BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi yang keberadaanya dialam terbatas dan akan habis. dalam kurun waktu tertentu, yaitu minyak bumi, gas alam, dan

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melimpah dan dapat diolah sebagai bahan bakar padat atau

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

SKRIPSI VARIASI KOMPOSISI CAMPURAN BAHAN BAKAR BATUBARA DAN JERAMI PADI PADA TEKNOLOGI CO-GASIFIKASI FLUIDIZED BED TERHADAP GAS HASIL GASIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkat, Peningkatan kebutuhan energi yang tidak diimbangi. pengurangan sumber energy yang tersedia di dunia.

Studi Eksperimen Gasifikasi Pada Reaktor Fluidized Bed Dengan Bahan Bakar Ampas Tebu

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi. dalam proses pembakaran limbah biomassa adalah dengan

PENGARUH PENAMBAHAN MATERIAL BUTIRAN BIOMASSA TERHADAP LAJU SIRKULASI PADAT PADA SISTEM COLD MODEL DUAL REACTOR FLUIDIZED BED

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa minyak bumi merupakan salah satu. sumber energi utama di muka bumi salah. Konsumsi masyarakat akan

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA

Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap Kerja Reaktor Bubble Fluidized Bed Gasifire

OPTIMASI UNJUK KERJA FLUIDIZED BED GASIFIER DENGAN MEVARIASI TEMPERATURE UDARA AWAL

Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH

Studi Eksperimen Konversi Biomassa menjadi SynGas Pada Reaktor Bubbling Fluidized Bed Gasifier

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis,

Bab 2 Tinjauan Pustaka

MODIFIKASI SISTEM BURNER DAN PENGUJIAN ALIRAN DINGIN FLUIDIZED BED INCINERATOR UI SKRIPSI

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BED TERHADAP SYNGAS YANG DIHASILKAN BUBBLING FLUIDIZED BED GASIFIER

SISTEM GASIFIKASI FLUIDIZED BED BERBAHAN BAKAR LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN DENGAN INERT GAS CO2

NASKAH PUBLIKASI STUDI EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN BAHAN BAKAR TERHADAP KERJA PADA REAKTOR FLUIDIZED BED GASIFIER

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang

Pengembangan Desain dan Pengoperasian Alat Produksi Gas Metana Dari pembakaran Sampah Organik

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan energi merupakan salah satu sumber kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

PENGARUH VARIASI KECEPATAN UDARA TERHADAP UNJUK KERJA FLUIDIZED BED GASIFIER DENGAN DISTRIBUTOR UDARA JENIS PLAT

BAB I PENDAHULUAN. adanya energi, manusia dapat menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Saat

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio

Pengaruh Kecepatan Udara Terhadap Kerja Reaktor Bubble Fluidized Bed Gasifire

STUDI EKSPERIMEN CO-GASIFIKASI BATUBARA- TEMPURUNG KELAPA DENGAN VARIASI EQUIVALENCE RATIO(ER) PADA REAKTOR BUBBLING FLUIDIZED BED GASIFIER

Bab 2 Tinjauan Pustaka

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

PENGARUH DISTRIBUTOR UDARA PADA TUNGKU GASIFIKASI UPDRAFT

PENGARUH PEMANASAN AWAL UDARA TERHADAP PERFORMA CROSSDRAFT GASIFIER DENGAN BAHAN BAKAR SEKAM PADI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI PENGARUH KOMPOSISI BIOMASSA SERBUK KAYU DAN BATU BARA TERHADAP PERFORMANSI PADA CO-GASIFIKASI SIRKULASI FLUIDIZED BED

I. PENGANTAR. A. Latar Belakang. Fluidisasi adalah proses dimana benda partikel padatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer bahan pangan, pakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ketika ketergantungan manusia terhadap bahan bakar tak terbarukan

BAB 1 PENDAHULUAN ANALISA KARAKTERISTIK ALIRAN DINGIN (COLD FLOW) DI GAS BURNER SITEM GASIFIKASI DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD)

Prarancangan Pabrik Metanol dari Low Rank Coal Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

PENGARUH UKURAN BAHAN BAKAR TERHADAP HASIL GAS REAKTOR BUBBLING FLUIDIZED BED GASIFIER

SKRIPSI VARIASI CAMPURAN BAHAN BAKAR BATUBARA DAN LIMBAH BAMBU TERHADAP PERFORMANSI CO-GASIFIKASI SIRKULASI FLUIDIZED BED OLEH :

Studi Kecepatan Udara Superfisial Pada Cold Model Dual Reactorfluidized Bed

Bab I Pendahuluan - 1 -

PENGARUH LAJU ALIRAN AGENT GAS PADA PROSES GASIFIKASI KOTORAN KUDA TERHADAP KARAKTERISTIK SYNGAS YANG DIHASILKAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumber energi alternatif dapat menjadi solusi ketergantungan

UJI KINERJA REAKTOR GASIFIKASI SEKAM PADI TIPE DOWNDRAFT PADA BERBAGAI VARIASI DEBIT UDARA

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Hampir setiap manusia memerlukan bahan. Sekarang ini masih banyak digunakan bakan bakar fosil atau bahan

STUDI GASIFIKASI BATU BARA LIGNITE DENGAN VARIASI KECEPATAN UDARA UNTUK KEPERLUAN KARBONASI

PENGARUH KOMPOSISI BIOMASSA SERBUK KAYU DAN BATU BARA TERHADAP PERFORMA CO-GASIFIKASI REAKTOR BUBBLING FLUIDIZED BED GASIFIER

MINYAK bumi merupakan salah satu energi

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

Peningkatan Kadar Karbon Monoksida dalam Gas Mempan Bakar Hasil Gasifikasi Arang Sekam Padi

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Desain Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sekam Padi Menggunakan Filter Tunggal

TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI

ABSTRAK LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... v. DAFTAR TABEL... vii BAB I PENDAHULUAN...

