Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 3 (Januari 2014):

dokumen-dokumen yang mirip
Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid di Puskesmas Rurukan Kecamatan Tomohon Timur Kota Tomohon

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan dan kematian dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI TETANUS TOKSOID PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS TABONGO KECAMATAN TABONGO KABUPATEN GORONTALO TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN USIA PERNIKAHAN WANITA DI KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ABSTRAK. Kata Kunci: Pendidikan, Sikap, Dukungan Keluarga, Perilaku petugas, Imunisasi TT

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945

BAB 5 HASIL PENELITIAN. n % n % Total % %

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERNIKAHAN DINI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNUNG LABUHAN KABUPATEN WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PEREMPUAN DENGAN KEJADIAN PERNIKAHAN USIA DINI DI KUA WILAYAH KERJA KECAMATAN PURBOLINGGO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU DROP OUT KB DI DESA CARINGIN KABUPATEN PANDEGLANG BANTEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan Ibu dan Anak menjadi target dalam tujuan pembangunan

ABSTRAK. : Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Pemberian, Imunisasi Dasar. Nuur Octascriptiriani Rosdianto

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KOMPLIKASI KEHAMILAN PADA PRIMIGRAVIDA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa periode awal kehidupan atau biasa disebut

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( )

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG IMUNISASI TT DENGAN KELENGKAPAN PEMBERIAN IMUNISASI TT DI DESA BALUN KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DENGAN KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DIPUSKESMAS CAWAS

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI USIA 1 TAHUN DI PUSKESMAS DEPOK I SLEMAN YOGYAKARTA

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

Erma Prihastanti, Puji Hastuti Prodi DIII Kebidanan Purwokerto Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang

Eka Sofiyatul Luthfiyah Zebua ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IUD DENGAN MINAT KB IUD DI DESA MOJODOYONG KEDAWUNG SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dalam usia reproduksi yaitu usia tahun baik yang berstatus kawin, janda maupun

HUBUNGAN KELOMPOK UMUR PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DENGAN PEMILIHAN JENIS ALAT KONTRASEPSI DI DESA PADAMUKTI KECAMATAN SOLOKANJERUK KABUPATEN BANDUNG

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

Oleh : Noviyanti, Indria Astuti, dan Siska Erniawati Stikes Jendr.A. Yani Cimahi

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENDIDIKAN BIDAN DENGAN PENGGUNAAN PARTOGRAF DI PUSKESMAS PAGADEN PERIODE MARET SAMPAI JULI 2008

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KETEPATAN WAKTU MELAKUKAN IMUNISASI PADA BAYI DI BPS SRI MARTUTI, PIYUNGAN, BANTUL, YOGYAKARTA

ANALISIS EPIDEMIOLOGI HIV AIDS DI KOTA BANDUNG DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN KEIKUTSERTAAN IBU MELAKUKAN IVA TEST DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA

Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil tentang Pemanfaatan Kelas Ibu Hamil di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi merupakan salah satu topik penting di bidang

Nisa khoiriah INTISARI

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN

HUBUNGAN PEMBERIAN KONSELING OLEH BIDAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI IUD TERHADAP AKSEPTOR KB

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGANSIKAP REMAJA PUTRI TENTANG KEHAMILAN USIA DINI DI DESA CIWARENG KECAMATAN BABAKAN CIKAO KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 2011

BAB I. Pendahuluan. keharmonisan hubungan suami isteri. Tanpa anak, hidup terasa kurang lengkap

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN


BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan melaksanakan upaya dalam peningkatan kesehatan ibu dengan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG POSYANDU TERHADAP STATUS GIZI ANAK BALITA

Agus Byna 1, Laurensia Yunita 2, Indah Ratna Sari * *Korespondensi Penulis, Telepon : ,

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Rendahnya Kunjungan (K4) Ibu Hamil di Puskesmas Bambu Apus, Jakarta Timur

Volume 3 No. 1 Maret 2012 ISSN :

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KADER DENGAN DETEKSI DININ FAKTOR RISIKO KEHAMILAN DIN WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTABARU KABUPATEN KOTABARU TAHUN 2013

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU WANITA USIA SUBUR (WUS) DALAM PEMERIKSAAN IVA DI DUSUN POTORONO BANGUNTAPAN I KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN. Pada analisis ini, variabel yang akan dieksplorasi adalah variabel kejadian

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PROGRAM PREVENTION OF MOTHER TO CHILD TRANSMISSION

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SUAMI TENTANG KB DENGAN PARTISIPASI SUAMI DALAM BER-KB DI KELURAHAN KEMANG KABUPATEN BOGOR

TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KEKURANGAN ENERGI KRONIK (KEK) DI PUSKESMAS KEDUNG MUNDU KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

HUBUNGAN MOTIVASI DAN PERAN KELUARGA DENGAN TINDAKAN MENDAPATKAN IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI DI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TENGAL ANGUS KABUPATEN TANGERANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Kader Kesehatan Dengan Pelayanan Posyandu

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Balita di Kelurahan Jaya Mekar Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERLAMBATAN PENGOBATAN PADA WANITA PENDERITA KANKER PAYUDARA

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP BIDAN DENGAN PELAKSANAAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN) DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015.

Promotif, Vol.1 No.1, Okt 2011 Hal 1-6 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN EFEKTIVITAS JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DI RSUD ANUNTALOKO PARIGI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) MAHASISWI

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA MAHASISWA AKBID TINGKAT I STIKes YPIB MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI SUAMI MENJADI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA (KB) DI DESA KEBET KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH TENGAH

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

Promotif, Vol.7 No.1, Juli 2017 Hal 51-59

Eka Fauzia Laila ABSTRAK

Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kehamilan Risiko Tinggi

Suci Trisnawaty Djunu, Dian Saraswati, Vik Salamanja 1 Jurusan S1 Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANC DENGAN KUNJUNGAN ANC DI PUSKESMAS GALUR 2 KULON PROGO DWI SURYANDARI INTISARI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI BPS ERNAWATI BOYOLALI

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) TATANAN RUMAH TANGGA

BAB IV PERENCANAAN TUGAS DALAM PELAKSANAAN KURSUS CALON PENGANTIN (SUSCATIN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PEMBERIAN KONSELING TERHADAP PENGETAHUAN DAN MINAT PENGGUNA KONTRASEPSI MAL DI PONET GROBOGAN GROBOGAN JAWA TENGAH

HUBUNGAN PENGETAHUAN ANAK TENTANG MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI SDN 001 TERATAK KECAMATAN RUMBIO JAYA TAHUN 2015

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, observasional dengan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keaktifan Ibu Balita Dalam KegiatanPosyandu Di Provinsi Lampung (Analisis Lanjut Data Riskesdas Tahun 2010)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG ASI EKSKLUSIF TERHADAP PEMBERIAN PASI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI BPS NY. DIYAH SIDOHARJO SRAGEN

BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF PADA KARYAWATI UNSIKA TAHUN 2013

Heni Hendarsah Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat ABSTRAK

Oleh : Eti Wati ABSTRAK

Transkripsi:

HUBUNGAN KURSUS CALON PENGANTIN DENGAN KEIKUTSERTAAN IMUNISASI TETANUS TOXOID DI KECAMATAN SOREANG TAHUN 2014 Budiman 1 1 STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi ABSTRAK Imunisasi Tetanus Toksoid adalah proses untuk membangun kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi Tetanus. Di Indonesia, tahun 2007 2011 terdapat 48% - 61% bayi meninggal akibat infeksi disebabkan oleh tetanus neonatorum. Tetanus dapat dicegah dengan imunisasi TT sebelum menikah, sosialisasi imunisasi TT terdapat dalam Kursus Calon Pengantin. Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunisasi tetanus toxoid di Kecamatan Soreang tahun 2014. Metode penelitian ini adalah survei analitik. Desain penelitian menggunakan potong lintang. Besar sampelnya 86 orang. Instrumen penelitian menggunakan lembar kuesioner. Analisis data univariat, bivariat (kai kuadrat) dan multivariat (regresi logistik ganda model faktor resiko). Hasil penelitian menunjukkan 39 orang (53.4%) tidak melakukan imunisasi TT serta menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara Kursus Calon Pengantin (Suscatin) dengan Keikutsertaan Imunisasi Tetanus Toxoid (p = 0.037). Variabel yang termasuk konfonding pendapatan dan sikap. Responden yang mengikuti Kursus Calon Pengantin berpeluang 2x lebih besar melakukan imunisasi TT setelah dikontrol variabel pendapatan dan sikap. Disarankan agar Kantor Urusan Agama Kecamatan Soreang dan Puskesmas Soreang lebih meningkatkan promosi kesehatan mengenai Kursus Calon Pengantin dan Imunisasi TT sebelum menikah. Selain itu peneliti mengharapkan peneliti selanjutnya menganalisis lebih dalam faktor-faktor yang Mempengaruhi Kursus Calon Pengantin serta keikutsertaan imunisasi TT. Kata Kunci : Keikutsertaan Imunisasi TT, Kursus Calon Pengantin A. Pendahuluan Pada tahun 2007, Filipina dan Indonesia mencatatkan jumlah kasus tetanus neonatorum tertinggi diantara 8 negara ASEAN, dengan175 kasus terjadi di Indonesia dan 121 kasus terjadi di Filipina (Depkes RI, 2008). Di samping itu, angka kematian Tetanus Neonatorum di Indonesia berdasarkan persentase neonatus meninggal diantara neonatus terinfeksi tetanus dari tahun 2007-2011 berkisar antara 48% - 61%. Tahun 2007-2011 tiga provinsi tertinggi jumlah kasus tetanus neonatorum antara lain Banten, Jawa Timur dan Jawa Barat. Hal ini kemungkinan disebabkan surveilans belum berjalan aktif, dan kemungkinan lain adalah program imunisasi belum berjalan optimal untuk memberikan kekebalan populasi terhadap tetanus neonatorum (Ditjen P2&PL Subdit Surveilans, 2011). Di Kabupaten Bandung sendiri jumlah kematian neonatal berdasarkan laporan tahun 2012 sebanyak 276 kasus, dan yang disebabkan oleh tetanus neonatorum sebanyak 0,7%. (Dinas Kesehatan Kab. Bandung, 2012). Hasil studi pendahuluan yang telah peneliti laksanakan, diperoleh hasil bahwa selama tahun 2012 dari seluruh jumlah pasangan yang terdaftar di Kantor Urusan Agama Kecamatan Soreang yakni 1.289 pasangan, terdapat 787 orang (66%) yang melakukan imunisasi tetanus toxoid. Sedangkan pasangan yang mengikuti 107

