KUAT LEKAT DAN PANJANG PENANAMAN TULANGAN BAMBU PETUNG DAN BAMBU TALI PADA BETON NORMAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan (SNI 2847 : 2013).

TINJAUAN KUAT LEKAT TULANGAN BAMBU DENGAN BETON

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

PERILAKU RUNTUH BALOK DENGAN TULANGAN TUNGGAL BAMBU TALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH PENAMBAHAN KAIT PADA TULANGAN BAMBU TERHADAP RESPON LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

PEMERIKSAAN TEGANGAN LEKAT BETON DENGAN VARIASI LUAS TULANGAN

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

KAPASITAS LENTUR PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU BENDING CAPACITY OF BAMBOO REINFORCED CONCRETE PLATE

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR

PENGUJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN VARIASI RATIO TULANGAN TARIK

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan laju pembangunan yang semakin pesat, beton telah banyak

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN

PEMANFAATAN KAWAT GALVANIS DIPASANG SECARA MENYILANG PADA TULANGAN BEGEL BALOK BETON UNTUK MENINGKATKAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH LUBANG DALAM BETON TERHADAP KEKUATAN MEMIKUL BEBAN AKSIAL

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB I 1.1 LATAR BELAKANG

BERAT VOLUME DAN KEKAKUAN PLAT SATU ARAH PADA PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU DENGAN LAPIS STYROFOAM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN. Beton memiliki berat jenis yang cukup besar (± 2,2 ton/m 3 ), oleh sebab itu. biaya konstruksi yang semakin besar pula.

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMANFAATAN LIMBAH KERAMIK SEBAGAI AGREGAT KASAR DALAM ADUKAN BETON

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Beton sebagai bahan bangunan teknik sipil telah lama dikenal di Indonesia, lokal, sehingga beton sangat populer dipakai untuk struktur-struktur besar

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS LENTUR BALOK BETON BERTULANG BAMBU YANG TERKANG PADA JALUR TEKANNYA

KUAT LEKAT TULANGAN PADA BERBAGAI VARIASI MUTU BETON NORMAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN SIKADUR -31 CF NORMAL

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

Berat Tertahan (gram)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam bidang konstruksi, beton dan baja saling bekerja sama dan saling

PENGARUH TEBAL SELIMUT BETON TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

KAJIAN KUAT TEKAN BETON UMUR 90 HARI MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND DAN SEMEN PORTLAND POZOLAND. Oleh: F. Eddy Poerwodihardjo

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

BAB III LANDASAN TEORI. adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus Error! Bookmark not defined Kadar Lumpur dalam Agregat... Error!

4. Gelas ukur kapasitas maksimum 1000 ml dengan merk MC, untuk menakar volume air,

BAB I PENDAHULUANb Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH VARIASI FAKTOR AIR SEMEN DAN TEMPERATUR TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Irzal Agus. (Dosen Fakultas Teknik Unidayan Baubau) ABSTRACT

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pada setiap bidang kehidupan pada era globalisasi saat ini

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. lain biaya (cost), kekakuan (stiffness), kekuatan (strength), kestabilan (stability)

PENGARUH PENAMBAHAN WATERGLASS PADA SIFAT MEKANIK BETON. Oleh: Anita Setyowati Srie Gunarti, Subari, Guntur Alam ABSTRAK

Transkripsi:

KUAT LEKAT DAN PANJANG PENANAMAN TULANGAN BAMBU PETUNG DAN BAMBU TALI PADA BETON NORMAL TUGAS AKHIR BAB II TINJAUAN PUSTAKA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Bertulang Beton bertulang merupakan gabungan dari dua jenis material/bahan yaitu beton dan tulangan baja, dimana kedua material tersebut direncanakan untuk bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja (SNI 2847-2013). Beton merupakan bahan/material yang memiliki kuat tekan yang tinggi, namun disisi lain memiliki kuat tarik yang yang rendah, sedangkan baja memiliki kuat tarik yang besar. Dari kelebihan masing-masing material tersebut, maka dari itu diharapkan beton dan tulangan baja dapat saling melengkapi dan bekerja sama di dalam menahan gaya-gaya yang bekerja dalam struktur, dimana gaya tekan ditahan oleh beton dan gaya tariknya ditahan oleh tulangan baja. 2.2 Material Pembentuk Beton Bertulang Adapun unsur-unsur pembentuk beton bertulang adalah beton dan tulangan baja. 2.2.1 Beton Menurut SNI 2847-2013, beton adalah bahan yang didapat dengan mencampurkan semen Portland atau semen hidrolis yang lain, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan tambahan. Beton segar yang didapat dari mencampurkan material-material diatas semakin lama akan semakin mengeras dan mencapai kekuatan rencana (f c) pada usia 28 hari. Adapun material pembentuk beton adalah sebagai berikut : 1. Agregat halus Agregat halus adalah bahan pengisi di dalam beton yang berupa pasir, baik pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah galian, ataupun hasil dari pemecahan batu yang memiliki ukuran butir lebih kecil dari 4,75 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. 2. Agregat kasar Agregat kasar (kerikil/batu pecah) adalah batuan alam atau berupa batu pecah yang memiliki ukuran butiran lebih besar dari 4,75 mm. Agregat kasar 4

tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dan apabila kadar lumpurnya melampaui 1% maka agregat kasar tersebut harus dicuci. Selain tidak boleh mengandung lumpur, agregat kasar juga harus terdiri dari butir-butir keras, bersifat kekal dan tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton seperti alkali. Agregat kasar sangat mempengaruhi kualitas dari beton. 3. Semen (Portland Cement) Portland cement merupakan bahan pengikat utama untuk adukan beton dan pasangan batu yang digunakan untuk menyatukan bahan menjadi satu kesatuan yang kuat. Jenis semen merupakan salah satu faktor yang menentukan kuat tekan beton. Semen apabila ditambah dengan air akan menjadi pasta semen. Apabila ditambah dengan agregat halus pasta semen akan menjadi mortar, sedangkan apabila digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar dan kemudian setelah beton segar mengeras akan menjadi beton keras. Adapun fungsi dari semen itu sendiri adalah untuk mengisi rongga-rongga udara diantara butiran agregat atau sebagai bahan perekat bahan susun beton. 4. Air Air digunakan sebagai bahan pencampur dan pengaduk beton untuk mempermudah pekerjaan. 2.2.1.1 Kuat tekan beton Beton mempunyai sifat yang kuat terhadap tekan dan mempunyai sifat yang lemah terhadap tarik sehingga pada umunya beton hanya diperhitungkan bekerja dengan baik hanya pada daerah tekan saja pada penampangnya, sedangkan gaya tarik dipikul oleh tulangannya (Dipohusodo, 1996). Nilai kuat tekan beton ditentukan dari tegangan tekan tertinggi (f c) yang dicapai benda uji pada umur 28 hari. Kuat tekan beton dapat dihitung menggunakan rumus : f c = P A (2.1) Dimana : f c = kuat tekan beton (MPa) P = beban maksimum benda uji (N) A = luas bidang tekan benda uji (mm 2 ) 5

Nilai kuat tekan beton ini didapatkan melalui tata-cara pengujian standar dengan menggunakan mesin uji yaitu dengan cara memberikan beban, dimana beban yang diberikan akan terus meningkat sampai beton yang diuji hancur. Kuat tekan beton ini sangat dipengaruhi oleh material pembentuk beton tersebut yaitu semen, agregat halus, agregat kasar, air dan bahan campuran yang lainnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton : 1. Perbandingan air dan semen serta tingkat pemadatannya. Semakin besar faktor air semen, maka jumlah pasta semakin besar dan nilai slump pun juga menjadi semakin besar yang berarti bahwa adukan menjadi semakin encer sehingga mempunyai kelecakan yang tinggi. Hal ini tentu dapat menyebabkan penurunan kuat tekan beton, karena naiknya faktor air semen berarti terjadinya penambahan air di dalam adukan beton, sehingga ada kelebihan air dalam pasta yang menyebabkan timbulnya pori atau rongga udara yang memperlemah kekuatan beton. 2. Perawatan Perawatan pada beton merupakan suatu prosedur yang digunakan untuk membantu di dalam mempercepat proses hidrasi beton, menjaga kestabilan temperatur dan juga perubahan kelembaban di dalam maupun diluar beton itu sendiri. 3. Umur beton Kuat tekan beton bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton. Kecepatan bertambahnya kekuatan beton tersebut dipengaruhi oleh faktorfaktor diatas yaitu faktor air semen dan juga suhu perawatan. 2.2.2 Baja Baja merupakan suatu material konstruksi yang sering digunakan di dalam struktur bangunan sipil. Salah satu hal yang menyebabkannya adalah karena baja memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Selain memiliki kekuatan tarik yang tinggi, baja juga memiliki sifat daktail. Dimana baja dapat mengalami deformasi yang besar karena memiliki kuat tarik yang tinggi tanpa mengalami kehancuran atau putus. Hal ini sangat menguntungkan, karena sifat daktail yang dimiliki baja dapat 6

