PERBANDINGAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN DI KABUPATEN BENGKAYANG ANTARA METODE AHP DENGAN METODE BINA MARGA

dokumen-dokumen yang mirip
URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK

BAB III METODE PENELITIAN

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KABUPATEN/KOTA DI KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK

Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten di Kabupaten Kudus Dengan Metode Analytical Hierarchy Process

STUDI PERBANDINGAN PRIORITAS PENANGANAN JALAN PROVINSI DI SUMATERA BARAT

PENERAPAN FUZZY ANALYTICAL NETWORK PROCESS DALAM MENENTUKAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

PRIORITAS PENANGANAN PENINGKATAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN DI KABUPATEN KAPUAS DENGAN METODE AHP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pendukung Keputusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX

APLIKASI METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PRIORITAS PENANGANAN JALAN KABUPATEN

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

PEMILIHAN SUPPLIER ALUMINIUM OLEH MAIN KONTRAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

Nany Helfira, Manyuk Fauzi, Ari Sandhyavitri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

TELEMATIKA, Vol. 06, No. 02, JANUARI, 2010, Pp ISSN X TEKNIK PERMODELAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCES (AHP) SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PRIORITAS PERBAIKAN JALAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan 7

III. METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan

BAB II LANDASAN TEORI

Pendidikan Responden

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengertian Metode AHP

BAB 2 LANDASAN TEORI Sistem Pendukung Keputusan Pengertian Keputusan. Universitas Sumatera Utara

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMILIHAN TYPE SEPEDA MOTOR YAMAHA

Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013:

APLIKASI AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT KULIAH DI BANGKA BELITUNG

PENDEKATAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PENENTUAN URUTAN PENGERJAAN PESANAN PELANGGAN (STUDI KASUS: PT TEMBAGA MULIA SEMANAN)

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM

BAB III METODE KAJIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

STUDI ALTERNATIF LOKASI LAHAN TERMINAL BUS KOTA SABANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. negara, atau instansi. Sedangkan transportasi adalah pengangkutan atau

Bab II Analytic Hierarchy Process

Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process )

AHP (Analytical Hierarchy Process)

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KADER KESEHATAN DI KECAMATAN PEUDAWA KABUPATEN ACEH TIMUR

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN. 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota

ANALISIS PENENTUAN RATING RISIKO PROYEK PT. XYZ METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROSES (AHP)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG)

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an

PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi

BAB 3 METODE PENELITIAN

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI UNTUK SISWA YANG MELANJUTKAN KULIAH PADA SMA N 1 TEGAL

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Program Studi Ilmu Komputer, Universitas Pendidikan Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan Proses Hirarki Analitik. Teknik analisis yang digunakan adalah

Analytic Hierarchy Process

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Evaluasi Agen Pangkalan LPG 3 kg

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PERSYARATAN PRODUK

PENERAPAN AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN RUMAH BERSALIN CONTOH KASUS KOTA PANGKALPINANG

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional

PENENTUAN PRIORITAS KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN DAERAH IRIGASI DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) (185A)

APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI PEMILIHAN JENIS BEASISWA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (STUDI KASUS: BEASISWA UKRIDA)

Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Siswa-Siswi SMA (IPA/IPS/BAHASA) Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus SMA di Kota Padang).

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1 - Analytic Hierarchy Process (AHP)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DI PT SANSAN SAUDARATEX JAYA

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 3, No. 2 : , September 2016

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERIJINAN DAN PENEMPATAN KOLAM JARING TERAPUNG MENGGUNAKAN METODE AHP STUDI KASUS PT

JURNAL LENTERA ICT Vol.3 No.1, Mei 2016 / ISSN

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

BAB 2 LANDASAN TEORI

Transkripsi:

PERBANDINGAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN DI KABUPATEN BENGKAYANG ANTARA METODE AHP DENGAN METODE BINA MARGA Agustinus Syawal 1) Abstrak Berdasarkan database jalan Kabupaten Bengkayang tahun 2012 terdapat 706,41 km jalan dalam kondisi rusak (55%) dari total 1.280,2 km. Anggaran yang disediakan untuk penanganan jalan setiap tahunnya sangat kecil, maka diperlukan rumusan kebijakan dalam menentukan skala prioritas penanganan jalan. Selama ini, pengambil keputusan masih menggunakan sistem acak (random choice). Pada penelitian ini digunakan dua metode untuk menentukan skala prioritas penanganan jalan, yaitu metode Bina Marga dan metode AHP (Analytic Hierarchy Process). Metode Bina Marga menggunakan approach data inventory yang meliputi data traffic dan data road condition untuk memperoleh NPV (net present value), sedangkan metode AHP didasarkan pada fleksibiltas pemilihan variabel dalam pemecahan masalah. Metode AHP menggunakan persepsi responden sebagai perangkat utama, sehingga dianggap dapat merepresentasikan proses pengambil kebijakan secara kolektif. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan membandingkan hasil penentuan skala prioritas penanganan jalan strategis Kabupaten Bengkayang berdasarkan metode AHP dan metode Bina Marga, selanjutnya untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan kedua metode tersebut. Hasil penilaian metode Bina Marga menunjukkan ruas jalan Pangkalan Makmur Capkala berada pada peringkat pertama. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya volume LHR, sedangkan hasil penentuan peringkat dengan metode AHP juga menempatkan ruas jalan Pangkalan Makmur Monterado berada pada peringkat pertama. Ini menunjukkan bahwa pengaruh besarnya bobot pada subkriteria tingkat kerusakan jalan dan subkrietria LHR dengan bobot maksimum 1, kedua subkriteria tersebut merupakan breakdown dari kriteria kondisi jalan yang memiliki bobot kriteria tertinggi sebesar 42,97 %, serta terdapat dua subkriteria lainnya yang memiliki nilai bobot maksimum 1 yaitu subkriteria manfaat penanganan jalan dan subkriteria kawasan perdagangan dan industri. Hasil peringkat kedua metode menempatkan empat ruas jalan berada pada peringkat yang sama (20 %), sedangkan peringkat enam belas ruas jalan (80%) lainnya posisinya random. Dari daftar peringkat metode Bina Marga menunjukkan sembilan ruas jalan mengalami penurunan peringkat dan tujuh ruas jalan mengalami peningkatan peringkat jika dikomparasikan dengan hasil metode AHP. Berdasarkan analisis korelasi dengan metode Pearson dan Spearman, terdapat hubungan sangat kuat dan positif antara metode Bina Marga dan AHP dalam penentuan skala prioritas penanganan jalan di Kabupaten Bengkayang. Kelebihan metode Bina Marga yaitu cukup praktis dan efisien, sedangkan model ini memiliki kelemahan karena tidak memiliki fleksibilitas terhadap rencana pengembangan wilayah. Kelebihan metode AHP yaitu lebih fleksibel dalam menentukan variabel dan akurasi penilaian cukup baik (consistency ratio 10 %). Instrumen utama metode AHP adalah persepsi, maka subjektivitas responden dalam penilaian dapat menjadi kelemahan dalam metode ini. Kata-kata kunci: data road condition, data traffic, net present value, persepsi responden, criteria, consistency ratio 1) Staf BAPPEDA Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat 429

