BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di


I. PENDAHULUAN. mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

WORKSHOP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN km. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya laut yang menimpah baik dari

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB III. METODE PENELITIAN

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

Agus Purwoko Dosen Program Studi Kehutanan FP USU

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

I. PENDAHULUAN. Hampir 75 % tumbuhan mangrove hidup diantara 35ºLU-35ºLS (McGill, 1958

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. terdapat di Asia Tenggara. Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam daerah pantai payau yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan mangrove di seluruh Indonesia diperkirakan 4,25 juta hektar atau 3,98 % dari seluruh luas hutan Indonesia (Ghufran, 2012). Luasan tersebut terus mengalami penurunan akibat adanya konversi lahan hutan mangrove. Tahun 1969 sampai 1980, sekitar 1 juta hektar hutan mangrove telah dirusak (Berwick, 1989), sedangkan menurut data FAO tahun 1986, menyebutkan hutan mangrove di Indonesia tersisa 3,2 juta hektar atau terjadi pengurangan luas sebanyak 33,61%. Saat ini luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan tersisa 1,2 juta hektar (Ghufran, 2012). Kondisi kerusakan hutan mangrove di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Hasil penelitian Ridho dkk (2005) menyebutkan bahwa telah terjadi penurunan luasan hutan mangrove di muara Banyuasin, Sungsang dan Upang seluas 22.041 hektar selama kurun waktu 11 tahun (1992-2003). Hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh Zuandi (2011) juga menyebutkan bahwa terjadi penyusutan luas hutan mangrove selama lima tahun terakhir sebesar 511,89 hektar yang dialihfungsikan untuk lahan tambak seluas 372,38 hektar dan akibat penebangan liar seluas 139,50 hektar di Desa Kuala Karang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat.

2 Kerusakan hutan mangrove yang terjadi di Indonesia terjadi sebagai akibat tidak diketahuinya nilai pasti dari nilai ekonomi terutama yang bersumber dari nilai ekologi hutan mangrove. Orang-orang hanya menilai hutan mangrove dari nilai guna langsungnya saja, sehingga banyak komponen ekologi dari hutan mangrove menjadi kurang mendapat perhatian di dalam pengelolaan lebih lanjut. Kegiatan ekonomi yang tidak sinergi dengan kepentingan lingkungan membawa dampak negatif yang dapat dirasakan saat ini, yaitu kerusakan lingkungan. Bagi kehidupan manusia, kerusakan hutan mangrove akan menjadi bumerang baik secara langsung maupun tidak langsung. Penurunan fungsi hutan mangrove yang bersumber dari nilai guna langsung (Direct use value), nilai guna tak langsung (Indirect use value), nilai keberadaan (Existence Value), nilai warisan (Bequest Value), dan nilai pilihan (option value) dapat dijadikan indikator seberapa jauh nilai manfaat hutan mangrove yang hilang akibat konversi. Penilaian ekonomi dan ekologi pada dasarnya adalah valuasi ekonomi, yaitu suatu upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Penilaian dari segi ekonomi ini dapat dijadikan acuan dalam hal penyusunan strategi pengelolaan terhadap wilayah pesisir terutama untuk menjaga keberadaan dan kelestarian hutan mangrove (Harahab, 2010). Penyebaran hutan mangrove di wilayah Kota Bengkulu ditemukan di kawasan konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Pantai Panjang dan Pulau Baai. Luas total TWA ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 420/Kpts-II/1999 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Bengkulu seluas 920.964 hektar, dengan luas TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai

3 967,20 hektar. Kawasan ini termasuk ke dalam kelompok kawasan pelestarian alam dan merupakan salah satu kawasan konservasi di Provinsi Bengkulu. Berdasarkan Undang Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, bahwa kawasan pelestarian alam memiliki fungsi dan manfaat sebagai kawasan penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati dan pemanfaatan (Mugiharto, 2011). Pemanfaatan yang berlebihan telah mengakibatkan hutan mangrove di TWA secara umum telah terjadi penurunan kualitas dan kuantitas. Berdasarkan hasil penelitian Apriyanti (2007), terjadi penurunan luas hutan mangrove di kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai yang masuk dalam Kecamatan Kampung Melayu pada tahun 2002 dan tahun 2007 seperti tercantum pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Penurunan luas hutan mangrove di Kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai Kecamatan Kelurahan Luas Mangrove (Ha) Luas Persentase 2002 2007 Penurunan (%) Kampung Teluk Sepang 529,70 367,70 162 42 Melayu Kandang 298,68 74,82 223,86 58 Total 828,38 442,52 385,86 100 Sumber : Atlas Sumberdaya Pesisir dan Laut Kota Bengkulu (2002) dan Apriyanti (2007). Kerusakan hutan mangrove di Kota Bengkulu terjadi akibat adanya konversi lahan hutan mangrove menjadi areal pemukiman, pertambakan, kebun sawit, sebagai bahan bangunan dan kayu bakar serta adanya penumpukan pasir di area hutan mangrove sebagai hasil dari proses pengerukan alur masuk pelabuhan Pulau Baai. Bahkan, sejak tahun 2002 terdapat adanya aktivitas masyarakat yang membuka kawasan menjadi kebun kelapa sawit (Elaeis guineensis) di sepanjang pinggiran sungai Jenggalu yang sebelumnya merupakan kawasan hutan dengan

4 vegetasi cemara (Casuarina sp), kayu waru (Hibiscus tiliaceus L.), kayu penago (Calophyllum inophyllum L.) dan bakau (Rhizophora sp). Perubahan kawasan mangrove akan berdampak pada perubahan fungsi alami dari hutan mangrove seperti hilangnya vegetasi, menurunnya produksi ikan dan biota laut, terjadi abrasi, erosi, sedimentasi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Rendahnya penghargaan masyarakat lokal Kota Bengkulu terhadap potensi hutan mangrove menyebabkan masyarakat lebih mengutamakan usaha budidaya yang mendatangkan keuntungan lebih cepat seperti mengubah lahan hutan mangrove menjadi penggunaan lain. Kondisi ini menyebabkan perlu adanya sebuah penilaian (valuasi) ekonomi terhadap besarnya manfaat dan fungsi hutan mangrove dengan melihat konversi yang terjadi pada hutan mangrove di Kawasan TWA. Konversi hutan mangrove secara spasio-temporal dijadikan acuan untuk melakukan valuasi ekonomi hutan mangrove akibat konversi lahan di Kawasan TWA. Secara tidak sadar masyarakat yang berada di sekitar hutan mangrove akan mendapatkan manfaat yang besar baik secara langsung maupun tidak langsung. Dari manfaat yang diperoleh, terdapat nilai ekonomi yang secara langsung tidak langsung berdampak pada kehidupan masyarakat setempat. Nilai ekonomi yang terkandung dalam ekosistem hutan mangrove sangat berperan penting dalam penentuan kebijakan pengelolaannya, mengingat ekosistem hutan mangrove yang terdapat di kawasan TWA merupakan bagian dari kawasan Pelestarian Alam. Valuasi ekonomi merupakan suatu upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Kerangka nilai ekonomi yang digunakan dalam valuasi ekonomi sumberdaya alam

5 termasuk mangrove adalah konsep total economic valuation/tev yang secara garis besar terdiri atas dua kelompok yaitu nilai atas dasar penggunaan (use value) dan nilai yang terkandung didalamnya atau nilai intrinsik (non use value). Oleh sebab itu, penilaian ekonomi hutan mangrove khususnya untuk nilai ekologi dari pemanfaatan tidak langsung, pilihan, keberadaan dan nilai warisan akibat konversi secara spasio-temporal penting untuk dilakukan dan diharapkan dapat memberikan informasi atau penafsiran berapa besar nilai ekonomi sumberdaya hutan mangrove yang telah hilang, sehingga dapat disusun strategi pengelolaan lingkungan pada ekosistem hutan mangrove di Kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai Kota Bengkulu. 1.2. Rumusan Masalah Hutan mangrove di kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai sebagian besar telah mengalami deforestasi yang mengakibatkan hilangnya fungsi ekologi dan manfaat yang diberikan hutan mangrove di kawasan TWA. Permasalahan utama yang terjadi pada kawasan hutan mangrove di TWA ini adalah terjadinya kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat konversi lahan menjadi tambak, kelapa sawit, pemukiman, pemanfaatan yang berlebih akan kayu bakar, serta adanya penimbunan pasir hasil dari proses pengerukan pintu alur masuk Pulau Baai. Selain itu, tidak diketahuinya nilai pasti dari nilai ekonomi hutan mangrove di Kawasan TWA secara spasio-temporal mengakibatkan kerusakan atau kehilangan sumberdaya ini tidak dirasakan sebagai suatu kerugian.