mencegah keruntuhan bangunan secara tiba-tiba akibat terjadinya guncangan gempa, sehingga keamanan dari penghuni bangunan tersebutpun terjamin. Jenis-jenis tulangan baja untuk beton dapat dibedakan berdasarkan tulangan polos atau berulir. Tulangan polos adalah batang baja yang pada bagian permukaan sisi luarnya rata, tidak berukuir, sedangkan untuk tulangan berulir adalah batang baja dengan bagian permukaan sisi luarnya tidak rata, tetapi berukir. Di dalam struktur beton bertulang harus dapat diusahakan agar tulangan baja dan beton dapat mengalami deformasi secara bersama-sama. Hal ini bertujuan agar terjadinya ikatan diantara tulangan baja dan juga beton. Gambar 2.1 Diagram tegangan-regangan baja (Nawi,E.G.,1996) Dari Gambar 2.1 dapat dilihat hubungan tegangan dan regangan baja, terdapat empat daerah sebagai berikut : a. Daerah elastis linier (0<ε s <ε y ), dimana tegangan baja meningkat secara linier terhadap regangan baja dengan Es = 200000 MPa. b. Daerah leleh (ε y <ε s <ε sh ), dimana tidak ada peningkatan tegangan baja. c. Daerah strain hardening (ε sh <ε s <ε su ), dimana tegangan meningkat secara non linier. d. Daerah penurunan tegangan (ε su < ε s < ε sf ), dimana terjadi penurunan tegangan sampai baja mengalami putus. 7

2.3 Tulangan Bambu Bambu merupakan jenis tanaman yang termasuk Bamboidae yaitu salah satu anggota sub familia rumput, sehingga pertumbuhannya cepat (Jansen, 1980). Pada umumnya bambu ditemukan di tempat-tempat terbuka baik di pekarangan, tegalan maupun di hutan. Di dalam pemanfaatan bambu harus diperhatikan faktor-faktor yang dapat menentukan kualitas dan kuantitas produk yang dapat dihasilkan, misalnya faktor jenis bambu, umur, kadar air, berat jenis, kekuatan, keawetan. 2.3.1 Jenis jenis bambu Di Indonesia ada sekitar 12 spesies bambu di Indonesia yang biasa digunakan sebagai struktur bangunan (Sipongco dkk, 1987). Dari jenis-jenis bambu yang ada di Indonesia, hanya ada empat saja yang biasanya dijual dipasaran yaitu bambu Petung, bambu Tali, bambu duri dan bambu wulung (Frick, 2004). Penggunaan bambu sebagai material struktur lebih baik karena strukturnya yang ringan sehingga menyebabkan ketahanan yang lebih tinggi terhadap getaran gempa mengingat bahwa Indonesia termasuk daerah rawan gempa. 2.3.1.1 Bambu Petung/betung (Dendrocalamus asper). Gambar 2.2 Bambu Petung Bambu Petung tumbuh subur hampir di semua pulau besar di Indonesia. Bambu Petung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dengan pegunungan sampai ketinggian 2000 m di atas permukaan air laut. Pertumbuhan bambu ini cukup baik, terutama pada tanah yang tidak terlalu kering. Bambu ini memiliki dinding yang tebal dan kokoh serta diameter yang dapat mencapai lebih dari 20 cm. Dapat tumbuh hingga lebih 25 meter. Bambu Petung banyak digunakan di 8

