Bali diperoleh bahwa anak yang mengkonsumsi melebihi 4 jenis fast food, 12 kali berisiko terhadap kejadian obesitas dari pada anak yang tidak mengkonsumsi fast food dan sebagian besar anak tersebut berasal dari orang tua dengan pendidikan tamat perguruan tinggi (50,7%) dan terdapat hubungan signifikan antara pendidikan orang tua dengan kejadian obesitas pada anak (Padmiari, 2002). Fenomena modifikasi gaya hidup juga nampak di Kota Makassar yang mengalami pergeseran pola makan pada semua kelompok umur, termasuk remaja dan anak usia Sekolah Dasar (SD). Studi kualitatif di Restoran Fast Food Makassar Town Square menunjukkan bahwa pada faktor-faktor predisposisi, umumnya informan sudah mengetahui pengertian fast 2

food, kandungan dan dampak mengkonsumsinya, sekalipun begitu informan tetap gemar mengkonsumsi fast food karena rasanya enak serta penyajiannya yang cepat. Faktor-faktor pemungkin adalah tampilan dan keberadaan restoran di mall, suasana nyaman, pelayanan, serta lokasi yang strategis. Faktor-faktor penguat adalah kebanyakan dari para informan berkunjung bersama teman sebanyanya dan menjadikan tempat nongkrong, sebagian besar informan mengaku ada perasaan bangga saat mengkonsumsi fast food (Erdiawati, 2008). SD Negeri Sudirman I yang terletak di pusat kota Makassar yang dekat dengan pusat perbelanjaan dengan kegiatan belajar dan ekstrakurikuler yang cukup padat, sehingga siswasiswinya memiliki peluang yang cukup besar untuk makan di luar rumah dan mengkonsumsi makanan jadi dengan pola makan yang tidak seimbang. Penelitian tentang Pola Jajanan dan Pola Konsumsi Buah dan Sayur pada Anak Umur 9 11 Tahun di SD Negeri Sudirman I Kota Makassar Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa 22,1% responden berstatus gizi lebih (Rustiaty, 2012). Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian terkait dengan pengetahuan dan kebiasaan konsumsi fast food dengan kejadian gizi lebih di SD Negeri Sudirman I Makassar. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Sudirman I Makassar pada bulan Maret 2013. Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian survei deskriptif dengan rancangan penelitian kasus-kontrol (case control). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa yang berstatus gizi lebih yang berjumlah 63 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi tersebut yang terdiri dari kasus dan kontrol yang berjumlah masing-masing 42 siswa. Data hasil penelitian diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data hasil wawancara dan pengukuran, meliputi karakteristik responden, status gizi, pengetahuan, dan kebiasaan konsumsi fast food. Data tentang gizi lebih dikumpulkan dengan cara melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan. Data tentang karakteristik responden dan pengetahuan siswa dikumpulkan dengan menggunakan instrumen kuesioner, sedangkan kebiasaan konsumsi fast food dikumpulkan dengan menggunakan instrumen Food Frequency Questionaire (FFQ). Data sekunder terdiri dari gambaran umum sekolah yang meliputi jumlah siswa, karakteristik siswa, kejadian-kejadian gizi lebih, dan data-data lain yang relevan dengan tema penelitian. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan analisa univariat dan bivariat. Analisa univariat untuk mendiskripsikan karakteristik repsonden, pengetahuan, dan kebiasaan konsumsi fast food. Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan 3

