Pelatihan. Oleh: A.A. Oka Mahendra (Konsultan Martabat) Seri Pendapat Hukum PH - I / 2015

dokumen-dokumen yang mirip
PUNGUTAN OJK TERHADAP BPJS

16 MASALAH POKOK Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari Pemerintah, 9 Mei 2011 Terhadap RUU BPJS Sistem Jaminan Sosial Nasional

RINGKASAN PERBAIKAN Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 Hak Warga Negara Untuk Memilih Penyelenggara Jaminan Sosial

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 Hak Warga Negara Untuk Memilih Penyelenggara Jaminan Sosial

MAKNA TRANSFORMASI BPJS A.A OKA MAHENDRA ASIH EKA PUTRI

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Harmonisasi Peraturan Per-UUan Jaminan Pensiun Menyongsong Pelaksanaan Jaminan Pensiun SJSN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

PENDAPAT HUKUM. perumahan dan/atau manfaat lain tidak sesuai dengan Pasal 37 UU. SJSN. Kedua, Pasal 26 ayat (5) PP No. 46 Tahun 2015 diubah dengan PP

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

PENGUJIAN UU BPJS TERHADAP UUD (Keterangan Ahli Dalam Sidang Pengujian UU BPJS di MKRI. tanggal 10 Februari 2015)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

PH-5/BPJS TK/2015 PENDAPAT HUKUM

PERATURAN PELAKSANAAN (R)UU BPJS: Apa Yang Harus Dikawal? Sistem Jaminan Sosial Nasional

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan kesehatan merupakan hak Konstitusional setiap warga negara. Dengan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 4/PUU-V/2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor /PUU-VII/2009 tentang UU SISDIKNAS Pendidikan usia dini

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 19/PUU-XII/2014 Penyelenggaraan Organisasi KONI dan Penyelesaian Sengketa Keolahragaan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 18/PUU-XV/2017 Daluwarsa Hak Tagih Utang Atas Beban Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 12/PUU-XIII/2015 Pembiayaan dan Pengelolaan Setoran Dana Pembiayaan Ibadah Haji

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 102/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 101/PUU-XV/2017 Peralihan Hak Milik atas Tanah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 56/PUU-XIII/2015 Kualifikasi Pemohon dalam Pengujian Undang-Undang dan Alasan yang Layak dalam Pemberian Grasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

Kuasa Hukum Hendrayana, S.H., Mappinawang, S.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 6 Oktober 2016

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

I. PEMOHON Bastian Lubis, S.E., M.M., selanjutnya disebut Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XV/2017 Kewenangan Menteri Keuangan Dalam Menentukan Persyaratan Sebagai Kuasa Wajib Pajak

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

2. Materi pasal yang diuji:

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 101/PUU-XI/2013 Sistem Jaminan Sosial Nasional

1 Ringkasan Uji Materi UU SJSN I Martabat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 9/PUU-X/2012 Tentang Peserta Jaminan Sosial, Jaminan Kecelakaan dan Jaminan Hari Tua

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

PUTUSAN Nomor 48/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

Seri Pendapat Hukum PH - I / 2015 Pelatihan Oleh: A.A. Oka Mahendra (Konsultan Martabat) MARTABAT Prima Konsultindo Ruko Kebayoran Arcade Blok C2 No. 31, Jl. Boulevard Bintaro Jaya Pusat Kawasan Niaga, Sektor 7, Tangerang Selatan, 15224 T. +62.21.74870811 F. +62.21.74870811 ekst. 401 E. martabat@jamsosindonesia.com W. http://www.jamsosindonesia.com/

Pasal-Pasal UU BPJS yang mengatur tentang kepesertaan wajib, kewajiban membayar iuran, menyerahkan data mengenai dirinya, dan sanksi diajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan mengajukan 5 (lima) dalil, Pemohon meminta kepada Majelis Hakim MK agar kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional bersifat fakultatif (tidak wajib) bagi pemberi kerja dan setiap orang yang telah mengikuti Program Jaminan Sosial lain (Selain Penyelenggara BPJS). Demikian juga, kewajiban membayar iuran, menyerahkan data mengenai dirinya, dan sanksi tidak berlaku bagi pemberi kerja dan setiap orang yang telah mengikuti Program Jaminan Sosial lain.

