I. PENDAHULUAN. Pembangunan bidang pertahanan dan keamanan merupakan salah satu bidang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Polri merupakan salah satu institusi pemerintah yang bertanggung

II. TINJAUAN PUSTAKA. akhirnya tujuan dari efektivitas itu adalah pencapaian tujuan. Secara etimologi

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Negara memiliki kewajiban untuk melindungi tiap-tiap warga negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

PERAN DAN CITRA PERPOLISIAN MASYARAKAT STUDI KASUS DI MASYARAKAT DESA SENTONO KECAMATAN KARANGDOWO KABUPATEN KLATEN 2010

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Polri bukanlah satu-satunya alat negara yang bertanggung jawab atas

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma

Pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat Sebagai Upaya Reduksi Gejala Gangguan Kamtibmas

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tujuan dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi daerah, yang diatur dalam

MAKALAH PERAN POLISI DALAM PEMBINAAN KEAMANAN SWAKARSA DI WIL DIY. Oleh: Dewi Emiliana Sakti, SH.

: PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penegak hukum, tetapi lebih memberikan rasa aman kepada masyarakat.

Langkah selanjutnya adalah terbitnya UU Kepolisian yang baru yaitu UU No 2 Tahun Karena reformasi sudah berjalan 8 (delapan) tahun, dan UU

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG BIMBINGAN PENYULUHAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui kondisi masyarakat daripada lembaga negara yang lain, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. ini, yakni: pertama, memberikan layanan civil (Civil Service); kedua,

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam teknologi informasi dengan penyebaran norma-norma dan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, melakukan penegakan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melingkupinya yaitu masyarakat. Dari berbagai publikasi yang

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR NO. DOKUMEN : SOP-SAMBANG NUSA/ / /2016

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Belanda. Istilah preman sendiri berasal dari bahasa Belanda yaitu vrijman yang

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sekumpulan orang yang mendiami suatu wilayah dan

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

V. KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, adalah : dengan prosedur penyidikan dan ketentuan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. negara, termasuk Indonesia. Sebagai negara berkembang, Indonesia merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

BAB I PENDAHULUAN. hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi Birokrasi Polri terus mengalami pembaharuan baik dari sisi

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH LAMPUNG DIREKTORAT PEMBINAAN MASYARAKAT

BAB II PENGATURAN TENTANG PERAN POLISI DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008

BAB I PENDAHULUAN. baru bagi masyarakat. Polri saat ini memasuki usia ke-70, masih berjuang dan

1. BAB I PENDAHULUAN. tentang kebebasan umat beragama dalam melaksanakan ibadahnya. Dasar hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan tehnologi di bidang industri akan berdampak positif maupun

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri yang meliputi fungsinya memelihara keteraturan dan ketertiban

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. Undang undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. demokratis, menuntut kepolisian untuk melaksanakan proses reformasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah Negara Republik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

SOP (STANDART OPERASIONAL PROSEDUR) Tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah salah satu institusi

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

melaksanakan kehidupan sehari-hari dan dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Wilayah

I. PENDAHULUAN. saat ini membutuhkan kendaraan dengan tujuan untuk mempermudah segala akses

2011, No Menetapkan : Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 2. Undang-Undang No

BAB I PENDAHULUAN. dari Sabang hingga ke Merauke. Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi modern. Hal ini setidaknya sejalan dengan pandangan Etzioni (1986: 35)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. menjadi penyeimbang dalam kehidupan bermasyarakat dipertanyakan. Bagaimana. hambatan dari hal-hal yang dapat menggangu kinerja hukum.

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR BHABINKAMTIBMAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan

BAB II PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Munculnya gelombang reformasi di akhir dekade 90-an yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk

Ringkasan Permohonan Perkara Nomor 59/PUU-XII/2014 Daluwarsa Masa Penuntutan

I. PENDAHULUAN. kondisi sosial budaya dan politik suatu negara berkembang untuk menuju sistem

KEBIJAKAN KEPALA POLISI DAERAH LAMPUNG DALAM UPAYA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA MASYARAKAT LAMPUNG. (Jurnal Ilmiah) Oleh SEPTIAN ALAM

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. Polisi merupakan sebuah institusi hukum yang cukup tua, setua usia

LAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Pembangunan bidang pertahanan dan keamanan merupakan salah satu bidang pembangunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Negara Repubik Indonesia dalam rangka mengisi kemerdekaan sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945.Dalam pasal 30 ayat (1) menyebutkan : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, dan Pasal 30 ayat (2) : Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Kedua pasal tersebut mengamanatkan kepada seluruh Warga Negara Indonesia untuk ikut serta dalam mempertahankan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tanpa terkecuali, walaupun Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri) merupakan kekuatan unsur utamanya. Akan tetapi, dalam perjalanannya TNI dan Polri pun semakin menemukan eksistensinya masing-masing. Pada awalnya di pedesaan maupun perkotaan di Indonesia, fungsi Polisi sudah ada sejak masyarakat mulai merasakan adanya ancaman dari kelompok masyarakat lain maupun ancaman dari dalam masyarakat itu sendiri yang cenderung

2 melanggar aturan dan tata tertib kehidupan bersama mereka. Berdasarkan hal tersebut, maka masyarakat membentuk organisasi untuk menjalankan fungsi polisi seperti Jagabaya (Jawa), Pecalang (Bali), ronda kampung atau ronda malam. Sebagai ujung tombak dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri harus mampu beradaptasi dengan segala perubahan dan perkembangan yang terjadi didalam kehidupan masyarakat.implikasi dari kemajuan zaman yang membuat modus kejahatan semakin canggih, menuntut Polri untuk berubah dan menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Menurut Suparlan (2004) Polri dituntut untuk mereformasi dirinya sendiri melalui: 1) Berbagai pemberdayaan sumberdaya yang ada, 2) Perubahan pola piker para petugas Polri (to change the mind set of police officers) secara berkesinambungan agar Polri dapat mengatasi tantangan masa depan seiring arus globalisasi dan demokrasi. Walaupun demikian sebagai penjaga pintu gerbang sistem keamanan tindak kriminal (the gate keeper of the criminal justice system) di tengah zaman reformasi yang terus bergulir Polri masih dihadapkan pada setumpuk persoalan baik internal maupun eksternal yang membebani dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja kepolisian. Masalah eksternal berkenaan dengan kondisi negara yang belum stabil dan sejumlah masyarakat yang masih berada dalam dunia mispersepsi akan makna demokrasi yang diterjemahkan sebagai kebebasan sebesar-besarnya tanpa batas. Sedangkan menurut Harkrisnowo (2003) masih terdapat pula sejumlah masalah internal antara lain: 1) SDM yang masih belum sepenuhnya profesional, 2) Sistem kompensasi atau penggajian yang jauh dari sufficient (cukup), 3) Mekanisme pengawasan yang belum sempurna, 4)

3 Intervensi dari berbagai pihak terhadap kinerja Polri yang menyimpang, 5) Dukungan sarana dan prasarana yang belum memadai, 6) Ketentuan perundangundangan yang masih rancu mengenai fungsi penyidikan dan penyelidikan tindak pidana tertentu, 7) Budaya hukum yang terbentuk akibat sistem yang telah merasuk dan juga kurangnya integrasi personel yang dikenal sebagai police subculture. Antara diharapkan kehadirannya dan ditakuti kedatangannya. Itulah mungkin gambaran umum yang sering terlontar dari bibir masyarakat ketika ditanya tentang polisi. Hubungan publik-polisi diwarnai relasi benci dan cinta. Polisi ada kalanya dapat menjadi malaikat yang dikirim Tuhan, ketika ia datang menyahuti permintaan tolong, dan permohonan perlindungan dari kejahatan. Tetapi juga sebaliknya, ketika mengeluarkan kartu tilang atau memenjarakan orang sembarangan, main palak, pungutan liar (pungli), dan perkelahian, seketika pandangan orang berubah dari sesuatu yang diharapkan kehadirannya menjadi sesuatu yang tak diingini atau malah juga benci. Adanya asumsi seperti ini menjadi jarak psikologis yang memisahkan secara diametral antara polisi dan masyarakat. Kondisi seperti ini tak dapat dibiarkan berlarut-larut, karena akan dapat berakibat buruk menjadi ganjalan yang berakibat gagalnya penanganan masalah keamanan secara cepat, tepat dan holistik. Polisi tanpa masyarakat akan menjadi entitas terisolasi yang jauh dari fungsinya sebagai alat negara dan pelayan kepada masyarakat, menjaga keamanan dan memberi rasa aman.

