PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE OLEH MASYARAKAT DESA BABULU LAUT KECAMATAN BABULU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

VALUASI EKONOMI PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN TERITIP KOTA BALIKPAPAN

Valuasi Ekonomi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove di Desa Bedono, Demak. Arif Widiyanto, Suradi Wijaya Saputra, Frida Purwanti

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DAN SKENARIO PENGELOLAANNYA DI DESA MUARA BENGALON KECAMATAN BENGALON KABUPATEN KUTAI TIMUR

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA BAROWA KECAMATAN BUA KABUPATEN LUWU

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

KAJIAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI KELURAHAN KARIANGAU KECAMATAN BALIKPAPAN BARAT MELALUI PENDEKATAN EKONOMI

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 3, September 2014 (19 28)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan 2) Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Jurusan Perikanan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

Kajian Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove Di Desa Pasar Banggi, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

KAJIAN EKONOMI PENGELOLAAN TAMBAK DI KAWASAN MANGROVE SEGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH

KAJIAN EKONOMI MANFAAT HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI NEGERI PASSO KOTA AMBON

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA WAIHERU KOTA AMBON

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie

Economic value analysis of mangrove forest ecosystems in Sorong, West Papua Province

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Analisis Ekonomi Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan. Oleh ABSTRACT

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROPINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

VALUASI EKONOMI JASA LINGKUNGAN HUTAN MANGROVE DI PESISIR KECAMATAN MEDAN BELAWAN HASIL PENELITIAN

JURNAL VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI DESA TIWOHO KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA UTARA WINDA DESITHA KALITOUW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI NEGERI TAWIRI KOTA AMBON

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

RINGKASAN. Berbagai Macam Kegiatan Pertanian Di Pesisir Pantai Timur Kecamatan Tulung

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA MANGROVE DI KELURAHAN MANGUNHARJO, KECAMATAN TUGU, KOTA SEMARANG

VALUASI EKONOMI MANGROVE DESA PEJARAKAN, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sehingga perlu dijaga kelestariannya. Hutan mangrove adalah

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

PENDAHULUAN Latar Belakang

IDENTIFIKASI NILAI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA TAWIRI, AMBON

NILAI EKONOMI AIR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN DI BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR

WORKSHOP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

Kondisi Ekonomi Pasca Konversi Hutan Mangrove Menjadi Lahan Tambak Di Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Dusun Bauluang termasuk salah satu Dusun di Desa Mattirobaji. Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

BAB I PENDAHULUAN km. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya laut yang menimpah baik dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

Jurnal Bumi Lestari, Volume 14 No. 2, Agustus 2014, hlm

Penilaian Jasa Ekosistem Mangrove di Teluk Blanakan Kabupaten Subang. (Valuation of Mangrove Ecosystem Services in Blanakan Bay, Subang District)

MEIA ESTER SELA GINTING

Transkripsi:

PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE OLEH MASYARAKAT DESA BABULU LAUT KECAMATAN BABULU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA Eko Kurniawan 1, Djuhriansyah 2 dan Helminuddin 2 1 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltim, Samarinda. 2 Laboratorium Ekonomi Sumberdaya Perikanan & Kelautan FPIK Unmul, Samarinda. ABSTRACT. Mangrove Forest Utilization by Society at Babulu Laut Village, Sub District of Babulu, District of Penajam Paser Utara. The purpose of this research were to identify general condition and the utilization of mangrove forest and to analyze economic value of mangrove forest utilization at the Village of Babulu Laut. The field research was conducted from March to May 2007. Results of the research indicated that the forest mangrove in Babulu Laut Village had a lot of conversion become the ponds of prawn and fish. At this time the width of mangrove forest is 232 ha while the width of fish and prawn ponds are 3.708 ha. There were four ecosystem benefits and functions of mangrove forest at Babulu Laut Village, i.e. direct benefit amounted of Rp504,766,000,-/year, indirect benefit Rp2,425,745,520,-/year, choice benefit Rp30,707,520,-/year and existence benefit Rp232,000,000,-/year. The economic benefit value from 232 ha of mangrove forest was Rp3,193,219,040,-/year or Rp13,763,875,-/ha/year. The effect of the decrease of mangrove forest has been felt by surrounding communities, i.e. more difficulty to find fish, crab and fishpond business, finally the income of the fishpond farmers are also reduced. This make the fishermen and fishpond farmers are conscious how important is the existence of mangrove forest for their livings. Because of lacking of knowledge about mangrove forest in the surrounding communities, it is therefore recommended to socialize and to conduct training how to conserve mangrove forest. Kata kunci: valuasi ekonomi, manfaat, pendapatan, dampak. Provinsi Kalimantan Timur memiliki kawasan pesisir dan wilayah laut yang luas, dari 13 kabupaten atau kota, 10 di antaranya berada di wilayah pesisir. Luas hutan mangrove di Provinsi Kalimantan Timur adalah 775.660 ha (Anonim, 2001). Desa Babulu Laut merupakan satu di antara desa di wilayah Kecamatan Babulu Kabupaten Penajam Paser Utara yang mempunyai wilayah seluas 129.990 ha. Hutan mangrove di wilayah ini mempunyai luas 232 ha dan didominasi oleh jenis Avicennia sp. (20 30%) dan Rhizopora sp. (70-80%). Masyarakat di Desa Babulu Laut telah lama memanfaatkan hutan mangrove yaitu sebagai tempat mencari ikan dan menangkap kepiting serta lahan budidaya. Banyak hutan mangrove yang telah dikonversi menjadi hutan produksi, lahan pertambakan, pertanian dan permukiman. Hal ini menyebabkan kuantitas dan kualitas hutan mangrove berkurang dan menyebabkan tergangggunya keseimbangan ekosistem yang ada di kawasan hutan mangrove. Dampak yang ditimbulkan adalah semakin berkurangnya fungsi hutan mangrove sebagai tempat memijah ikan, daerah 16

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 17 asuhan dan mencari makan bagi ikan, udang dan pada akhirnya dapat menurunkan tingkat produksi perikanan. Penelitian valuasi ekonomi perlu dilakukan untuk mengetahui apa saja manfaat langsung dan tidak langsung dari keberadaan hutan mangrove, sehingga nantinya dapat dijadikan modal dalam membangun kesadaran para pengambil kebijakan (decision maker) serta masyarakat yang berada di sekitar wilayah hutan mangrove, sehingga pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam hutan mangrove dapat dilakukan secara lestari dan berkelanjutan. Ekosistem hutan mangrove mempunyai dua fungsi ganda yaitu sebagai fungsi ekonomi dan ekologi, maka perubahan ekosistem hutan mangrove menjadi lahan tambak akan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem hutan mangrove. Uraian di atas menunjukkan, bahwa manfaat hutan mangrove bagi masyarakat tidaklah kecil. Tetapi selama ini penilaiannya lebih ditekankan kepada nilai penggunaan atau manfaat langsung dari hutan mangrove seperti kayu bakar dan bahan bangunan, sedangkan nilai manfaat tidak langsung (seperti pencegah intrusi air laut, penjaga suplai pakan bagi ikan), manfaat pilihan berupa kesediaan orang atau kelompok untuk membayar demi kelangsungan pemanfaatan sumberdaya untuk masa depan dan manfaat eksistensi (seperti keberadaan hutan mangrove bagi kehidupan) tidak mendapat banyak perhatian dan memerlukan penilaian secara ekonomi. Dari uraian itu, maka dalam penelitian ini di rumuskan hal-hal sebagai berikut: i) bagaimana bentuk pemanfaatan sumberdaya alam hutan mangrove di Desa Babulu Laut dan ii) berapa nilai ekonomi dari hutan mangrove di Desa Babulu Laut. Bertitik tolak dari permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum dan pemanfaatan hutan mangrove di Desa Babulu Laut serta menganalisis nilai ekonomi dari pemanfaatan hutan mangrove di Desa Babulu Laut. METODE PENELITIAN Studi kasus dilakukan dengan metode survei terhadap populasi masyarakat yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan pemanfaatan dan fungsi hutan mangrove. Penelitian dilaksanakan di wilayah pemanfaatan hutan mangrove Desa Babulu Laut Kabupaten Penajam Paser Utara dan dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2007. Subjek penelitian ini adalah masyarakat yang mempunyai mata pencaharian yang berhubungan dengan pemanfaatan dan fungsi hutan mangrove dan kemudian dijadikan responden pada penelitian ini. Penetapan responden dilakukan dengan teknik pengambilan contoh/sampel bertujuan subjek quota (quota purposive sampling). Teknik ini digunakan karena responden yang menjadi tujuan penelitian adalah sejumlah pembudidaya ikan atau udang, nelayan penangkap ikan atau udang dan nelayan penangkap kepiting. Jumlah responden pada peneltian sebanyak 62 orang dengan rincian pembudidaya ikan atau udang sebanyak 20 orang, penangkap kepiting 19 orang dan penangkap ikan atau udang sebanyak 23 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara dan menggunakan panduan daftar pertanyaan.

