BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

X. ANALISIS KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terdahulu, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan selama penelitian dilakukan.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR LEMBAR PERSEMBAHAN ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

Pengendalian pemanfaatan ruang

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BUPATI BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

BUPATI BANGKA TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

Peran Pemerintah dalam Perlindungan Penataan Ruang

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PESISIR BERBASIS MANGROVE

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

VIII. ANALISIS HIRARKI PROSES (AHP)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

SYLVOFISHERY (MINA HUTAN) : PENDEKATAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE SECARA LESTARI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PER

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGURUSAN HUTAN MANGROVE DAN HUTAN PANTAI

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR. Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. yang berada di wilayah pesisir seperti Desa Dabong. Harahab (2010: )

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2016

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 05 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

I. PENDAHULUAN. Daerah dengan potensi sumberdaya alam yang kaya memiliki potensi untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 03 TAHUN 2001 TENTANG PENATAAN RUANG PANTAI PESISIR DAN PELABUHAN TAHUN 2000 S/D 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten.

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penentuan karakteristik konversi hutan mangrove di Kecamatan Ujungpangkah didasarkan pada jenis konversi, persebaran dan arah konversi, menunjukkan sebagai berikut: a. Jenis konversi hutan mangrove di Kecamatan Ujungpangkah adalah konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak. b. Sebaran lokasi konversi hutan mangrove di Kecamatan Ujungpangkah cenderung mengarah ke daerah muara Sungai Bengawan Solo dan kawasan pantai. 2. Faktor-faktor penyebab konversi hutan mangrove di Kecamatan Ujungpangkah, yaitu: a. Rendahnya pendapatan masyarakat pesisir mendorong masyarakat melakukan eksploitasi terhadap hutan mangrove. b. Keinginan untuk mendapatkan keuntungan yang besar melalui produksi perikanan melalui pembuatan lahanlahan pertambakan c. Sering terjadi tumpang tindih, dan ketidakjelasan kewenangan antara instansi sektoral pusat dan daerah dalam pengelolaan sumberdaya pesisir, termasuk hutan mangrove. 129

d. Kawasan hutan mangrove yang tidak termasuk dalam kawasan konservasi cenderung akan dimanfaatkan untuk penggunaan lahan yang lain. e. Penduduk tradisional yang masih tersisa disekitar kawasan mangrove cenderung untuk menebang pohon-pohon mangrove karena kebutuhan yang mendesak untuk kebutuhan rumah tangga. f. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya keberadaan ekosistem hutan mangrove. g. Adanya sedimentasi di kawasan pantai dan sempadan sungai Desa Pangkah kulon dan Desa Pangkahwetan menimbulkan adanya tanah oloran yang ditumbuhi mangrove yang tidak jelas status kepemilikannya 3. Arahan Pengendalian konversi hutan mangrove di Kecamatan Ujungpangkah secara umum, yaitu: a. Instrumen regulasi Kebijakan peraturan zonasi dengan penetapan hutan mangrove sebagai kawasan lindung suaka alam dengan pemanfaatan terbatas dan kawasan lindung pantai berhutan bakau sedalam sedalam 300 meter dari bibir pantai sebagai zona konservasi inti. Penetapan sempadan sungai dengan lebar 50-100 meter. Memperketat proses perijinan dan lebih selektif dalam mengeluarkan izin untuk memanfaatan lahan di sekitar kawasan lindung. b. Kebijakan Insentif Pemberian insentif berupa keringanan pajak bagi pemilik tambak yang melakukan sistem budidaya perikanan dengan menggunakan metode silvofishery dan tidak menambah luas tambak. Memberikan insentif berupa bantuan dana sosial bagi masyarakat kurang mampu yang terlibat 130

