BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia membawa pengaruh pada. berbagai sektor ekonomi, baik sektor riil maupun sektor moneter.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara akan sangat ditentukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga seolah menjadi bayang-bayang

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

BAB II URAIAN TEORITIS. dulu pernah dilakukan, diantaranya : Andriani (2000) dalam penelitiannya yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena

BAB I PENDAHULUAN. faktor-faktor penyebab dan mempunyai dampak negatif yang sangat parah

BAB II URAIAN TEORITIS. Bank-bank umun pemerintah dan Bank-bank umum swasta nasional di

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

I. PENDAHULUAN. menghimpun dana dari pihak yang berkelebihan dana dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa dalam perekonomian dinilai dengan satuan uang. Seiring dengan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peristiwa moneter yang penting dan hampir dijumpai semua

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut, atau pada saat yang sama, investasi portofolio di bursa

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

ekonomi Kelas X KEBIJAKAN MONETER KTSP A. Kebijakan Moneter Tujuan Pembelajaran

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan ekonomi membutuhkan modal dasar sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Di era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

VII. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

I. PENDAHULUAN. harian bank (cash in vaults), dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (Reserve

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah. mengalami perkembangan yang cukup pesat, ini dibuktikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Ekonomi Indonesia tidak terlepas dari keterlibatan sektor

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP HARGA SAHAM PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (KOJA Container Terminal :2008)

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu studi yang masih menimbulkan kontroversi hingga saat ini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. orang. Manfaat bagi kegiatan setiap orang yakni, dapat mengakomodasi

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga yang memiliki peranan penting dalam. perekonomian suatu negara baik sebagai sumber permodalan maupun sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

I. PENDAHULUAN. perbankan. Dimana sektor perbankan menjadi pondasi pembangunan nasional

ekonomi K-13 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL K e l a s A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran

1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

Kebijakan Moneter & Bank Sentral

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan taraf pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang

Kartika Sari, SKom., MM Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma

BAB I PENDAHULUAN. beredar juga mempengaruhi perekonomian. Dengan berkurangnya jumlah yang. mengganggu aktivitas perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita. sehari-hari. Ada yang berpendapat bahwa uang merupakan darahnya

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan stabilitas di bidang ekonomi yang sehat dan dinamis, pemeliharaan di bidang ekonomi akan tercipta melalui pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggerakan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional.

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia lainnya. Pasar modal memiliki peran besar dalam perekonomian

TUJUAN KEBIJAKAN MONETER

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. kestabilan harga. Masalah pertumbuhan ekonomi adalah masalah klasik

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

Suku Bunga dan Nilai Waktu Uang

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yaitu nilai tukar (exchange rate) atau yang biasa dikenal dengan

Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. menopang hampir seluruh program-program pembangunan ekonomi. Peranan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan dana untuk membiayai berbagai proyeknya. Dalam hal ini, pasar

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin terbukanya perekonomian Indonesia terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan harus siap dalam menghadapi pasar bebas dimana setiap sekat. dan makmur material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terkait. Uraian dari masing-masing hal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Indonesia membawa pengaruh pada berbagai sektor ekonomi, baik sektor riil maupun sektor moneter. Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah berusaha mengeluarkan kebijakankebijakan di bidang moneter. Salah satu usaha pemerintah adalah berupa kebijakan pemerintah yang berupaya untuk menarik dana masyarakat melalui tabungan dan investasi di bank. Sejalan dengan perkembangan sistem keuangan yang semakin pesat dan sistem pembayaran yang semakin efesien, tingkat suku bunga di Indonesia memegang peranan yang cukup penting di sektor moneter. Tingkat suku bunga merupakan salah satu instrument moneter yang dapat memberikan sinyal positif perekonomian secara keseluruhan. Perkembangan positif di sektor moneter tersebut, belum sepenuhnya terpresentasikan di sektor riil, masih relatif tingginya tingkat suku bunga, dianggap yang menyebabkan lesunya perkembangan sektor riil di Indonesia terutama untuk investasi. Pada saat ini banyak tuntutan dari para pelaku bisnis (pengusaha) dan juga pakar ekonomi yang menuntut agar Bank Indonesia (BI) selaku penguasa moneter mempengaruhi suku bunga deposito dan juga suku bunga pinjaman yang berkaitan dengan turunnya SBI agar dapat meningkatkan atau mengembangkan