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

6/23/2011 GASIFIKASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

VARIASI KECEPATAN SUPERFISIAL CAMPURAN BUTIRAN BATUBARA DAN TANAH LIAT TERHADAP LAJU SIRKULASI PADAT PADA COLD MODEL DUAL REACTOR FLUIDIZED BED

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III.METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pabrik Kopi Tulen Lampung Barat untuk

Bab 3 Perancangan dan Pembuatan Reaktor Gasifikasi

FLUIDIZED BED GASIFICATION BERBAHAN BAKAR BIOMASSA DAN BATUBARA DENGAN VARIASI KOMPOSISI BAHAN BAKAR

LAMPIRAN II PERHITUNGAN

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan diagram alir dibawah ini;

Bab V Analisis Hasil Komisioning CUT Pilot Plant

pemanfaatannya di Indonesia ialah energi biomassa. Indonesia memiliki sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa hasil penelitian berkaitan dengan kompor masak gasifikasi

Gasifikasi - Pirolisis Pembakaran

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN REAKTOR GASIFIKASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH JUMLAH NOZEL DISTRIBUTOR TERHADAP KINERJA FLUIDIZED BED GASIFIER

Pengaruh Campuran Partikel Padat Batubara dan Pasir Silika Pada Dual Reactor Fluidized Bed Terhadap Distribusi Tekanan

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH

I.1 JUDUL PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN STUDI KARAKTERISTIK GASIFIKASI BATU BARA SUB - BITUMINUS MENGGUNAKAN REAKTOR JENIS FIX BED DOWNDRAFT GASIFIER

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KOMPOSISI BIOMASSA SERBUK KAYU DAN BATU BARA TERHADAP PERFORMA CO-GASIFIKASI REAKTOR BUBBLING FLUIDIZED BED GASIFIER

PEMBERSIH GAS DENGAN MEDIA BONGGOL JAGUNG, ZEOLIT, SERBUK GERGAJI DARI REAKTOR FLUIDIZED BED GASIFIER

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Fluidisasi Penelitian gasifikasi fluidized bed yang dilakukan menggunakan batubara sebagai bahan baku dan pasir silika sebagai material inert. Pada proses gasifikasinya, agar distribusi udara merata dan terjadi kontak yang baik antara batubara dan udara, maka dipasang distributor (grate). Distributor juga berfungsi untuk menahan batubara dan pasir silika agar tidak jatuh ke bagian bawah alat gasifikasi (plenum). Proses fluidisasi dapat berlangsung dengan baik jika kecepatan operasi (U o ) berada diantara kecepatan minimum fluidisasi (U mf ) dan kecepatan terminal (U t ). Untuk itu dilakukan perhitungan nilai U o, U mf dan U t untuk pasir silika dan batubara (Lampiran B) [Kunii dan Levenspiel, 1977], hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Data ini kemudian dialurkan pada suatu grafik untuk melihat posisi kecepatan operasi, kecepatan fluidisasi minimun dan kecepatan terminal (lihat pada Gambar 4.1). Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C Batubara Diameter rata-rata Umf (m/s) Ut (m/s) Uo (m/s) partikel (mm) 0,44 0,11 2,11 0,90 0,88 0,35 3,29 1,20 1,4 0,6 4,26 1,60 Diameter rata-rata partikel (mm) Pasir Umf (m/s) Ut (m/s) 0,65 0,38 2,74 30

5 4 Kec (m/s) 3 2 1 0 0 0.5 1 1.5 Ukuran Partikel (mm ) Umf (batubara) Ut (batubara) Uo Umf (p.silika) Ut (p.silika) Gambar 4.1 Kurva Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C Nilai U o, U mf dan U t pada Gambar 4.1 menunjukkan kecepatan operasi dari percobaan yang dilakukan berada diantara kecepatan terminal dan kecepatan minimum fluidisasi, sehingga proses fluidisasi berlangsung dengan baik. Namun perhitungan nilai U o, U mf dan U t diatas adalah nilai pada temperatur 25 o C, sedangkan percobaan gasifikasi berlangsung pada temperatur sekitar 750 o C, karena itu dicari juga nilai nilai U mf dan U t pada temperatur tersebut. Namun data pada literatur untuk nilai viskositas dan densitas udara, hanya untuk temperatur 25 o C, sehingga digunakanlah software FLUID-PROP untuk mencari nilai viskositas dan densitas udara pada temperatur 750 o C. Persamaan yang digunakan untuk mencari nilai U mf dan U t sama seperti yang digunakan pada temperatur 25 o C. Tabel 4.2 menunjukkan nilai U mf dan U t pada temperatur 750 o C. Dari hasil perhitungan, selanjutnya data-data tersebut dialurkan pada grafik untuk melihat keberadaan kecepatan operasi jika dibandingkan dengan U mf dan U t. Dari Gambar 4.2, terlihat bahwa kecepatan operasi masih berada di antara U mf dan U t. 31