dalam konstruksi sebuah bangunan yaitu dijadikan struktur atau pondasi bangunan, dimana bambu dimasukkan dalam kolom struktur dan diberi tulangan serta dicor beton. Selain itu bambu Petung dapat juga dijadikan sebagai reng. 2.3.1.2 Bambu Tali Gambar 2.3 Bambu Tali Selain bambu Petung, di dalam konstruksi bangunan bambu yang dapat digunakan adalah bambu Tali atau bambu apus (Gigantochloa apus Kurz). Bambu ini sangat mudah untuk mendapatkannya karena hampir ada disemua tempat serta dengan harga yang terjangkau. Bambu Tali yang baru ditebang kadar airnya bisa mencapai 185 % (Basri dan Saefudin, 2004). Bila bambu mengering, baik secara alami maupun melalui proses pengeringan dimensinya akan menyusut. Penyusutan ini akan berakibat terhadap perubahan dimensi bambu, yang jika tidak dikendalikan akan menyebabkan penurunan mutu bambu tersebut. Menurut Liese (1985) dan Fangchun (2000), tingkat penyusutan pada bambu sejenis bergantung pada umur, posisi letak pada batang dan tingkat kekeringan bambu. Sifat mekanik bambu merupakan sifat yang berhubungan dengan kekuatan suatu bahan di dalam menahan gaya luar yang bekerja pada bambu tersebut. Sifat ini dapat diketahui dari penelitian-penelitian yang memanfaatkan bambu sebagai struktur dan bahan bangunan. Sifat mekanik pada bambu ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis bambu, umur bambu pada waktu penebangan, kandungan air pada bambu, bagian batang bambu yang digunakan, dan juga penggunaan nodia dan internodia. 9

2.3.2 Kuat tarik bambu Bambu memiliki banyak kelebihan-kelebihan, dimana salah satunya memiliki kuat tarik yang tinggi yang dapat dipersaingkan dengan baja. Kuat tarik bambu merupakan suatu ukuran kekuatan bambu di dalam menahan gaya-gaya yang cenderung menyebabkan bambu tersebut terlepas satu dengan yang lainnya (Pathurahman,1998). Menurut Jansen (1980) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan bambu adalah sebagai berikut : 1. Kandungan air, dimana kekuatan tarik bambu akan menurun dengan meningkatnya kandungan air. 2. Ada tidaknya nodia pada bambu. Di dalam inter-nodia sel-selnya berorientasi kearah sumbu aksial sedangkan di dalam nodia sel-selnya mengarah pada sumbu transversal. Oleh karena itu batang-batang yang bernodia mempunyai kekuatan yang lebih rendah daripada batang-batang yang tidak bernodia. Berikut rumusan di dalam menghitung kuat tarik pada bambu : dimana: fub = P max A fub = tegangan tarik pada batas maksimum (kg/cm 2 ) Pmax = beban tarik maksimum (kg) A = luas penampang (cm 2 ) (2.2) Morisco (1999) juga telah melakukan pengujian kuat tarik dengan empat jenis yaitu bambu ori (bambusa bambos becke), bambu Petung (dendracalamus asper schult), bambu wulung (gigantochloa vercillata munro) dan bambu tutul (bambusa vulgaris schrad), dimana di dalam pengujian ini bambu yang digunakan adalah bambu dengan nodia dan juga tanpa nodia. Hasil yang didapatkan dari pengujian tersebut ditunjukkan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. Tabel 2.1 Tegangan tarik bambu kering oven tanpa nodia dan dengan nodia Tegangan Tarik (Mpa) Jenis Bambu Tanpa Nodia Dengan Nodia Ori 291 128 Petung 190 116 Wulung 166 147 Tutul 216 74 10

Tabel 2.2 Tegangan tarik bambu kering oven tanpa nodia bagian dalam dan bagian luar Jenis Bambu Tegangan Tarik (Mpa) Bagian dalam Bagian luar Ori 164 417 Petung 97 285 Wulung 96 237 Tutul 146 286 baja: Berikut diagram tegangan-rengangan bambu yang dibandingkan dengan Gambar 2.4 Tegangan-regangan bambu dan baja Morisco (1999) Dari Gambar 2.4 tegangan-regangan bambu dan baja, dapat dilihat bahwa bambu Ori memiliki kekuatan yang cukup tinggi yaitu hampir dua kali tegangan leleh baja. Selain bambu ori, kuat tarik rata-rata dari bambu Petung juga lebih besar dari tegangan leleh baja. Selain mengetahui tegangan-regangan bambu, dari penelitian-penelitian tersebut juga dapat diketahui mengenai perbedaan kekuatan bambu baik pada bagian luar dan bagian dalamnya. Dimana didapatkan hasil bahwa bambu bagian luar mempunyai kekuatan yang jauh lebih tinggi daripada bambu bagian dalamnya. 11