2 kembali sektor rill melalui kegiatan investasinya. Tetapi tuntutan itu belum atau baru sedikit dipenuhi oleh Bank Indonesia (BI), karena mungkin BI melihat banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk mempengaruhi tingkat suku bunga dalam arti normal. Tingkat suku bunga merupakan salah satu instrumen moneter yang dapat memberikan sinyal positif perekonomian secara keseluruhan. Menurut pengamat ekonomi Indonesia, fenomena terjadinya kondisi tingkat suku bunga yang cenderung tinggi mulai tahun 1990-an kebanyakan diakibatkan adanya kebijakan moneter yang ketat oleh otoritas moneter dalam rangka mengendalikan JUB. Masalah-masalah yang berhubungan dengan tingkat suku bunga akan selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan oleh para ekonom, karena tingkat suku bunga merupakan indikator yang sangat penting bagi perekonomian suatu negara seperti Indonesia. Di Indonesia masalah tingkat suku bunga menjadi masalah yang utama pada akhir-akhir ini. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, tingkat suku bunga di Indonesia menunjukkan angka yang cukup tinggi dan kondisi tersebut mempengaruhi iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi. Masih relatif tingginya tingkat suku bunga di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, hal ini disebabkan oleh adanya kebijakan moneter yang ketat oleh otoritas moneter dalam rangka mengendalikan JUB. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, tingkat suku bunga di Indonesia cukup tinggi. Tingkat suku bunga mencapai 19-23% jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura yang hanya 6%, Filipina dan Thailand yang

3 berkisar 14%. Ditarik dari ukuran tingkat bunga rill pun Indonesia masih tetap lebih tinggi. (Warta Ekonomi, 1996) Kinerja suku bunga dalam negeri yang tinggi menyulitkan kegiatan investasi karena cost of capital menjadi mahal. Dan dampak yang lebih lanjut akan menurunkan daya saing pemasaran ekspor non migas Indonesia. Peranan swasta yang diharapkan semakin besar daripada sektor pemerintah dalam menopang perekonomian nasional akan mengalami penurunan dengan terhambatnya aktivitas investasi karena tingginya tingkat suku bunga di Indonesia, yang pada gilirannya akan menurunkan kemampuan berproduksi ekonomi di masa yang akan datang. Upaya untuk mengendalikan fluktuasi tingkat bunga yang selalu tinggi sangat tergantung pada keberhasilan mengendalikan gejolak di pasar uang dengan mengidentifikasi faktor-faktor penentu tingginya tingkat suku bunga. Adapun data tentang perkembangan tingkat suku pinjaman di Indonesia periode 1986 2006 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

4 Tabel 1 Perkembangan Tingkat suku bunga di Indonesia Periode 1986 2006 Tahun Tingkat Suku Bunga Pertumbuhan 1986 16,34 1987 18,90 15,67 1988 19,35 2,38 1989 19,15-1,03 1990 20,65 7,83 1991 19,28-6,63 1992 18,56-3,73 1993 15,84-14,66 1994 14,75-6,88 1995 17,15 16,27 1996 17,03-0,70 1997 23,92 40,46 1998 49,23 105,81 1999 12,95-73,69 2000 13,24 2,24 2001 17,24 30,21 2002 13,63-20,94 2003 7,14-47,62 2004 6,71-6,02 2005 11,75 75,11 2006 12,10 114,07 Jumlah 364,91 16,34 Rata-rata 17,376 0,778 Sumber : Bank Indonesia, data diolah Dari tabel diatas terlihat bagaimana pertumbuhan tingkat suku bunga Indonesia berfluktuasi selama periode 1986-2006. dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 dan awal tahun 1998, membawa pengaruh yang cukup nyata bagi tingkat suku bunga yang meningkat tajam sebesar 105.81 % pada tahun 1998. Ini merupakan pertumbuhan tertinggi selama periode penelitian. Pada tahun 1999, tingkat suku bunga kembali mengalami penurunan sebesar -73.69 %, tetapi kemudian meningkat lagi sebesar 2.24 %.