ATAS UJI MATERI UU NO.24 TAHUN 2011 TENTANG BPJS,PERKARA NO. 138/PUU-XII/2014 A. RINGKASAN Dalil Pertama Pemohon Pasal 15 ayat (1), Pasal 15 ayat (2), Pasal 16 ayat (1), Pasal 16 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2), dan Pasal 19 ayat (3) UU BPJS bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1), Pasal 28H ayat (3), Pasal 28C ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 karena pemberi kerja tidak mempunyai pilihan lain selain jasa pemerintah (BPJS) untuk memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan kepada diri dan pekerjanya; Dalil kedua Pemohon Pasal 15 ayat (1), Pasal 15 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2) UU BPJS bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28I ayat (1), Pasal 33 ayat (4), dan Pasal 34 ayat (2) UUD Tahun 1945 karena masyarakat tidak dapat berpartisipasi dalam memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan dan hak mendapatkan pekerjaan yang layak; Dalil ketiga Pemohon Pasal 15 ayat (1), Pasal 15 ayat (2), Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 19 ayat (2) uu bpjs bertentangan dengan Pasal 28H ayat (3) dan ayat (4), Pasal 28I ayat (4), Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 karena pekerja tidak memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik dan hak milik pribadinya terampas; Dalil Keempat Pemohon Pasal 17 ayat (1) UU BPJS bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 karena diskriminatif terhadap pemberi kerja selain penyelenggara negara; Dalil Kelima Pemohon Pasal 17 ayat (2) huruf c dan Pasal 17 ayat (4) UU BPJS bertentangan dengan Pasal 28D ayat (4), Pasal 28H ayat (1), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 28I ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 karena ancaman sanksi adminitrasi berupa tidak mendapat pelayanan publik tertentu kepada pemberi kerja dapat merendahkan martabat kemanusiaan. Dalil Pemohon tidak dapat diterima UU BPJS harus dipandang sebagai bagian dari sistem pembangunan kesehatan nasional. UU BPJS tidak dapat dipisahkan dari UU No. 40/2004 ttg SJSN dan UU No. 36/2009 ttg Kesehatan. Karenanya, sebagaimana prinsip partisipatif dalam Pasal 174 ayat (1) UU Kesehatan, pelaksanaan UU BPJS juga membuka partisipasi masyarakat secara aktif dan kreatif, misalnya, mendirikan asuransi kesehatan tambahan, persedian farmasi, faskes, alkes, dsb. Selain itu, Peserta juga dapat mengikuti program asuransi kesehatan tambahan. Bahkan, telah diatur koordinasi manfaat bagi peserta yang memiliki hak atas perlindungan asuransi kesehatan tambahan. Hal ini justru untuk memenuhi hak masyarakat atas Jaminan Sosial sesuai martabat kemanusiaan. 1

DAFTAR ISI Hlm A. Ringkasan... 1 B. Pendapat Hukum 1. Pendapat Hukum atas Dalil Pertama Pemohon... 3 1. Pendapat Hukum atas Dalil Kedua Pemohon... 4 2. Pendapat Hukum atas Dalil ketiga Pemohon... 5 3. Pendapat Hukum atas Dalil keempat Pemohon... 6 4. Pendapat Hukum atas Dalil Kelima Pemohon... 7 C. Rumusan Pasal-Pasal UU BPJS yang Diuji... 8 2