Tabel 4.2 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 750 o C Diamter rata-rata partikel (mm) Umf (m/s) Ut (m/s) 0,44 0,051 1,636 0,88 0,198 3,417 1,4 0,469 4,958 5 4 Kec (m/s) 3 2 1 0 0 0.5 1 1.5 Ukuran Partikel (mm) Umf (batubara) Ut (batubara) Uo Umf (p.silika) Ut (p.silika) Gambar 4.2 Kurva Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 750 o C Pada temperatur 750 o C, terlihat kecepatan operasi berada diantara U mf dan U t. Terbukti bahwa pada penelitian ini proses fluidisasi terjadi dengan baik, dengan ratarata kecepatan operasi sekitar 3-9 kali lebih besar dari kecepatan minimum fluidisasi. Hal ini memungkinkan terjadinya kontak yang optimal antara udara dan partikel padat (batubara dan pasir silika). 32

4.2 Percobaan Gasifikasi Selama proses gasifikasi berlangsung, temperatur operasi di titik 1 (lihat Gambar 3.1) cenderung berada di antara 700-800 o C, yaitu temperatur yang memenuhi syarat untuk terjadinya oksidasi. Kemudian di antara titik 1 dan titik 2 adalah tempat terjadinya reduksi, yaitu proses yang menghasilkan gas produser CO dan H 2. Proses reduksi ini membutuhkan bahang (endotermis) yang berasal dari hasil oksidasi, sehingga temperatur di titik 2 akan lebih rendah dibandingkan temperatur pada titik 1 (lihat Gambar 3.2 3.5). Sedangkan temperatur di titik 3 dan titik 4, karena posisinya berada di luar daerah oksidasi dan reduksi, maka temperaturnya jauh lebih rendah dibandingkan temperatur di titik 1. Pengaruh Air/Coal Ratio terhadap temperatur operasi, dapat dilihat pada Gambar 3.2-3.5, menunjukkan kecenderungan bahwa semakin tinggi Air/Coal Ratio, temperatur operasi juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan dengan semakin banyaknya udara yang masuk, reaksi pembakaran atau oksidasi yang terjadi juga semakin banyak. Karena oksidasi bersifat eksotermis, panas yang dihasilkan semakin besar sehingga temperatur menjadi lebih tinggi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa variasi ukuran tidak terlalu mempengaruhi temperatur operasi, ini terlihat dari temperatur yang hampir sama untuk semua variasi ukuran pada Air/Coal Ratio dan posisi titik yang sama. Pengaruh ukuran batubara akan berpengaruh besar terhadap luas permukaan total dari batubara yang akan bereaksi dengan udara. Sehingga ukuran lebih berpengaruh pada komposisi gas hasil keluaran atau gas produser. Fenomena lain yang terjadi pada saat gasifikasi berlangsung adalah hopper yang berembun. Fenomena ini disebabkan oleh screw feeder yang sudah tidak berfungsi dengan baik, atau disebabkan kesalahan desain dari alat gasifier sehingga uap air masuk kedalam hopper. Hal ini didukung dengan screw feeder yang tiba-tiba menyala berwarna kemerahan ketika temperatur gasifier dinaikkan hingga 1000 o C dengan menggunakan bantuan gas LPG. Perbedaan temperatur yang tinggi antara 33

hopper yang telah terisi batubara dan kolom gasifier, mengakibatkan terjadinya embun didalam hoper dan screw feeder. Dengan berembunnya hopper ini, mengakibatkan batubara menjadi basah, dan proses gasifikasi tidak dapat berlangung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini disebabkan biasanya batubara telah basah jika telah melewati 1 jam operasi, dan ketika masuk ke dalam kolom gasifier, jumlahnya tidak merata dan menggumpal. Gas yang dihasilkan menjadi tidak stabil, terkadang gas yang keluar besar dan terkadang kecil. Dengan basahnya batubara, kontak antara partikel solid dan udara menjadi tidak maksimal, batubara menjadi lebih berat. Di sisi lain, kecepatan udara sama dengan sebelumnya, sehingga proses fluidisasi terhambat dan proses oksidasi dan reduksi menjadi terganggu. Hal ini terlihat dari api yang mulai menurun kemampuan bakarnya pada saat batubara mulai basah sampai akhirnya mati. Perbandingan jenis batubara Lati dan Tanah Kuning dalam gasifikasi dengan FBG ini dilakukan pada batubara dengan ukuran -10 +14 mesh. Pengaruh jenis batubara dalam proses gasifikasi antara lain, pada kondisi api yang dihasilkan dan kondisi gasifier selama proses percobaan. Api pada gasifikasi batubara dari Lati lebih merah dan besar jika dibandingkan dengan api dari gasifikasi batubara Tanah Kuning. Hal ini secara kuantitatif dapat dilihat dari panjang nyala api, yaitu Lati rata-rata 54 cm, sedangkan Tanah Kuning rata-rata 35 cm. Kualitas api menunjukkan besarnya kandungan gas-gas bakar yang dihasilkan oleh proses gasifikasi. Warna api yang tidak merah dan berwarna kekuning-kuningan menunjukkan proses gasifikasi tidak berlangsung dengan baik, karena masih mengandung butiran-butiran halus pada saat terbakar. Api yang tidak merah juga mengindikasikan bahwa nilai kalor yang didapat dari hasil gasifikasi tidak besar. Secara kuantitatif dapat dilihat Net Heating Value (NHV) gas produser yang dihasilkan antara batubara Lati dan Tanah Kuning (lihat Tabel 4.3 dan Tabel 4.6). Perbedaan kandungan natrium yang cukup mencolok diantara kedua jenis batubara tersebut ternyata tidak berpengaruh banyak terhadap proses dan gas produser yang dihasilkan. Perbedaan proses gasifikasi lebih disebabkan kandungan moisture yang 34