5 Pada tahun 2003-2006 sejalan dengan pemulihan ekonomi, tingkat suku bunga mulai mengalami penurunan, walaupun berjalan relatif cukup lambat. Mengamati fenomena terjadinya kondisi tingkat suku bunga yang cenderung tinggi mulai tahun 1990-an menurut pengamat ekonomi Indonesia kebanyakan diakibatkan karena adanya kebijakan moneter yang dalam rangka mengendalikan jumlah uang beredar (JUB) dengan tight money policy tingkat suku bunga cenderung dipaksa untuk meningkat relatif tinggi, sehingga tidak bebas berfluktuasi sesuai dengan mekanisme pasar. Berdasarkan Laporan Bank Indonesia (1997:59) diakibatkan oleh adanya kondisi yang tidak stabil yang ditunjukkan oleh indikator-indikator makro ekonomi seperti JUB tinggi, tingkat inflasi yang tinggi, neraca transaksi berjalan yang selalu defisit, serta menurunnya cadangan devisa akibat sistem pengaturan kurs yang cenderung menganut managed fluctuating exchange rate, semuanya itu mrnyebabkan tingkat suku bunga tidak leluasa untuk dapat berfluktuasi sampai pada titik yang wajar. Dalam beberapa tahun terakhir tingkat suku bunga mengalami penurunan namun ratenya masih relatif cukup tinggi. Hal ini diduga karena SIBOR (Singapore Internasional Bank Offer Rate), Tingkat Infasi, JUB (Jumlah Uang Beredar), Tingkat bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia), dan PDB (Produk Domestik Bruto) menjadi faktor yang menentukan tingkat suku bunga pinjaman. Berpijak pada latar belakang diatas tentunya masalah tingkat suku bungaini sangat penting untuk penulis teliti, karena bagaimanapun tingkat suku bunga merupakan salah satu besaran ekonomi yang sangat essensial dan penting

6 dalam memberikan sinyal positif tentang kondisi perekonomian Indonesia baik secara mikro maupun makro, disamping itu tingkat suku bunga memiliki peranan penting dalam ekonomi yakni sebagai penghubung antara sektor rill dan moneter dalam menghilangkan adanya distorsi pasar antara kedua sektor tersebut. Untuk itu dalam penelitian ini penulis tertarik untuk mengetahui faktorfaktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tingkat suku bungadi Indonesia. Maka dari itu penulis mengambil judul dalam penelitian ini yaitu ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT SUKU BUNGA DI INDONESIA PERIODE 1986 2006 I.2 Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka lingkup permasalahan pada penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah SIBOR, tingkat inflasi, jumlah uang beredar (JUB), tingkat suku bunga SBI dan PDB secara bersama-sama berpengaruh sigfnifikan terhadap tingkat suku bunga di Indonesia? 2. Apakah SIBOR berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di Indonesia? 3. Apakah tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di Indonesia? 4. Apakah jumlah uang beredar (JUB) berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di Indonesia?