B. 1. Dalil Pertama Pasal 15 ayat (1), Pasal 15 ayat (2), Pasal 16 ayat (1), Pasal 16 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2), dan Pasal 19 ayat (3) UU BPJS bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1), Pasal 28H ayat (3), Pasal 28C ayat (2) UUD NRI Tahun1945 karena pemberi kerja tidak mempunyai pilihan lain selain jasa pemerintah (BPJS) untuk memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan kepada diri dan pekerjanya; Dalil pemohon tidak dapat diterima, dengan alasan sebagai berikut: UU BPJS harus dipandang sebagai bagian dari sistem pembangunan kesehatan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pasal-Pasal UU BPJS yang dimintakan pengujian tidak bisa dipisahkan dari Pasal-Pasal UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Penafsiran atas Pasal 28C ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, sebagaimana tertuang dalam Putusan MK Nomor 15/PUU-V/2007 yang pada dasarnya menyatakan bahwa hak-hak yang diatur dalam Pasal 28C ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 adalah apa yang dikenal sebagai bagian dari hak untuk mengembangkan diri yang mencakup, antara lain, hak atas pemenuhan kebutuhan dasar, hak atas pendidikan, hak untuk memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, budaya, dan sebagainya. Sementara itu subtansi hak yang dipersoalkan oleh Pemohon dalam hubungan ini adalah hak untuk memilih Badan Penyelenggara Lain. Pasal-Pasal yang diuji tersebut, sama sekali tidak mengatur larangan Pemberi kerja untuk dapat mengikuti program asuransi kesehatan tambahan yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Lain ataupun larangan membayar selisih biaya. Bahkan, telah diatur koordinasi manfaat untuk peserta yang memiliki hak atas perlindungan program asuransi kesehatan tambahan tersebut, dalam Pasal 27 dan Pasal 28 Perpres 12/2013. Oleh sebab itu tidak relevan pengujian konstitusionalitas Pasal-Pasal tersebut didasarkan atas hak untuk mengembangkan diri, sebagaimana dimaksud Pasal 28C ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Kemudian penafsiran atas Pasal 28H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, MK dalam Putusan 019-020/PUU-III/2005, pernah menyatakan bahwa untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya manusia harus terpenuhi 3

kebutuhan dasarnya, salah satunya dengan bekerja. Oleh karenanya, hak untuk bekerja sangatlah erat hubungannya dengan hak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Hak-hak tersebut tidak hanya dimiliki oleh segolongan orang saja, yang karena hal-hal tertentu diuntungkan dalam mendapatkan pekerjaan, tapi milik setiap orang tanpa harus dibedabedakan. Oleh sebab itu, tidak relevan juga alasan pengujian konstitusionalitas Pasal-Pasal tersebut yang didasarkan atas hak terpenuhinya kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud Pasal 28H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Justru sebaliknya, pelaksanaan UU BPJS membuka ruang berkembangnya programprogram asuransi tambahan, sehingga terbuka ruang bekerja yang terkait erat dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan pertahankan hidup, sebagaimana dimaksud Pasal 28H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, dan pemenuhan Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud Pasal 28H ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. 2. Dalil Kedua Pasal 15 ayat (1), Pasal 15 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2) UU BPJS bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28I ayat (1), Pasal 33 ayat (4), dan Pasal 34 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 karena masyarakat tidak dapat berpartisipasi dalam memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan dan hak mendapatkan pekerjaan yang layak; Dalil pemohon tidak dapat diterima, dengan alasan sebagai berikut: 4 UU BPJS harus dipandang sebagai bagian dari sistem pembangunan kesehatan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pasal-Pasal UU BPJS yang dimintakan pengujian tersebut tidak bisa dipisahkan dari Pasal-Pasal UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. UU Kesehatan menetapkan kebijakan bahwa setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan dengan prinsip partisipatif. Karena itu Pasal 174 ayat (1) UU Kesehatan membuka peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat baik secara perorangan maupun terorganisasi untuk berperan serta dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. Peran serta tersebut mencakup keikutsertaan secara aktif dan