antara pengetahuan dan kebiasaan konsumsi fast food dengan kejadian gizi lebih dengan menggunakan uji statistik Chi Square (X2) dan Odds Ratio (OR). HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Siswa yang dijadikan sebagai kelompok kasus sebanyak 42 siswa yang terdiri dari 24 (57,1%) siswa berstatus gemuk dan 18 (42,9%) siswa berstatus obesitas, sedangkan kelompok kontrol sebanyak 42 siswa semuanya berstatus gizi normal (100%). Komposisi jenis kelamin pada kelompok kasus dan kontrol memiliki proporsi yang sama, yakni masing-masing 21 (50,0%) responden laki-laki dan 21 (50,0%) responden perempuan. Demikian pula umur menunjukkan komposisi yang sama, yakni masing-masing 10 (23,8%) responden berumur 9 tahun, 14 (33,3%) responden berumur 10 tahun, 15 (35,7%) responden berumur 11 tahun, dan 3 (7,2%) responden berumur 12 tahun (Tabel 1). Tingkat pendidikan bapak responden sebagian besar adalah sarjana, baik kelompok kasus maupun kontrol masing-masing 35 (63,6%) responden. Demikian pula tingkat pendidikan ibu terbanyak adalah sarjana sebanyak 24 (43,5%) responden pada kelompok kasus dan 28 (50,9%) responden pada kelompok kontrol. Jenis pekerjaan bapak responden terbanyak adalah pegawai swasta, masing-masing 17 (40,5%) responden pada kelompok kasus dan 19 (45,2%) responden pada kelompok kontrol. Demikian pula dengan jenis pekerjaan ibu yang terbanyak adalah IRT dengan proporsi 13 responden (31,0%) pada kelompok kasus dan 18 responden (42,8%) pada kelompok kontrol. Jumlah pendapatan pada kelompok kasus dan kontrol relatif berbeda. Pada kelompok kasus, jumlah pendapatan orang tua yang terbanyak berada pada kisaran lebih dari 4 juta per bulan sebanyak 14 (33,3%) responden, sedangkan pada kelompok kontrol terbanyak berada pada kisaran 3 4 juta per bulan yaitu 16 (38,1%) responden (Tabel 2). Analisis Univariat Tingkat pengetahuan responden tentang fast food relatif beragam pada kelompok kasus dan kontrol. Pada kelompok kasus, responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori kurang sebanyak 23 (54,8%) responden, lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik yang hanya sebanyak 19 (45,2%) responden. Sedangkan pada kelompok kontrol, responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori kurang sebanyak 22 (52,4%) responden, lebih banyak juga dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik yang berjumlah 20 (47,6%) responden (Tabel 3). 4

Frekuensi konsumsi fast food pada kelompok kasus didominasi oleh responden yang sering mengkonsumsi fast food, yaitu 41 (97,6%) responden, sedangkan responden yang jarang mengkonsumsi hanya 1 (247%) responden. Berbanding terbalik pada kelompok kontrol, di mana lebih banyak responden yang jarang mengkonsumsi fast food, yaitu 25 (59,5%) responden, sedangkan yang sering mengkonsumsi fast food hanya 17 (40,5%) responden (Tabel 3). Berat rata-rata fast food yang dikonsumsi responden pada kelompok kasus sebesar 151,3 gram per hari dengan jumlah jenis fast food rata-rata sebanyak 8,2 jenis. Sedangkan pada kelompok kontrol, berat rata-rata fast food yang dikonsumsi sebesar 87,3 gram per hari dengan jumlah jenis fast food rata-rata sebanyak 5,9 jenis (Tabel 3). Distribusi frekuensi konsumsi berdasarkan jenis fast food menunjukkan bahwa jenis fast food yang semua responden sering konsumsi adalah fried chicken, sosis, mi instan, dan sprite pada kelompok kontrol dan pizza, coca cola, fanta, dan sprite pada kelompok kasus. Jenis fast food yang paling sering dikonsumsi pada kelompok kasus adalah sosis (0,78), sedangkan pada kelompok kontrol adalah mie instan dan fried chicken (0,41). Analisis Bivariat Tingkat pengetahuan responden pada kelompok kasus lebih banyak pada kategori kurang dengan proporsi 23 (54,8%) responden, sedangkan kategori baik 19 (45,2%) responden. Pola yang sama ditunjukkan pada pada kelompok kontrol, di mana proporsi responden yang memiliki pengetahuan pada kategori baik juga lebih banyak, yaitu 22 (52,4%) responden dibandingkan kategori kurang sebanyak 20 (47,6%) responden. Hasil uji hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian gizi lebih didapatkan nilai p sebesar 0,100. Oleh karena nilai p tersebut lebih besar