7 5. Apakah tingkat suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di Indonesia? 6. Apakah PDB berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di Indonesia? I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Suku bunga SIBOR, tingkat inflasi, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga SBI, dan PDB terhadap tingkat suku bunga di Indonesia. 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Suku bunga SIBOR terhadap tingkat suku bunga di Indonesia. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat inflasi terhadap tingkat suku bunga di Indonesia. 4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah uang beredar (JUB) terhadap tingkat suku bunga di Indonesia. 5. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap tingkat suku bunga di Indonesia 6. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh PDB terhadap tingkat suku bunga di Indonesia

8 1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan pengetahuan tntang masalah yang diteliti, sehingga akan memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai ada tidaknya kesesuaian antara fakta dengan dasar teori. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pengetahuan bagi pihak pengambil keputusan yang berhubungan dengan masalah yang terdapat dalam penelitian ini. I.4 Kerangka Pemikiran Sesuai dengan perekonomian yang berorientasi pada mekanisme pasar, maka keputusan ekonomi didasarkan atas pertimbangan pasar, artinya sistem ekonomi diatur melalui bekerjanya mekanisme pasar. Mekanisme pasar berfungsi melalui apa yang disebut dengan harga. Harga mempunyai alokasi faktor produksi kearah barang-barang yang disukai oleh masyarakat, jadi tingkat bunga adalah harga yang terjadi di pasar uang dan modal. Tingkat suku bunga merupakan salah satu variabel sektor moneter yang sangat penting dan essensial. Tingkat suku bunga mempunyai peran dalam memberikan sinyal positif terhadap adanya perkembangan ekonomi serta memberikan pengaruh langsung terhadap kesehatan perekonomian. Tingkat suku

9 bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang dalam jangka waktu tertentu. Untuk mendukung peranan tingkat suku bunga yang cukup besar dalam perekonomian serta untuk mengoptimalkan peran strategisnya tentunya penetapan tingkat suku bunga sebaiknya diserahkan pada mekanisme pasar yakni kekuatan permintaan dan penawaran uang. Dalam penetapan tingkat suku bunga di Indonesia tentunya bank Indonesia sebagai otoritas moneter memegang kewenangan, tetapi sejak diberlakukannya deregulasi 1 Juni 1983 Bank Indonesia tidak lagi dapat mempengaruhi tingkat suku bunga ini secara langsung, tetapi secara tidak langsung melalui instrument kebijakan moneter Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU dalam Operasi Pasar Terbuka. dalam Operasi Pasar Terbuka tersebut Bank Indonesia menentukan tingkat diskonto SBI dan SBPU sesuai dengan mekanisme pasar. Melalui kemampuan tingkat suku bunga Bank Indonesia mampu mengendalikan reserves (cadangan) bank-bank guna mempengaruhi perkembangan suku bunga dalam hal ini tingkat suku bunga pinjaman. Penerapan secara ketat yang dilakukan Bank Indonesia dalam penentuan tingkat bunga kecenderungan akan mengakibatkan tingkat bunga terpicu untuk ada pada posisi yang sangat tinggi, dengan demikian ada trade off yang akan terjadi, yakni relatif tingginya tingkat bunga di satu sisi akan mendorong masuknya dana jangka pendek dari luar negeri (cash inflow) untuk ditanamkan dalam aktiva rupiah.

10 Pada uraian berikut ini dikemukakan teori mengenai tingkat suku bunga menurut beberapa ahli ekonomi serta bagaimana tingkat suku bunga itu terbentuk sesuai dengan mekanisme permintaan dan penawaran Menurut Klasik tingkat bunga merupakan balas jasa yang diterima seseorang karena menabunga atau hadiah yang diterima seseorang karena orang tersebut tidak menimbun uang atau kekayaannya atau merupakan balas jasa yang diterima seseorang karena orang tersebut mengorban liquidity preferencenya, dan menurut Keynes tingkat suku bunga merupakan suatu fenomena moneter artinya tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan di pasar uang) kemudian Keynes mengatakan bahwa uang dapat produktif dengan cara berspekulasi di pasar berharga. Menurut Mulia Nasution (1998:88-89) berdasarkan teori Klasik dinyatakan bagaimana tingkat suku bunga bisa terbentuk oleh kekuatan pasar. Klasik menyatakan bahwa tabungan merupakan fungsi dari tingkat suku bunga dimana S = f (i), ini berarti keinginan masyarakat untuk menabung sangat tergantung pada tingkat suku bunga, artinya semakin tinggi tingkat suku bunga maka semakin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung dengan kata lain masyarakat akan terdorong untuk lebih mengorbankan pengeluarannya untuk mengkonsumsi guna menambah besarnya tabungan, jadi menurut klasik tingkat bunga merupakan balas jasa yang diterima seseorang karena menabung dan menunda konsumsinya. Tingkat suku bunga secara makro adalah harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Bunga merupakan imbalan atas ketidaknyamanan