kreatif. Sehingga dengan partisipasi aktif dan kreatif tersebut masyarakat mendapat ruang untuk memenuhi hak mendapat pekerjaan yang layak. Bentuk partisipasi dapat berupa mendirikan asuransi kesehatan tambahan, menjalin kerja sama dengan BPJS dalam hal koordinasi manfaat, mendirikan fasilitas kesehatan, persediaan farmasi, alat kesehatan, dsb. Mendaftarkan diri dan memberikan data dirinya merupakan salah satu bentuk partisipasi. Jadi, Pasal-Pasal UU BPJS yang dimintakan pengujian tersebut tidak ada kaitannya dengan pelanggaran atas hak mendapat pekerjaan yang layak. 3. Dalil Ketiga Pasal 15 ayat (1), Pasal 15 ayat (2), Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 19 ayat (2) UU BPJS bertentangan dengan Pasal 28H ayat (3) dan ayat (4), Pasal 28I ayat (4), Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 karena pekerja tidak memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik dan hak milik pribadinya terampas; Dalil pemohon tidak dapat diterima, dengan alasan sebagai berikut: Menurut Pasal 22 ayat (1) UU SJSN pelayanan kesehatan yang diberikan kepada Peserta mencakup pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Pelayanan Kesehatan tersebut diberikan sesuai dengan pelayanan standar, baik mutu maupun jenis pelayanannya dalam rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan peserta, sebagaimna dikemukakan dalam Penjelasan Pasal 22 ayat (1) UU SJSN. Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh BPJS Kesehatan jelas dijamin mutunya. Pasal 23 UU SJSN, membuka ruang kepada Peserta yang ingin memperoleh Jaminan Kesehatan yang lebih dengan cara mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih biaya. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut telah diatur tentang koordinasi manfaat dalam Pasal 27 dan Pasal 28 Perpres 12/2013 jo Perpres No.111 Tahun 2013. Sehingga tidak benar pekerja tidak dapat memperoleh jaminan pemeliharaan yang lebih baik. Kewajiban Pemberi kerja untuk mendaftarkan dirinya dan pekerjanya dan untuk memberikan data mengenai dirinya dan pekerjanya berserta anggota keluarganya secara lengkap dan benar, bukanlah pengambilalihan hak milik pribadi seseorang secara sewenang-wenang sebagaimana dimaksud Pasal 28 H ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, karena kewajiban tersebut didasarkan kepada ketentuan UU yang merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 34 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945. Hak milik tidak berarti hak mutlak tak terbatas dan tidak 5

dapat diganggu gugat, sebagaimana pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Perkara No. 11/PUU-V/2007. Pasal 28 J ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, mengamanatkan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang. Dengan demikian dapat dikemukakan untuk pemenuhan hak atas Jaminan Sosial adalah sah apabila UU mewajibkan kepada Peserta untuk menyerahkan data mengenai dirinya, dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar, karena data tersebut diperlukan untuk memastikan identitas peserta dan anggota keluarganya yang berhak atas manfaat Program Jaminan Sosial yang diikuti. Data tersebut diperlukan untuk memastikan manfaat program Jaminan Sosial dinikmati oleh mereka yang berhak 4. Dalil Keempat Pasal 17 ayat (1) UU BPJS bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) UUD Tahun 1945 karena diskriminatif terhadap pemberi kerja selain penyelenggara negara; 6 Dalil pemohon tidak dapat diterima, dengan alasan sebagai berikut: Pengenaan sanksi terhadap pemberi kerja bukan penyelenggara negara dalam Pasal 17 ayat (1) UU BPJS tidak dapat dikatakan diskriminatif, semata-mata karena Pasal tersebut tidak mengatur sanksi terhadap pemberi kerja penyelenggara negara. Perbedaan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa Pemberi Kerja Penyelenggara Negara memiliki kualitas hukum yang berbeda dengan pemberi kerja bukan penyelenggara negara, bukan karena perbedaan suku ras, agama, gender, atau status sosial. Karena itu, tidak berdasar jika Pasal 17 ayat (1) UU BPJS dianggap diskriminatif. Memberikan makna kata diskriminatif adalah perbedaan perlakuan atas dasar perbedaan suku, agama, ras, dan status sosial seseorang, sebagaimana Pertimbangan Hukum MK, dalam Putusan Perkara No. 15/PUU-VI/2008. Ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU BPJS ditujukan kepada pemberi kerja bukan penyelenggara negara karena bagi pemberi kerja penyelenggara negara sanksi administratif yang dikenakan terhadapnya diatur dalam peraturan perundangundangan tersendiri yang berkaitan dengan tindakan penyelenggara negara yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam suatu Undang-Undang. Selain itu, penyelenggara negara tentunya tidak mungkin menjatuhkan sanksi terhadap dirinya sendiri.

