Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

ANALISIS CAHAYA ALAMI PADA GEDUNG PERBELANJAAN (STUDI KASUS : MALL DAYA GRAND SQUARE MAKASSAR)

ANALISIS PENCAHAYAAN BANGUNAN HEMAT ENERGI (Studi Kasus : Gedung Wisma Kalla di Makassar)

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

OPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR

Analisis Standar Iluminasi pada Ruang Kerja Kantor

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Sumber : diakses tanggal 2 Oktober 2015

Analisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal

SEMINAR PROPOSAL TUGAS AKHIR OPTIMASI PENGGUNAAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KERJA DENGAN MENGATUR PERBANDINGAN LUAS JENDELA TERHADAP DINDING

Optimalisasi Kinerja Pencahayaan Alami pada Kantor (Studi Kasus: Plasa Telkom Blimbing Malang)

EVALUASI BUKAAN PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK MENDAPATKAN KENYAMANAN VISUAL PADA RUANG PERKULIAHAN

1.1 Latar Belakang Penelitian. menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Konservasi energi pada sistem pencahayaan

BAB V METODOLOGI DAN ALAT PENGUKURAN

PENGARUH PENERANGAN ALAM PADA KINERJA RUANGAN KERJA DOSEN

DAMPAK PENGGUNAAN DOUBLE SKIN FACADE TERHADAP PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK UNTUK PENERANGAN DI RUANG KULIAH FPTK BARU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA:

RUMAH SUSUN HEMAT ENERGI DI LEBAK BULUS JAKARTA DENGAN PENERAPAN PENCAHAYAAN ALAMI

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Bentuk Massa Bangunan Berdasar Analisa Angin, Matahari dan Beban

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

Analisis Gejala Perubahan Iklim Berbasis Karakteristik Data Radiasi Matahari di Makassar

Temperatur dan Kelembaban Relatif Udara Outdoor

BAB II LANDASAN TEORI

SAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS. Di susun oleh : ROMI RIZALI ( )

PENGOLAHAN SIDE LIGHTING SEBAGAI STRATEGI OPTIMASI PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG PAMER MUSEUM BRAWIJAYA MALANG

TESIS EVALUASI KUALITAS LINGKUNGAN DALAM RUANG PADA KANTOR PT. R.T.C DARI ASPEK TERMAL DAN PENCAHAYAAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Ventilasi suatu bangunan merupakan salah satu elemen penting dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III TINJAUAN KHUSUS

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti

BAB I PENDAHULUAN. Cahaya adalah suatu perpindahan energi yang dapat merangsang indera

Sri Kurniasih Teknologi Bangunan Departemen Arsitektur Universitas Indonesia, Depok Abstrak

NATURAL LIGHTING DESIGN CONSULTATION. Canisius College Sport Hall Jakarta

Penerangan Alami Dan Bukaan Bangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Tingkat Pencahayaan Ruang Kuliah Dengan Memanfaatkan Pencahayaan Alami Dan Pencahayaan Buatanklorofil Pada Beberapa Varietas Tanaman eum

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : FERIA ETIKA.A.

SIMULASI PENERANGAN ALAM BANGUNAN PENDIDIKAN

Daylighting Ilumination. By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST. MT

PENGARUH DESAIN CLERESTORIES TERHADAP KINERJA DAYLIGHT PADA GOR BULUTANGKIS ITS DI SURABAYA GUNA MENDUKUNG KONSEP GREEN BUILDING

Tata Cahaya pada Ruang Baca Balai Perpustakaan Grhatama Pustaka Yogyakarta

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN

REKAYASA TATA CAHAYA ALAMI PADA RUANG LABORATORIUM (Studi Kasus: Fakultas Teknik Universitas Brawijaya)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dilaksanakan selama 1 bulan pada tanggal 16 januari 2017 sampai 16 februari

Pengukuran intensitas penerangan di tempat kerja

J. Sains & Teknologi, Juni 2014, Vol.3 No.1 : ISSN EVALUASI KONDISI PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KANTOR DI MENARA BALAIKOTA MAKASSAR

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

Perbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement.

DAFTAR ISI. Lembar pengesahan Abstrak Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... vii Daftar Lampiran...