6 Valuasi ekonomi lingkungan akibat konversi hutan mangrove dan pemetaan kerusakan hutan manggrove di wilayah TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai dalam kurun waktu 2000-2013 belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Kajian pada penelitian ini mempelajari perubahan kondisi hutan mangrove secara spasiotemporal. Valuasi ekonomi lingkungan hutan mangrove di Kawasan TWA dilakukan dengan menghitung nilai ekonomi ketika kondisi hutan mangrove masih baik pada tahun 2000, dan menghitung nilai ekonomi ketika kondisi hutan mangrove telah mengalami perubahan pada tahun 2013 dengan melihat luasan hutan mangrove yang hilang. Penilaian ekonomi total (total economic valuation) pada tahun 2000 dan 2013 akan menjadi pembanding berapa besarnya hilangnya nilai ekonomi hutan mangrove di kawasan penelitian. Kondisi hutan mangrove, perubahan (konversi) dan valuasi ekonomi secara spasio-temporal pada hutan mangrove di Kawasan TWA ini akan dijadikan acuan untuk menyusun strategi pengelolaan di Kawasan TWA ini. Diharapkan nantinya pengelolaan hutan mangrove di kawasan ini dapat terencana dengan baik. Kajian ini dilakukan dengan mengetahui kondisi dan perubahan akibat konversi selama kurun waktu 2000-2013 dengan cara interpretasi visual citra Landsat, valuasi ekonomi dengan menghitung total economic valuation, mengkaji dampak akibat konversi, serta menyusun strategi pengelolaan di kawasan TWA. Berdasarkan permasalahan seperti dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut ini.

7 (1) Bagaimanakah kondisi konversi hutan mangrove secara spasio-temporal dan faktor penyebab konversi pada hutan mangrove di Kawasan TWA? (2) Bagaimanakah valuasi ekonomi hutan mangrove akibat konversi lahan di Kawasan TWA? (3) Bagaimanakah dampak konversi hutan mangrove terhadap lingkungan wilayah pesisir di Kawasan TWA? (4) Bagaimanakah strategi pengelolaan lingkungan pada hutan mangrove akibat konversi lahan di kawasan TWA? 1.3. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan dengan judul Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove Akibat Konversi Lahan di Taman Wisata Alam Pantai Panjang dan Pulau Baai, Kota Bengkulu, belum pernah dilakukan dalam arti kata bahwa penelitian ini baru pertama kali dilakukan di daerah penelitian. Penelitian mengenai valuasi ekonomi mangrove telah banyak dilakukan oleh peneliti lainnya pada lokasi yang berbeda dengan waktu, teknik pengambilan sampel dan metode analisis yang berbeda. Penelitian pada kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai sebelumnya telah dilakukan oleh Mugiharto pada tahun 2011. Penelitian Mugiharto pada tahun 2011 membahas kajian ekologi dan nilai ekonomi pemanfaatan hutan mangrove di kawasan TWA. Perbedaan penelitian ini dari peneliti sebelumnya terletak pada masalah dan tujuan penelitian, variabel penelitian, metode, analisis dan hasil penelitian.

8 Penelitian ini melibatkan beberapa variabel seperti variabel karateristik perubahan hutan mangrove dan variabel nilai ekonomi dimana variabel-variabel ini diperlukan untuk menghitung valuasi ekonomi dan menyusun strategi pengelolaan di kawasan TWA. Selain itu, pemetaan perubahan kondisi hutan mangrove akibat konversi dengan menggunakan pendekatan penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) baru pertama kali dilakukan di kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai. Interpretasi visual citra untuk mengetahui kondisi penutupan lahan dan perubahan (konversi) selama kurun waktu 2000-2013 juga belum pernah dilakukan peneliti sebelumnya. Pada penelitian ini valuasi ekonomi dilakukan dengan menghitung total economic valuation akibat konversi secara spasio-temporal selama kurun waktu 13 tahun. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan peneliti sebelumnya. Pada penelitian ini, hasil yang dicapai adalah peta perubahan hutan mangrove selama kurun waktu 13 tahun, kajian tentang dampak konversi, valuasi ekonomi hutan mangrove serta menyusun strategi pengelolaan di Kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai. Adapun acuan yang dipakai dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.2.