kursus calon pengantin yaitu 851 orang (66,02%) dan terdapat 536 orang (63%) yang melakukan imunisasi. Pada tahun 2013, dari seluruh jumlah pasangan yang terdaftar di Kantor Urusan Agama Kecamatan Soreang yakni 1195 pasangan, terdapat 806 orang (67,4%) yang melakukan imunisasi Tetanus Toxoid. Dari 994 orang (83,18%) yang mengikuti kursus calon pengantin, sebesar 644 orang (64,8%) yang melakukan imunisasi Tetanus Toxoid. Dari data di atas dapat terlihat bahwa upaya pencegahan tetanus neonatorum dengan pemberian imunisasi tetanus toxoid belum menunjukkan hasil yang efektif, disebabkan cakupan imunisasi tersebut masih belum mencapai 100% (Kantor Urusan Agama Kecamatan Soreang, 2013). Suscatin merupakan pemberian bekal pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam waktu singkat kepada catin tentang kehidupan rumah tangga/keluarga. Peraturan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang kehidupan rumah tangga/keluarga dalam mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah serta mengurangi angka perselisihan, perceraian, dan kekerasan dalam rumah tangga. Materi Kursus Catin meliputi: Tata cara dan prosedur perkawinan, Pengetahuan agama, Peraturan Perundangan di bidang perkawinan dan keluarga, Hak dan kewajiban suami istri, Kesehatan Reproduksi, Manajemen keluarga dan Psikologi perkawinan dan keluarga (Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag Nomor D J. 11/491, 2009). Setiap pasangan yang telah mendaftar di kantor urusan agama diberikan pembekalan seputar pernikahan, salah satunya tentang kesehatan reproduksi, yang di dalamnya terdapat materi mengenai imunisasi tetanus toxoid dan kursus ini dilakukan sepuluh hari menjelang pernikahan. Kursus calon pengantin ini diselenggarakan dengan menggunakan metode konseling. Yakni setiap pasangan diberi pemaparan mengenai materi Kursus Calon Pengantin termasuk Imunisasi TT oleh seorang konselor. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahin dkk, materi kesehatan reproduksi dalam suscatin (kursus calon pengantin) dapat meningkatkan pengetahuan calon pengantin sebesar 29,6% dari 74% menjadi 100% dan setelah mengikuti suscatin tidak ada lagi responden yang berpengetahuan kurang. Selain itu, materi kesehatan reproduksi dalam suscatin dapat meningkatkan sikap calon pengantin sebesar 81,5% dari 18,5% menjadi 100% setelah mengikuti suscatin sehingga tidak ada lagi responden yang bersikap negatif (Rahim dkk, 2013). Imunisasi tetanus toxoid sebelum menikah perlu dilakukan oleh wanita usia subur. Namun, perilaku setiap orang terhadap imunisasi berbeda-beda. Perilaku dalam melakukan imunisasi Tetanus Toxoid tersebut antara lain dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni ; pengetahuan dan sikap calon pengantin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat sosial ekonomi, ketersediaan sarana dan pra sarana atau pun dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, dan sebagainya. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk mengubah perilaku yakni dengan konseling. Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Sehingga klien dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut atau mampu mengubah perilaku (Notoatmodjo, 2010). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunisasi tetanus toxoid di Kecamatan Soreang tahun 2014. 108