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 2 DESEMBER 2013 1. PENDAHULUAN Berdasarkan database jalan Kabupaten Bengkayang tahun 2012 terdapat kurang lebih 706,41 km jalan dalam kondisi rusak atau sebesar 55 % dari total 1.280,2 km panjang jalan di Kabupaten Bengkayang. Anggaran yang disediakan untuk penanganan jalan setiap tahunnya sangat kecil. Dengan keterbatasan finansial, maka diperlukan rumusan kebijakan dari stakeholder terkait dalam menentukan skala prioritas penanganan jalan dengan pendekatan suatu analisis yang dapat mengintegrasikan berbagai kriteria. Selama ini, pengambil keputusan masih menggunakan sistem acak (random choice) dalam menentukan program penanganan jalan serta masih didominasi oleh kepentingan kebijakan intervensi decision maker. Pada penelitian ini digunakan dua metode untuk menentukan skala prioritas penanganan jalan, yaitu metode Bina Marga (Ditjen Bina Marga, 1990) dan metode AHP (Analytic Hierarchy Process). Metode Bina Marga menggunakan approach data inventory yang meliputi data traffic dan data road condition yang dapat diaplikasikan dengan tabel manfaat dan matriks biaya untuk memperoleh NPV (net present value), sedangkan metode AHP didasarkan pada fleksibiltas dalam pemilihan variabel kriteria dan subkriteria dalam pemecahan masalah untuk mencapai goals yang diinginkan. Metode AHP menggunakan persepsi responden (expert sampling) sebagai perangkat utama dalam penilaian bobot kriteria dan subkriteria, sehingga dianggap dapat merepresentasikan proses pengambil kebijakan secara kolektif oleh pemangku kepentingan. Pembatasan masalah dalam penelitian ini, antara lain: a) Cakupan studi yaitu menentukan urutan skala prioritas penanganan jalan pada jaringan jalan strategis kabupaten yang meliputi 27 ruas jalan dan merupakan mainstream Rencana Strategis Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bengkayang Tahun 2010 2015. b) Penentuan skala prioritas penanganan jalan menggunakan metode Bina Marga, dengan kriteria yang digunakan mencakup kondisi jalan dan LHR (lalu lintas harian rata-rata) berdasarkan database jalan Kabupaten Bengkayang Tahun 2012. c) Penentuan skala prioritas penanganan jalan menggunakan metode AHP. Kriteria yang digunakan dalam metode ini mengakomodir variabel yang dipergunakan oleh metode Bina Marga yaitu aspek kondisi jalan dan aspek ekonomi serta ditambah dengan aspek lainnya yang mencakup aspek hirarki jalan, aspek sosial, dan aspek tata guna lahan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan skala prioritas penanganan jalan strategis Kabupaten Bengkayang berdasarkan metode AHP dan metode Bina Marga, serta membandingkan hasil urutan prioritas penanganan jalan dari kedua metode tersebut, selanjutnya untuk 430

mengetahui kelebihan dan kelemahan kedua metode tersebut. Perbandingan Skala Prioritas Penanganan Jalan di Kabupaten Bengkayang Antara Metode AHP dengan Metode Bina Marga (Agustinus Syawal) menjadi unsur-unsurnya sampai yang sekecil-kecilnya. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode AHP Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif. Peralatan utama AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia (Suryadi, 1998, dalam Juanda, 2010). Dalam penyelesaian persoalan dengan metode AHP (Saaty, 1986 dalam Putri, 2011), dijelaskan beberapa prinsip dasar AHP sebagai berikut (lihat Gambar 1): 1) Dekomposisi Setelah mendefinisikan permasalahan, maka perlu dilakukan dekomposisi yaitu memecah persoalan utuh 2) Comparative judgment Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. 3) Synthesis of priority Dari setiap matriks pairwise comparison vectoreigen mendapat prioritas lokal, karena pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk melakukan global harus dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prosedur Sasaran (GOAL) Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4 Kriteria 5 1 2 3 1 2 1 2 1 2 1 2 Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4 Alternatif 5 Gambar 1. Struktur hirarki model AHP 431

