BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

PELAKSANAAN PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA PADANG TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga

PENGARUH PERSONAL BACKGROUND, POLITICAL BACKGROUND DAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PERAN DPRD DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan. transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kepentingan Bangsa dan Negara. Lembaga pemerintah dibentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. yang dipayungi oleh Pasal 18 Undang-Undang Dasar Sedangkan inti

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit. Hal tersebut berbeda

BAB I PENDAHULUAN. membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. dewan melainkan juga dipengaruhi latar belakang pendidikan dewan,

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang dibatasi oleh lautan, sehingga di dalam menjalankan sistem pemerintahannya

BAB I PENDAHULUAN. fungsi-fungsi tersebut. Sebagaimana lembaga legislatif DPRD berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 merupakan tonggak awal. pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. berpolitik di Indonesia baik secara nasional maupun regional. Salah satu agenda

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

I. PENDAHULUAN. daerah (dioscretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang perimbangan keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, Dewan Perwakilan. rakyat Daerah (DPRD), dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder

BAB I PENDAHULUAN. Daerah kabupaten dan kota berkedudukan sebagai daerah otonom yang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. wujud dari adanya tuntutan publik terhadap akuntabilitas dan transparansi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BAB1 PENDAHULUAN. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah Lembaga Politik. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dibentuk di setiap propinsi dan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DALAM MENDUKUNG PELAKASANAAN OTONOMI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

PENDAHULUAN. Daerah dalam melakukan dan melaksanakan pengelolaan keuangan daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. respon positif atas krisis ekonomi dan krisis kepercayaan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. pusat atau disebut pemerintah dan sistem pemerintahan daerah. Dalam praktik

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

BAB I PENDAHULUA N. desentralisasi. Perubahan ini memberikan kewenangan yang luas. kepada Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KESATUAN BANGSA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT KABUPATEN SUBANG

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang no 22 tahun 1999 dan Undang-Undang no 25

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menggantikan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan issue

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik.

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia karena sejak berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia sudah dikenal adanya otonomi daerah yang dipayungi oleh Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 (Haris, 2005). Sedangkan inti dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan pemerintah daerah (discretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya. Perubahan penyelenggaraan pemerintahan daerah juga ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang telah membawa perubahan fundamental dalam sistem Pemerintahan Daerah, yaitu dari sistem pemerintahan yang sentralistik kepada desentralisasi. Sistem pemerintahan desentralisasi ini merupakan penyelenggaraan pemerintahan yang dititik beratkan kepada daerah Kabupaten/Kota sehingga daerah Kabupaten/Kota memiliki keleluasaan untuk mengelola rumah tangga daerahnya dengan prinsip otonomi daerah, termasuk pelaksanaan pengelolaan keuangannya yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,

yang selanjutnya disingkat dengan APBD. Perubahan tersebut antara lain pada perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/pengendalian pengelolaan keuangan dan anggaran daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menempatkan Pemerintah Daerah dan DPRD selaku penyelenggara pemerintahan daerah. Sesama unsur pemerintahan daerah pada dasarnya kedudukan Pemerintah Daerah (eksekutif) dan DPRD (legislatif) adalah sama, yang membedakannya adalah fungsi, tugas dan wewenang serta hak dan kewajibannya. Karena itu hubungan yang harus dibangun antara Pemerintah Daerah dan DPRD mestinya adalah hubungan kemitraan dalam rangka mewujudkan pemerintahan daerah yang baik (good local governance). Dalam hal pengelolaan keuangan daerah, pada tahap perencanaan pemerintah daerah dan DPRD duduk bersama-sama sebagai mitra untuk merumuskan suatu kebijakan mengenai rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah. Kemudian setelah rencana anggaran tersebut disahkan menjadi APBD, pemerintah daerah yang akan melaksanakan pengelolaan dari APBD tersebut. Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang baik diperlukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan keuangan daerah yang dilakukan oleh lembaga legislatif (DPRD). DPRD sebagai lembaga legislatif mempunyai tiga fungsi yaitu 1) fungsi legislasi, 2) fungsi anggaran, dan 3) fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD adalah pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai kebijakan publik di daerah yang dilaksanakan oleh lembaga eksekutif termasuk juga dengan