18 Kurniawan dkk. (2008). Pemanfaatan Hutan Mangrove Penentuan nilai ekonomi pemanfaatam ekosistem hutan mangrove Desa Babulu Laut dilaksanakana melalui dua tahap, yaitu: 1. Identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem mangrove. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh data tentang berbagai macam manfaat dan fungsi ekosistem hutan mangrove yang terdiri dari: a. Manfaat Langsung (ML). Manfaat yang dapat diperoleh secara langsung dari ekosistem hutan mangrove, yaitu sumberdaya perikanan (budidaya udang atau ikan, penangkapan kepiting, penangkapan ikan atau udang). Hal ini dilakukan dengan jenis pemanfaatan yang ada di sekitar hutan mangrove. ML = MLPi + MLPk+ MLPb ML = Manfaat Langsung MLPi = Manfaat Langsung perikanan ikan MLPk = Manfaat Langsung perikanan kepiting MLTb = Manfaat langsung perikanan budidaya b. Manfaat Tidak Langsung (MTL). Manfaat yang diperoleh dari suatu ekosistem secara tidak langsung terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sumberdaya alam dan lingkungan (Fauzi, 2002). Manfaat tidak langsung ini bisa berupa manfaat fisik sebagai pelindung pantai dari abrasi yang didekati dengan pembangunan pemecah gelombang (break water) dan manfaat biologis berupa penyedia pakan organik bagi udang. MTL = MTLe + MTLb MTL = Manfaat Tidak Langsung MTLe = Manfaat Tidak langsung ekologis dan perlindungan (penahan abrasi pantai) yang didekati pembangunan pemecah gelombang MTLb = Manfaat Tidak Langsung biologis sebagai penyedia bahan organik bagi ikan. Naamin (1984) menyatakan, bahwa nilai manfaat tidak langsung biologis dari eksosistem hutan mangrove dapat didekati dengan menggunakan model regresi luas hutan mangrove dan produksi udang dengan rumus: Y = 16,286 + 0,0003536X Y = Produksi udang (kg) X = Luas hutan mangrove (ha) c. Manfaat Pilihan (MP). Nilai yang menunjukkan kesediaan seseorang atau individu untuk membayar demi kelestarian sumberdaya bagi pemanfaatan di masa depan. Nilainya didekati dengan mengacu pada nilai keanekaragaman hayati (biodiversity) hutan mangrove di Indonesia yaitu US$15 per ha per tahun (Ruitenbeek, 1991). d. Manfaat Eksistensi (Keberadaan/ME). Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dari keberadaan hutan mangrove setelah manfaat lainnya dikeluarkan dari analisis sehingga nilainya merupakan nilai ekonomis keberadaan suatu ekosistem (Paryono dkk., 1999). Teknik pendekatan dilakukan dengan interview menggunakan kuisioner terhadap responden dengan menanyakan keinginan membayar (willingness to pay/wtp) dari responden demi mempertahankan aset lingkungan (Maryadi, 1998).