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 2 DESEMBER 2013 melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. 4) Logical consistency Konsistensi memiliki dua makna. Pertama, obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keragaman dan relevansinya. Kedua, tingkat hubungan antarobyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Setelah masalah terdekomposisi maka ada dua tahap penilaian atau membandingkan antarelemen yaitu perbandingan antarkriteria dan perbandingan antarpilihan untuk setiap kriteria. Perbandingan antarkriteria dimaksudkan untuk menentukan bobot untuk masing-masing kriteria (Sembiring, 2008). Untuk mengkuantifikasi pendapat kualitatif maka digunakan skala 1 9 yang merupakan skala terbaik dalam mengkualifikasikan pendapat. Akurasinya berdasarkan nilai RMS (Root Mean Square Deviation) dan MAD (Median Absolute Deviation) (Saaty, 1993 dalam Sembiring, 2008) (lihat Tabel 1 [Suryadi, 1998 dalam Juanda, 2010]). Perhitungan bobot elemen dilakukan dengan menggunakan suatu matriks. Jika dalam suatu subsistem operasi terdapat n elemen operasi yaitu elemen-elemen operasi A 1, A 2, A 3,..., A n maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen tersebut akan membentuk suatu matriks pembanding (Gambar 2). Bilamana vektor pembobotan operasi A 1, A 2,..., A n dinyatakan dengan vektor W, dengan W = W 1, W 2, W 3,..., W n maka nilai intensitas kepentingan elemen operasi A i terhadap A j dapat dinyatakan sebagai W i /W j yang sama dengan a ij (Gambar 3), atau Tabel 1. Skala matriks perbandingan berpasangan Intensitas kepentingan Keterangan Penjelasan 1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan. 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya. lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya. 7 Satu elemen jelas lebih mutlak Satu elemen yang kuat disokong dan dominan penting daripada elemen lainnya 9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya terlihat dalam praktik Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan. 2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua nilai Nilai ini diberikan jika ada dua kompromi di pertimbangan yang berdekatan antara dua pilihan. Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j maka j mempunyai nilai kebalikannya dibandingkan dengan i. 432

A 1 A 2 A n A 1 a 11 a 12 a 1n A 2 a 21 a 22 a 2n A n a n1 a n2 a nn Gambar 2. Matriks perbandingan berpasangan bobot elemen Perbandingan Skala Prioritas Penanganan Jalan di Kabupaten Bengkayang Antara Metode AHP dengan Metode Bina Marga (Agustinus Syawal) W 1 W 2 W n W 1 W 1 /W 1 W 1 /W 2 W 1 /W n W 2 W 2 /W 1 W 2 /W 2 W 2 /W n W n W n /W 1 W n /W 2 W n /W n Gambar 3. Matriks perbandingan berpasangan intensitas kepentingan λ maks = Ʃ a ij X j (4) dengan n adalah ukuran matriks. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan C I (indeks konsistensi), C I maks n n 1 (5) yaitu matriks random dengan skala penilaian 1 9 beserta kebalikannya sebagai R I (indeks random) (Tabel 2). Matriks perbandingan dapat diterima jika nilai C R (rasio konsistensi), C R = C I / R I (6) a ij = W i /W j (1) Nilai W i /W j dengan i, j = 1, 2,, n dijajaki dengan melibatkan responden yang memiliki kompetensi dalam permasalahan yang dianalisis. Matriks perbandingan preferensi tersebut diolah dengan melakukan perhitungan pada tiap baris tersebut dengan menggunakan rumus W n i ai 1ai 2ai3... ain (2) Matriks yang diperoleh tersebut merupakan eigen vector yang juga merupakan bobot kriteria. Bobot kriteria atau eigen vector adalah X i, yang dihitung dengan rumus X i = W i / ƩW i (3) dengan nilai eigan vector maksimum sebesar kurang atau sama dengan 0,1. Model matematis adalah suatu sistem persamaam yang digunakan untuk Tabel 2. Nilai indeks random Ukuran Indeks random matriks (Inkonsistensi) 1, 2 0,00 3 0,58 4 0,90 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1,45 10 1,49 11 1,51 12 1,48 13 1,56 14 1,57 15 1,59 433