A. Metode Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional (potong lintang / transversal). Cross sectional atau potong lintang merupakan suatu rancangan penelitian observasional yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel dependen dan variabel independen dan pengukurannya dilakukan secara serentak dan bertujuan untuk memperoleh gambaran pola penyakit dan determinan-determinannya pada populasi sasaran, memperoleh faktor risiko dan faktor efek secara bersamaan berdasarkan studi etiologi dan memperoleh ada atau tidaknya hubungan dua variabel atau lebih berdasarkan masalah penelitian (Budiman, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengantin yang terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Soreang pada bulan Februari 2014 dan masih menjadi warga Kecamatan Soreang. Responden dalam penelitian ini yakni 86 orang. Analisis data yang digunakan adalah rata-rata (Mean), Standar Deviation, analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, apakah variabel tersebut mempunyai hubungan yang signifikan atau hanya hubungan secara kebetulan. Dalam penelitian ini, analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara kursus calon pengantin (variabel independen) dengan keikutsertaan imunisasi tetanus toxoid (variabel dependen), apakah variabel tersebut mempunyai hubungan yang signifikan atau hubungan secara kebetulan. Analisis bivariat ini menggunakan chi square yakni untuk menghubungkan variabel kategorik dengan variabel kategorik. Analisis multivariat merupakan analisis yang bertujuan untuk mempelajari hubungan beberapa variabel (lebih dari satu variabel) independen dengan satu atau beberapa variabel dependen. Analisis multivariat yang digunakan ialah regresi logistik ganda model faktor resiko, yaitu pemodelan dengan tujuan mengestimasi secara valid satu variabel utama dengan variabel dependen serta mengontrol beberapa variabel konfonding. A. Hasil 1. Analisa Univariat Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Imunisasi Tetanus Toxoid di Kecamatan Soreang Tahun 2014 Keikutsertaan Imunisasi TT Jumlah Persentase (%) Tidak Imunisasi Imunisasi 39 34 53.4 46.6 109

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Kursus Calon Pengantin di Kecamatan Soreang Tahun 2014 Keikutsertaan Kursus Calon Pengantin Tidak Suscatin Suscatin Jumlah Persentase (%) 32 41 43.8 56.2 Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Kecamatan Soreang Tahun 2014 Pengetahuan Jumlah Persentase (%) Kurang Baik 39 34 53.4 46.6 Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Kecamatan Soreang Tahun 2014 Sikap Jumlah Persentase (%) Negatif Positif 36 37 49.3 50.7 Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kecamatan Soreang Tahun 2014 Umur Jumlah Persentase (%) Non Reproduktif Reproduktif 37 36 50.7 49.3 110

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Kecamatan Soreang Tahun 2014 Pendidikan Jumlah Persentase (%) Rendah Tinggi 34 39 46.6 53.4 Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan di Kecamatan Soreang Tahun 2014 Pekerjaan Jumlah Persentase Tidak kerja Kerja 32 41 43.8 56.2 Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan di Kecamatan Soreang Tahun 2014 Pendapatan Jumlah Persentase (%) Rendah Tinggi 31 42 42.5 57.5 2. Analisa Bivariat Tabel 9. Distribusi Responden Menurut Keikutsertaan Imunisasi Tetanus Toxoid dan Kursus Calon Pengantin di Kecamatan Soreang Tahun 2014 Kursus Calon Pengantin Tidak Ya Imunisasi Tetanus Toxoid Total POR Tidak Ya N % n % n % 22 68.8 10 31.3 32 100 17 41.5 24 58.5 41 100 P value 1.658 (1.076 2.555) 0.037 Jumlah 39 53.4 34 46.6 73 100 111