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 19 Formulasinya adalah sebagai berikut: n ME = Σ (ME i ) / n i =1 ME i = Manfaat eksistensi dari responden ke-i n = Jumlah responden i = Indeks responden 2. Kuantifikasi seluruh manfaat dan fungsi ke dalam nilai uang (rupiah). Beberapa teknik kuantifikasi yang digunakan adalah: a. Nilai pasar untuk merupiahkan komoditas-komoditas yang langsung dapat dipasarkan (untuk menilai manfaat langsung hasil hutan dan hasil perikanan) b. Harga tidak langsung digunakan bila mekanisme pasar gagal memberikan nilai pada komponen sumberdaya yang diteliti. Cara ini digunakan untuk merupiahkan nilai manfaat tidak langsung ekosistem hutan mangrove. c. Metode Penilaian Kontingensi yaitu untuk memperoleh nilai manfaat keberadaan hutan mangrove. Pendekatan ini disebut contingent (tergantung kondisi), karena pada prakteknya informasi yang diperoleh sangat tergantung dari hipotesis yang dibangun. d. Nilai Manfaat Ekonomi Total (NMET) merupakan penjumlahan dari seluruh manfaat yang telah diidentifikasi dari ekosistem hutan mangrove, yang dirumuskan sebagai berikut: NMET = NML + NMLT + NMP + NMK NMET = Nilai Manfaat Ekonomi Total NML = Nilai Manfaat Langsung NMTL = Nilai Manfaat Tidak Langsung NMP = Nilai Manfaat Pilihan NMK = Nilai Manfaat Keberadaan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Desa Babulu Laut merupakan satu di antara desa di Kecamatan Babulu yang merupakan desa pesisir karena mempunyai garis pantai. Desa Babulu Laut secara administasi berjarak 7 km dari pusat pemerintahan kecamatan dan 49 km dari pusat Kabupaten Penajam Paser Utara. Topografi atau bentang lahan yang ada sebagian besar adalah luas daratan yaitu seluas 8.400 km 2 dengan kondisi lahan antara lain lahan terlantar seluas 1.225 ha, lahan pasang surut 1.240 ha dan lain-lain seluas 5.835 ha. Penggunaan lahan sebagian besar digunakan untuk pertanian (sawah) 1.244 ha, perikanan tambak 3,708 ha, hutan mangrove 232 ha, perkebunan rakyat 300 ha dan bangunan seluas 1.942 ha.