4 Merespon gejala yang menyangkut relasi ini kemudian muncul inisiasi mengembangkan bentuk partisipasi yang lebih besar dari masyarakat melalui pendekatan yang lebih partisipatif melalui apa yang dikenal dengan Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM). FKPM dibentuk di setiap desa yang merupakan pendekatan baru sebagai bentuk reformasi kepolisian dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (public service). Istilah ini sebenarnya diadopsi dari model community based policing, yang diterapkan di Amerika, Inggris, dan Negara Eropa. Community based policing adalah kerjasama menyelesaikan masalah kejahatan dan gangguan. Berangkat dari kenyataan bahwa polisi yang tersedia tidak sesuai dengan rasio masyarakat yang harus dilayani. Pendekatan ini juga merupakan model baru (different styles of polycing) yang terbukti menjadi pendekatan terbaik untuk memperbaiki image penegakan hukum. Tujuan usaha kolaboratif polisi masyarakat ini agar dapat mengidentifikasi problem kriminal dan penyimpangan secara dini dan melibatkan masyarakat mencari solusi penyelesaian masalah. Reformasi yang terjadi di tahun 1998 juga berpengaruh pada Polri yang menginginkan perubahan peradigma pada aspek struktur, instrumental, dan kultural ditubuh Polri. Kehendak rakyat tersebut telah terwujud melalui perubahan kedua UUD 1945 dengan Tap MPR No.VI dan VII tahun 2000 menjadi UU No.2 tahun 2002 sebagai landasan Polri sampai sekarang. Reformasi yang dilakukan terkait dengan perubahan paradigma yang menginginkan Polri Mandiri, antara lain bidang: 1) Struktural, yaitu perubahan

5 dalam sistem pendekatan tugas Polri dari pendekatan militer ke pendekatan sipil, 2) Instrumental, yaitu perubahan dalam peraturan perundang-undangan dengan dikeluarkannya UU No.2 tahun 2002, 3) Kultural, yaitu perubahan budaya dalam tubuh Polri dibidang pola pikir, perilaku, dan pendekatan tugas yaitu Polri harus bisa menjamin kemitraan dengan masyarakat karena Polri berasal dari rakyat, bersama rakyat, untuk rakyat, dan didukung oleh rakyat dengan memberikan pengayoman, perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat (Sumber:http://www.kr.co.id/article.php&sid, diakses tanggal 16 Januari 2012). Sejalan dengan reformasi untuk mewujudkan Polri Mandiri tersebut, sebuah paradigma baru tengah diterapkan oleh Polri. Paradigma tersebut dikenal sebagai Community Policing. Konsep Community Policing dalam penyelenggaraan tugas Polri disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat Indonesia serta dengan nama Indonesia. Tanpa mengenyampingkan kemungkinan penggunaan penerjemahan istilah yang berbeda, terutama bagi keperluan akademis, secara formal oleh jajaran Polri model tersebut diberi nama Perpolisian Masyarakat dan selanjutnya secara konseptual dan operasional disebut Polmas (Sumber: Jurnal Studi Kepolisian Edisi 068). Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai Polri dalam rangka menerapkan model Polmas antara lain: 1) Mengubah paradigma lama Polri yang cenderung arogan dan militeristik menjadi Polri sipil yang dipercaya dan didukung sepenuhnya oleh masyarakat sebagai mitra dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) dan memecahkan masalah-masalah sosial yang terjadi, 2) Meningkatkan komitmen Polri dalam rangka memberikan pelayanan,