3. Analisa Multivariat Tabel 10. Uji Interaksi Variabel P value Exp (B) Pekerjaan*suscatin Umur*suscatin Pengetahuan*suscatin Pendapatan*suscatin Pendidikan*suscatin Sikap*suscatin 0.916 0.898 0.748 0.714 0.594 0.097 0.875 0.838 1.455 0.645 1.940 7.837 Tabel 11. Uji Konfonding Perubahan Odd Ratio (OR) OR Perubahan OR (%) OR Awal Suscatin 2.482 - OR Suscatin Tanpa Pekerjaan 2.488 0.24 OR Suscatin Tanpa Pengetahuan 2.629 5.92 OR Suscatin Tanpa Umur 2.652 6.85 OR Suscatin Tanpa Pendidikan 2.718 9.51 OR Suscatin Tanpa Pendapatan 2.934 18.21 OR Suscatin Tanpa Sikap 3.113 25.42 112

4. Model Akhir Analisis Multivariat Tabel 12. Model Akhir Analisis Multivariat Variabel P value Exp (B) 95% CI Suscatin Pendapatan Sikap 0.057 0.644 0.188 2.652 0.793 1.934 0.971 7.238 0.296 2.121 0.724 5.165 A. Pembahasan 1. Gambaran Keikutsertaan Imunisasi Tetanus Toxoid Dalam penelitian ini, diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden tidak melakukan imunisasi. Adapun jumlah responden yang tidak melakukan imunisasi sebanyak 39 orang (53.4%), sedangkan responden yang melakukan imunisasi sebanyak 34 orang (46.6%). Imunisasi tetanus toksoid adalah proses untuk membangun kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi Tetanus. Selain itu Wahab dan Madarina dalam bukunya yang berjudul Sistem Imun, Imunisasi, Penyakit Imun tahun 2002 menjelaskan bahwa optimalisasi program pencegahan tetanus neonatorum melalui imunisasi ibu tergantung pada riwayat imunisasi wanita. Bila kebanyakan wanita usia subur belum diimunisasi tetanus pada masa bayi atau remaja maka harus diimplementasikan jadwal imunisasi TT 5 dosis untuk semua wanita usia subur. Peneliti berasumsi rendahnya angka imunisasi tetanus toxoid yakni 39 orang (53.4%) tersebut disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan tingginya usia pernikahan non reproduktif. Dengan bertambahnya umur, maka akan diiringi pertumbuhan dan perkembangan diri. Semakin tinggi tahap pekembangannya semakin besar kesiapan seseorang untuk menerima tanggung jawab diri sendiri dan orang lain. Selain itu, seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan 113

pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. 1. Hubungan Kursus Calon Pengantin dengan Keikutsertaan Imunisasi Tetanus Toxoid Penelitian ini berhasil menemukan adanya hubungan antara kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunisasi tetanus toxoid dengan nilai p value = 0,037. Kemudian dari hasil analisis diperoleh OR = 3.106 artinya responden yang mengikuti kursus calon pengantin merupakan faktor risiko imunisasi tetanus toxoid. Analisis di atas juga menunjukkan bahwa terdapat responden yang mengikuti Suscatin namun tidak melakukan imunisasi TT yakni sebanyak 17 orang (41.5%). Diantara seluruh responden yang tidak melakukan imunisasi TT tersebut, angka tertinggi terdapat pada responden yang bekerja yakni sebanyak 22 orang (53.7%). Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu yang menyebabkan masih adanya responden yang tidak melakukan imunisasi TT setelah mengikuti Suscatin adalah faktor pekerjaan. Responden tidak mampu atau bahkan tidak mau meluangkan waktu untuk melakukan imunisasi TT. Hal ini juga dapat disebabkan responden yang senantiasa menunda waktu untuk melakukan imunisasi TT sehingga ketika hari pernikahan tiba, responden tersebut tidak melakukan imunisasi TT. Berbanding terbalik dengan keadaan di atas, terdapat responden yang tidak melakukan Suscatin namun melakukan imunisasi TT. Jumlah responden yang tidak mengikuti Suscatin namun melakukan imunisasi TT sebanyak 10 orang (31.3%). Hasil analisis menunjukkan bahwa responden yang tidak melakukan Suscatin serta memiliki sikap positif sebanyak 12 orang (32.4%), responden yang tidak melakukan Suscatin serta berpendidikan tinggi sebanyak 24 orang (61.5%) dan responden yang tidak melakukan Suscatin serta berpendapatan tinggi sebanyak 21 orang (50%). Dengan demikian, peneliti menarik kesimpulan bahwa yang menyebabkan responden melakukan imunisasi TT walaupun tidak mengikuti Suscatin salah satunya dipengaruhi oleh sikap, dan didukung oleh pendidikan dan pendapatan yang tinggi. Hasil penelitian ini belum dapat dibandingkan dengan penelitian lain atau sebelumnya karena masih sedikitnya penelitian mengenai kursus calon pengantin, mengingat kursus calon pengantin ini merupakan salah satu program kerja sama lintas sektoral antara Departemen Agama dan Dinas Kesehatan yang baru berjalan dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun. Namun terdapat penelitian mengenai suscatin yang dapat dijadikan referensi dan sejalan dengan peran suscatin, yakni penelitian yang dilakukan oleh Rahin dkk, materi kesehatan reproduksi dalam suscatin (kursus calon pengantin) dapat meningkatkan pengetahuan calon pengantin sebesar 29,6% dari 74% menjadi 100% dan setelah mengikuti suscatin tidak ada lagi responden yang berpengetahuan kurang. Selain itu, materi kesehatan reproduksi dalam suscatin dapat meningkatkan sikap calon pengantin sebesar 81,5% dari 18,5% menjadi 100% setelah mengikuti suscatin sehingga tidak ada lagi responden yang bersikap negatif (Rahim dkk, 2013). Kursus Calon Pengantin atau Suscatin merupakan pemberian bekal pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam waktu singkat kepada catin tentang kehidupan rumah tangga/keluarga. Materi Kursus Catin meliputi: Tata cara dan prosedur 114