2.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Bambu Kelebihan bambu sebagai tulangan pada beton: 1. Dari segi harga, tulangan bambu jauh lebih murah apabila dibandingkan dengan baja. 2. Bambu dapat diperoleh dengan mudah karena tersedia hampir di semua daerah. 3. Pertumbuhannya cepat. 4. Bambu merupakan bahan konstruksi yang ringan. 5. Material yang dapat diperbaharui. 6. Memiliki kuat tarik yang tinggi. Kelemahan bambu sebagai tulangan pada beton: 1. Daya lekat dengan beton kurang baik. 2. Mudah menyerap air. 3. Mudah terbakar. 2.3.4 Perlakuan Permukaan pada Bambu Dilihat dari kekuatannya, bambu sebagai tulangan beton merupakan alternatif yang dinilai layak, minimal untuk struktur ringan dan sedang. Tapi permasalahannya adalah, bambu bersifat higroskopis yang kembang-susutnya cukup besar. Hal ini tentu mengakibatkan penyusutan, lekatannya dengan beton menjadi sangat berkurang sehingga daya dukung struktur menjadi menurun. Lekatan antara tulangan bambu dan beton kurang baik, dapat diatasi dengan penambahan bahan pelapis kedap air. Ada banyak bahan pelapis yang dapat digunakan untuk melapisi permukaan bambu yaitu seperti misalnya vernis dan juga epoxy (Pathurahman, dkk, 2003). 2.4 Panjang Penyaluran 2.4.1 Pengertian Panjang Penyaluran Panjang penyaluran menurut SNI 2847-2013 adalah panjang tulangan tertanam yang diperlukan untuk mengembangkan kuat rencana tulangan pada suatu penampang kritis. Panjang penyaluran menentukan tahanan terhadap tergelincirnya tulangan. Adapun dasar utama dari teori panjang penyaluran 12

tersebut adalah dengan memperhitungkan sebuah tulangan yang tertanam di dalam beton. Gambar 2.5 Skema panjang penyaluran tulangan dan beton Agar batang dapat menyalurkan gaya sepenuhnya melalui ikatan, maka batang tersebut harus tertanam di dalam beton hingga suatu kedalaman tertentu yang dinyatakan dalam panjang penyaluran. Sebuah gaya tarik T bekerja pada tulangan tulangan tersebut. Gaya ini ditahan oleh lekatan antara beton sekeliling dengan tulangan. Bila tegangan lekat ini bekerja merata pada seluruh bagian batang yang tertanam, total gaya yang harus dilawan sebelum batang tersebut keluar dari beton akan sama dengan panjang bagian yang tertanam dikalikan keliling tulangan kali tegangan lekat. Park dan Paulay (1975) mengemukakan bahwa untuk menghitung besarnya panjang tulangan yang tertanam pada beton diperlukan adanya nilai tegangan lekat (μ). Hal ini berarti bahwa tegangan lekat berhubungan erat dengan panjang penanaman tulangan pada beton. Sehingga panjang penyaluran dapat dirumuskan sebagai berikut: ld x kll x μ = P (2.3) Dimana : ld = panjang penyaluran (mm) kll = keliling tulangan (mm) μ = kuat lekat (MPa) P = Beban maksimum (N) 2.4.2 Lekatan Beton dan Tulangan Penggunaan tulangan pada struktur beton bertulang adalah untuk mengganti kapasitas tarik dari material beton yang lemah. Tegangan tarik yang 13

terjadi pada beton selanjutnya disalurkan ke tulangan melalui mekanisme lekatan, sehingga kedua material tersebut yaitu beton dan tulangan dapat bekerja sama menjadi satu kesatuan material. Salah satu persyaratan dari sebuah konstruksi bangunan adalah adanya lekatan antara tulangan dengan beton. Kuat lekat ditimbulkan akibat adanya saling geser antara tulangan dan beton sekelilingnya. Kuat lekat merupakan kombinasi kemampuan antara tulangan dan beton yang menyelimutinya dalam menahan gaya-gaya yang dapat menyebabkan lepasnya lekatan antara tulangan dan beton (Winter, 1993). Gaya lekat ini akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya diameter tulangan, karena gaya lekat merupakan luas bidang singgung dikalikan dengan tegangan lekat. Hal ini berarti bahwa dengan diameter tulangan yang lebih besar mempunyai luas permukaan yang lebih besar juga, sehingga gaya yang dibutuhkan untuk menarik keluar juga semakin besar. Untuk dapat mengetahui mekanisme lekatan antara beton dan tulangan dapat dilakukan dengan pengujian kuat cabut (pull out test) pada tulangan yang ditanam di dalam beton. Di dalam pengujian kuat cabut ini dapat diketahui besarnya gaya cabut dan juga tegangan lekat. Menurut Nawy (1986), kuat lekat antara beton dan tulangan dipengaruhi oleh faktor-faktor : 1. Efek gripping (memegang) sebagai akibat dari susut pengeringan beton di sekeliling tulangan dan saling geser antara tulangan dengan beton di sekelilingnya. 2. Tahanan gesekan (friksi) terhadap gelincir dan saling kunci pada saat elemen penguat atau tulangan mengalami tegangan tarik. 3. Diameter tulangan. 4. Bahan pelapis (coating). 5. Jarak tulangan dari tepi beton. Kuat lekat antara beton dan tulangan ini dapat berkurang apabila mendapat tegangan yang tinggi karena apabila mendapat tegangan yang tinggi, pada beton akan timbul retak-retak dan apabila terus berlanjut akan mengakibatkan retakan yang terjadi tersebut makin lebar dan bersamaan dengan itu akan terjadi defleksi. Di dalam hal ini fungsi dari beton bertulang menjadi hilang karena baja tulangan 14