dari 0,05 (CI 95%), maka secara statistik tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan siswa dengan dengan kejadian gizi lebih pada siswa SD Negeri Sudirman I Makassar (Tabel 4). Frekuensi konsumsi responden memiliki pola yang berbeda pada kelompok kasus maupun kontrol. Frekuensi konsumsi pada kelompok kasus di dominasi oleh responden yang memiliki kategori sering dengan proporsi 41 (97,6%) responden dan hanya 1 (2,4%) responden yang memiliki frekuensi konsumsi kategori jarang. Berbanding terbalik pada kelompok kontrol, di mana lebih banyak responden yang memiliki kategori jarang dengan proporsi 25 (59,5%) responden dan responden dengan frekuensi konsumsi kategori sering sebanyak 17 (40,5%). Hasil uji hubungan antara frekuensi fast food dengan kejadian gizi lebih didapatkan nilai p sebesar 0,000. Oleh karena nilai p tersebut lebih kecil dari 0,05 (CI 95%), maka secara statistik terdapat yang hubungan bermakna antara frekuensi konsumsi fast food dengan kejadian gizi lebih pada siswa SD Negeri Sudirman I Makassar (Tabel 4). 5

PEMBAHASAN Status Gizi Penilaian status gizi responden dilakukan dengan menggunakan hasil perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut Umur (IMT/U) dengan standar antropometri WHO 2005 (kemennkes Ri, 2011). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa dari total 227 siswa SD Negeri Sudirman I Makassar kelas 4, 5, dan 6, terdapat 63 siswa atau sekitar 27,8% yang berstatus gizi lebih. Penelitian yang dilakukan oleh Rustiaty (2012) di sekolah yang sama pada tahun 2012 menunjukkan bahwa 22,1% responden berstatus gizi lebih. Dengan demikian terjadi peningkatan prevalensi gizi lebih sebesar 5,7% yang diduga disebabkan oleh berbagai faktor yang saling terkait. Obesitas atau gizi lebih merupakan penyakit multifaktorial yang sebagian besar disebabkan karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktivitas fisik, gaya hidup, sosial ekonomi, dan nutrisional (Nugraha, 2009). Hasil perhitungan IMT/U juga menemukan beberapa siswa yang memiliki status gizi kurus dan sangat kurus. Status gizi ini semakin menguatkan teori bahwa terjadi beban ganda (double burden) masalah gizi di Indonesia, di mana masih ada yang berstatus gizi kurang dan pada saat yang bersamaan status gizi lebih juga sudah mulai terjadi. Oleh karena itu, masalah gizi lebih perlu pencegahan sejak dini (usia sekolah) karena gizi lebih pada anak dapat berlanjut pada saat dewasa. Obesitas permanen cenderung akan terjadi bila kemunculannya pada saat anak berusia 4 11 tahun (Aritonang, 2003). Karakteristik Responden dengan Kejadian Gizi Lebih Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian gizi lebih pada siswa SD Negeri Sudirman I Makassar (p = 1,000 > 0,05). Ketidakbermaknaan hubungan disebabkan karena rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasus-kontrol sehingga responden yang dijadikan sebagai sampel penelitian adalah hasil penyesuaian (matching) sehingga memiliki kesamaan jenis kelamin antara kelompok kasus dengan kontrol. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nuri (2003) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas (Rahmawati, 2001). Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian gizi lebih (p = 1,000 > 0,05). Ketidakbermaknaan hubungan pada variabel ini juga disebabkan oleh karena responden yang dijadikan sebagai sampel penelitian disesuaikan dan disamakan umurnya antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahmawati (2009) pada siswa SD Islam 6

