TINJAUAN PUSTAKA ,...(1)

dokumen-dokumen yang mirip
INTEGRASI 2DPCA SRI BOGOR 20122

METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

lalu menghitung sinyal keluarannya menggunakan fungsi aktivasi,

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal

Architecture Net, Simple Neural Net

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

Presentasi Tugas Akhir

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

HASIL DAN PEMBAHASAN

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II. Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik. dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI

PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

BAB II LANDASAN TEORI

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB 2 LANDASAN TEORI

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH

Pertemuan 2 Representasi Citra

Neural Network (NN) Keuntungan penggunaan Neural Network : , terdapat tiga jenis neural network Proses Pembelajaran pada Neural Network

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom

BAB II LANDASAN TEORI

JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi.

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 1 Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN :

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN)

Jaringan Syaraf Tiruan

BAB 2 LANDASAN TEORI

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI ALGORITMA PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN POLA MASUKAN BINER MAUPUN BIPOLAR MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI

PENGENALAN SPESIES NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne spp.) MELALUI KARAKTER MORFOLOGI EKOR MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RONI BUDIMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

PERANGKAT LUNAK PENGKONVERSI TEKS TULISAN TANGAN MENJADI TEKS DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Citra. Prapengolahan. Ekstraksi Ciri BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

PERANGKAT LUNAK PENGKONVERSI TEKS TULISAN TANGAN MENJADI TEKS DIGITAL

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

Transkripsi:

3 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang mendasari penelitian ini. Dimulai dari teori dan konsep citra digital, deteksi pola lingkaran dengan Circle Hough Transform (CHT), ekstrasi ciri pola lingkaran menggunakan Two Dimension Principle Component Analysis (2DPCA) serta proses pengenalan roda kendaraan dengan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik. Citra Digital Citra digital merupakan sebuah larik (array) berisi nilai-nilai riil maupun kompleks yang dapat direpresentasikan dengan deretan bit tertentu, yang didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y) berukuran matriks M kali N, dimana M adalah baris dan N adalah kolom serta x dan y adalah pasangan koordinat spasial (Gonzales, et al 2004). Nilai f pada titik koordinat (x,y) disebut sebagai skala keabuan (gray level) atau intensitas dari citra digital pada koordinat koordinat tersebut. Apabila nilai x, y dan f secara keseluruhan berhingga dan bernilai diskrit maka citra tersebut merupakan citra digital. Citra digital direpresentasikan dalam bentuk matriks persegi yang mewakili ukuran dari citra tersebut. Misalkan terdapat sebuah citra digital dengan ukuran MxN, maka citra dapat direpresentasikan dalam sebuah matriks berukuran MxN sebagai berikut: 1,1 1,2 1,,...(1), 1, 2, Persamaan matriks diatas memperlihatkan irisan antara baris dan kolom (pada posisi x dan y) dikenal dengan nama picture elemen (pixel). Pixel memiliki intesitas yang dapat dinyatakan dengan bilangan dengan rentang tertentu, dari nilai minimum sampai maksimum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis warnanya. Namun secara umum jangkauannya adalah 0 255.