11 karena melepas uang, dengan demikian bunga adalah harga kredit. Tingkat suku bunga berkaitan dengan peranan waktu di dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Tingkat suku bunga muncul dari kegemaran untuk mempunyai uang sekarang. Teori klasik menyatakan bahwa bunga adalah harga dari Loanable Funds (dana investasi) dengan demikian bunga adalah harga yang terjadi di pasar dan investasi. Menurut teori Keynes tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter. Artinya, tingkat suku bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang (ditentukan di pasar uang). Teori suku bunga pinjaman secara mikro, bahwa bunga pinjaman yaitu bunga yang dibagikan kepada para peminjam atau harga yang harus oleh nasabah peminjam bank dan sebagai contohnya adalah bunga kredit. Dalam industri perbankan yang sangat kompetitif, penentuan tingkat bunga kredit menjadi suatu alat persaingan yang sangat strategis. Bank-bank yang mampu mengendalikan pokok dalam penentuan tingkat bunga kredit (lending rate) akan mampu menentukan bunga kredit yang lebih rendah dibandingkan dengan bank-bank lain. Tingkat bunga yang mengalami penurunan dan kenaikan atau bergerak naik turunnya tingkat bunga hanya bersifat sementara, bila terjadi permintaan dan penawaran (mekanisme harga) maka tingkat bunga equilibrium akan tercipta kembali. Mulia Nasution (1998:90-91) mengemukakan juga bahwa selain klasik, Keynes berpendapat bahwa tingkat bunga dapat terbentuk karena permintaan uang. Hubungan negatif antara permintaan uang dengan tingkat bunga ini dapat

12 diterangkan Keynes melalui teori preferensi likuiditas, dia mengatakan bahwa masyarakat mempunyai pendapat tentang adanya tingkat nominal (natural rate). Bila tingkat bunga turun dari tingkat bunga normal, dalam masyarakat ada suatu keyakinan akan naik suku bunga di masa yang akan datang, bila masyarakat memegang obligasi (surat berharga) pada saat suku bunga naik (harga obligasi mengalami penurunan) pemegang obligasi akan menderita kerugian (capitall loss). Guna menghindari kerugian ini tindakan yang dilakukan adalah menjual obligasi yang dengan sendirinya akan mendapatkan uang kas, dan uang kas ini dipegang pada saat tingkat suku bunga naik. Hubungan ini merupakan motif spekulatif permintaan uang kas, karena masyarakat akan melakukan spekulasi tentang obligasi di masa yang akan datang. Pendapat Keynes selanjutnya berhubungan dengan ongkos atau harga memegang uang kas. Hal ini menyebabkan keinginan memegang uang kas menjadi turun. Bila tingkat bunga turun berarti ongkos memegang uang kas rendah sehingga permintaan uang kas naik. Permintaan uang ini akan menentukan tingkat suku bunga. Secara grafik pendapat Keynes tentang penentuan tingkat suku bunga dapat digambarkan sebagai berikut :