Al-Azhar 1 Jakarta Selatan tahun 2009 yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian obesitas. Karakteristik Orang Tua Responden dengan Kejadian Gizi Lebih Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan bapak (p = 0,359 > 0,05) dan ibu (p = 1,000 > 0,05) dengan kejadian gizi lebih pada siswa SD Negeri Sudirman I Makassar. Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian Yuliani (2002) dalam Rahmawati (2009) yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan kejadian obesitas, namun berbeda dengan hasil penelitian Nugroho (1999) dalam Rahmawati (2009) yang menemukan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan orang tua dengan kejadian obesitas. Ketidakbermaknaan hubungan pada variabel ini di duga disebabkan karena sebaran tingkat pendidikan orang tua pada kelompok kasus dan kelompok kontrol didominasi oleh tingkat pendidikan yang sama. Tingkat pendidikan orang tua, baik ibu maupun bapak pada kelompok kontrol sebagian besar adalah diploma/sarjana, demikian juga pada kelompok kasus. Tidak ditemukannya hubungan yang bermakna antara pendidikan orang tua dengan kejadian gizi lebih juga diduga karena faktor pendidikan bukan merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi, tetapi pendidikan tersebut akan sangat berpengaruh pada tingkat pengetahuan. Pengetahuan kesehatan dan gizi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pola konsumsi makan. Hasil uji statistik terhadap pekerjaan orang tua menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan bapak (p = 0,817 > 0,05) dan ibu (p = 1,000 > 0,05) dengan kejadian gizi lebih pada siswa SD Negeri Sudirman I Makassar. Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian Musadat (2010) yang mengindikasikan bahwa tidak ada hubungan nyata antara pekerjaan orang tua dengan kegemukan.. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Marbun (2002) yang mendapatkan hubungan yang bermakna antara status ibu bekerja dengan kejadian obesitas pada anak. Ketidakbermaknaan hubungan pada variabel ini di duga disebabkan karena sebaran pekerjaan orang tua pada kelompok kasus dan kontrol didominasi oleh tingkat pendidikan yang sama. Jenis pekerjaan bapak responden pada kelompok kontrol sebagian besar adalah PNS/ TNI/Polri/Pegawai Swasta, demikian juga pada kelompok kasus. Jenis pekerjaan ibu pada kelompok kasus dan kontrol sebagian besar adalah IRT/Wiraswasta/ Pegawai Swasta. Tidak ditemukannya hubungan yang bermakna antara pekerjaan orang tua dengan kejadian gizi lebih juga diduga karena faktor pekerjaan bukan merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi, tetapi pekerjaan berpengaruh pada tingkat pendapatan. 7

Hasil uji statistik terhadap pendapatan keluarga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan kejadian gizi lebih pada siswa SD Negeri Sudirman I Makassar (p = 1,000 > 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian Indraaryani (2009) dalam Musadat (2010) yang menyatakan tidak ada hubungan yang nyata antara penghasilan keluarga dengan status gizi. Walaupun hal ini berbeda dengan hasil penelitian Padmiari (2002) yang menunjukkan bahwa kejadian obesitas terdapat pada keluarga yang mempunyai pendapatan yang tinggi atau golongan menengah ke atas. Ketidakbermaknaan hubungan pada variabel ini di duga disebabkan karena sebaran pendapatan keluarga pada kelompok kasus dan kontrol didominasi oleh pendapatan yang sama. Jumlah pendapatan keluarga pada kelompok kontrol sebagian besar 3 juta per bulan, demikian juga pada kelompok kasus. Sejalan dengan pendapatan per kapita, kecenderungan pola makan pun berubah, yaitu terjadi peningkatan dalam asupan lemak dan protein hewani serta gula, dikuti dengan penurunan lemak dan protein nabati dan karbohidrat. Peningkatan pendapatan juga berhubungan dengan frekuensi makan di luar rumah yang biasanya tinggi lemak. Hubungan antara Pengetahuan Responden dengan Kejadian Gizi Lebih Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan responden dengan kejadian gizi lebih pada siswa SD Negeri Sudirman I Makassar (p = 1,000 > 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Marbun (2002) yang menemukan tidak adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian gizi lebih, namun berbeda dengan hasil penelitian Mardatillah (2008) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi responden dengan kejadian gizi lebih. Ketidakbermaknaan hubungan pada variabel ini di duga disebabkan karena sebaran tingkat pengetahuan siswa pada kelompok kasus dan kontrol memiliki pola yang sama, yaitu lebih banyak yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang. Selain itu, di duga juga bahwa hal-hal yang berkaitan dengan makan dan makanan pada anak sekolah dasar sebagian besar masih ditangani oleh orang tua, khususnya ibu, baik di dalam maupun di luar rumah. Orang tua sebagai faktor penguat (reinforcing factor) sangat berpengaruh terhadap kejadian obesitas pada anak, karena peran orang tua dalam memilihkan makanan dan mencontohkan perilaku makan masih sangat besar. Tingkat pengetahuan gizi orang tua sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan kepada anaknya yang pada akhirnya berpengaruh kepada keadaan gizi anak yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya. 8

Hubungan antara Kebiasaan Konsumsi Fast Food dengan Kejadian Gizi Lebih Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi fast food dengan kejadian gizi lebih pada siswa SD Negeri Sudirman I Makassar (p = 0,000 < 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan Zulfa (2011) dalam Yueniwati dan Rahmawati (2001) yang menemukan adanya hubungan antara kebiasaan konsumsi fast food dengan kejadian gizi lebih, tetapi berbeda dengan hasil penelitian Nury (2003) dalam Rahmawati (2009) tidak menemukan hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi makanan cepat saji dengan kejadian obesitas. Fast food merupakan makanan siap saji yang mengandung tinggi kalori, tinggi lemak dan rendah serat. Konsumsi yang tinggi terhadap fast food atau makanan siap saji dapat menyebabkan terjadinya gizi lebih atau kegemukan karena kandungan dari fast food tersebut. Fast food adalah makanan bergizi tinggi yang dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas terhadap anak-anak yang mengkonsumsi, selain itu dapat menyebabkan penyakit jantung, penyumbatan pembuluh darah dan sebaginya. Fast food dianggap negatif karena ketidakseimbangannya (Khomsan, 2004). Apabila dilihat dari jenis makanan jajanan yang di jual di kantin sekolah, sebagian besar makanan tersebut mengandung tinggi energi dan berdasarkan data yang didapat, makanan yang biasa dikonsumsi siswa adalah mi instan. Distribusi frekuensi konsumsi responden berdasarkan jenis fast food menunjukkan bahwa jenis fast food yang sering di konsumsi siswa fried chicken, sosis, mi instan, dan sprite pada kelompok kontrol dan pizza, coca cola, fanta, dan sprite pada kelompok kasus. Jenis fast food yang paling sering dikonsumsi pada kelompok kasus adalah sosis, sedangkan pada kelompok kontrol adalah mie instan dan fried chicken. Semakin banyak konsumsi makanan cepat saji, semakin tinggi kejadian obesitas, karena kandungan kalori dan lemak pada makanan cepat saji sangat tinggi. Hanya dengan makanan cepat saji yang sederhana sudah dapat memenuhi setengah kebutuhan kalori seseorang dalam sehari. Selain itu banyaknya jenis makanan cepat saji yang dikonsumsi juga semakin meningkatkan kejadian obesitas. Kebiasaan makan atau pola makan dapat menggambarkan frekuensi makan anak dalam sehari dan hal ini bergantung pada kebiasaan makan keluarganya di rumah maupun di sekolah. Pola makan anak sangat berkaitan erat dengan gizi lebih karena semakin sering anak mengonsumsi makanan dalam sehari, maka kecenderungan untuk mengalami gizi lebih sangat tinggi. Fast food adalah makanan favorit yang dikonsumsi oleh kebanyakan anakanak, selain itu makan fast food memiliki nilai sosial dimana kebanggaan ketika memakannya. Fast food memiliki keterbatasan dalam kandungan zat gizi. Namun, WHO 9

(2000) menyebutkan bahwa meningkatnya konsumsi fast food diyakini merupakan satu masalah, karena masalah obesitas meningkat pada masyarakat yang keluarganya banyak keluar mencari makanan cepat saji dan tidak mempunyai waktu lagi untuk menyiapkan makanan di rumah. Di SD Negeri Sudirman I Makassar ditemukan 40,5% siswa yang sering mengkonsumsi fast food tetapi tidak mengalami gizi lebih. Hal ini diduga disebabkan karena siswa tersebut mengimbangi dengan aktivitas fisik yang tinggi. Aktivitas yang dapat dilakukan anak usia sekolah adalah dengan rutin berolahraga sehingga pengeluaran energi dapat seimbang. Selain itu dapat pula meningkatkan aktivitas fisiknya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolah maupun di luar sekolah. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot rangka yang dihasilkan sebagai sebagai suatu pegeluaran tenaga (dinyatakan kilo-kalori ), yang meliputi pekerjaan, waktu senggang dan aktivitas sehari-hari. Aktivitas fisik tersebut memerlukan usaha ringan, sedang atau berat yang dapat menyebabkan perbaikan memerlukan usaha ringan, sedang atau berat yang dapat menyebabkan perbaikan kesehatan bila dilakukan secara teratur (Triwinarto, 2007). Seseorang yang kurang melakukan aktivitas fisik menyebabkan tubuh kurang menggunakan energi yang tersimpan di dalam tubuh (Mangoenprasodho, 2005). Oleh karena itu, jika asupan energi berlebihan tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik yang sesuai maka secara berkelanjutan dapat mengakibatkan obesitas. KESIMPULAN Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa tingkat pengetahuann fast food siswa yang mengalami gizi lebih di SD Negeri Sudirman I Makassar berada dalam kategori kurang, frekuensi konsumsi fast food siswa yang mengalami gizi lebih berada dalam kategori sering, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian gizi lebih siswa, dan terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi fast food dengan kejadian gizi lebih siswa. SARAN Disarankan agar guru diharapkan dapat memberikan arahan, pengawasan terhadap siswa tentang pemilihan makanan dan memberikan pengawasan terhadap makanan yang dijual di kantin sekolah maupun yang dijual pedagang makanan lainnya di sekitar sekolah. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis, hendaknya dapat mengungkapkan pengaruh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian obesitas. 10

DAFTAR PUSTAKA Aritonang, E. Siagian Albiner. 2003. Hubungan Konsumsi Pangan dengan Gizi Lebih pada Anak TK di Kotamadya Medan Tahun 2003. Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara: Medan. Erdiawati, A. 2008. Studi Kualitatif Konsumsi Fast Food pada Remaja yang Berkunjung ke Restoran Fast Food Makassar Town Square. (Skripsi). FKM. Universitas Hasanuddin. Makassar. Hadi, H. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional.(Skripsi). UGM. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta. Hidayati, N.S., Irawan, R., dan Hidayat, B. 2006. Obesitas pada Anak. Tersedia di: http://www.pediatrik.com/. Diakses tanggal 5 Februari 2013. Ismail D. 1999. Pola Makan dan Jajanan Anak Sekolah Dasar di Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat. Yogyakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Keputusan Menkes No. 1995/Menkes/SK/ XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta. Khomsan, A. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Cetakan-1, Penerbit Penebar Swadaya: Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes, R.I: Jakarta. Mangoenprasodjo, A.S. 2005. Seberapa Perlu Diet Seberapa Berat Proses yang Harus Dijalani. Jurnal Gizi Masyarakat; 21 (3) 28-31 Marbun, M. R. 2002. Hubungan Konsumsi Makanan, Kebiasaan Jajan dan Pola Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Siswa Suatu Studi di Sekolah Dasar Santa Maria Fatima Jakarta Timur Tahun 2001. Tesis. FKM-UI. Mardatillah. 2008. Hubungan Konsumsi Makanan Siap Saji Modern (Fastfood), Aktifitas Fisik dan Faktor Lainnya dengan Kejadian Gizi Lebih pada Remaja SMA Islam P.B. Soedirman. Jakarta Timur. Skripsi. FKM-UI Musadat, Anwar. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kegemukan pada Anak Usia 6-14 di Provinsi Sumatera Selatan. Tesis. IPB Bogor. Nugraha, G. I. 2009. Etiologi dan Patofisiologi Obesitas. Obesitas Permasalahan dan Terapi Praktis. Sagung Seto: Jakarta. Padmiari. Ida. A. 2002. Prevalensi Obesitas dan Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Resiko Terjadinya Obesitas Pada Anak SD di Kota Denpasar, Bali. Tesis. Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 11

Rahmawati, S.M. 2001. Pengaruh Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Terhadap Status Gizi Siswa Sekolah Dasar. Tesis Program Pascasarjana. IPB. Bogor. Rahmawati, Nuri. 2009. Hubungan antara Aktivitas Fisik, Frekuensi Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fastfood) dan Keterpaparan Media dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD Islam Al-Azhar 1 Jakarta Selatan Tahun 2009. Skripsi. FKM. Universitas Indonesia. Jakarta Rustiaty, Suci. 2012. Pola Jajanan dan Pola Konsumsi Buah dan Sayur pada Anak 9 11 Tahun di SDN Sudirman I Kota Makassar Tahun 2012. (Skripsi). FKM. Universitas Hasanuddin. Makassar. Triwinarto, A. 2007. Hubungan Antara Aktifitas Fisik dengan Status Kegemukan pada Kohort Anak Tahun 2001 di Kota Bogor. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat. UI. Jakarta WHO. 2000. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic. WHO Technical Report Series, Geneva. Yueniwati Y dan Rahmawati, A. 2001. Hubungan Karakteristik Sosial Ibu dengan Pengetahuan Tentang Obesitas pada Anak. www.tempointeraktif.com. Diakses tanggal 12 Februari 2013. 12

LAMPIRAN Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Siswa Karakteristik Kasus Kontrol n % n % Jenis Kelamin : Laki-laki 21 50,0 21 50,0 Perempuan 21 50,0 21 50,0 Umur : 09 tahun 10 23,8 10 23,8 10 tahun 14 33,3 14 33,3 11 tahun 15 35,7 15 35,7 12 tahun 3 7,2 3 7,2 Status Gizi Normal - - 42 100% Gemuk 24 57,1 - - Obesitas 18 42,9 - - Total 42 42 Sumber: Data Sekunder Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Orang Tua Karakteristik Kasus Kontrol n % n % Tingkat Pendidikan : Bapak : SD/SMP 3 7,1 2 4,8 SMA 9 21,4 15 35,7 Diploma/Sarjana 30 71,4 25 59,5 Ibu : SD/SMP 2 4,8 2 4,8 SMA 17 40,5 18 42,9 Diploma/Sarjana 23 54,8 22 52,4 Pekerjaan : Bapak : PNS 9 21,4 6 14,3 TNI/Polri 1 2,4 4 9,5 Pegawai Swasta 17 40,5 19 45,2 Wiraswasta 15 35,7 13 31,0 Ibu : PNS 7 16,7 7 16,7 TNI/Polri 0 0,0 1 2,4 Pegawai Swasta 12 28,6 7 16,7 Wiraswasta 10 23,8 9 21,4 IRT 13 31,0 18 42,8 Pendapatan Keluarga : < 1 juta 0 0,0 2 4,8 1-2 juta 9 21,4 4 9,5 2-3 juta 6 14,3 10 23,8 3-4 juta 13 31,0 16 38,1 > 4 juta 14 33,3 10 23,8 Total 42 42 Sumber: Data Sekunder 13

Tabel 3. Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Frekuensi Konsumsi Fast Food, Berat Rata-rata Konsumsi Fast Food Variabel Kasus Kontrol n % n % Tingkat Pengetahuan Baik 19 45,2 20 47,6 Kurang 23 54,8 22 52,4 Frekuensi Konsumsi Sering 41 97,6 17 40,5 Jarang 1 2,4 25 59,5 Berat dan Jumlah Rata-rata Fast Food Berat rata-rata (gram/hari) 151,3 87,3 Jumlah rata-rata 8,2 5,9 Sumber: Data Primer Tabel 4. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Frekuensi Konsumsi dengan Kejadian Gizi Lebih Variabel Kasus Kontrol p n. % n. % value OR 95% CI Pengetahuan Kurang 23 54,8 22 52,4 Baik 19 45,2 20 47,6 1,000 1,100 Frekuensi Jarang 1 2,4 25 59,5 Sering 41 97,6 17 40,5 Total 42 42 Sumber: Data Primer 0,000 0,017 14