pengawasan terhadap kebijakan pelaksanaan APBD. Fungsi pengawasan ini sangatlah penting bagi DPRD untuk lebih aktif dan kreatif menyikapi berbagai kendala terhadap pelaksanaan perda. Melalui pengawasan dewan, eksekutif sebagai pelaksana kebijakan akan terhindar dari berbagai penyimpangan dan penyelewengan. Dari hasil pengawasan dewan akan diambil tindakan penyempurnaan memperbaiki pelaksanaan kebijakan tersebut. Terkait dengan pengawasan keuangan daerah, DPRD merupakan lembaga yang memiliki posisi dan fungsi strategis dalam pengawasan keuangan daerah. Di dalam Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 132 menyatakan bahwa DPRD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD. Hal ini menegaskan fungsi pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan peraturan daerah. Pengawasan terhadap pelaksanaan APBD dilakukan oleh fraksi-fraksi, komisi-komisi dan alat kelengkapan lain yang dibentuk sesuai dengan peraturan tata tertib DPRD. Selanjutnya di dalam PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 133 menyatakan bahwa Pengawasan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti bahwa dalam melaksanakan pengawasan terhadap APBD, DPRD harus mengacu kepada peraturan yang berlaku. Hal ini juga mengindikasikan bahwa anggota dewan harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai anggaran. Ketika sedang melaksanakan fungsi pengawasan di bidang anggaran, anggota dewan sekurangkurangnya harus mengetahui undang-undang atau peraturan apa saja yang mengatur

mengenai anggaran tersebut. Sehingga anggota dewan tersebut dapat mengetahui apakah pelaksanaan anggaran telah sesuai dengan peraturan perundangan yang ditetapkan atau tidak. Tidak hanya sebatas itu saja, anggota dewan juga harus memiliki kompetensi dalam hal proses anggaran dan teknis pengawasan anggaran. Kesan selama ini yang memposisikan eksekutif/pemerintah daerah lebih kuat dalam hal memahami proses anggaran seperti tak terbantahkan khususnya di awal reformasi. Sejauh ini masih banyak anggota dewan yang bingung membedakan terminologi antara pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan. Hal ini mengindikasikan masih lemahnya pemahaman dewan mengenai anggaran. Pengetahuan dewan tentang anggaran ini sangat berperan penting dalam meningkatkan kinerja DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan di bidang anggaran. Selain itu peran lembaga eksekutif terus meningkat bagi pelayanan publik (public service) secara efektif dan efisien dalam pengelolaan keuangan daerah. Hal ini tentunya juga akan menuntut kinerja yang baik dari legislatif atau DPRD dalam pengawasan keuangan daerah. Untuk mendapatkan kinerja yang baik menuntut sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu indikator sumberdaya manusia berkualitas adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang tinggi akan mampu membantu seseorang menyelesaikan tugasnya dengan baik. Kesesuaian latar belakang pendidikan juga berpengaruh dalam kinerja seseorang. Seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan yang sama dengan bidang pekerjaannya cenderung lebih mengerti tentang masalah atau pekerjaan yang sedang dihadapinya. Kualitas sumberdaya manusia juga ditentukan oleh masa kerja atau lamanya menjabat sebagai

anggota DPRD bagi para anggota dewan. DPRD akan dapat memainkan perannya dengan baik apabila pimpinan dan anggota-anggotanya memiliki kualifikasi ideal, dalam arti memahami benar hak, tugas, wewenang dan fungsinya dan mampu mengaplikasikannya secara baik serta didukung dengan tingkat pendidikan dan pengalaman di bidang politik dan pemerintahan yang memadai (Yudono, 2000). Dengan masa kerja yang lebih lama bagi anggota legislatif tentunya telah lebih lama dan berpengalaman pula dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah pemerintahan khususnya dalam menjalankan fungsi pengawasan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah masa bakti 2009-2014 merupakan wakil rakyat di daerah hasil pemilu ketiga setelah masa reformasi. Dibandingkan dengan pemilu diawal masa reformasi, hasil pemilu 2009 ini dapat dikatakan melewati proses demokratisasi yang lebih matang. Perkembangan demokrasi yang Indonesia yang makin matang ini pulalah yang mendorong adanya tuntutan kepada anggota DPRD untuk meningkatkan kinerja dan kualitasnya. Namun permasalahannya, pada kenyataannya tuntutan tersebut juga harus dihadapkan pada kondisi faktual bahwa sebagian besar anggota DPRD periode ini didominasi oleh wajah baru, yang dipilih dan diangkat dari partai-partai pemenang pemilu yang mempunyai latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang berbeda sebelum menjadi anggota DPRD. Sehingga ketika mereka dipilih menjadi anggota dewan, keterbatasan pengetahuan dan pengalaman ini akan menjadi kendala dalam melaksanakan fungsi pengawasan. Hal ini memerlukan waktu yang relatif lebih banyak untuk mendalami dan memahami tugas serta wewenangnya dalam menjalani peran sebagai wakil rakyat.