tinggi dari batubara Tanah Kuning, sehingga nilai kalor dari gas produser menjadi lebih rendah karena digunakan untuk menguapkan moisture, sedangkan kandungan pengotor yang tinggi dari batubara Tanah Kuning menimbulkan gangguan pada screw feeder. Gangguan tersebut yaitu tersendatnya screw feeder pada penggunaan batubara Tanah Kuning, sehingga screw feeder tidak dapat berputar lagi. Pada saat screw feeder dibongkar, ternyata terjadi penyumbatan oleh batubara. Dilihat kandungan pengotor yang tinggi dan juga embun pada bagian bawah hopper menyebabkan batubara menjadi menggumpal dan keras, yang kemudian menghambat putaran dari screw feeder. Proses gasifikasi dengan sistem FBG sangat tergantung dari grate yang digunakan sebagai unggun dari sistem ini. Grate yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran D. Bagian bawah grate terbuat dari stainles steel, sedangkan bagian yang dilubangi seperti sarang tawon terbuat dari baja biasa. Selama percobaan, grate hanya bertahan untuk digunakan sebanyak dua kali, selanjutnya grate akan hancur dan tidak dapat digunakan lagi karena meleleh dan tertutup material semacam kerak yang terbentuk selama proses gasifikasi yang berasal dari percampuran antara tar batubara dan pasir silika. Jika grate telah tertutup oleh kerak dan bagian atasnya telah meleleh, akan menyebabkan aliran udara dari blower ke kolom gasifier menjadi terhalang dan proses fluidisasi tidak dapat berlangsung lagi, sehingga proses gasifikasi menjadi terhenti. 4.3 Karakteristik Gasifikasi Fluidized Bed 4.3.1 Analisis gas kromatografi Dari komposisi gas yang dihasilkan, selanjutnya dibuat grafik pengaruh ukuran dan Air/Coal Ratio terhadap yield dari gas-gas mampu bakar, yaitu CO, H 2 dan CH 4, seperti dapat dilihat pada Gambar 4.3-4.5. Yield masing-masing gas ini diperoleh dari perbandingan antara gas hasil analisis gas kromatografi dengan karbon yang terkonversi. Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran C. 35

10 9 8 7 % Gas H 2 6 5 4 3 2 1 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 Air/Coal Ratio -10+14 # (Lati) -14+28 # (Lati) -28+48 # (Lati) -10+14 # (Tanah Kuning) Gambar 4.3 Yield Gas H 2 Terhadap Air/Coal Ratio Pada Berbagai Fraksi Ukuran Batubara 4 3 % Gas CH 4 2 1 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Air/Coal Ratio 3-10+14 # (Lati) -14+28 # (Lati) -28+48 # (Lati) -10+14 # (Tanah Kuning) Gambar 4.4 Yield Gas CH 4 Terhadap Air/Coal Ratio Pada Berbagai Fraksi Ukuran Batubara 36

20 18 16 14 % Gas CO 12 10 8 6 4 2 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 Air/Coal Ratio -10+14 # (Lati) -14+28 # (Lati) -28+48 # (Lati) -10+14 # (Tanah Kuning) Gambar 4.5 Yield Gas CO Terhadap Air/Coal Ratio Pada Berbagai Fraksi Ukuran Batubara Dari Gambar 4.3-4.5, dapat dilihat kandungan H 2 dan CO akan cenderung meningkat dengan semakin naiknya nilai Air/Coal Ratio, sedangkan kandungan CH 4 relatif konstan. Peningkatan kandungan H 2 dan CO disebabkan semakin banyaknya reaksi gasifikasi yang berlangsung dengan semakin banyaknya udara yang masuk. Pada penelitian Lee [2002], gasifikasi dilakukan dengan menggunakan batubara bituminous Australia, dengan sistem fluidisasi dan menggunakan input berupa steam, sedangkan pada percobaan ini menggunakan udara dari hasil blower yang menghisap udara dari lingkungan sekitar. Penelitian Lee [2002] menunjukkan bahwa nilai H 2, CO, dan CH 4 semakin turun dengan meningkatnya Air/Coal Ratio. Menurut Lee [2002], menurunnya nilai H 2, CO, dan CH 4 disebabkan semakin banyak udara yang masuk, maka karbon yang bereaksi dengan O 2 membentuk CO 2 juga semakin banyak. Sedangkan karbon yang akan bereaksi dengan CO 2 membentuk CO semakin sedikit, sehingga produksi CO semakin menurun. 37