dalam kegiatan pelestarian dan rehabilitasi hutan mangrove yang diadakan oleh pemerintah. Memberikan insentif bagi masyarakat yang tetap mempertahankan fungsi ekosistem mangrove berupa keringanan pajak tanah. c. Kebijakan Disinsentif Pemberian disinsentif kepada para memilik tambak yang tidak menggunakan metode silvofishery di kawasan konservasi. Disinsentif yang diberikan berupa pengenaan pajak yang lebih tinggi. Pembatasan penyediaan infrastruktur bagi kegiatan yang mengganggu keberadaan hutan mangrove. d. Kebijakan Sanksi Pemberian sanksi yang jelas dan tegas bagi pelanggar ketentuan. Sanksi yang diberikan dapat berupa sanksi administratif, dan sanksi pidana. e. Kelembagaan Memperjelas kewenangan antara instansi sektoral pusat dan daerah dalam pengelolaan sumberdaya pesisir, termasuk hutan mangrove dengan menyerahkan prioritas kewenangan pengelolaan ekosistem mangrove Kecamatan Ujungpangkah kepada Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan Kabupaten Gresik. f. Sosialisasi Melakukan kegiatan sosialisasi mengenai peraturan pemanfaatan ruang yang berlaku dan mengenai pentingnya keberadaan ekosistem hutan mangrove. 4. Arahan pengendalian konversi hutan mangrove di Kecamatan Ujungpangkah secara khusus untuk tiap desa adalah sebagai berikut: 131

132 a. Arahan pengendalian konversi hutan mangrove di Desa Ngembo: Memperketat proses perijinan dan lebih selektif dalam mengeluarkan izin untuk memanfaatan lahan di sekitar kawasan lindung Melakukan rehabilitasi kawasan hutan mangrove yang mengalami kerusakan b. Arahan pengendalian konversi hutan mangrove di Desa Banyuurip: Membatasi arah pembangunan ke arah pesisir Mengadakan sosialisasi dan penyuluhan mengenai pentingnya ekosistem hutan mangrove c. Arahan pengendalian konversi hutan mangrove di Desa Pangkahkulon: Penetapan hutan mangrove sebagai kawasan lindung suaka alam dengan pemanfaatan terbatas dan kawasan lindung pantai berhutan bakau sedalam sedalam 300 meter dari bibir pantai sebagai zona konservasi inti. Penetapan sempadan sungai dengan lebar 50-100 meter. Apabila kawasan ini telah berubah fungsi menjadi kegiatan lain, sedapat mungkin mengurangi kegiatan tersebut dengan melakukan pemindahan lokasi atau melarang kegiatan tersebut berada di kawasan sempadan sungai. Mengadakan sosialisasi dan penyuluhan mengenai pentingnya ekosistem hutan mangrove dan penerapan metode silvofishery pada lahan tambak. Tambak pada sekitar kawasan konservasi yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan aspek ekologis harus dihutankan kembali karena tidak akan bisa produktif dan dapat menyebabkan kerusakan hutan mangrove

d. Arahan pengendalian konversi hutan mangrove di Desa Pangkahwetan: Penetapan hutan mangrove sebagai kawasan lindung suaka alam dengan pemanfaatan terbatas dan kawasan lindung pantai berhutan bakau sedalam sedalam 350 meter dari bibir pantai sebagai zona konservasi inti. Penetapan sempadan sungai dengan lebar 50-150 meter. Apabila kawasan ini telah berubah fungsi menjadi kegiatan lain, sedapat mungkin mengurangi kegiatan tersebut dengan melakukan pemindahan lokasi atau melarang kegiatan tersebut berada di kawasan sempadan sungai. Mengadakan sosialisasi dan penyuluhan mengenai pentingnya ekosistem hutan mangrove dan penerapan metode silvofishery pada lahan tambak. 5.2 Rekomendasi Berdasarkan hasil temuan yang didapatkan pada penelitian ini, maka rekomendasi yang dapat diberikan antara lain : 1. Dalam penelitian ini tidak membahas mengenai kecepatan, bentuk perubahan dan dampak konversi hutan mangrove, sehingga diperlukan adanya studi lanjutan. 2. Dalam penelitian ini, faktor-faktor penyebab didasarkan pada pendapat stakeholder. Penelitian dengan menggunakan metode yang lain akan dapat menghasilkan faktor-faktor baru. 133

134 Halaman ini sengaja dikosongkan.