4 Citra RGB dan Derajat Keabuan (Gray Scale) Citra RGB dan derajat keabuan merupakan format warna pada citra digital. Citra warna RGB memiliki kombinasi warna Red(R), Blue(B), dan Green(G) disetiap pikselnya. Setiap komponen RGB memiliki intensitas dengan nilai minimal 0 dan maksimal 255 (8 bit). Setiap piksel pada citra RGB membutuhkan 3 Byte untuk media penyimpanan, sehingga kemungkinan jumlah kombinasi citra RGB adalah lebih dari 16 juta warna. Citra keabuan merupakan citra digital yang hanya memiliki sebuah kanal pada setiap pixel, dengan kata lain bagian warna Red(R) sama dengan bagian Green(G) sama dengan bagian Blue(B) (Gonzales et al, 2004). Derajat keabuan merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari warna hitam (minimum) ke putih (maksimum). Jumlah maksimum warna terdiri atas 4 bit dan 8 bit. Citra dengan derajat keabuan 4 bit memiliki 16 kemungkinan warna, yaitu 0 sampai 15. Setiap pixel citra dengan nilai intensitas keabuan 8 bit sehingga terdapat 256 kombinasi nilai dimulai dari 0 sampai dengan 255. Persamaan berikut memperlihatkan konversi citra RGB ke dalam citra keabuan (Qur ania 2012) :,,,,...(2) Persamaan (2) akan memetakan fungsi, yang merupakan nilai piksel citra RGB menjadi fungsi keluaran, sebagai citra keabuan. Gambar 1 memperlihatkan perubahan nilai piksel RGB ke derajat keabuan. R= 50 G= 60 B= 40 R= 55 G= 70 B= 55 R= 50 G= 50 B= 50 R= 55 G= 70 B= 55 R= 55 G= 65 B= 45 R= 50 G= 60 B= 40, R= 35 G= 50 B= 50 R= 45 G= 60 B= 60 R= 70 G= 70 B= 70 R= 70 G= 80 B= 60 R= 60 G= 30 B= 45 R= 70 G= 45 B= 50 50 60 45 70 60 55 55 45 50 50 70 55 Citra RGB Citra keabuan Gambar 1 Transformasi nilai piksel RGB ke citra keabuan.

5 Smoothing Smoothing citra masukan dilakukan dengan maksud untuk mengurangi respons sistem terhadap noise atau menyiapkan citra untuk proses segmentasi. Banyak jenis algoritma smoothing dengan menggunakan linear filter ataupun nonlinear filter. Smoothing dengan menggunakan linear filter mengacu pada Low Pass Filter (LPF). Penapis rata-rata (average filter) merupakan salahsatu LPF yang digunakan untuk mengurangi detil yang irrelevant dalam suatu citra. Secara umum average filter dapat diberi bobot tertentu dengan maksud untuk mengurangi noise dalam proses smoothing. untuk menapis citra berukuran dengan filter mask (selubung penapis) terbobot ukuran diberikan dalam persamaan berikut: (Gonzales, et al 2002) dengan,,, dan,...(3). persamaan diatas digunakan untuk 0, 1, 2,., 1 dan 0,1,2,.,1. Gambar 2 memperlihatkan filter mask 3 5 dan matriks 3 5 dengan nilai piksel yang sesuai dengan filter mask tersebut (Gambar 3). W(-1,-2) W(-1,-1) W(-1,0) W(-1,1) W(-1,2) W(0,-2) W(0,-1) W(0,0) W(0,1) W(0,2) W(1,-2) W(1,-1) W(1,0) W(1,1) W(1,2) Gambar 2 Filter mask 3 5. f(x-1,y-2) f(x-1,y-1) f(x-1,y) f(x-1,y+1) f(x-1,y+2) f(x,y-2) f(x,y-1) f(x,y) f(x,y+1) f(x,y+2) f(x+1,y-2) f(x+1,y-1) f(x+1,y) f(x+1,y+1) f(x+1,y+2) Gambar 3 Matriks 3 5 dengan filter mask yang sesuai.

6 First Derivative Operator (Operator Derivatif Pertama) Dalam deteksi tepi, proses smoothing saja terkadang tidak cukup, untuk itu diperlukan kombinasi antara teknik smoothing dengan algoritma derivatif, hal ini dilakukan untuk meningkatkan akurasi serta mengurangi respons ganda terhadap suatu tepi. Derivatif pertama dalam pemrosesan citra menerapkan magnitudo gradien. Untuk fungsi, gradien dari f pada koordinat (x,y) didefinisikan sebagai vektor kolom dua dimensi sebagai berikut:...(4) Sedangkan untuk magnitudo dari vektor tersebut diberikan dalam persamaan berikut: /...(5) Thresholding Walaupun citra awal telah mengalami smoothing dan filtering pada tahap awal, masih saja memungkinkan bagi keluaran tahapan sebelumnya mengalami kesalahan disebabkan oleh noise. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dilakukan thresholding. Melalui penetapan nilai threshold (nilai ambang), maka nilai yang berada dibawah nilai ambang akan diabaikan. Hough Transform Hough Transform (HT) merupakan suatu teknik ekstrasi fitur yang dipergunakan untuk menentukan lokasi suatu bentuk dalam citra. HT diperkenalkan oleh Paul Hough pada 1962. Rosenfeld (1969) menggunakannya sebagai salah satu algoritma pemrosesan citra, kemudian tahun 1972 Duda, et al menerapkan HT untuk mendeteksi garis dalam citra. HT telah dikembangkan untuk mendeteksi bentuk-bentuk umum dalam citra seperti lingkaran (circle), elips, dan parabola. Konsep dasar HT adalah