9 Tabel 1.2. Perbandingan Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Dewi Wahyuni K. Bahderan Onrizal Judul Penelitian Tahun Lokasi Tujuan Metode Hasil Model Valuasi Ekonomi Sebagai Dasar Untuk Rehabilitasi Kerusakan Hutan Mangrove diwilayah Pesisir Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo Evaluasi Kerusakan 2013 Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo 2002 Jawa Barat dan Banten a. Mengkaji distribusi spasial dan luas kerusakan hutan mangrove di wilayah pesisir Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo b. Mengkaji karateristik lingkungan abiotik dan kerusakan mangrove di wilayah pesisir Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo c. Menilai kerusakan hutan mangrove di wilayah pesisir Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo d. Menyusun model valuasi ekonomi sebagai dasar untuk rehabilitasi kerusakan hutan mangrove wilayah pesisir Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, berdasarkan kondisi ekologis hutan mangrove, karateristik tingkat kerusakan dan valuasi ekonomi hutan mangrove. a. Mengevaluasi kerusakan kawasan mangrove. a. Analisi spasial berbasis peta b. Analisis sosialekonomi c. Analisis karateristik kerusakan hutan mangrove d. Analisis valuasi ekonomi e. Analisis rehabilitasi kerusakan hutan mangrove a. Analisis citra landsat TM dan a. Terjadi perubahan luasan hutan mangrove mencapai kenaikan sebesar 42% dari 21% ditahun 2000, sehingga total kerusakan hutan mangrove pada tahun 2010 mencapai 63% b. Melalui valuasi ekonomi berdasarkan kerusakan hutan mangrove, ditemukan bahwa nilai guna dari total hutan mangrove di wilayah pesisir Kecamatan Kwandang yakni mencapai Rp. 5.267.251.329/th. a. Tingkat kerusakan umum kawasan mangrove di Jawa Barat

10 Ja Posman Napitu I Gusti Ngurah Agung Haridhira Mangrove dan Alternative Rehabilitasinya di Jawa Barat dan Banten Prediksi Kerusakan dan Implikasi Terhadap Kehilangan Nilai Ekonomi Mangrove (Studi Kasus: Rencana Pembangunan Tanjung si Api- Api di Kabupaten Banyuasin) Valuasi Nilai Ekonomi Total Kawasan Hutan Mangrove Taman Hutan Raya Ngurah Rai Di Sepanjang Teluk Benoa, Provinsi Bali 2008 Hutan Lindung Pantai Air Telang Kabupaten Banyuasin 2012 Taman Hutan Raya Ngurah Rai Sepanjang Teluk Benoa, Provinsi Bali b. Mengetahui faktor penyebab kerusakan kawasan mangrove a. Mengidentifikasi kondisi penutupan lahan, potensi vegetasi dan menghitung areal vegetasi mangrove yang hilang b. Mengetahui komponen manfaat dan kontribusi nilai ekonomi mangrove c. Memprediksi besar nilai ekonomi yang hilang akibat alih guna lahan a. Mengidentifikasi manfaat ekonomi yang dihasilkan oleh ekosistem hutan mangrove bagi masyarakat, baik yang dirasakan secara langsung maupun tidak langsung b. Mengestimasi nilai ekonomi dari ekosistem mangrove yang terletak di sepanjang Tanjung Benoa analisis vegetasi. b. Analisis kerusakan berdasarkan peta kerusakan kawasan mangrove dari Dephut, RLL 1997 a. Liputan lahan melalui interpretasi citra landsat ETM dan survey lapangan b. Total Valuasi Ekonomi (TEV) dengan analisa data statistik dan harga pasar a. Travel Cost Method dan Contingen Valuation Method dan Banten termasuk rusak berat dan rusak sedang. Dari total luas kawasan mangrove sebesar 128.297,26 ha, 52,12% rusak berat, 47,82% rusak sedang, dan 0,06% tidak rusak b. Penyebab kerusakan mangrove akibat alih fungsi kawasan mangrove a. Luas penutupan lahan berupa areal bervegetasi sebesar 9233,74 ha (74,64%) dan areal lain (tambak,permukiman lahan kosong) sebesar 3.385,54 ha (27,37%) b. Nilai kehilangan ekonomi akibat alih guna lahan sebesar Rp. 39.127.192,-/tahun a. Nilai manfaat langsung kawasan hutan mangrove diperoleh sebesar Rp. 3.521.236.924,- /Tahun b. Nilai Ekonomi Total kawasan hutan mangrove Benoa adalah sebesar Rp. 9.634.886.210,32 pertahun atau Rp. 7.014.842,53 /ha/tahun