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 2 DESEMBER 2013 meyelesaikan suatu permasalahan, sehingga penyelesaiannya lebih sederhana. Dari pembobotan kriteria dan subkriteria total responden, setelah dihitung rata-ratanya, selanjutnya dihitung prioritasnya dengan sistem persamaan matematis (Brodjonegoro, 1991 dalam Putri, 2011), Y = A (a 1 bobot a 1 + + a 6 bobot a 6 + + D (d 1 bobot d 1 + + d 5 bobot d 5 ) (7) dengan Y : skala prioritas A,, D : bobot alternatif level 2 a 1, a 2,..., d 4, d 5 : bobot alternatif level 3 bobot a 1, bobot a 2,, bobot d 5 : bobot alternatif level 3. 2.2 Metode Bina Marga Metode Bina Marga yang dipergunakan pada penelitian ini mengacu pada Ditjen Bina Marga (1990). Metode Bina Marga menggunakan approach data inventory yang meliputi data traffic dan data road condition, yang dapat diaplikasikan dengan tabel manfaat dan matriks biaya untuk memperoleh nilai manfaat penanganan jalan dan biaya konstruksi jalan sehingga diperoleh NPV. 2.2.1 Penaksiran Manfaat Lalu Lintas Jika sebuah ruas jalan telah dibangun atau diperbaiki maka: Biaya operasi kendaraan (ban, bahan bakar, keausan, dan sebagainya) akan berkurang, sehingga bermanfaat bagi pengendara dan penumpang. Waktu tempuh perjalanan mungkin berkurang. Penambahan frekuensi perjalanan mungkin terjadi. Perjalanan yang sekarang menggunakan kendaraan tak bermotor atau jalan kaki, mungkin di masa mendatang akan beralih menggunakan kendaraan bermotor. Biaya pemeliharaan di kemudian hari atau biaya untuk menjaga agar jalan tetap terbuka mungkin berubah. Seluruh manfaat potensi tersebut diukur dan dijumlahkan secara sistematis untuk diperbandingkan dengan perkiraan biaya peningkatan jalan. Metode ini menggunakan tabel penuntun manfaat berupa matriks yang mengkombinasikan jumlah lalu lintas saat ini dengan tipe/kondisi permukaan jalan, yang akan menunjukkan total nilai manfaat yang diharapkan terjadi selama umur proyek sebagai hasil dari peningkatan jalan. 2.2.2 Penaksiran Biaya Pekerjaan Dalam penaksiran biaya, data yang diperlukan yaitu: a). Rangkuman data ruas jalan mengenai kondisi jalan dan lalu lintas pada daftar induk jaringan jalan kabupaten. b). Matriks biaya untuk pekerjaan jalan yang sesuai, dikaitkan dengan lalu lintas dan kondisi jalan. 434

Tabel 3. Hubungan daya dukung tanah dan CBR Daya dukung tanah dasar subjektif CBR Sedang 8 % Agak lunak 5 % Lunak atau lunak sekali 2 3 % Prosedur penaksiran biaya meliputi Penilaian kondisi jalan dan penentuan kelas rencana lalu lintas. Penilaian kondisi jalan dinilai berdasarkan tipe dan kondisi permukaan jalan, daya dukung tanah dasar (Tabel 3) dan nomor desain perkerasan. Perbandingan Skala Prioritas Penanganan Jalan di Kabupaten Bengkayang Antara Metode AHP dengan Metode Bina Marga (Agustinus Syawal) 3. METODE PENELITIAN Data yang berhasil dikumpulkan diolah dengan metode AHP dan metode Bina Marga. Tahapan pertama yaitu menyusun serta mengidentifikasi ruas jalan yang termasuk dalam daftar pekerjaan peningkatan dan pemeliharaan berdasarkan data kondisi jalan yang ada dari daftar induk jaringan jalan kabupaten. Selanjutnya, berdasarkan hasil penilaian dari kedua metode tersebut, dibuat perbandingan peringkat dan menentukan analisis korelasi dengan metode Pearson dan metode Spearman. Gambar 4. Diagram alir penentuan manfaat lalu lintas 435