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

Analisis standar dan prosedur pengukuran intensitas cahaya pada gedung

PENDAHULUAN. Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Mixed-use Building

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk

OPTIMASI SHADING DEVICES RUMAH TINGGAL (STUDI KASUS : PERUMAHAN LOH AGUNG VI JATEN KARANGANYAR)

BAB III ELABORASI TEMA

DESAIN PENCAHAYAAN LAPANGAN BULU TANGKIS INDOOR ITS

BAB III TINJAUAN KHUSUS

ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik

berfungsi sebagai tempat pertukaran udara dan masuknya cahaya matahari. 2) Cross Ventilation, yang diterapkan pada kedua studi kasus, merupakan sistem

STUDI FASADE RUMAH SUSUN UNTUK OPTIMASI ENERGI ALAM PADA BANGUNAN DI TROPIS LEMBAB

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta sebagai kota metropolitan bertumbuh sangat pesat terutama dari segi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar WARNA HEALING ENVIRONMENT. lingkungan yang. mampu menyembuhkan. Gambar 4. 1 Konsep Dasar

REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA

Rekayasa Desain Bukaan Atap dan Dinding Untuk Meningkatkan Performa Termal Bangunan (Studi Kasus: Pendopo Agung Taman Krida Budaya Malang, Jawa Timur)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

Perbandingan Perhitungan OTTV dan ETTV Gedung Komersial - Kantor

11. Batasan dan Definisi Judul I 1.2. Latar Belakang Permasalahan I

INTENSITAS PENCAHAYAAN ALAMI RUANG KELAS SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR

BAB V KONSEP PERENCANAAN

Gambar 5.24 Titik Pengukuran Data Pencahayaan Auditorium Gambar 5.25 Pengukuran Data Pencahayaan Ruang Kelas P.7.3, P.7.2 dan P.7.4.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan makin meningkatnya kebutuhan dan permintaan hunian di

Unsur-Unsur Efek Cahaya Pada Perpustakaan. Abstrak

TEKNIKA VOL. 2 NO

I. PENDAHULUAN. fungsi dan luas ruangan serta intensitas penerangannya.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

OPTIMASI SISTEM PENCAHAYAAN RUANG KULIAH TERKAIT USAHA KONSERVASI ENERGI

STUDI SISTEM PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI PADA TIPOLOGI UNDERGROUND BUILDING

Penilaian Kriteria Green building pada Gedung Rektorat ITS

PENERAPAN KONSEP SADAR ENERGI DALAM PERANCANGAN ARSITEKTUR YANG BERKELANJUTAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

of natural lighting as the main lighting source, homever it still needs the help of artificial lighting. Keywords: Natural lighting opening, sun shadi

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH FASADE BANGUNAN TERHADAP PENCAHAYAAN ALAMI PADA LABORATORIUM POLITEKNIK NEGERI MALANG

Analisa Aspek Daya dan Ekonomis Perancangan Pencahayaan Ruang Kelas Menerapkan Konsep Bangunan Hijau

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMAKASIH... ii. ABSTRAK... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR...

MODUL I RPKPS DAN TUGAS BANGUNAN PINTAR PENGAMPU : DR. AGUNG MURTI NUGROHO ST, MT.

BAB I PENDAHULUAN. refrijerasi. Teknologi ini bisa menghasilkan dua hal esensial yang

Transkripsi:

TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM Syavir Latif (1), Nurul Jamala (2), Syahriana (3) (1) Lab.Perancangan, Studio Perancangan, Arsitektur, Fakultas Tekni, Universitas Hasanuddin. (2) Lab.Sains Building, Fisika Bangunan, Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. (3) Lab.Permukiman, Studio Perancangan, Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. Abstrak Desain pencahayaan merupakan salah satu prioritas dalam merancang bangunan gedung dan pemanfaatan pencahayaan alami dapat menurunkan pemakaian energi, namun perlu memperhatikan produktifitas kerja pengguna ruang dengan mempertimbangkan rekomendasi standard iluminasi (level of illuminance), kesilauan(glare), tingkat kecermelangan (brightness) dan efek penghawaan (thermal). Gedung Menara Phinisi Universitas Negeri Makassar menggunakan fasade bangunan berbentuk Hiperbolic Paraboloid sehingga desain gedung ini menjadi panduan dalam menganalisis pengaruh fasade bangunan terhadap pencahayaan alami. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh fasade bangunan terhadap tingkat iluminasi, distribusi cahaya alami dan aplikasi bentuk fasade. Metode penelitian kwantitatif dengan menggunakan program Autodesk Echotech untuk mengetahui tingkat iluminasi dalam dan luar bangunan. Hasil penelitian meyimpulkan bahwa terjadi penurunan distribusi cahaya apabila menggunakan fasade bangunan dan bentuk fasade juga berpengaruh terhadap tingkat iluminasi dalam ruang. Kata-kunci : distribusi cahaya, fasade, iluminasi Pendahuluan Indonesia merupakan daerah beriklim tropis yang memiliki ketersediaan cahaya yang berlimpah, sehingga perlu pemikiran pada Arsitek memanfaatkan cahaya ini sebagai salah satu factor dalam mendesain bangunan hemat energi, terutama pada bangunan berlantai banyak. Konsep arsitektur hemat energi adalah mengoptimasikan sistem tata cahaya dengan mempertimbangkan integrasi antara pencahayaan alami (sinar matahari) dan buatan (lampu). Penggunaan energi sebagai sumber penerangan akan berkurang apabila pencahayaan alami digunakan secara maksimal dengan mempertimbangkan efek negative antara lain: kesilauan (glare), kecermelangan (brightnes) dan penghawaan (thermal). Beberapa variabel yang mempengaruhi pemanfaatan pencahayaan alami antara lain: orientasi bangunan, luas bukaan dinding dan fasade bangunan. Indonesia merupakan daerah beriklim tropis Lembab dengan karakteristik radiasi tinggi (80% pertahun), kelembaban relatif tingggi (60%- 80%) dan kecepatan angin (velocity) tidak stabil (diperkotaan antara 0->30 m/detik) (Satwiko 2009). Umumnya, pada arsitek mendesain pencahayaan ruang berdasarkan rekomendasi SNI 03-6575-2001, dimana standar iluminasi pada ruang kerja sebesar 350 lux, namun beberapa peneliti terdahulu antara lain: Nurul (2010), Nurul (2012) dan Esti (2011) menyimpulkan bahwa walaupun belum mengikuti standar tersebut, pengguna ruang masih dapat beraktifitas dengan baik. Menara Phinisi Universitas Negeri Makassar adalah gedung Pusat Pelayanan Akademik (GPPA). Gedung ini menerapkan fasade Hiperbolic Paraboloid yang merupakan futuristic dari aplikasi kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi. Gedung ini terdiri dari 3 bagian yaitu: bagian bawah berupa kolong/panggung, bagian badan berupa podium yang terdiri dari 3 lantai dan bagian kepala berupa menara yang terdiri Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 H 129

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM dari 12 lantai yang merupakan metafora layar dari perahu phinisi (gambar 1). Perancangan pencahayaan alami siang hari dapat dipengaruhi oleh pencahayaan alami dan luas lubang cahaya dan letak dan bentuk lubang cahaya (SNI 03-2396-2001). Menurut SNI 03-2396-2001, tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan ditentukan oleh tingkat pencahayaan langit pada bidang datar di lapangan terbuka pada waktu yang sama. Perbandingan tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan dan pencahayaan alami pada bidang datar di lapangan terbuka ditentukan oleh: (a) Hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya; (b) Ukuran dan posisi lubang cahaya; (c) Distribusi terang langit; (d) Bagian langit yang dapat dilihat dari titik ukur. Metode Penelitian Metode penelitian adalah kwantitatif dengan menggunakan program Autodesk Ecotech Analysis 2011. Program ini digunakan untuk mengetahui distribusi cahaya dan tingkat iluminasi dalam bangunan. Penelitian ini menganalisis fasade bangunan dengan membandingkan distribusi cahaya siang hari, apabila menggunakan dan tidak menggunakan fasade. Desain gedung Menara Phinisi UNM menggunakan fasade hiperbolik paraboloid, sehingga dapat dijadikan obyek penelitian dalam mempertim-bangkan hal tersebut. Metode Analisi Data Bangunan UNM Phinisi terdiri dari 17 lantai dan mempunyai bukaan pada selubung bangunan disetiap lantai dengan luasan dan bentuk yang sama, kecuali bagian depan pada samping kiri kanan bangunan. Focus penelitian hanya pada lantai 9 yang berfungsi sebagai ruang kerja administrasi perkantoran Universitas Negeri Makassar. Denah lantai 9 berbentuk segi empat sehingga lebih memudahkan melakukan simulasi didalam dan diluar bangunan, dibandingkan dengan lantai lainnya yang berbentuk trapesium. Distribusi cahaya alami masuk kedalam bangunan bervariasi, oleh karena luas bukaan sekeliling selubung bangunan dan perletakannya berbeda, sehingga tingkat iluminasi dalam bangunan berbeda pula (gambar 2) Gambar 1. Gedung Menara Phinisi UNM Gambar 1 menunjukkan bentuk bangunan Menara Phinisi UNM dengan model fasade hiperbolic Paraboloid. Model fasade bangunan memperindah bentuk bangunan, namun perlu menganalisis distribusi cahaya alami yang dapat diserap masuk kedalam bangunan sehingga penggunaan energi sebagai sumber pencahayaan buatan dapat diminimalkan. Berdasarkan hal ini, sehingga perlu kajian tentang pencahayaan alami pada gedung Menara Phinisi UNM. Gambar 2. Model bukaan selubung Bangunan Simulasi Echotech pada kondisi iklim Makassar di bulan Mei jam 12.00 dan latitude -5,1 0 lgn 119,5 0 (+8,0). Material jendela adalah single glazed aluminium frame, grid management auto-fit grid to object within XY axis H 130 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016