11 Risna Julisca Agnes Panjaitan Nike Anggraini Kajian Ekodinakima Hutan Mangrove Akibat Konversi Lahan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove Akibat Konversi Lahan di Kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai, Bengkulu Sumber: Telaah Pustaka (2014) 2013 Kabupaten Langkat Sumatera Utara 2014 Taman Wisata Alam Pantai Panjang dan Pulau Baai Kota Bengkulu menggunakan Total Economic Value (TEV) a. Mengkaji ekodinamika hutan mangrove akibat konversi lahan untuk aktivitas budidaya di daerah penelitian b. Mengkaji dampak konversi hutan mangrove c. Menyusun strategi pengelolaan dan perlindungan lingkungan bagi wilayah pesisir di daerah penelitian a. Mengetahui kondisi hutan mangrove pada kurun waktu 2000-2013 b. Menganalisis perubahan (konversi) hutan mangrove secara spasio-temporal serta faktor penyebabnya c. Memvaluasi ekonomi hutan mangrove akibat konversi lahan di TWA d. Merumuskan strategi pengelolaan dan perlindungan lingkungan pada ekosistem hutan mangrove Analisis deskriptif kualitatif dengan analisis keruangan dan analisisi dampak kerusakan a. Analisis liputan lahan dengan interpretasi citra Landsat 7 ETM dan Landsat 8 sensor OLI dan TIRS b. Analisis deskriptif kualitatif perubahan (konversi) hutan mangrove dengan hasil survei lapangan c. Analisis total economic valuation a. Berdasarkan hasil analisis, akibat konversi lahan yang terjadi di Kabupaten Langkat ditemukan adanya perubahan ekosistem hutan mangrove pada perubahan kerapatan vegetasi dan juga perubahan fungsi lahan b. Konversi hutan mangrove memberikan dampak pada aspek biotik, abiotik, dan sosial. a. Terjadi perubahan kondisi ekosistem hutan mangrove dari tahun 2000-2013 akibat konversi b. Melalui total economic valuation berdasarkan konversi hutan mangrove, ditemukan nilai ekonomi hutan mangrove di kawasan TWA bernilai Rp. 87.446.962,-/ha/tahun c. Konversi yang terjadi di kawasan TWA memberikan dampak pada aspek biotik, abiotik dan aspek sosial. d. Rumusan strategi pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove untuk memperbaiki permasalahan kerusakan kawasan ekosistem hutan mangrove.

12 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis konversi hutan mangrove di kawasan TWA secara spasiotemporal serta faktor penyebabnya; (2) valuasi nilai ekonomi hutan mangrove akibat konversi lahan; (3) mengkaji dampak konversi hutan mangrove terhadap lingkungan wilayah pesisir di kawasan TWA; dan (4) menyusun strategi pengelolaan dan perlindungan lingkungan kawasan hutan mangrove akibat konversi di kawasan TWA. 1.5. Manfaat Penelitian (1) Manfaat Teoritis (a) hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan terkait konvesi hutan mangrove di kawasan TWA secara spasio-temporal ; (b) dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain mengenai nilai ekonomi hutan mangrove akibat konversi lahan di kawasan TWA kurun waktu 13 tahun; (c) hasil penelitian dapat dijadikan informasi penting mengenai dampak adanya konversi yang ada di kawasan TWA (2) Manfaat Praktis, Sebagai bahan masukan dan informasi penting bagi instansi pengelola BKSDA Bengkulu dalam menetapkan kebijakan perencanaan dan pengelolaan sumberdaya hutan mangrove di kawasan TWA Pantai Panjang dan Pulau Baai.