20 Kurniawan dkk. (2008). Pemanfaatan Hutan Mangrove Jumlah penduduk Desa Babulu Laut pada tahun 2006 tercatat sebanyak 3.496 orang (806 KK) dengan tingkat kepadatan 40 KK/km 2 ). Tingkat pendidikan penduduk Desa Babulu Laut sangat bervariasi. Data tahun 2006 menunjukkan bahwa penduduk yang lulus sekolah dasar atau sederajat sebanyak 575 orang dan SLTP atau sederajat sebanyak 370 orang dan masih ada buta huruf sebanyak 59 orang. Penduduk Desa Babulu Laut semuanya memeluk agama Islam. Suku bangsa penduduk Desa Babulu Laut terdiri dari beberapa suku bangsa antara lain: Jawa, Bugis, Banjar, Paser dan yang lain. Mata pencaharian penduduk Desa Babulu Laut sebagian besar sebagai petani, nelayan dan buruh swasta. Kondisi terakhir menunjukkan bahwa hutan mangrove di daerah ini sudah banyak yang dikonversi menjadi lahan pertambakan. Dampaknya sudah mulai dirasakan penduduk sekitar yaitu semakin sulitnya mencari ikan, kepiting maupun usaha pertambakan dan pada akhirnya tingkat pendapatan pembudidaya juga berkurang. Kondisi hutan mangrove yang demikian, menjadikan para nelayan dan pembudidaya ikan atau udang sudah mulai sadar betapa pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan mereka. Banyak pembudidaya yang mulai menanam pohon mangrove di tambaknya, baik di tengah kolam maupun di pematangnya. Hasil identifikasi terhadap manfaat dan fungsi ekosistem hutan mangrove di Desa Babulu Laut pada saat penelitian diketahui bahwa bentuk pemanfaatan antara lain pemanfaatan hasil hutan hanya sebagai kayu bakar untuk pembuatan gula aren dan pemanfaatan hasil perikanan antara lain penangkapan ikan atau udang, penangkapan kepiting dan budidaya ikan atau udang. 1. Manfaat langsung (ML). Manfaat langsung meliputi pemanfaatan hasil hutan dan pemanfaatan hasil perikanan. Pemanfaatan hasil hutan berupa pemanfaatan daun Nipah (Nypa fructicans) dan kayu bakar. Pemanfaatan hasil perikanan (Tabel 1) berupa usaha penangkapan ikan atau udang dengan nilai manfaat langsung diestimasi sebesar Rp235.425.000,- per tahun, usaha penangkapan kepiting Rp149.185.000,- per tahun dan usaha budidaya udang atau ikan bandeng sebesar Rp120.156.000,- per tahun. Dari uraian di atas nilai total manfaat langsung hutan mangrove dengan luas hutan mangrove 232 ha sebesar Rp504.766.000,- per tahun. Tabel 1. Rekapitulasi Nilai Total Manfaat Langsung Hutan Mangrove Jenis pemanfaatan Pendapatan Biaya per tahun Pendapatan bersih per tahun (Rp) Investasi (Rp) Cost (Rp) per tahun (Rp) Penangkapan ikan atau udang 565,785,000 23,550,000 306,810,000 235,425,000 Penangkapan kepiting 263,925,000 16,190,000 98,550,000 149,185,000 Budidaya udang atau ikan 370,450,000 33,210,000 217,084,000 120,156,000 Jumlah 1,200,160,000 72,950,000 622,444,000 504,766,000 2. Manfaat tidak langsung (Indirect use value). Nilai manfaat tidak langsung ini meliputi nilai manfaat tidak langsung fisik dan manfaat tidak langsung biologis. a. Nilai manfaat tidak langsung dari ekosistem hutan mangrove didekati dengan fungsinya sebagai penahan abrasi dan penahan interusi air laut. Estimasi manfaat tidak langsung sebagai penahan abrasi didekati dengan pembangunan pemecah gelombang (break water). Hal ini dikarenakan hutan mangrove Desa Babulu Laut