13 Grafik 1.2 Tingkat Suku Bunga Menurut Keynes (Mulia Nasution,1998:91) Tingkat bunga keseimbangan pada i 0 terjadi bila jumlah kas yang ditawarkan (uang beredar) sama dengan yang diminta. Bila terjadi peningkatan suku bunga (diatas i 0 ) masyarakat akan menginginkan uang kas lebih sedikit dengan membeli obligasi (tingkat bunga turun ) sampai kembali pada tingkat keseimbangan. Bila yang terjadi sebaliknya yaitu tingkat suku bunga yang terjadi berada di bawah keseimbangan (i 0 ), masyarakat akan menginginkan uang kas lebih besar, ini perlu menjual obligasi yang dipegang. Tindakan untuk menjual obligasi inilah yang mendesak harganya turun dan tingkat bunga akan bergerak naik. Pergerakan naik turunnya bunga internal ditentukan oleh beberapa hal. Dalam perekonomian tertutup, tingkat bunga sepenuhnya ditentukan oleh kondisi pasar uang dalam negeri. Menurut Mankiw (2000:158) tingkat inflasi yang berpengaruh terhadap tingkat suku bunga berdasarkan pada teori kuantitas uang, ditentukan oleh tingkat pertumbuhan uang, dengan demikian teori kuantitas uang dan persamaan Fisher

14 sama-sama menyatakan bagaimana pertumbuhan uang dapat mempengaruhi infasi, dan bagaimana iriflasi dapat mempengaruhi tingkat suku bunga. Menurut teon kuantitas. kenaikan dalam tingkat pertumbuhan uang sebesar 1 % menyebabkan kenaikan 1% inflasi. Menurut persamaan fisher kenaikan 1% inflasi menyebabkan kenaikan 1% tingkat suku bunga. Hubungan satu untuk satu antara tingkat inflasi dan tingkat suku bunga nominal disebut Efek Fisher (Fisher Effect). Berbeda dengan apa yang dikemukakan diatas, menurut Mulia Nasution (i998:92) effek fisher yang menyatakan bahwa inflasi dan tingkat pertumbuhan uang berpengaruh positif terhadap tingkat suku bunga, rupanya bertolak belakang dengan pendapat Keynes, Ia menyatakan bahwa tingkat suku bunga merupakan fenomena moneter yang ditentukan oleh jumlah uang beredar dan permintaan akan uang, penambahan JUB akan menurunkan tingkat suku bunga artinya menurut Keynes apabila ada peningkatan JUB maka tingkat suku bunga bukannya akan meningkat justru akan menurun. Pendapat Keynes tersebut diperkuat oleh Knut Wicksell yang menyatakan bahwa peningkatan JUB akan mengakibatkan tingkat suku bunga menjadi turun. (Kusnendi, 2002:49) Selain inflasi dan pertumbuhan jumlah uang beredar (JUB), secara internal tingkat suku bunga dapat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah (BI) dalam rangka pengendalian moneter secara tidak langsung yakni dengan menggunakan beberapa piranti kebijakan moneter, Bank Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya LWM (Likuiditas Wajib Minimum/reserve requirement),

15 OPT (Operasi Pasar terbuka) dan fasilitas Diskonto (discount windows). OPT sebagaai salah satu kebijakan moneter merupakan suatu proses pembelian dan penjualan surat-surat berharga di pasar uang oleh BI. Tujuannya adalah untuk mempengaruhi JUB dan mempengaruhi tingkat bunga pasar uang. Melalui OPT ini dengan menggunakan Sertifikat Bank Indonesia sebagai instrumen, BI secara tidak Iangsung dapat mempengaruhi tingkat suku bunga di pasar uang dengan jalan mengumumkan stop out rate (tingkat suku bunga yang diterima oleh BI) atas penawaran tingkat bunga dan peserta pada saat lelang OPT dilakukan, baik itu harian atau mingguan. Selanjutnya stop out rate dijadikan sebagai indikator bagi tingkat suku bunga transaksi di pasar uang pada umumnya, sehingga kenaikan tingkat suku bunga SBI disimpulkan dapat mempengaruhi tingkat suku bunga di Indonesia. Perekonomian ada dalam keadaan terbuka terhadap dunia luar, sehingga tidak ada hambatan terhadap aliran modal, dan tingkat bunga di dalam dan luar negeri saling berhubungan, dalam keadaan ini berlaku teori paritas tingkat bunga yaitu teori mengenai penentuan tingkat bunga dalam sistem devisa bebas (penduduk masing-masing negara bebas memperjualbelikan devisa), teori ini dinyatakan oleh Batiz. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Boediono (1990;101) yang menyatakan bahwa dalam sistem devisa bebas tingkat bunga di negara satu akan cenderung sama dengan tingkat bunga di negara lain setelah diperhitungkan perkiraan mengenai laju depresiasi mata uang yang satu dengan mata uang yang lain dan hal tersebut jelas terlihat bahwa tingkat suku bunga internasional berpengaruh terhadap tingkat suku bunga di dalam negeri.