Sedangkan penelitian yang dilakukan Foong, dkk [1981], menunjukkan bahwa dengan meningkatnya temperatur, maka produksi dari CO dan H 2 akan semakin tinggi. Sama dengan percobaan ini, temperatur operasi semakin tinggi dengan semakin besarnya jumlah udara yang masuk (Air/Coal Ratio semakin tinggi), dan dengan makin tingginya nilai Air/Coal Ratio, produksi CO dan H 2 juga meningkat. Ini karena terjadinya proses rapid pyrolisis. Rapid atau fast pyrolisis yaitu suatu keadaan dimana batubara dipanaskan secara cepat tanpa oksigen pada suhu tinggi antara 450-600 o C dengan waktu tinggal (residence time) yang pendek yaitu kurang dari 1 detik [Sugiono, 2000]. Pada kolom gasifier, pada awalnya terjadi oksidasi dimana karbon akan bereaksi dengan oksigen yang akan menghasilkan CO 2. Setelah semua O 2 di dalam kolom habis bereaksi dengan karbon, keadaan tanpa oksigen ini menyebabkan terjadinya proses fast pyrolisis yang menghasilkan arang, uap air, tar, CO, CO 2, CH 4, dan H 2. Pada fast pyrolisis, waktu tinggal dari partikel kurang dari 1 detik, sehingga produkproduk hasil pirolisis akan langsung terbawa keluar dari kolom gasifier menuju pipa gas keluaran. Hal inilah yang mengakibatkan nilai CO, CH 4 dan H 2 semakin tinggi dengan meningkatnya nilai Air/Coal Ratio. Menurut Kim [2001], dalam penelitiannya yield produk gas didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (gram) dari total gas hasil (CO 2, CO, H 2, CH 4 ) dibagi dengan massa batubara yang dibakar (kg). Dari hasil perhitungan, didapatkan nilai yield produk gas seperti pada Tabel 4.3, kemudian dapat dilihat pengaruh Air/Coal Ratio terhadap nilai dari yield gas produk seperti pada Gambar 4.6. Dari kurva yield gas produk terhadap Air/Coal Ratio, menunjukkan bahwa produk gas semakin meningkat dengan semakin tingginya nilai Air/Coal Ratio, hal ini juga mendukung hasil dari yield masing-masing gas (CO, CH 4, dan H 2 ) seperti pada Gambar 4.3-4.5 yang menunjukkan peningkatan jumlah gas dengan semakin tingginya nilai Air/Coal Ratio. 38

Tabel 4.3 Nilai Yield Produk Gas Pada Berbagai Ukuran Batubara Air/Coal Ratio 1 1,5 2 2,5-10+14 # (Lati) 14,25 30,71 45,03 51,17-14+28 # (Lati) 11,51 25,24 40,69 61,78-28+48 # (Lati) 13,78 25,30 34,88 59,31-10+14 # (Tanah Kuning) 7,77 18,72 33,12 33,22 Product Gas Yield (g/kg-batubara) 70 60 50 40 30 20 10-0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 Air/Coal Ratio -10+14 # (Lati) -14+28 # (Lati) -28+48 # (Lati) -10+14 # (Tanah Kuning) Gambar 4.6 Pengaruh Yield Gas Produk Terhadap Air/Coal Ratio Pada Berbagai Fraksi Ukuran Batubara 4.3.2 Perbandingan parameter-parameter operasi Dari data-data kecepatan alir udara, volume udara masuk, komposisi kandungan C, H, N, S, dan O dari batubara, dan hasil gas kromatografi, dapat dicari nilai dari beberapa parameter operasi gasifikasi. Parameter dan cara perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran C. Parameter operasi gasifikasi untuk masing-masing fraksi ukuran batubara dan pada berbagai Air/Coal Ratio dapat dilihat pada Tabel 4.4 4.7. 39

Tabel 4.4 Parameter Operasi Gasifikasi Batubara Lati Fraksi Ukuran -10 +14 mesh ACR 1 ACR 1,5 ACR 2 ACR 2,5 Kebutuhan udara stoikometri (mol/kg BB) 267,13 267,13 267,13 267,13 Jumlah udara gasifikasi (mol) 1.003,21 1.003,21 1.418,75 1.737,60 Jumlah gas produser (m 3 ) 25,11 28,08 40,10 47,96 Konversi karbon (%) 32,64 47,75 69,40 73,09 Yield CO (%) 40,21 41,14 69,62 53,05 Yield CO 2 (%) 57,11 55,81 22,14 43,00 Yield CH 4 (%) 2,69 3,04 8,24 3,95 Perhitungan nilai kalor batubara (Kj/kg) 23.784,46 23.784,46 23.784,46 23.784,46 NHV gas produser (Kj/m 3 ) 1.499,20 2.205,65 3.609,65 2.630,81 Efisiensi gasifikasi (%) 9,99 16,44 38,42 33,49 Tabel 4.5 Parameter Operasi Gasifikasi Batubara Lati Fraksi Ukuran -14 +28 mesh ACR 1 ACR 1,5 ACR 2 ACR 2,5 Kebutuhan udara stoikometri (mol/kg BB) 267,13 267,13 267,13 267,13 Jumlah udara gasifikasi (mol) 1.003,21 1.003,21 1.418,75 1.737,60 Jumlah gas produser (m 3 ) 24,05 26,56 38,89 50,92 Konversi karbon (%) 18,78 38,95 64,73 91,47 Yield CO (%) 39,39 42,61 49,28 31,48 Yield CO 2 (%) 53,99 49,66 47,94 62,40 Yield CH 4 (%) 6,62 7,73 2,78 6,12 Perhitungan nilai kalor batubara (Kj/kg) 23.784,46 23.784,46 23.784,46 23.784,46 NHV gas produser (Kj/m 3 ) 1.470,98 2.309,11 2.306,67 2.473,17 Efisiensi gasifikasi (%) 9,39 16,28 23,81 33,42 Tabel 4.6 Parameter Operasi Gasifikasi Batubara Lati Fraksi Ukuran -28+48 mesh ACR 1 ACR 1,5 ACR 2 ACR 2,5 Kebutuhan udara stoikometri (mol/kg BB) 267,13 267,13 267,13 267,13 Jumlah udara gasifikasi (mol) 1.003,21 1.003,21 1.418,75 1.737,60 Jumlah gas produser (m 3 ) 24,93 26,58 37,27 50,23 Konversi karbon (%) 24,66 41,04 55,75 95,19 Yield CO (%) 21,46 37,57 45,22 27,84 Yield CO 2 (%) 75,75 60,24 52,83 66,80 Yield CH 4 (%) 2,79 2,19 1,95 5,37 Perhitungan nilai kalor batubara (Kj/kg) 23.784,46 23.784,46 23.784,46 5.680,55 NHV gas produser (Kj/m 3 ) 935,65 1.715,24 1.887,90 2.116,60 Efisiensi gasifikasi (%) 6,19 12,10 18,67 28,22 40