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 21 berhadapan langsung dengan Selat Makasar. Biaya pembangunan fasilitas pemecah gelombang untuk ukuran panjang 1 m 3 dengan daya tahan 10 tahun adalah sebesar Rp15.159.375,- (Anonim, 2006). Berdasarkan panjang pantai ekosistem hutan mangrove Desa Babulu Laut sepanjang 3.000 m, panjang pantai yang terdapat hutan mangrove hanya 1.600 m, maka biaya pembuatan pemecah gelombang sebanyak Rp24.255.000.000,- atau Rp2.425.500.000,- per tahun. b. Manfaat tidak langsung sebagai fungsi biologis dari ekosistem hutan mangrove adalah berupa penyedia pakan organik bagi udang. Naamin (1984) menyatakan, bahwa nilai manfaat tidak langsung dari ekosistem hutan mangrove dapat didekati dengan menggunakan model regresi luas hutan mangrove dan produksi udang dengan rumus: Y = 16,286 + 0,0003536X. Yang mana Y = produksi udang (kg), X = luas hutan mangrove (ha). Luas hutan mangrove Desa Babulu Laut adalah sekitar 232 ha, maka potensi produksi udang yang dihasilkan adalah sebesar 16.286 kg per tahun. Menghasilkan nilai manfaat tidak langsung hutan mangrove sebagai penyedia pakan udang, maka jumlah potensi harus dikalikan dengan harga jual pakan ikan. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2005 memberikan petunjuk mengenai harga jual pakan ikan adalah sebesar Rp10.000,- per kg dan tingkat kebutuhan pakan setiap 1 kg udang adalah 1,5 kg. Dengan demikian nilai manfaat langsung sebagai penyedia pakan organik adalah sebesar Rp245.520,-. Dengan metode pendekatan tersebut, maka nilai manfaat tidak langsung hutan mangrove Desa Babulu laut sebesar Rp2.425.745.520,- per tahun. 3. Manfaat pilihan (Option value). Para peneliti terdahulu menilai manfaat pilihan ekosistem hutan mangrove dengan pendekatan hasil penelitian Ruitenbeek (1991) yang menggunakan manfaat keanekaragaman hayati (biodiversity). Nilai manfaat hutan mangrove untuk hutan di Indonesia adalah sebesar US$15 per ha per tahun. Hutan mangrove di Desa Babulu Laut seluas 308 ha dan nilai US$ pada saat penelitian sebesar Rp8.824,- maka nilai manfaat hutan mangrove Desa Babulu Laut dengan luas 232 ha diperoleh nilai Rp40.766.880,- 4. Manfaat keberadaan (Existence value). Nilai pilihan berkaitan dengan pilihan pemanfaatan lingkungan di masa yang akan datang dengan asumsi tidak mengalami kepunahan atau kerusakan yang permanen. Nilai ini merupakan kesanggupan seseorang atau kelompok orang membayar premium atas risiko kerusakan dengan harapan tetap dapat dimanfaatkan di kemudian hari. Teknis pendekatan dilakukan dengan wawancara kepada responden tentang keberadaan hutan mangrove dan berapa kesanggupan masing-masing responden untuk membayar sejumlah uang demi kelestarian ekosistem hutan mangrove. Untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (WTP) dari responden dilakukan dengan kuisioner model referendum, yang mana responden diberikan suatu nilai rupiah (Rp1.000.000,-; Rp3.000.000,- dan Rp5.000.000,-) per ha. Responden diberikan pertanyaan setuju dan tidak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden setuju bahwa hutan mangrove sangat berperan di dalam kehidupan mereka, sedangkan untuk nilai kesanggupan membayar sejumlah uang demi kelestarian hutan mangrove dari masing-masing responden setelah diberikan pilihan nilai rupiah atas keberadaan

22 Kurniawan dkk. (2008). Pemanfaatan Hutan Mangrove hutan mangrove rata-rata responden memberikan nilai manfaat keberadaan sebesar Rp1.000.000,-. Dengan luas hutan mangrove 232 ha, maka nilai manfaat keberadaan hutan mangrove diestimasi sebesar Rp232.000.000,-. 5. Nilai manfaat ekonomi total ekosistem hutan mangrove. Nilai manfaat Ekonomi Total (NMET) merupakan penjumlahan dari seluruh manfaat yang telah diidentifikasi dari ekosistem hutan mangrove. Hasil identifikasi seluruh manfaat diperoleh dari ekosistem hutan mangrove di Desa Babulu Laut. Hasil estimasi perhitungan NMET hutan mangrove dengan luas 232 ha adalah sebesar Rp3.193.219.040,- per tahun atau Rp13,763,875,- per ha per tahun (Tabel 2). Tabel 2. Rekapitulasi Nilai Manfaat Ekonomi Total Hutan Mangrove Desa Babulu Laut Tahun 2006 Jenis manfaat Nilai manfaat (Rp per tahun) Persentase (%) Manfaat Langsung 504,766,000 16 Manfaat Tidak Langsung 2,425,745,520 76 Manfaat Pilihan 30,707,520 1 Manfaat Keberadaan 232,000,000 7 Jumlah 3,193,219,040 100 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil identifikasi terhadap manfaat dan fungsi hutan mangrove di Desa Babulu Laut diketahui ada 4 jenis manfaat eksositem yaitu Manfaat Langsung (ML), Manfaat Tidak Langsung (MTL), Manfaat Pilihan (MP) dan Manfaat Keberadaan (MK). ML dari hutan mangrove berupa pemanfaatan hasil perikanan yang berupa penangkapan ikan atau udang, penangkapan kepiting dan budidaya udang atau ikan bandeng dengan nilai manfaat sebanyak Rp504.766.000,- per tahun. MTL berupa pemanfaatan sebagai penahan abrasi pantai dan sebagai penjaga siklus makanan bagi biota perairan dengan nilai Rp2.425.745.520,- per tahun. MP yang diperoleh dengan menghitung nilai keanekaragaman hayati (biodiversity) memberikan nilai Rp30.707.520,- per tahun. MK dengan mengetahui kesanggupan masyarakat untuk membayar demi mempertahankan keberadaan hutan mangrove di sekitarnya memperoleh nilai Rp232.000.000,- per tahun Nilai Manfaat Ekonomi Total dari hutan mangrove dengan luas 232 ha diperoleh Rp3.193.219.040,- per tahun atau Rp13.763.875,- per ha per tahun. Dampak berkurangnya hutan mangrove sudah mulai dirasakan penduduk sekitar, yaitu semakin sulitnya mencari ikan, kepiting maupun usaha pertambakan dan pada akhirnya tingkat pendapatan pembudidaya juga berkurang. Hal ini menjadikan para nelayan dan pembudidaya ikan sudah mulai sadar betapa pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan mereka. Sosialisasi dan pelatihan mengenai manfaat dan kelestarian hutan mangrove dirasakan masih kurang.