6 perlindungan, dan pengayoman kepada masyarakat, 3) Dapat memberikan informasi yang dibutuhkan sebagai upaya mencegah terjadinya tindak kriminal masalah sosial lainnya, 4) Sebagai fungsi kontrol masyarakat terhadap kinerja Polri, 5) Meningkatkan kepedulian masyarakat sebagai salah satu unsur untuk mewujudkan Kamtibmas (Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) (Sumber: http://www.batampos.co.id, diakses tanggal 16 Januari 2012). Pelaksanaan Polmas di masyarakat untuk memberikan media komunikasi dan membangun kemitraan serta pemecahan masalah sosial yang terjadi adalah dengan melalui suatu program pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM). Pembentukan FKPM ini didasarkan pada Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/737/IX/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat dalam Menyelenggarakan Tugas Polri yang dalam implementasinya menggugah masyarakat untuk peduli dengan keamanan dilingkungannya dengan membentuk satu wadah atau paguyuban. FKPM merupakan pranata sosial dan bukan merupakan pranata birokrasi, sehingga keberadaannya independent (berdiri sendiri) dan bebas dari intervensi pihak atau kelompok tertentu. Forum ini dibentuk juga berdasarkan kesadaran masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan serta merupakan hasil kesepakatan warga, khususnya berkaitan dengan keamanan masalah-masalah sosial yang terjadi di sekitarnya. Panduan pembentukan dan operasionalisasi FKPM ini telah ditetapkan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Kapolri No. Pol:Skep/433/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006. Keputusan ini dikeluarkan untuk menyamakan persepsi dan misi dari FKPM serta menjadi

7 pedoman bagi anggotanya agar dalam menjalankan tugas tidak melampaui batas kewenangan yang telah ditentukan. Kemitraan Polisi dan Masyarakat harus berlanjut dan berkesinambungan secara mandiri sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 2 tahun 2002, Pasal 14 ayat 1 huruf c : bahwa Polri bertugas membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundangan serta Pasal 15 ayat (1) huruf b: Polri secara umum berwenang membantu menyelesaikan peselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dengan kearifan lokal, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta memberikan perlindungan dan pelayanan masyarakat. Operasionalisasi FKPM di lapangan dilaksanakan oleh petugas Polmas yang sekaligus sebagai ujung tombak penentu keberhasilan penerapan strategi Perpolisian Masyarakat. Dalam Skep/433/VII/2006, Bab II, Petugas Polmas diberi kewenangan fungsi reserse terbatas untuk menyelesaikan kasus tindak pidana ringan dan pertikaian antarwarga tanpa melalui proses penyidikan, seperti : 1) Pelanggaran sebagaimana diatur dalam buku ketiga KUHP, 2) Tindak pidana ringan yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan maksimal 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 7.500,00 3) Kejahatan ringan (Lichte Musdrijven) sebagaimana diatur dalam KUHP 4) Pertikaian antarwarga adalah pertikaian yang terjadi antara individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok yang hanya termasuk dalam kasus tindak pidana ringan dan pelanggaran. (Sumber:http://www.batampos.co.id, diakses tanggal 16 Januari 2012 ).

8 FKPM merupakan program nasional yang beranggotakan lima orang atau lebih yang terdiri dari polisi, masyarakat, para tokoh masyarakat, alim ulama, dan pemuda. Organisasi ini bisa bertempat di kecamatan atau kelurahan yang dapat membangun gedungnya sendiri, balai desa, atau bahkan rumah petugas polisi itu sendiri. Masa bakti anggota FKPM bisa tiga tahun atau lima tahun sekali, dan seterusya yang ditentukan dalam rapat anggota. (Sumber: Jurnal Studi Kepolisian Edisi 068). Di Provinsi Lampung, implementasi peran FKPM sebagai sebuah organisasi independent (berdiri sendiri) dalam membantu aparat keamanan dalam menciptakan suasana aman dan kondusif telah dimulai sejak Oktober 2006. Beberapa wilayah yang telah membentuk FKPM misalnya Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat, dan Kota Bandar Lampung. Pelaksanaan program Polmas melalui FKPM di Wilayah Kota Bandar Lampung telah dilaksanakan sejak tahun 2007 yang dibentuk berdasarkan instruksi dari Pemerintah Daerah Bandar Lampung dalam hal ini melalui Kepolisian Tingkat Daerah Provinsi Lampung yang kemudian diturunkan kepada Kepolisian Resort Kota/Kabupaten masing-masing dan selanjutnya dilaksanakan di Kepolisian Sektor di tingkat kecamatan, dan tiap kecamatan dapat membentuk FKPM di tingkat kelurahan masing-masing. Pembentukan FKPM juga dilandasi oleh kebutuhan masyarakat terhadap rasa aman dan tertib. Dimana polisi di daerah tersebut dianggap kurang mengayomi masyarakat sehingga pembentukan FKPM