Hal ini juga yang menyebabkan terjadinya permasalahan dan kelemahan dalam pengelolaan keuangan daerah dari aspek lembaga legislatif yaitu masih rendahnya peran DPRD dalam keseluruhan proses atau siklus anggaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan maupun pengawasan program kerja eksekutif. Akibatnya banyak terjadi sejumlah masalah penyimpangan anggaran di pemerintah daerah. Sebagai contoh penyelewengan terhadap APBD yang dilakukan oleh DPRD Kota Padang yang pada tahap perencanaan anggaran para pimpinan dan anggota dewan telah memasukan sejumlah pos pengeluaran yang tidak sesuai peraturan dan ditujukan untuk memperkaya diri sendiri sehingga mengakibatkan kerugian terhadap keuangan daerah. Berdasarkan penjelasan diatas Lemahnya fungsi pengawasan Legislatif merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja Legislatif terhadap Eksekutif. Kelemahan yang terjadi atas kinerja legislatif dalam pengawasan keuangan daerah dapat mungkin terjadi karena kelemahan sistem politiknya atau pun individu sebagai pelaku politik dalam hal ini adalah kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh DPRD selaku pengawas pelaksanaan keuangan daerah. Anggota DPRD periode 2009-2014 seharusnya bisa memperbaiki sejumlah hal yang menjadi penyebab lemahnya kinerja anggota dewan periode sebelumnya terpilih dan diangkatnya anggota DPRD yang baru di daerah-daerah untuk periode 2009-2014 yang mana anggota dewan tersebut memiliki latar belakang personal yang berbeda baik dari segi usia, tingkat pendidikan, latar belakang pendidikan maupun pengalaman dalam bidang politik, menjadi pertimbangan peneliti untuk meneliti faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja DPRD dalam pengawasan keuangan daerah. Untuk melihat sejauhmana kesiapan dan kemampuan anggota dewan yang baru dilantik khususnya bagi anggota dewan yang belum mempunyai pengalaman menjadi anggota dewan, dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi mereka selaku anggota dewan terutama dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap keuangan daerah. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimanakah pengaruh personal background dan political background serta pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap kinerja DPRD dalam pengawasan keuangan daerah/apbd secara simultan dan parsial? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: Untuk menganalisis pengaruh personal background dan political background serta pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap kinerja DPRD dalam pengawasan keuangan daerah/apbd secara simultan dan parsial.

1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pikiran dan manfaat yang berarti, yaitu: a. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang pengawasan keuangan daerah/apbd. b. Bagi pemerintah daerah, diharapkan sebagai masukan dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah khususnya akan meningkatkan kinerja DPRD dalam pengawasan anggaran/apbd dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good government). c. Bagi akademisi dan peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya pada khususnya dan bidang ilmu akuntansi sektor publik pada umumnya. 1.5. Originalitas Penelitian tentang pengawasan keuangan daerah telah banyak dilakukan diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Winarna (2007) meneliti Pengaruh Personal Background, Political Background dan Pengetahuan Dewan terhadap Peran DPRD dalam Pengawasan Keuangan Daerah, menyimpulkan bahwa pengetahuan dewan tentang anggaran memiliki pengaruh signifikan terhadap peran DPRD dalam pengawasan keuangan daerah. Sedangkan Personal background dan Political background tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peran DPRD dalam pengawasan keuangan daerah. Penelitian ini merupakan replikasi peneliti terdahulu

dan perbedaan penelitian ini terletak pada penggunaan jabatan di partai politik dan lama menjabat di partai politik sebagai tambahan indikator variabel Political Background dan penggunaan kinerja DPRD dalam pengawasan keuangan daerah sebagai variabel dependen. Penambahan variabel jabatan di partai politik dilakukan untuk melihat pengalaman kepemimpinan seorang anggota dewan dalam suatu partai politik. Sedangkan lama menjabat di partai politik berkaitan dengan kepercayaan yang diberikan suatu partai terhadap seseorang dalam memegang suatu tampuk kepemimpinan yang ini berarti bahwa semakin lama seseorang menjabat sebagai pemimpin semakin bagus suatu kebijakan yang dihasilkannya untuk kemajuan suatu partai sehingga partai politik tetap memilihnya sebagai pemimpin atau pengurus dalam partai tersebut. Adanya pengalaman kepemimpinan yang cukup lama dalam suatu partai diharapkan nantinya anggota dewan tersebut juga akan memiliki kinerja yang bagus bukan hanya sebagai wakil partai tetapi sebagai wakil rakyat. Penggunaan kinerja DPRD dalam pengawasan keuangan daerah sebagai variabel dependen dilakukan untuk melihat hasil kerja anggota dewan dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan anggaran yang telah dibuatnya berbagai latar belakang, latar belakang politik dan pengetahuan anggaran yang dimilikinya. Selain itu perbedaan penelitian ini juga terletak pada Lokasi penelitian yaitu penelitian sebelumnya melakukan penelitian di Daerah Istimewa Yogyakarta sedangkan penelitian ini dilakukan di DPRD Kota Padang.