Tabel 4.7 Parameter Operasi Gasifikasi Batubara Tanah Kuning Fraksi Ukuran -10 +14 mesh ACR 1 ACR 1,5 ACR 2 ACR 2,5 Kebutuhan udara stoikometri (mol/kg BB) 163,12 163,12 163,12 163,12 Jumlah udara gasifikasi (mol) 1.003,21 1.003,21 1.418,75 1.737,60 Jumlah gas produser (m 3 ) 22,45 24,63 36,67 42,85 Konversi karbon (%) 17,89 43,30 80,59 78,81 Yield CO (%) 38,95 33,16 31,76 33,62 Yield CO 2 (%) 55,63 62,09 65,52 63,61 Yield CH 4 (%) 5,42 4,76 2,72 2,76 Perhitungan nilai kalor Batubara (Kj/kg) 14.908,96 14.908,96 14.908,96 14.908,96 NHV gas produser (Kj/m 3 ) 1.013,25 1.426,97 1.446,31 1.314,29 Efisiensi gasifikasi (%) 9,63 14,88 22,46 23,85 Dari parameter-parameter yang telah dihitung, selanjutnya dilihat secara lebih rinci pengaruh variabel-variabel tadi terhadap nilai konversi karbon dan efisiensi cold gas (lihat Tabel 4.8 dan Tabel 4.9). Definisi dari cold gas adalah perbandingan dari jumlah kalor awal yang dimiliki oleh bahan baku (dalam percobaan ini adalah batubara Berau) dengan kalor yang terdapat didalam gas produser yang merupakan hasil gasifikasi [Lee, 2002]. Pada Gambar 4.7 dan 4.8, ditampilkan kecenderungan dari pengaruh masing-masing variabel. Tabel 4.8 Data Konversi Karbon Pada Berbagai Fraksi Ukuran Batubara Konversi Karbon (%) -10 + 14# (Lati) -14 +28# (Lati) -28+48# (Lati) -10+14# (Tanah Kuning) ACR 1 32,64 18,78 24,66 17,89 ACR 1,5 47,75 32,54 41,04 43,30 ACR 2 69,40 64,73 55,75 80,59 ACR 2,5 73,09 91,47 95,19 78,81 41

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10-0.5 1 1.5 2 2.5 3 Air Coal Ratio -10+14 # (Lati) -14+28 # (Lati) -28+48 # (Lati) -10+14 (Tanah Kuning) Gambar 4.7 Pengaruh Air/Coal Ratio Terhadap Konversi Karbon Pada Berbagai Fraksi Ukuran Batubara Konversi karbon dari batubara, dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan semakin banyak udara yang masuk (Air/Coal Ratio semakin tinggi), maka karbon yang terkonversi juga semakin tinggi. Ini disebabkan dengan semakin banyaknya udara yang masuk, maka reaksi karbon dengan O 2 yang terjadi semakin banyak. Hasil reaksi berupa CO 2 yang jumlahnya juga semakin banyak akan bereaksi lagi dengan sisa karbon dari reaksi pembakaran, mengalami reduksi dan menghasilkan CO. Hal ini yang menyebabkan konversi karbon menjadi semakin tinggi. Secara umum, dengan semakin tingginya nilai konversi karbon, maka proses gasifikasi lebih efektif dan efisien. Tabel 4.9 Data Efisiensi Cold Gas Pada Berbagai Fraksi Ukuran Batubara Efisiensi Cold Gas (%) -10 + 14# (Lati) -14 +28# (Lati) -28+48# (Lati) -10+14# (Tanah Kuning) ACR 1 9,99 9,39 6,19 9,63 ACR 1,5 16,44 9,96 12,10 14,88 ACR 2 38,42 23,81 18,67 22,46 ACR 2,5 33,49 33,42 28,22 23,85 42

50 45 40 35 30 25 20 15 10 5-0.5 1 1.5 2 2.5 3 Air Coal Ratio -10+14 # (Lati) -14+28 # (Lati) -28+48 # (Lati) -10+14 # (Tanah Kuning) Gambar 4.8 Pengaruh Air/Coal Ratio Terhadap Efisiensi Cold Gas Pada Berbagai Fraksi Ukuran Batubara Efisiensi cold gas dari percobaan yang dilakukan juga menunjukkan peningkatan dengan semakin tingginya nilai Air/Coal Ratio. Dengan semakin banyaknya udara yang masuk kedalam ruang fluidisasi, reaksi gasifikasi yang berlangsung semakin banyak dan efisiensi juga semakin meningkat. Jika dibandingkan dengan penelitian Lee [2002], nilai konversi karbon dan efisiensi cold gas juga semakin meningkat dengan semakin besarnya udara yang masuk (Air/Coal Ratio semakin tinggi). Dengan semakin banyaknya udara yang masuk, maka kontak antara partikel solid dan udara akan semakin baik, karena fluidisasi yang terjadi semakin baik. Hal ini menyebabkan reaksi gasifikasi yang terjadi menjadi semakin sempurna dan produk yang dihasilkan menjadi lebih baik. Ini terlihat dari komposisi gas produser yang semakin tinggi nilai kalornya dengan peningkatan Air/Coal Ratio. 43