7 terdapat garis dan kurva potensial yang tak terhitung jumlahnya pada suatu citra yang melalui titik mana saja pada berbagai ukuran dan orientasi. Tujuan transformasi adalah untuk menemukan garis dan kurva yang melewati banyak titik-titik (features) dalam citra, yaitu garis dan kurva terdekat yang paling sesuai dengan data dalam citra. Kelebihan HT adalah tahan terhadap gangguan (noise robust) dan kemampuannya untuk mengekstrasi garis maupun kurva bahkan dalam suatu area dengan ketidakhadiran piksel (pixel gaps) (Argialas & Mavrantza 2004). Circle Hough Transform (CHT) HT dapat didefinisikan menggunakan persamaan lingkaran. Persamaan lingkaran tersebut dapat dilihat pada persamaan 6. Persamaan ini mendefinisikan lingkaran sebagai semua titik, yang berada pada radius r terhadap titik pusat,. Persamaan lingkaran yang umum adalah:...(6) Pada metode hough circle, setiap titik tepi mendefinisikan lingkaran dalam ruang akumulator (accumulator space) dengan tiga buah parameter lingkaran yaitu,,, dan r. Setiap titik tepi, dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: cos...(7) sin...(8) Lingkaran ini diperoleh dari nilai kemungkinan radius dan lingkaran dipusatkan pada koordinat dari setiap titik tepi seperti diperlihatkan pada Gambar 4 berikut: Gambar 4 Lingkaran dan titik-titik tepi lingkaran.

8 Algoritma Titik Tengah Tahapan-tahapan pencarian titik tengah dalam pencarian lingkaran dengan CHT adalah sebagai berikut : 1. Pencarian lingkaran dimulai dengan suatu titik pada gambar yang bukan background. 2. Diasumsikan titik tersebut terdapat pada tepi dari suatu lingkaran 3. Kemudian dilakukan proses pencarian titik tengah dari lingkaran tersebut, yaitu dengan langkah-langkah (Gambar 5) sebagai berikut: Gambar 5 Pencarian titik tengah lingkaran. a. Telusuri gambar kebawah sampai menemukan tepi lingkaran sambil menghitung jarak ketepi lingkaran tersebut. Jika ada, maka diperoleh informasi mengenai titik tengah dari tinggi lingkaran, yaitu dari titik awal pergerakan ditambah dengan jarak/2. Jika tidak maka objek bukan lingkaran. b. Titik tengah yang diperoleh pada langkah sebelumnya belum tentu merupakan titik tengah dari lingkaran, tetapi hanya titik tengah dari tinggi lingkaran. Jadi selanjutnya akan dicari titik tengah dari lebar lingkaran. c. Dari titik tengah yang diperoleh pada (b), telusuri gambar ke kanan sampai menemukan tepi sambil menghitung jarak ke tepi lingkaran tersebut. Jika ada, maka diperoleh informasi mengenai titik tengah dari lebar lingkaran, yaitu dari titik awal pergerakan ditambah dengan jarak/2. Jika tidak, maka objek bukan lingkaran.