9 dinilai sangat tepat dalam rangka untuk menjembatani komunikasi antara masyarakat dengan polisi. Tujuan dibentuknya FKPM adalah selain sebagai media komunikasi antara masyarakat dengan polisi, juga untuk menyelesaikan kasus tindak pidana ringan dan pertikaian-pertikaian antarwarga tanpa melalui proses penyidikan. Rencananya lokasi yang akan penulis jadikan sebagai objek penelitian yaitu Kelurahan Sukajawa. Berdasarkan hasil prariset yang telah dilakukan, FKPM yang dibentuk di Kelurahan Sukajawa ini belum difungsikan secara optimal. Hal ini bisa dilihat dari kasus-kasus yang masih sering terjadi dimasyarakat seperti pencurian, perkelahian, penganiayaan, curanmor, dan narkoba. Adapun bentuk kejahatan di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat Bandar Lampung tahun 2010-2012 dapat dilihat dari tabel sebagai berikut: Tabel 1. Bentuk Kasus Kejahatan di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat Tahun 2010-2012 No. Kejadian PeriodeTahun 2010 2011 2012 1. Pencurian 4 _ 2 2. Perkelahian _ 2 2 3. Penganiayaan _ 5 1 4. Curanmor _ 1 4 5. Narkoba 2 3 1 Jumlah 6 11 10 Sumber: Data Sekunder Kantor Kelurahan SukajawaTahun 2011 Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah total kriminal dari periode 2010 sampai dengan 2012 adalah sebanyak 27 kejadian atau kasus dan dari sekian banyak

10 kejadian atau kasus tersebut belum ada satupun perkara tindak pidana ringan yang diselesaikan melalui FKPM. Padahal jika melihat pada beberapa contoh kejadian di atas, kita bisa mengambil salah satu contoh permasalahan atau kejadian, seperti penganiayaan, yang dalam penyelesaiannya mungkin dapat melalui FKPM sebagai mediator tanpa harus langsung ke pihak kepolisian sehingga FKPM di Kelurahan Sukajawa memiliki peranan dalam membantu menyelesaikan masalah masyarakat. Inilah salah satunya yang menjadi alasan mengapa penelitian ini menarik dan perlu dilakukan. Apabila mengacu pada tujuan yang ingin dicapai oleh FKPM, maka kejadian seperti yang telah terjadi di Kelurahan Sukajawa tersebut merupakan suatu bentuk permasalahan karena dalam pelaksanaan organisasi ini hasil yang diharapkan adalah berupa kerjasama antara polisi dan masyarakat dalam penanggulangan kejahatan dan ketidaktertiban sosial yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan pengendalian serta evaluasi atas pelaksanaannya sehingga seharusnya tindak kejahatan tidak akan terjadi atau sedikitnya bisa diminimalisir. Selain itu, dalam konsep FKPM memungkinkan untuk menjawab permasalahan seputar penanganan ketidaktertiban sosial seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Akan tetapi, untuk mengetahui bagaimana efektivitas FKPM dalam pencapaian tujuan dan sasaran dan apa saja kendala atau hambatan serta solusi yang dapat ditempuh dalam pelaksanaan FKPM, maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut melalui penelitian yang akan dilakukan nantinya sehingga akhirnya dapat diambil kesimpulan apakah FKPM di Kelurahan Sukajawa efektif atau tidak efektif.

11 Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan riset mengenai efektivitas Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) dalam menciptakan kerjasama polisi dan masyarakat lokal (komunitas) untuk menanggulangi kejahatan dan ketidaktertiban sosial dalam rangka menciptakan ketentraman umum dalam kehidupan masyarakat setempat di Kelurahan Sukajawa tahun 2010-2011. Dengan melihat hasil dari penerapan suatu organisasi akan didapat gambaran mengenai efektivitas organisasi (FKPM) yang dapat dilihat dari tujuan dan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya atau pada sasarannya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana efektivitas kerja Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat tahun 2010-2011? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan serta menganalisis efektivitas Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat tahun 2010-2011. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini adalah:

12 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi pengembangan konsep dalam Ilmu Administrasi Publik dalam mendeskripsikan serta menganalisis efektivitas Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) di Kelurahan Sukajawa Kecamatan Tanjung Karang Barat tahun 2010-2011. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan pada FKPM, pihak kepolisian dan masyarakat dalam meningkatkan perannya dalam menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan.