BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

25 Universitas Indonesia

3. METODOLOGI PENELITIAN

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan, dengan manifestasi infeksi sistemik dan atau isolasi bakteri patogen

BAB I PENDAHULUAN. bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang semuanya mengandung. rumah sakit yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA. Oleh : Dr. Harmita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta dolar Amerika setiap tahunnya (Angus et al., 2001). Di Indonesia masih

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB 4 METODE PENELITIAN. Divisi Infeksi dan Mikrobiologi Klinik. Penelitian ini dilakukan di PICU dan HCU RS Dr. Kariadi Semarang pada

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB I PENDAHULUAN. angka yang pasti, juga ikut serta dalam mengkontribusi jumlah kejadian infeksi. tambahan untuk perawatan dan pengobatan pasien.

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB 1 PENDAHULUAN. di udara, permukaan kulit, jari tangan, rambut, dalam rongga mulut, usus, saluran

CAIRAN AMNION TERCAMPUR MEKONIUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kemih. Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada pria maupun wanita semua umur,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

BAB I PENDAHULUAN. wanita 54,5% lebih banyak dari laki-laki. Namun pada neonatus, ISK lebih

TINJAUAN PUSTAKA. cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis

BAB 1 PENDAHULUAN. yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang ditemukan pada banyak populasi di

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang

Transkripsi:

4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman atau suatu keadaan ditemukan mikroorganisme patogen di dalam sirkulasi dan dapat berkembang menjadi sepsis (Soedarno dkk,2008). Bakteriemia dapat merupakan fenomena sementara yang tidak disertai peyakit serius dari infeksi bakteri invasif yang berasal dari saluran gastrointestinum (Salmonella, Pseudomonas, Escherichia coli, Klebsiella-Enterobacter, Enterococcus), saluran kencing (E-coli, Klebsiella enterobacter, Proteus, Neisseria gonorrhoea), saluran pernapasan (Pneumococus, Haemophilus influenza, Staphylococus aureus) atau kulit (S-aureus, S- epidermidis, Streptococcus pyogenes). Bakteremia yang merefleksikan infeksi (true infection) akan menyebabkan respon fisiologis yang mengindikasikan adanya infeksi berat. Bakteremia ringan (< 100 unit pembentuk -koloni [colonyforming units=cfu/ml darah) dapat menyertai instrumentasi saluran pernapasan, gastrointestinum, atau genitourinaria. Bakteriemia mungkin tidak bergejala atau disertai dengan sedikit gejala. Bila bakteri tidak dibersihkan secara efektif oleh mekanisme pertahanan hospes, respons radang sistemik mulai terjadi dan dapat progresif tanpa tergantung infeksi asalnya. Sepsis adalah salah satu penyebab sindrom respons radang sistemik (SRRS) dan respon sistemik terhadap infeksi, berdasarkan adanya SRRS ditambah dengan infeksi yang dibuktikan atau dengan suspek infeksi secara klinis. Berdasarkan Bone et al, SIRS adalah pasien yang memiliki dua atau lebih kriteria: 1.Suhu >38 atau <36 C 2.Denyut jantung >90 kali/menit 3.Laju Respirasi >20 kali/menit atau PaCo <32mmHg 4.Hitung leukosit >12.000/mm² atau >10% sel imatur Jika tidak diketahui dan diobati secara dini, sepsis dapat memperberat terjadinya SRRS (Sindrom Respons Radang Sistemik), syok septik, syok refrakter, disfungsi banyak organ, dan kematian. Bakteriemia berat (>100-1.000 CFU/ml) seringkali

5 dapat ditemukan pada penderita sepsis dan juga pada mereka yang menderita syok septik ( Powell, 1996). Menurut Blanc (1961), infeksi pada neonatus dapat terjadi melalui 3 cara yaitu: 1. Infeksi antenatal Kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke plasenta. Di sini kuman itu melewati batas plasenta dan menyebabkan intervilousitis. Selanjutnya terjadi infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan kemudian masuk ke janin. 2. Infeksi intranatal Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara infeksi yang lain. Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam) mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partus lama. 3. Infeksi postanatal Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap dan biasanya merupakan infeksi yang diperoleh (acquired infection). Sebagian besar infeksi yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang (cross infection). Morbiditas dan mortalitas infeksi postnatal tetap tinggi meskipun terapi terus berkembang. Ini kerana bayi yang lahir dirumah sakit terkena infeksi dengan kuman-kuman yang sudah tahan terhadap banyak jenis antibiotika sehingga menyulitkan pengobatannya.

6 Gambar 1. Bakteriemia dan komplikasi-komplikasi lanjut BAKTERI INFEKSI SETEMPAT SEPSIS PLUS SETIDAKNYA SALA SATU DARI BERIKUT INI: PERUBAHAN MENTAL AKUT HIPOKSEMIA LAKTAT PLASMA OLIGURIA SEPSIS SINDROM SEPSIS BAKTEREMIA BUKTI KLINIS ADANYA INFEKSI PLUS HIPERTERMIA/ HIPOTERMIA TAKIKARDIA TAKIPNEA KELAINAN JUMLAH LEUKOSIT SYOK SEPTIK Sindrom sepsis plus Hipotensi atau pengisian kembali kapiler jelek yang berlansung lebih dari 1 jam walaupun sudah diberi cairan iv dan intervensi farmakologik, dan memerlukan dukungan vasopressor

7 SINDROM SEPSIS PLUS HIPOTENSI ATAU PENGISISAN KEMBALI KAPILER JELEK YANG BERESPONSSEGERA TERHADAP CAIRAN IV DAN/ATAU INTERVENSI FARMAKOLOGIK SYOK SEPTIK REFRAKTER MODS KEMATIAN SETIAP KOMBINASI DIC ARDS GAGAL GINJAL AKUT GAGAL HATI AKUT DISFUNGSI SSS AKUT (Powell, 1996) Infeksi pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Ada beraneka ragam cara penularan agen penyebab infeksi dari ibu ke janin bayi baru lahir. Penyebaran hematogen transplasenta dapat terjadi pada setiap waktu selama kehamilan. Manifestasi infeksi kongenital dapat dilihat pada saat lahir atau setelah beberapa bulan kelahiran, bahkan beberapa tahun. Penularan infeksi secara vertikal dapat terjadi selama di dalam uterus, tepat sebelum kelahiran atau selama proses kelahiran. Setelah dilahirkan, bayi baru lahir terpapar terhadap penyakit infeksi dalam ruang perawatan atau di permukiman. Sehubungan dengan makin kompleksnya perawatan intensif neonatus, bayi baru lahir kurang bulan dan yang lahir dengan berat badan kurang akan dapat tetap hidup dan dapat bertahan lebih lama dalam lingkungan dengan risiko infeksi yang lebih tinggi. Bayi baru lahir

8 mungkin kurang mampu berespons terhadap infeksi, karena menderita defisiensi satu atau lebih faktor imunologis yang melibatkan sistem retikuloendotelial, komplemen, leukosit, polimorfonuklear, sitokin, antibodi, atau imunitas seluler. Infeksi perinatal didapat terjadi tepat sebelum atau selama kelahiran dengan cara penularan mikroorganisme secara vertikal dari ibu ke bayi baru lahir (Gutoff, 1996). Faktor neonatus terpenting yang memberi kecenderungan pada infeksi adalah prematuritas atau berat badan lahir rendah. Terdapat 3 sampai 10 kali lebih tinggi insidens infeksi dan sepsis pada bayi-bayi ini daripada bayi cukup bulan dengan berat badan lahir normal. Laki-laki memiliki insidens sepsis sekitar 2 kali lebih tinggi daripada wanita, dimana kemungkinan adanya faktor-faktor terkait jenis kelamin dan kerentanan hospes. Resusitasi saat lahir, terutama jika melibatkan intubasi endotrakea, pemasangan kateter pembuluh darah umbilikus, atau keduanya, dihubungkan dengan peningkatan risiko infeksi bakteri. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan prematuritas atau infeksi pada saat lahir. Infeksi neonatus pascalahir didapat setelah kelahiran, selama 28 hari pertama. Namun infeksi serupa juga terlihat pada bayi, terutama bayi prematur selama usia beberapa bulan pertama. Agen etiologi dapat ditularkan dari berbagai sumber manusia, seperti ibu, kontak keluarga, dan orang-orang di rumah sakit, atau dari sumber tidak hidup, seperti peralatan yang terkontaminasi (Gutoff, 1996). Pada tahun 1930, Group A Streptococcus merupakan penyebab terbanyak infeksi neonatal dan bisa dikendalikan dengan penisilin. Pada tahun 1940 insiden. Infeksi gram negatif khususnya E. coli meningkat,sedangkan pada tahun 1950 yang meningkat adalah infeksi S.aureus. Pada tahun 1960 sampai dengan 1970, infeksi Group B Streptococcus yang menonjol (Berhman dkk, 1996). Pola kuman penyebab bakteriemia berbeda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Di Australia, Amerika Serikat, Inggris, dan banyak negara maju lainnya, kuman penyebab bakteriemia onset dini adalah Group B Streptococcus dan E coli. Di negara yang sedang berkembang, sebagian besar kuman penyebab bakteriemia adalah kuman gram negatif seperti Enterobacter sp, Klebsiella sp, Coli sp dan Psudomonas sp, sedangkan Group B Streprokokkous yang merupakan