9 d. Diperoleh informasi titik tengah dan radius dari objek tersebut. 4. Jika radius lebih besar dari threshold, maka dilakukan identifikasi objek. 5. Identifikasi objek dilakukan sebagai berikut (Gambar 6) : Gambar 6 Identifikasi objek. a. Lakukan rotasi 360 0 berlawanan arah jarum jam, yaitu dengan menggunakan loop. b. Untuk setiap iterasi, hitung titik,, yaitu titik yang berjarak radius r dari titik pusat dan memiliki sudut yang bersesuaian dengan ietarsi yang dilakukan. c. Pada titik tersebut dan pada n-tetangga disekitarnya (n adalah toleransi ketetanggaan), dilakukan pemeriksaan. Nilai n ini bergantung pada radius objek yaitu, semakin besar radius objek, maka semakin besar nilai n, dan sebaliknya. Jika salah satu dari titik tersebut merupakan titik tepi, maka iterasi dilanjutkan. Jika tidak satupun dari titik-titik tersebut yang merupakan titik tepi, maka objek bukan lingkaran, d. Jika iterasi berakhir dengan sukses, maka objek adalah lingkaran. Two Dimension Principal Component Analysis (2DPCA) Principal Component Analysis (PCA) merupakan salah satu metode analisis peubah ganda yang mereduksi dimensi data tanpa harus kehilangan informasi yang berarti (Buono & Irmansyah 2009). Peubah hasil transformasi merupakan kombinasi linear dari peubah asli dan tidak terkorelasi antar sesamanya, serta tersusun berdasar informasi yang dimilikinya. PCA merupakan

10 ekstrasi fitur yang digunakan secara luas dalam pengolahan sinyal dan pengenalan pola. Sirovich dan Kirby pertama kali menggunakan PCA dalam merepresentasikan citra wajah orang (Yang, et al 2004). Menurut Yang, et al teknik 2DPCA memiliki kelebihan dibandingkan dengan teknik PCA (eigenfaces), diantaranya yaitu 2DPCA didasarkan pada matriks citra sehingga lebih sederhana dan straighforward untuk digunakan pada ekstrasi fitur citra. Selain itu, 2DPCA lebih baik dari PCA dalam hal keakuratan pengenalan pada semua eksperimen dan secara komputasional lebih efisien daripada PCA dan dapat meningkatkan kecepatan ekstrasi fitur citra secara signifikan. Dalam teknik proyeksi citra dengan 2D-PCA, sebuah citra berdimensi akan dibaca sebagai matriks A berdimensi dan tidak diubah menjadi bentuk vektor. matriks A ini ditransformasi menggunakan matriks menjadi Y sebagai berikut, (Yang, et al 2004): dengan...(9) Permasalahannya adalah bagaimana menemukan matriks transformasi Q yang memaksimalkan persebaran Y. Persebaran Y dapat dikarakterisasi oleh teras matriks koragam, S yang dirumuskan sebagai:...(10) Dan teras matriks S adalah:...(11) Dicari nilai:...(12) G dihitung dari sampel citra pelatihan. Anggap terdapat M citra pelatihan,...(13) Oleh karena itu matrik Q yang dipilih adalah :,,,., dengan merupakan vektor ciri yang bersesuaian dengan akar ciri terbesar ke i dari matriks G.

11 Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Menurut Alexander dan Morton dalam (Haykin S 1994), Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah prosesor tersebar paralel (paralel distributed processor) yang sangat besar dan memiliki kecenderungan untuk menyimpan pengetahuan yang bersifat pengalaman dan membuatnya siap untuk digunakan. JST menyerupai otak manusia, khususnya dalam hal pengetahuan yang diperoleh serta kekuatan hubungan antar sel syaraf (neuron) yang disebut bobotbobot sinapsis. Sel neuron merupakan dasar dari JST. Model neuron terdiri atas 3 elemen penting seperti dalam Haykin 1994, sebagai berikut : 1. Sekumpulan sinapsis atau jalur hubungan antar sel. Setiap sinapsis memiliki bobot tertentu (w k1, w k2,..., w kp ). 2. Adder untuk menjumlahkan sinyal-sinyal input yang telah diberi bobot sinapsis. Operasi penjumlahan mengikuti aturan linier combiner. 3. Fungsi aktivasi untuk membatasi amplitudo keluaran dari setiap neuron. Gambar 7 Model matematis nonlinier dari neuron dengan bias. Gambar 7 memperlihatkan model dari suatu neuron (Haykin 1994). Sinyal masukan dinyatakan sebagai x 1, x 2,..., x 3; w k adalah bias untuk memperbesar nilai masukan; v k merupakan keluaran dari linier combiner. (v) merupakan fungsi aktivasi dan y k adalah keluaran dari neuron.