Parameter utama dari proses gasifikasi adalah nilai kalor atau net heating value (NHV) dari gas produser. Pengaruh Air/Coal Ratio terhadap nilai NHV pada berbagai fraksi ukuran batubara dapat dilihat pada Gambar 4.7. Dari Gambar 4.7 ditunjukkan bahwa semakin tinggi Air/Coal Ratio dari proses gasifikasi, nilai NHV cenderung semakin meningkat. Net Heating Value (Kj/m 3 ) 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Air/coal ratio 3-10 + 14 # -14 + 28 # -28 + 48 # -10 + 14 # (Tanah Kuning) Gambar 4.9 Pengaruh Air/Coal Ratio Terhadap Net Heating Value Gas Produser Pada Berbagai Fraksi Ukuran Batubara Penelitian yang telah dilakukan ini, juga dibandingkan dengan data dari penelitianpenelitian sebelumnya, yaitu dengan membandingkan NHV yang dihasilkan oleh gas produser, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.10. Perubahan NHV pada percobaan ini cenderung tidak terlalu signifikan untuk masing-masing Air/Coal Ratio. Pada nilai Air/Coal Ratio 1,5 batubara Lati dengan fraksi ukuran -14+28 mesh, NHV-nya cenderung menurun, begitu juga pada batubara dari tanah kuning, sedangkan pada batubara Lati fraksi ukuran -10+14 mesh NHV-nya mulai turun pada Air/Coal Ratio 2. Jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini mempunyai kecenderungan yang sama dengan penelitian Foong, dkk [1981]. Penurunan ini dikarenakan adanya kelebihan oksigen yang menyebabkan terjadinya re-combustion dari gas H 2, CH 4, dan CO. 44

Calorific Value of product gas (Kj/m3) 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 1 2 3 4 5 Air/Coal Ratio 6 Foong et al (1980) Foong et al (1981) Lee (2002) Guiterrez & Watkinson (1982) Penelitian ini - Tanah Kuning (2008) Penelitian ini - Lati (2008) Gambar 4.10 Net Heating Value Produk Gas Dari Beberapa Penelitian Mengenai Gasifikasi Batubara dengan Fluidized Bed Jika dilihat dari Net Heating Value (NHV), hasil penelitian ini menunjukkan NHV yang rendah jika dibandingkan dengan penelitan Lee [2002] dan Foong, dkk. [1981]. Perbedaan NHV ini terutama pada jenis batubara yang digunakan. Dalam penelitian Foong, dkk [1981], batubara yang digunakan adalah batubara yang berasal dari Kanada (Forestburg, Coleman, dan Sukunka) yang mempunyai kandungan karbon rata-rata 80%. Untuk penelitian Lee [2001], digunakan batubara dengan kandungan karbon sekitar 72%. Sedangkan penelitan yang dilakukan disini menggunakan batubara Berau dengan kandungan karbon sekitar 42% untuk batubara Tanah Kuning dan 60% untuk batubara Lati. Hal tersebut berpengaruh terhadap NHV gas produser yang lebih rendah, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.10. Jika dilihat dari NHV-nya, penelitian ini pada awalnya nilai NHV-nya akan rendah, kemudian akan naik sampai Air/Coal Ratio 2, baru selanjutnya turun. Jika dilihat nilai NHV untuk batubara Tanah Kuning, kecenderungannya hampir sama dengan NHV dari penelitian 45