9 kuman penyebab bakteriemia di negara-negara maju belum pernah ditemukan pada negara berkembang (Amir dkk, 2005). Perbedaan pola kuman ini mempunyai arti penting dalam penatalaksanaan bakteriemia, yaitu terhadap pemilihan antibiotik yang digunakan dan berkaitan dengan prognosis dan komplikasi jangka panjang yang mungkin terjadi. (Wiswell, 2001) Studi prevalensi bacteremia pada anak-anak dalam berbagai pengaturan telah mengidentifikasi ada kecenderungan rasial, geografis, atau sosial ekonomi. Namun, pola resistensi antibiotik bervariasi di wilayah geografis yang berbeda, yang dapat mempengaruhi perawatan anak-anak dengan bacteremia (Harper MB, 1993). Pemberian antibiotik hendaknya disesuaikan dengan pola kuman yang ada pada masing-masing unit perawatan Neonatus. Tidak adanya pola kuman yang khas yang dapat digunakan sebagai pedoman terapi sementara menunggu hasil kultur selesai yang memakan waktu 3 sampai 5 hari merupakan salah satu penyebab resistensi. Oleh karena itu, uji mikrobiologi dan uji resistensi harus dilakukan secara rutin untuk memudahkan para dokter dalam hal memilih antibiotik. (Hadinegoro, 2002) 2.2. Neonatus Periode neonatal didefinisikan sebagai 28 hari pertama setelah lahir dan dapat dibagi lagi dalam beberapa subdivisi yaitu early birth (less than 7 days), very early birth (less than 24 hr), dan late neonatal periods (7days to less than 28 days). (Kliegman, 2011) 2.3. Pemeriksaan kultur darah Hasil sebagian besar daripada kultur darah akan menunjukkan hasil positif dalam waktu 24 sampai 36 jam masa inkubasi jika terdapat kehadiran mikroorganisme. Mengobati neonatus sepsis selama minimal 48 jam. Minimal 0.5 ml ( dan sebaiknya 1 ml) darah harus ditempatkan dalam botol kultur darah yang paling pediatric.

10 Terdapat dua jenis botol kultur, aerobik dan anaerobik (Manual of Neonatal Care, 6th Edition). 2.4. Uji Sensitivitas Antibiotik Uji sensitivitas antibiotik merupakan tes yang digunakan untuk menguji kepekaan suatu bakteri terhadap antibiotik. Uji kepekaan atau sensitivitas bertujuan untuk mengetahui daya kerja atau efektifitas dari suatu antibiotik dalam membunuh bakteri. (Akbar, 2009) Metode Kirby Bauer adalah uji sensitivitas dengan metode difusi agar menggunakan teknik disc diffusion, dalam uji sensitivitas metode Kirby Bauer menggunakan media seleksif, yaitu media Muller Hinton Agar. (Pudjarwoto, 2008) Mekanisme kerja metode Kirby Bauer cukup sederhana, pertama transfer koloni bakteri uji pada media BHI cair, inkubasi 37'C selama 18 jam. Pada umur 18 jam bakteri uji mengalami fase eksponensial atau logaritma (dimana bakteri dalam fase aktif, metabolisme dan enzm yang terbentuk maksimal sertaa berada pada fase pathogenitas). Pisahkan beberapa tetes suspensi ke dalm tabung reaksi yang berbeda, tambahkan NaCl Fisiologis. Masukkan lidi kapas steril ke dalam suspensi tersebut dan tekan lidi kapas pada dinding tabung, ratakan lidi kapas yang diolesi suspensi ke seluruh permukaan media MHA dengan ketebalan standar 0.6 cm. Diamkan lebih kurang 5 menit. Tempatkan disc antibiotik, inkubasi 37'C selama 18 jam, amati zona pertumbuhan bakteri di sekitar disc dan ukur diameter zona hambatannya, tentukan bakteri uji sensitivitas atau resisten terhadap antibiotik dengan menggunakan tabel interpretative standar. (Akbar, 2009) Bakteri uji resisten apabila pada zona hambatan yang terbentuk < tabel interpretative standar (bakteri uji tahan terhadap daya kerja antibiotik), bakteri uji sensitivitas apabila pada zona hambatan yang terbentuk > tabel interpretative standar. (bakteri uji peka terhadap daya kerja antibiotik) (Lady.A, 2008). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi metode Kirby-Bauer : - Konsentrasi mikroba uji - Konsentrasi antibiotik yang terdapat dalam cakram - Jenis antibiotik. - ph medium.