yang terlepas dari beton. Jenis percobaan yang dapat menentukan kualitas lekatan elemen tulangan yaitu dengan percobaan tarik langsung (pull-out test). Percobaan ini memberikan perbandingan antara efisien lekatan berbagai jenis permukaan dan panjang penanaman. 2.5 Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai kuat lekat bambu dan beton sudah pernah dilakukan oleh Irianta (2009), Setiya Budi, dkk (2013), dan Suryadi, dkk (2013), dimana panjang penanaman yang digunakan yaitu 150 mm. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Hasil penelitian terdahulu Nama Peneliti Jenis Bambu Variasi Bambu Dimensi Bambu Mutu Beton (Mpa) Hasil Pengujian Lekatan (Mpa) Irianta (2009) Setiya Budi, dkk (2013) Suryadi, dkk (2013) Petung Dipilin 1.1 MPa lebar : 15 mm Ori Dipilin 30 tebal : 5 mm 0.6 MPa Wulung Dipilin 0.6 MPa Petung Wulung Gombong Takikan Lilitan kawat (2 cm) lebar : 15 mm tebal : 5 mm 16 0.0078 MPa 0.0071 MPa 22.8 MPa Lilitan kawat (4 cm) 18 MPa Pemberian tonjolan lebar : 20-25 mm 20 (2.5 cm) tebal : 8-15 mm 47.9 MPa Pemberian tonjolan (5 cm) 31.3 MPa Dari Tabel 2.3, dapat dilihat perbedaan besarnya kuat lekat yang sangat jauh dari masing-masing penelitian yang pernah dilakukan. Bambu Gombong memiliki kuat lekat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan jenis bambu lainnya. Pengujian kuat lekat baja ulir yang pernah dilakukan oleh Sunarmasto (2007), dimana didapat hasil kuat lekat baja ulir diameter 10 adalah 3.267 MPa, sehingga apabila dibandingkan dengan kuat lekat tulangan bambu yang paling mendekati adalah penelitian yang dilakukan oleh Irianta (2009). 15

2.6 Analisa Data 2.6.1 Mean Mean adalah nilai rata-rata dari beberapa buah data. Nilai mean dapat ditentukan dengan membagi jumlah data dengan banyaknya data. Adapun rumus dari mean adalah sebagai berikut : Dimana : X = ƩX i n (2.4) X X i n : rata-rata hitung : nilai sampel ke-i : jumlah sampel 2.6.2 Standar Deviasi Standar deviasi adalah nilai statistik yang digunakan untuk menentukan bagaimana sebaran data dalam sampel. Berikut rumus dari standar deviasi : Dimana : S S = X i x n.ʃ xi 2 (Ʃxi ) 2 n(n 1) : standar deviasi : nilai ke-i : rata-rata hitung (2.5) 2.6.3 Pendugaan Parameter Pendugaan parameter adalah suatu dugaan terhadap parameter berdasarkan suatu interval, di dalam interval mana kita harapkan dengan keyakinan tertentu parameter itu akan terletak. Pendugaan interval dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1. Pendugaan interval dua sisi X t α.n 1. S n < μ < X + t α.n 1 2. Pendugaan interval satu sisi X t α.n 1. S n S n (2.6) < μ (2.7) 16

Dimana : X t α n S μ : nilai rata-rata dari sampel : distribusi t : taraf signifikan atau besarnya kesalahan yang ditolerir dalam membuat keputusan : jumlah sampel : standar deviasi : nilai rata-rata pada interval tertentu 17