16 Menurut Taufik Kurniawan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suku bungadapat dibagi menjadi dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal terdapat variabel SIBOR karena secara umum tingkat suku bunga internasional terutama di Asia Tenggara yang sering dipakai adalah tingkat suku bunga internasional SIBOR. Adapun faktor internal yang mempengaruhi tingkat suku bungat erdapat empat variabel yaitu tingkat inflasi, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga SBI dan PDB. Pengaruh SIBOR terhadap tingkat suku bunga terjadi hubungan positif yaitu jika tingkat SIBOR naik maka tingkat suku bunganaik. Jika SIBOR meningkat para investor akan lebih tertarik menyimpan uang di luar negeri. Untuk mencegah pelarian modal ke luar negeri pemerintah mengambil kebijakan dengan meningkatkan tingkat suku bunga tabungan yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat suku bunga pinjaman. Pengaruh tingkat inflasi terhadap tingkat suku bunga terjadi hubungan positif yaitu jika tingkat inflasi naik maka tingkat suku bunga naik. Reaksi yang sangat cepat terhadap perubahan tingkat suku bunga akan mengurangi pelarian modal dari dalam negeri dengan jumlah yang sangat besar. Ketika tingkat suku bunga di luar negeri mengalami peningkatan maka para investor akan cenderung memanfaatkan dana yang ada di dalam negeri. (Taufik Kurniawan, 2004 453-456) Pengaruh tingkat inflasi tethadap tingkat suku bunga terjadi hubungan positif yaitu jika inflasi naik maka tingkat suku bunga naik. Menurut Irving Fisher seorang ahli ekonomi dari Amerika berpendapat bahwa perubahan dalam uang beredar akan menimbulkan perubahan yang sama cepatnya atas harga-harga. Jika

17 permintaan barang dan jasa meningkat akan terjadi kenaikan harga. Apabila penawaran uang tetap dan permintaan uang bertambah maka tingkat suku bunga naik dan pada akhirnya akan meningkatkan tingkat suku bunga. (Taufik Kurniawan, 2004 453-456) Tingkat bunga nominal yang rendah daripada laju inflasi membuat masyarakat enggan menaruh dananya dalam sektor perbankan serta menyebabkan terjadinya tingkat suku bunga rill yang negatif. Untuk merangsang mobilitas, menurut McKinnon tingkat bunga rill harus positif sehingga tingkat bunga nominal lebih tinggi dari laju inflasi. Laju inflasi termasuk ke dalam faktor ekspektasi. Apabila ekspektasi terhadap inflasi dihitung sebagai faktor pengurangan tingkat bunga rill yang lebih rendah dari tingkat bunga rill di luar negeri, maka para deposan akan lebih tertarik untuk menempatkan dananya di luar negeri. Pengaruh jumlah uang beredar terhadap tingkat suku bunga terjadi hubungan positif yaitu jika jumlah uang beredar naik maka tingkat suku bungaakan naik. Di pasar uang ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia secara besar-besaran (bank rush), karena kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap perbankan. Masyarakat lebih tenang dan senang memegang uang untuk keperluan konsumsi akibat kenaikan harga barang pokok atau menempatkan dananya dalam bentuk investasi yang lain. Apabila penawaran uang tetap dan permintaan uang bertambah maka tingkat suku bunga naik dan akhirnya akan meningkatkan tingkat suku bunga pinjaman. (Taufik Kurniawan, 2004 453-456)