perkawinan, Pengetahuan agama, Peraturan Perundangan di bidang perkawinan dan keluarga, Hak dan kewajiban suami istri, Kesehatan Reproduksi, Manajemen keluarga dan Psikologi perkawinan dan keluarga. Kursus calon pengantin ini diselenggarakan dengan menggunakan metode konseling. Setiap pasangan yang telah mendaftar di kantor urusan agama diberikan pembekalan seputar pernikahan, salah satunya tentang kesehatan reproduksi, yang di dalamnya terdapat materi mengenai imunisasi tetanus toxoid dan kursus ini dilakukan sepuluh hari menjelang pernikahan (Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag Nomor D J. 11/491, 2009). Bentuk pelayanan pra nikah yang telah ada sampai saat ini masih berjalan secara sektoral dan belum bersifat terpadu. Sementara dari sektor kesehatan pelayanan pra nikah masih terbatas, khususnya pemberian imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada calon pengantin wanita. Itu pun cakupan imunisasi TT pada calon pengantin wanita masih jauh dari target. Maka dari itu Departemen Agama mengadakan kerja sama lintas sektoral dengan Dinas Kesehatan dalam menyelenggarakan program Kursus Calon Pengantin (Suscatin), khususnya pembinaan mengenai kesehatan reproduksi, salah satunya adalah materi tentang imunisasi tetanus toxoid. Vaksin TT dianggap penting karena tetanus pernah menjadi momok yang berakibat kematian bayi Indonesia. Vaksinasi tetanus pada perempuan yang hendak menikah akan meningkatkan kekebalan tubuh dari infeksi tetanus. Infeksi tetanus tidak hanya membahayakan nyawa bayi, tapi juga ibu. Karena itu program vaksinasi TT ini terutama ditujukan bagi kaum wanita di daerah pedesaan dan terpencil. Sebenarnya target pemberian vaksin ini tidak hanya pada perempuan yang akan menikah saja, tapi juga pada wanita usia subur. Waktu yang tepat untuk mendapatkan vaksin TT sekitar dua hingga enam bulan sebelum pernikahan. Ini diperlukan agar tubuh memiliki waktu untuk membentuk antibodi. Peneliti berasumsi bahwa adanya hubungan antara kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunisasi tetanus toxoid ialah karena dalam Kursus Calon Pengantin dibahas mengenai imunisasi tetanus toxoid yang merupakan salah satu bagian dari materi tentang kesehatan reproduksi. Materi imunisasi TT ini khususnya menekankan pada waktu pemberian dan manfaat dari imunisasi. Maka dari itu, pembinaan mengenai imunisasi TT menjadi bagian yang tidak kalah penting dengan materi lain yang diberikan pada Kursus Calon Pengantin (Suscatin). Sedangkan bagi calon pengantin yang sebelumnya pernah menikah, maka terlebih dahulu dilihat riwayat imunisasi TT nya. Apabila calon pengantin tersebut belum pernah melakukan imunisasi TT, maka dimulai dari imunisasi pertama. Namun, apabila pernah diimunisasi TT dan masih memiliki kekebalan dari imunisasi tersebut, maka calon pengantin tersebut tidak diimunisasi melainkan melanjutkan sesuai dengan jadwal imunisasi TT berikutnya. 1. Kontribusi Pendapatan terhadap Hubungan Kursus Calon Pengantin dengan Keikutsertaan Imunisasi Tetanus Toxoid 115 Penelitian ini menemukan hasil bahwa pendapatan merupakan variabel konfonding hubungan kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunisasi tetanus toxoid. Dengan demikian, ada hubungan yang signifikan antara

kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunisasi tetanus toxoid dengan dikontrol variabel pendapatan. Pada hasil analisis sebelumnya, dapat diketahui bahwa responden berpendapatan tinggi sebanyak 42 orang (57.5 %), lebih banyak dibandingkan dengan responden berpendapatan rendah yakni sebanyak 31 orang (42.5%). Hasil penelitian di atas didukung oleh penelitian Eni Susanti yang berjudul Hubungan Pengetahuan tentang Imunisasi Tetanus Toxoid dan Status Ekonomi dengan Pelaksanaan Imunisasi Tetanus Toxoid Pra Nikah yang menyatakan ada hubungan antara status ekonomi dengan pelaksanaan imunisasi Tetanus Toxoid pra nikah dengan nilai p = 0,000. Status ekonomi merupakan domain yang sangat penting dalam pelaksanaan imunisasi tetanus toxoid. Hal senada dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa ada hubungan antara tingkat penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan yaitu seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transport dan sebagainya. Dengan demikian status ekonomi tinggi yang dimiiliki seseorang maka akan mudah bagi orang tersebut menjangkau pelayanan kesehatan yaitu bersedia melakukan imunisasi tetanus toxoid. Peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi ekonomi seseorang, pelayanan kesehatan akan lebih diperhatikan dan mudah dijangkau, demikian juga sebaliknya apabila tingkat ekonomi seseorang rendah, maka sangat sulit menjangkau pelayanan ksesehatan mengingat biaya dalam jasa pelayanan kesehatan membutuhkan biaya yang cukup mahal. Selain itu, sosial ekonomi berhubungan erat dengan pendidikan dan juga pekerjaan. Pekerjaan merupakan status sosial ekonomi seseorang di masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi status ekonomi seseorang adalah pendidikan. Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah satu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah dalam memperoleh pekerjaan, sehingga semakin banyak pula penghasilan yang diperoleh. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap dan perilaku seseorang terhadap nilainilai yang baru dikenal. 2. Kontribusi Sikap terhadap Hubungan Kursus Calon Pengantin dengan Keikutsertaan Imunisasi Tetanus Toxoid Penelitian ini menemukan hasil bahwa sikap merupakan variabel konfonding hubungan kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunisasi tetanus toxoid. Dengan demikian, ada hubungan yang signifikan antara kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunisasi tetanus toxoid dengan dikontrol variabel sikap. Pada hasil analisis univariat, diperoleh hasil bahwa responden yang bersikap positif lebih banyak dibandingkan dengan responden yang bersikap negatif, yakni sebanyak 36 orang (49.3%) sedangkan responden yang bersikap negatif sebanyak 37 orang (50.7%) Penelitian Mislianti dan Khoidar Amirus yang berjudul Faktor- 116

Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Imunisasi TT Pada Wanita Usia Subur (WUS) di Puskesmas Kesumadadi Kecamatan Bekri Lampung Tengah Tahun 2012 menyatakan ada hubungan antara sikap dengan status imunisasi TT pada WUS dengan nilap p = 0,000 dengan derajat nilai keeratan dari hubungan dapat dilihat dari nilai OR = 5,897 (CI 95% 3,258 10,673) artinya responden yang bersikap negatif mempunyai risiko 5,897 kali lebih besar tidak melakukan TT dibandingkan dengan responden yang bersikap positif. Sikap merupakan suatu respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Selain itu, sikap merupakan keteraturan tertentu dala hal perasaan, pemikiran, predisposisi tindakan seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Pada hasil analisis univariat, sebagian responden menunjukkan sikap positif. Hal ini dapat dipengaruhi antara lain oleh tingginya responden yang mengikuti Kursus Calon Pengantin yakni sebanyak 41 orang (56.2%) dan lebih banyaknya responden yang berpendapatan tinggi yaitu sebanyak 42 orang (57.5%). Tingginya angka Kursus Calon Pengantin menyebabkan responden mampu menentukan sikap karena responden telah memiliki gambaran dan mengetahui bahwa imunisasi TT perlu dilakukan sebelum menikah serta didukung oleh tingginya pendapatan yang memperkuat responden untuk melakukan imunisasi TT. Dengan demikian peneliti berasumsi bahwa sikap dapat menentukan langkah B. Simpulan seseorang ke arah yang lebih baik. Sikap positif akan memunculkan perilaku repsonden yang bersedia melakukan imunisasi TT. a. Responden yang tidak melakukan imunisasi sebanyak 39 (53.4 %) dan responden yang melakukan imunisasi sebanyak 34 (46.6 %). b. Responden yang tidak melakukan Kursus Calon Pengantin sebanyak 32 (43.8 %) dan responden yang melakukan Kursus Calon Pengantin sebanyak 41 (56.2 %). c. Ada hubungan yang signifikan antara kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunisasi tetanus toxoid di Kecamatan Soreang Tahun 2014. d. Pekerjaan bukan merupakan konfonding antara hubungan kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunissi tetanus toxoid di Kecamatan Soreang Tahun 2014. e. Umur bukan merupakan konfonding antara hubungan kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunissi tetanus toxoid di Kecamatan Soreang Tahun 2014. f. Pengetahuan bukan merupakan konfonding antara hubungan kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunissi tetanus toxoid di Kecamatan Soreang Tahun 2014. g. Pendidikan merupakan konfonding antara hubungan kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunissi tetanus toxoid di Kecamatan Soreang Tahun 2014. h. Pendapatan merupakan konfonding antara hubungan kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunissi tetanus toxoid di Kecamatan Soreang Tahun 2014. i. Sikap merupakan konfonding antara hubungan kursus calon pengantin dengan keikutsertaan imunissi tetanus toxoid di Kecamatan Soreang Tahun 2014. 117

C. Saran a. Diharapkan konselor atau pemegang program suscatin lebih meningkatkan kembali konseling mengenai Kursus Calon Pengantin (Suscatin) dan imunisasi tetanus toxoid. b. Diharapkan konselor atau pemegang program memberi penjelasan yang lebih rinci mengenai manfaat kursus calon pengantin sebelum menikah, manfaat imunisasi tetanus toxoid sebelum menikah. c. Diharapkan petugas puskesmas lebih meningkatkan upaya promosi kesehatan seperti penyuluhan yang lebih mendalam dan intensitas tinggi mengenai kesehatan reproduksi, khususnya mengenai usia yang baik untuk menikah dan imunisasi tetanus toxoid sebelum menikah oleh tenaga kesehatan setempat kepada masyarakat. d. Diharapkan petugas puskesmas bekerja sama dengan Bidan Praktik Swasta untuk mensosialisasikan imunisasi tetanus toxoid sebelum menikah. e. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat lebih memperdalam penelitian ini, yakni menganalisis lebih dalam faktor-faktor yang mempengaruhi kursus calon pengantin serta keikutsertaan imunisasi tetanus toxoid. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Promosi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Rahim,dkk. (2013). Pengetahuan dan Sikap Wanita Prakonsepsi tentang Gizi dan Kesehatan Reproduksi Sebelum dan Setelah Suscatin di Kecamatan Ujung Tanah. Diunduh dari http://repository.unhas.ac.id/bitstream/h andle/123456789/6768/jurnal%20 MKMI%20RAHMIYATI%20RAHIM. pdf?sequence=1. Diakses tanggal 13 Desember 2013 pkl 21.30 wib. Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.. (2011). Penerapan Analisis Multivariat dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Seksi Kesga, (2012), Laporan Tahunan Kabupaten Bandung, Bandung: Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Susanti, Eni. (2011). Hubungan Pengetahuan tentang Imunisasi Tetanus Toxoid dan Status Ekonomi dengan Pelaksanaan Imunisasi TT Pra Nikah. Suyanto, Ummi Salamah. (2009). Riset Kebidanan (Metodologi dan Aplikasi). Jogjakarta: Mitra Cendikia. Wahab, Madarina (2002). Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun. Jakarta : Widya Medika. D. Referensi Budiman. (2010). Penelitian Kesehatan. Bandung: PT. Refika Aidtama. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2008), Petunjuk Teknis Imunisasi Tetanus Toxoid, Jakarta : Depkes RI. Dirjen Bimas Islam, (2009), Kursus Calon Pengantin, Jakarta: Dirjen Bimas Islam. Kantor Urusan Agama, (2012), Peserta Kursus Calon Pengantin, Bandung: Seksi Bimas Islam. 118