5. Dalil Kelima Pasal 17 ayat (2) huruf c dan Pasal 17 ayat (4) UU BPJS bertentangan dengan Pasal 28D ayat (4), Pasal 28H ayat (1), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 28I ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 karena ancaman sanksi adminitrasi berupa tidak mendapat pelayanan publik tertentu kepada pemberi kerja dapat merendahkan martabat kemanusiaan. Dalil pemohon tidak dapat diterima, dengan alasan sebagai berikut: Pengenaan sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu terhadap pemberi kerja bukan penyelengara ditentukan batas akhirnya yaitu pada saat pemberi kerja bukan penyelenggara negara telah memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) dan (2) UU BPJS. Jadi, batas waktu sanksi akan berakhir saat pemberi kerja bukan penyelenggara negara memenuhi kewajibannya. Penggunaan kata antara lain dalam penjelasan Pasal 17 ayat (2) huruf c UU BPJS merupakan satu hal yang lazim dalam tehnik penyusunan Peraturan Perundang-undangan dengan maksud penjelasan tersebut memberikan beberapa contoh bentuk sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dapat dikenakan mengingat tidak mungkin berbagai jenis pelayanan yang tersebut di berbagai Peraturan Perundang-undangan dimuat secara rinci di dalam UU BPJS. Penggunaan kata antara lain juga dapat ditemukan dalam penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang dimaksud memberi contoh pengelompokan tenaga kesehatan sesuai dengan keahliannya dengan kualifikasi yang dimiliki, antara lain meliputi tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan,...dst. Sanksi yang diatur dalam Pasal 17 Ayat (2) huruf c dan Pasal 17 Ayat (4) UUD BPJS tidak ada kaitannya dengan merendahkan martabat kemanusian. Tetapi sanksi tersebut justru diperlukan agar kewajiban yang ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (1) UU BPJS dipatuhi oleh Pemberi Kerja Bukan Penyelenggara Negara untuk menjamin terpenuhinya hak pekerja atas Jaminan Sosial yang dijamin dalam Konstitusi. 7

C. RUMUSAN PASAL-PASAL YANG DIUJI 1. Pasal 15 ayat (1), dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 (1) Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti; (2) Pemberi Kerja, dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikan data dirinya dan Pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS. 2. Pasal 16 ayat (1), dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 (1) Setiap orang, selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan penerima Bantuan Iuran, yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program Jaminan Sosial wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS, sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti. (2) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan data mengenai dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS 3. Pasal 17 ayat (1), ayat (2) huruf c, dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 (1) Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dan setiap orang yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran tertulis; b. denda; dan/atau c. tidak mendapat pelayanan publik tertentu. (3) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan oleh BPJS. 8 (4) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS.

4. Pasal 19 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 (1) Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS. (2) Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. (3) Peserta yang bukan Pekerja dan bukan penerima Bantuan Iuran wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. 9

www.jamsosindonesia.com 10

www.jamkesindonesia.com 11