12 Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi balik Salah satu arsitektur yang banyak digunakan adalah multilayer feedforward network. Secara umum terdiri dari beberapa unit neuron yaitu lapisan masukan, satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer) dan sebuah lapisan keluaran. Sinyal masukan dipropagasikan ke arah depan (ke lapisan keluaran). Jenis jaringan ini adalah hasil generalisasi dari arsitektur perceptron satu lapis, dikenal sebagai multilayer perceptrons (MLPs). Jaringan multilayer disebut sebagai jaringan propagasi balik (backpropagation), jika pada tahapan pelatihan menggunakan metode propagasi balik. Jaringan Propagasi Balik ditemukan pertama kali oleh Rumelhart, et al, pada Tahun 1988 melalui beberapa penelitian indenpenden (Fauset 1994). Propagasi balik merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi (supervised learning). Algoritma ini menggunakan error output untuk mengubah nilai bobotbobotnya dalam arah mundur (backward). Propagasi balik (ke lapisan masukan) terjadi setelah jaringan menghasilkan keluaran yang mengandung error. Pada fase ini seluruh bobot sinapsis (yang tidak memiliki aktivasi nol) dalam jaringan akan disesuaikan untuk mengkoreksi error yang terjadi (error correction rule). Untuk pelatihan jaringan, pasangan fase propagasi ke depan dan balik dilakukan secara berulang untuk satu set data latihan, kemudian diulangi untuk sejumlah epoch sampai didapatkan error terkecil atau nol. X! X2 v11 v12 v13 v21 Z1 W13 W11 W12 Y1..... v22 v23 Z3 W21 W23 Y2 v31 v32 W31 W32 X3 wn Input v33 Z5 Hidden Layer W33 Y3 Output Gambar 8 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik.

13 Gambar 8 memperlihatkan arsitektur propagasi balik dengan sebuah lapisan tersembunyi (Fauset 1994). Bias pada lapisan keluaran dinyatakan sebagai w ok dan bias pada lapisan tersembunyi dinyatakan sebagai voj. Bias-bias ini berfungsi seperti bobot, yang selalu bernilai +1. Pada lapisan keluaran, nilai bobot dinyatakan sebagai w jk sedangkan nilai bobot lapisan masukan dinyatakan sebagai v ij. Fungsi Aktivasi Menurut Fauset, fungsi aktivasi yang digunakan sebaiknya memiliki nilai kontinu, differentiable, dan tidak turun secara monotik (monotically nondecreasing). Fungsi aktivasi yang digunakan dalam JST dan dilatih dengan propagasi balik berupa fungsi Sigmoid biner ataupun Sigmoid Bipolar. Pada fungsi sigmoid biner memiliki cakupan nilai 0 sampai dengan 1. Oleh karena itu, fungsi ini digunakan untuk jaringan syaraf yang membutuhkan nilai keluaran yang terletak pada interval 0 sampai dengan 1. Namun dapat juga digunakan untuk keluaran yang bernilai 0 atau 1. Persamaan 14 dan persamaan 15 merupakan persamaan untuk fungsi sigmoid biner, (Fauset 1994) : 1...(14) 1 11 1...(15) Gambar 9 memperlihatkan fungsi aktivasi sigmoid biner dengan range [0,1] Gambar 9 Fungsi aktivasi sigmoid biner dengan range (0,1). Algoritma Pelatihan Dalam algoritma propagasi balik menggunakan dua tahapan yaitu: tahapan perhitungan maju (feedforward) untuk menghitung error antara keluaran aktual dengan keluaran yang menjadi target; dan tahapan perhitungan mundur