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 2 DESEMBER 2013 3.1 Metode Bina Marga Tahapan dalam melaksanakan analisis data menggunakan metode Bina Marga yaitu dengan cara menentukan nilai manfaat penanganan jalan dan menentukan nilai biaya konstruksi jalan (Gambar 4 dan Gambar 5). Selanjutnya, kedua nilai tersebut diperbandingkan secara langsung untuk memperoleh NPV. 3.2 Metode AHP Metode AHP diawali dengan penyusunan struktur hirarki menjadi beberapa kriteria dan subkriteria, membuat matriks perbandingan berpasangan, selanjutnya total level lokasi ruas jalan akan ditentukan dengan mengagregrasi kepentingan (bobot) relatif melalui hirarki. Tahapan dalam metode AHP sebagai berikut (lihat Gambar 6): 1) Menyusun struktur hirarki. 2) Membuat matriks perbandingan berpasangan. 3) Perhitungan eigen vektor. 4) Kontrol terhadap indeks konsistensi. 5) Pembobotan kriteria. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penentuan peringkat penanganan jalan dengan metode Bina Marga dan metode AHP disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Hasil penilaian dengan metode Bina Marga menunjukkan ruas jalan Pangkalan Makmur Capkala berada pada peringkat pertama. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya volume LHR pada jalan tersebut sehingga menghasilkan Gambar 5. Diagram alir penaksiran biaya pekerjaan 436

Perbandingan Skala Prioritas Penanganan Jalan di Kabupaten Bengkayang Antara Metode AHP dengan Metode Bina Marga (Agustinus Syawal) Gambar 6. Struktur hirarki penelitian (metode AHP) NPV tertinggi sebesar 398,1 juta/km. Hasil penentuan peringkat dengan metode AHP juga menempatkan ruas jalan Pangkalan Makmur Monterado berada pada peringkat pertama. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh besarnya bobot pada subkriteria kondisi jalan dan subkrietria LHR dengan nilai bobot maksimum 1. Kedua subkriteria tersebut merupakan breakdown dari kriteria kondisi jalan yang memiliki bobot kriteria tertinggi sebesar 42,97 %, serta terdapat dua subkriteria lainnya yang memiliki nilai bobot maksimum 1 yaitu subkriteria manfaat penanganan jalan dan subkriteria kawasan perdagangan dan industri. Hasil penentuan peringkat, kedua metode menempatkan empat ruas jalan berada pada posisi peringkat yang sama atau 20% dari total dua puluh ruas jalan, yaitu ruas jalan Pangkalan Makmur Monterado, Puaje Monterado, Pasukayu Pombay dan Bengkayang Rasau. Peringkat enam belas ruas jalan (80%) lainnya posisinya random. Dari daftar peringkat metode Bina Marga, terdapat sembilan ruas jalan mengalami penurunan peringkat dan terdapat tujuh ruas jalan mengalami peningkatan peringkat jika dikomparasikan dengan hasil penentuan metode AHP. Berdasarkan hasil analisis korelasi dengan metode Pearson, terdapat 437

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 2 DESEMBER 2013 Tabel 4. Penentuan NPV metode Bina Marga hubungan yang sangat kuat dan positif yaitu sebesar 81 % yang menyatakan bahwa naik turunnya NPV pada metode Bina Marga mempengaruhi naik turunnya nilai bobot jalan pada metode AHP dan sisanya sebesar 19 % dipengaruhi oleh faktor lainnya. Hasil analisis metode koefisien Spearman menunjukkan terdapat hubungan statistik antara hasil peringkat metode Bina Marga dengan metode AHP. 5. KESIMPULAN Beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: 1) Hasil penilaian kedua metode menunjukkan hasil yang sama untuk ruas jalan yang berada pada peringkat pertama yaitu ruas jalan Pangkalan Makmur Capkala. Hasil penilaian pada metode Bina Marga dipengaruhi oleh jumlah volume 438