Guiterrez & Watkinson [1982] namun hanya pada Air/Coal Ratio 1 nilainya rendah. Padahal, jika dilihat dari kandungan karbon batubara yang digunakan oleh Guiterrez & Watkinson [1982], nilainya termasuk tinggi dengan rentang 66,8-80,8%. Tabel 4.10 Volume Gas dan NHV yang Dihasilkan Pada Berbagai Fraksi Ukuran Batubara Fraksi Ukuran Batubara ACR 1 ACR 1,5 ACR 2 ACR 2,5 VG NHV VG NHV VG NHV VG NHV - 10 + 14 # (Lati) 25,11 1490,20 28,08 2205,65 40,10 3609,65 47,96 2630,81-14 + 28 # (Lati) 24,05 1470,98 26,56 2309,11 38,89 2306,67 50,92 2473,17-28 + 48 # (Lati) 24,93 935,65 26,58 1715,24 37,27 1887,90 50,23 2116,60-10 + 14 # (Tanah Kuning) 22,45 1013,25 24,63 1426,97 36,67 1446,31 42,85 1314,29 VG : Volume Gas (m 3 ) NHV : Net Heating Value (Kj/m 3 ) Dalam percobaan pada penelitian ini, untuk Air/Coal Ratio 1, batubara yang digunakan adalah sebanyak 11,4 kg, sedangkan pada Air/Coal Ratio 1,5 sampai 2,5 batubara yang digunakan sebanyak 15,84 kg. Volume udara yang masuk juga berubah-ubah sesuai nilai dari Air/Coal Ratio. Dari sejumlah batubara yang digasifikasi, terlihat jumlah gas produser yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 4.10. Sesuai dengan hasil parameter efisiensi cold gas dan konversi karbon yang menyatakan bahwa semakin banyak udara yang masuk (Air/Coal Ratio semakin tinggi) maka reaksi gasifikasi yang terjadi lebih banyak, sehingga gas produser yang dihasilkan juga lebih besar. Untuk perbandingan antara batubara Lati dan batubara Tanah Kuning, pada ukuran dan jumlah batubara yang sama, gas produser yang dihasilkan dari batubara Lati lebih banyak dibandingkan dengan batubara Tanah Kuning. Jika dilihat dari kandungan karbon dari kedua batubara ini, memang ada perbedaan yang cukup besar yaitu 60,80 % untuk Lati berbanding 42,85 % untuk Tanah Kuning. Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab perbedaan jumlah gas produser yang dihasilkan antara batubara Lati dan batubara Tanah Kuning. Namun perbedaan jumlah gas produser yang dihasilkan juga harus dibandingkan dengan Net Heating Value (NHV) dari gas produser tersebut. Dari Tabel 4.10, dapat dilihat bahwa volume gas yang lebih besar belum tentu diikuti dengan NHV yang tinggi, seperti pada batubara Lati dengan fraksi ukuran -10+14 #, volume gas pada Air/Coal Ratio 2,5 lebih besar dibanding volume gas pada Air/Coal Ratio 2, namun NHV pada 46

Air/Coal Ratio 2 lebih besar. Jika volume gas tersebut dibandingkan dengan jumlah batubara perkilogram, maka didapatkan bahwa pada penelitian ini, dengan 1 Kg batubara, dapat dihasilkan rata-rata volume gas produser antara 1,5 3 m 3 /kg batubara. 4.4 Permodelan Konversi Karbon Dengan memodelkan konversi karbon berdasarkan variabel-variabel dari percobaan yang telah dilakukan, maka dirumuskan persamaan konversi karbon sebagai berikut : K2 K4 U f K3 F air 1 ( p) U mf Fcoal KK = K.. d. KK U f U mf F air F coal d p : Konversi Karbon : Kecepatan Operasi Fluidisasi (m/s) : Kecepatan Minimum Fluidisasi (m/s) : Kecepatan Pengumpanan Udara (kg/s) : Kecepatan Pengumpanan Batubara (kg/s) : Diamter rata-rata partikel (mm) Nilai dari K 1, K 2, K 3, dan K 4 dapat dicari dengan menggunakan bantuan software MatLAB (Lampiran E). Proses kerja software ini secara umum yaitu dengan memasukkan nilai tebakan awal, yang selanjutnya akan diiterasi sampai hasilnya mendekati nilai konversi karbon hasil percobaan. Nilai konversi karbon hasil modeling selanjutnya akan dialurkan pada grafik untuk melihat kecocokannya dengan nilai konversi karbon hasil percobaan (Gambar 4.11). Error antara nilai konversi karbon hasil percobaan dengan hasil permodelan yaitu 0,05. Sedangkan nilai R 2 untuk proses fitting-nya adalah 0,925. Nilai K 1, K 2, K 3, dan K 4 yang didapat adalah sebagai berikut : K 1 = 0,2699 K 2 = -0,0656 47

K 3 = -0,0278 K 4 = 1,3635 Dengan error 0,0504 Sehingga persamaan di atas menjadi : -0,0656 1,3635-0,0278 Fair U f KK = 0,2699.. ( d p ). U mf Fcoal Nilai dari K 4 adalah nilai yang paling besar dibanding dengan nilai konstantakonstanta lainnya, hal ini menunjukkan bahwa F air /F coal atau Air/Coal Ratio mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap nilai konversi karbon dari proses gasifikasi jika dibandingkan dengan variabel-variabel yang lain. Pengaruh diameter partikel batubara berbanding terbalik dengan konversi karbon, namun dengan nilai dari K 3 sangat kecil, menyebabkan ukuran batubara tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai konversi karbon. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai konversi karbon pada percobaan ini (Gambar 4.7). Untuk konstanta K 2, yaitu pengaruh dari nilai kecepatan operasi fluidisasi dan kecepatan minimum fluidisasi mempunyai nilai yang juga tidak terlalu besar namun negatif. Ini berarti kecepatan operasi fluidisasi berbanding terbalik dengan nilai konversi karbon. Semakin besar kecepatan operasi fluidisasi, nilai konversi karbon semakin kecil. Kecepatan operasi fluidisasi akan semakin besar jika partikel batubara semakin besar. Ini berarti konversi karbon semakin kecil dengan semakin besarnya batubara. Jika dilihat pada Gambar 4.7, hal tersebut baru terbukti pada Air/Coal Ratio diatas 2. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya pengaruh dari kecepatan operasi fluidisasi dan kecepatan minimun fluidisasi juga tidak terlalu besar pengaruhnya. 48

1 Konversi Karbon (Hasil Percobaan) 0.8 0.6 0.4 0.2 0 R 2 = 0.925 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Konversi Karbon (Modelling ) Gambar 4.11 Perbandingan Konversi Karbon Antara Hasil Permodelan Dengan Hasil Percobaan 49