14 (backward) yang mempropagasikan balik error tersebut dan memperbaiki bobotbobot sinapsis pada semua neuron yang ada. Berikut adalah algoritma propagasi balik, (Fauset 1994): Langkah 0. Inisialisasi bobot (bangkitkan nilai random yang cukup kecil). Langkah 1. Kerjakan langkah 2 9, selama kondisi berhenti bernilai FALSE. Langkah 2. Kerjakan langkah 3 8, Untuk setiap pasangan elemen pelatihan. Perhitungan maju: Langkah 3. Setiap unit masukan (X i, i = 1,2,3,.., n) menerima sinyal masukan x i dan menyebarkan sinyal tersebut ke seluruh unit pada lapisan tersembunyi. Langkah 4. - Setiap unit tersembunyi (Zj, j = 1,2,..., p) menjumlahkan setiap sinyal yang memiliki bobot berikut: _... (16) - Gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal keluaran:,...(17) dan mengirimkan sinyal ini ke seluruh unit pada lapisan keluaran. Langkah 5. - Setiap unit keluaran (Y k, k = 1,..., m) menjumlahkan sinyal-sinyal masukan terbobot, sebagai berikut:,...(18) dan fungsi aktivasi digunakan untuk menghitung sinyal keluaran: _...(19) Penghitungan error (propagasi balik) Langkah 6. - Setiap unit keluaran (Y k, k = 1,..., m) menerima pola target yang berhubungan dengan pola pelatihan pada masukan, hitung informasi error sebagai berikut:...(20)

15 Dengan δ k merupakan informasi error untuk bobot w jk pada unit keluaran Y k. Sementara t k adalah vektor target keluaran, - Kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya digunakan untuk memperbaiki w jk ):...(21) Dengan α merupakan laju pembelajaran, - Kemudian hitung koreksi bias (yang nantinya digunakan untuk memperbaiki w 0k ):...(22) dan mengirimkan δ k ke neuron dilapisan bawahnya (lapisan tersembunyi). Langkah 7. - Setiap neuron pada lapisan tersembunyi (Z j, j = 1,..., p) menjumlahkan masukan deltanya (dari neuron-neuron yang berada pada lapisan diatasnya, lapisan keluaran):...(23) Kalikan nilai ini dengan fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi error: _...(24) δ j adalah koreksi error untuk v ij - Hitung koreksi bobot (digunakan untuk memperbaiki v ij )...(25) - Hitung koreksi bias (digunakan untuk memperbaiki v 0j )...(26) Perbaiki semua bobot dan bias: Langkah 8 - Setiap unit keluaran (Y k, k = 1,..., m) memperbaiki bias dan bobotnya (j = 0,1,2,3,..., p):...(27) - Setiap unit tersembunyi (Z j, j = 1,..., p) memperbaiki bias dan bobotnya (i = 0,1,..., n):...(38)

16 Langkah 9 Uji kondisi berhenti Satu epoch adalah satu putaran (cycle) untuk keseluruhan langkah pada tahapan pelatihan. Pada dasarnya dibutuhkan banyak epoch untuk pelatihan jaringan propagasi balik. Pelatihan dilakukan secara berulang-ulang hingga jumlah siklus tertentu atau telah mencapai MSE (Mean Square Error) yang diinginkan. Kejadian Biner (Binary Events) Pengukuran kinerja (performance measures) merupakan subset dari pengukuran verifikasi yang fokus pada hubungan antara prediksi dan pengamatan. Kejadian biner memiliki empat kemungkinan keluaran seperti diperlihatkan dalam Tabel 1 (Mason 2003). Tabel 1 Empat kemungkinan keluaran pada kejadian biner Prediksi Pengamatan Ya Tidak Ya Hit (a) False Alarm (b) Tidak Miss (c) Correct Rejection (d) Tabel 1 menyajikan hubungan pengamatan dan prediksi dengan empat kemungkinan keluaran. Hit merupakan nilai yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap suatu objek benar dan prediksi yang ditentukan bernilai benar. False Alarm diperoleh jika objek yang diamati bernilai salah namun prediksi bernilai benar. Miss berkebalikan dengan false alarm, yaitu pengamatan bernilai benar namun prediksi bernilai salah. Terakhir, correct rejection hasil pengamatan bernilai salah dan nilai prediksinya juga salah, artinya objek yang salah diprediksi salah (mengandung nilai kebenaran dan biasanya kebenaran ini tidak digunakan). Penghitungan kejadian biner yang mempengaruhi prediksi adalah sebagai (Mason 2003) : Hit rate (Nilai kebenaran prediksi) =...(39) Miss =...(40)

17 False Alarm Rate =...(41) Correct Rejection =...(42)