Perbandingan Skala Prioritas Penanganan Jalan di Kabupaten Bengkayang Antara Metode AHP dengan Metode Bina Marga (Agustinus Syawal) Tabel 5. Penentuan nilai skala prioritas metode AHP No No Ruas Nama Ruas Jalan Tipe Pekerjaan Nilai Skala (Y) Peringkat Prioritas Penanganan 1 1 Sungai Duri - S. Pangkalan II PK 2 16 Pangkalan Makmur - Capkala PK 3 40 Capkala - M onterado PK 4 56 Puaje - M onterado PK 5 58 Monterado - Sagatani PK 6 61 Samalantan - Monterado MP 7 70 Pasukayu - Pombay PK 8 88 Barak Asam - Pombay PK 9 101 Bengkayang - Rasau MP 10 124 Sayung - Temu PK 11 138 Bengkayang - Sebalo PK 12 160 Lumar - Madi MP 13 175 Kandasan - Kamuh PK 14 187 Jalan Padat Karya PK 15 193 Bengkilu - Jaring PK 16 206 Sanggau Ledo - Dawar PK 17 207 Lembang - Segonde MP 18 211 Transos - Kamuh PK 19 248 Jagoi Take - Siding PK 20 250 Jagoi Take - Semunying PK 0,6398 0,8083 0,6653 0,7151 0,5188 0,4504 0,6265 0,5244 0,6288 0,5442 0,6968 0,2707 0,4573 0,5130 0,4769 0,7745 0,2755 0,4672 0,3261 0,4790 6 1 5 3 11 17 8 10 7 9 4 20 16 12 14 2 19 15 18 13 LHR, sedangkan hasil penilaian pada metode AHP dipengaruhi oleh hasil persepsi responden yang memberikan nilai bobot tertinggi pada kriteria kondisi jalan dan kriteria aspek ekonomi. Kedua aspek tersebut merupakan variabel yang diakomodir dari metode Bina Marga. 2) Kelebihan metode Bina Marga yaitu cukup praktis dan efisien karena hanya menggunakan tabel manfaat lalu lintas dan matriks biaya konstruksi jalan dalam menentukan skala prioritas penanganan jalan. 3) Parameter assesment yang dipergunakan pada metode Bina Marga hanya didasarkan pada data 439

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 2 DESEMBER 2013 inventory yang meliputi data traffic dan data road condition. Model ini memiliki kelemahan karena tidak memiliki fleksibilitas terhadap rencana pengembangan wilayah yang berbasis pada pengembangan pola kegiatan (sistem tata ruang) dan pengembangan sistem transportasi (sistem jaringan jalan), serta pengembangan wilayah yang belum berkembang, dan berimplikasi terhadap ruas jalan yang memiliki LHR rendah sehingga memiliki peluang yang sangat kecil untuk mendapat prioritas penanganan. 4) Kelebihan metode AHP yaitu lebih fleksibel dalam menentukan variabel kriteria maupun subkriteria. Penjabaran variabel yang dianggap dapat memecahkan permasalahan dapat disusun secara lebih terperinci. Akurasi penilaian dengan metode AHP cukup baik, karena hasil pembobotan terhadap preferensi responden harus memenuhi persyaratan C R yang ditetapkan sebesar 10 %. 5) Instrumen utama dalam metode AHP adalah persepsi stakeholder dalam menilai tingkat kepentingan antarvariabel maka subjektivitas responden dalam melakukan penilaian dapat menjadi kelemahan dalam pengaplikasian metode ini. No.77/KPTS/Db/1990. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum RI. Juanda. 2010. Perbandingan Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) dan Preference Rangking Organization Method for Enrichment Evaluation (Promethee) dalam Menentukan Urutan Prioritas Peningkatan Jalan Kabupaten Ketapang. Tesis. Pontianak: Program Magister Teknik Sipil Universitas Tanjungpura. Putri, I Dewa Ayu Ngurah Alit. 2011. Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten di Kabupaten Bangli. Tesis. Denpasar: Program Magister Teknik Sipil Universitas Udayana. Sembiring, Irwan Suranta. 2008. Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan (Studi Kasus: Ruas Jalan Provinsi di Kabupaten Samosir). Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara. Daftar Pustaka Ditjen Bina Marga. 1990. Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penyusunan Program Jalan Kabupaten. Surat Keputusan 440