18 Pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap tingkat suku bunga terjadi hubungan positif yaitu jika tingkat suku bunga SBI naik maka tingkat suku bunga naik. Hal ini sesuai dengan kecenderungan naiknya tingkat suku bunga SBI akan diikuti oleh tingkat suku bunga simpanan dan otomatis akan menaikkan tingkat suku bunga pinjaman. Tingkat suku bunga SBI merupakan referensi dari deposito bank-bank umum tingkat suku bunga pinjaman. Dan selanjutnya pengaruh PDB terhadap tingkat suku bunga terjadi hubungan positif yaitu jika PDB naik maka tingkat suku bunga juga akan naik. Jika PDB meningkat pendapatan masyarakat menjadi naik. Di pasar barang permintaan barang dan jasa menjadi naik. Dan di pasar uang tetap dan permintaan uang meningkat maka tingkat suku bunga naik. Peningkatan PDB karena lonjakan permintaan kredit pada perbankan maka tingkat suku bunga meningkat. Dalam teori permintaan bahwa apabila jumlah permintaan meningkat terhadap suatu barang maka harga perolehan barang tersebut akan cenderung meningkat. Proses pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membutuhkan banyak dana untuk menggerakkan berbagai sektor dan perbankan yang menjadi penyangga moneter. (Taufik Kurniawan, 2004 453-456) Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa pertumbuhan tingkat suku bunga dapat diprediksi melalui tingkat suku bunga internasional SIBOR, tingkat inflasi, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga SBI, dan PDB. Maka diperoleh kerangka pemikiran seperti di bawah ini :

19 Suku Bunga SIBOR (X 1 ) Tingkat Inflasi (X 2 ) Tingkat suku (Y) Jumlah uang beredar (X 3 ) Tingkat suku bunga SBI (X 4 ) Keterangan PDB : (X 5 ) Keterangan : Variabel terikat (Dependent variabel) Y = Tingkat suku bunga di Indonesia. Variabel bebas (Independent variabel) X 1 = Suku Bunga SIBOR X 2 = Tingkat Inflasi X 3 = Jumlah uang beredar (JUB) X 4 = Suku Bunga SBI X 5 = PDB

20 1.5 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang diturunkan dari kerangka pemikiran dan harus diuji secara empirik. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah : 1. Suku bunga SIBOR, tingkat inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI, dan PDB secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di Indonesia. 2. Suku bunga SIBOR berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di Indonesia. 3. Tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di Indonesia. 4. Jumlah uang beredar (JUB) berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di Indonesia. 5. Suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di Indonesia. 6. PDB berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di Indonesia. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara umum tentang uraian yang disajikan dalam penulisan sehingga memudahkan pembaca dalam menanggapi keseluruhan penelitian yang telah dilaksanakan. Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut :

21 BAB I : Menguraikan Pendahuluan sebagai kerangka dasar yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka penelitian, hipotesis dan sistematika penulisan BAB II : Merupakan Tinjauan Pustaka, yang memaparkan sejumlah landasan teori dan hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, yang meliputi : teori suku bunga dan tingkat suku bunga, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suku bunga internasioanal (SIBOR), inflasi, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga SBI dan PDB) disertai dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya. BAB III : Merupakan Metode Penelitian yang meliputi metode penelitian objek penelitian, operasionalisasi variabel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data serta rancangan analisis data dan rancangan pengujian hipotesis. BAB IV : Merupakan Analisis dan Pembahasan penelitian yang meliputi gambaran umum penelitian, pengolahan dan analisis data penelitian, pengujian hipotesis serta pembahasan terhadap penelitian. BAB V : Merupakan Kesimpulan dan Saran yang meliputi penjelasan akhir dari seluruh penelitian, membahas tentang kesimpulan dan saran hasil penelitian yang dilakukan penulis.