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 23 Saran Ekosistem hutan mangrove di Desa Babulu Laut memiliki potensi yang tinggi. Hal ini ditandai terdapat 4 jenis manfaat ekosistem seperti tersebut di atas, maka perlu dijaga kelestariannya dengan menyeimbangkan tingkat pemanfaatan oleh masyarakat sekitar maupun oleh pengguna lainnya. Perlu dilakukan perencanaan yang sesuai dengan ruang lingkup pengelolaannya. Pemanfaatan yang dianjurkan adalah yang bermanfaat secara ekologis dan ekonomis saja. Ekosistem hutan mangrove Desa Babulu Laut mempunyai peranan cukup besar, baik yang dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat sekitar, maka masyarakat maupun instansi terkait lainnya seperti pemerintah, swasta, peneliti maupun LSM harus mempunyai kesadaran yang cukup besar untuk menjaga kelestarian hutan mangrove agar dapat memenuhi fungsinya sebagai sumber penghasilan saat ini maupun masa yang akan datang. Upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove di Desa Babulu Laut perlu ditingkatkan dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan, baik melalui sosialisasi, pelatihan-pelatihan, serta upaya perbaikan ekosistem hutan mangrove melalui penanaman mangrove. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2001. Peranan Hutan Mangrove terhadap Kelangsungan Produktivitas Perairan Pantai. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. 34 h. Anonim. 2006. Lembar Satuan Pokok Kegiatan Provinsi Kalimantan Timur Tahun Anggaran 2006. Dinas Pekerjaan Umum dan Kimpraswil Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda, 34 h. Fauzi, A. 2002. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Makalah pada Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir & Lautan, Universitas Diponegoro, Semarang. 17 h. Maryadi. 1998. Analisis Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Mangrove untuk Berbagai Macam Kegiatan Pertanian di Pesisir Pantai Timur Kecamatan Tulung Sellapan Provinsi Sumatera Selatan. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 97 h. Naamin, N. 1984. Dinamika Lahan Mangrove untuk Budidaya Tambak. Keuntungan dan Kerugiannya. Proceeding Seminar IV Ekosistem Mangrove 7 9 Agustus 1990, Bandar Lampung. 19 h. Paryono, T.J. ; T. Kusumatanto ; R. Dahuri dan D.G. Bengen. 1999. Kajian Ekonomi Pengelolaan Tambak di Kawasan Mangrove Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Jurnal Pesisir dan Lautan 2 (3): 16 18. Ruitenbeek, H.J. 1991. Valuation of Bintuni Bay. Ministry of Environmental, Indonesia.