number of cell x=6, y=10. Kalkulasi bangunan pada kondisi overcast sky, dengan nilai rerata daylight sebesar 8500 lux. Posisi Matahari pada waktu tersebut seperti pada gambar 3 dibawah ini. Syavir Latif Analisis Tingkat Iluminasi pada Bangunan Model 1 dan 2 Gedung Menara Phinisi UNM menggunakan fasade bangunan dan penelitian ini menganalisis pengaruh fasade bangunan terhadap distribusi cahaya siang hari. Sebelum menganalisis desain gedung ini, terlebih dahulu dilakukan analisis dengan menghilangkan fasade bangunannya sehingga menganalisis 2 model yaitu Model 1 dan 2 (gambar 5). Gambar 3. Desain Gedung Phinisi UNM pada program Ecotech Gambar 5. Desain Menara Phinisi UNM Model 1 yaitu gedung tidak menggunakan fasade dan model 2 menggunakan fasade. Penelitian ini menganalisis tingkat iluminasi pada 2 model tersebut. Simulasi pencahayaan adalah untuk mengetahui tingkat iluminasi sesuai pola titik ukur yang telah direncanakan. Gambar 4. Rencana perletakan titik ukur (titik 1-10 dan A-J) Program echotech untuk mengetahui tingkat iluminasi pada beberapa titik ukur yang direncanakan yaitu titik ukur 1 10 dan A F (gambar 4) dan hasil simulasi tersebut dimasukkan dalam tabel 1. Hasil Penelitian dan Pembahasan Secara umum, distribusi cahaya alami berkurang apabila meggunakan fasade bangunan, namun mempunyai kelebihan yaitu tidak terjadi kesilauan, kecermelangan dan temperature udara panas dapat diatasi. Berdasarkan hal ini perlu menganalisis distribusi cahaya, tingkat iuminasi dan bentuk fasade bangunan. Gambar 6. Hasil simulasi echotech Gedung Menara Phinisi UNM lantai 9 Gambar 6 merupakan hasil simulasi yang menunjukkan tingkat iluminasi dalam bangunan dan diuraikan dalam bentuk tabel untuk memudahkan analisis hasil simulasi yaitu pada titik ukur 1-10 dan A-J (tabel 1). Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 H 131

Nilai Iluminasi (lux) Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM Tabel 1. Tingkat iluminasi pada bangunan tidak menggunakan fasade (Model 1) 1396 lux dibandingkan dengan area tengah bangunan antara lain 562 lux,403 lux, 217 lux, dan 289 lux. Analisi ini menunjukkan bahwa semakin jauh dari selubung bangunan maka nilai iluminasi semakin rendah. Uraian tentang bangunan model 2 tidak dipaparkan, namun hasil analisis tingkat iluminasi telah dapat diperbandingkan antara model 1 dan 2, seperti grafik dibawah ini. Table 1 menunjukkan tingkat iluminasi pada bangunan tanpa fasade (model 1) yaitu maksimum sebesar 1522 lux (A2), minimum 190 lux (F8) dan nilai rerata titik ukur A-J sebesar 446 hingga1114 lux. Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh dari bukaan selubung bangunan maka nilai iluminasi semakin rendah, contohnya titik ukur dekat selubung bangunan yaitu A7 sebesar 615 lux sedangkan E7 yang terletak jauh dari selubung bangunan sebesar 191 lux. Tingkat iluminasi pada area sekitar selubung bangunan akan lebih tinggi apabila mempunyai bukaan lebih luas, contohnya pada titik ukur A1 hingga A5 yaitu antara 1304 lux dan 1522 lux. Nilai ini lebih tinggi dari pada titik ukur A7-A10 yaitu antara 585 lux dan 958 lux. Selanjutnya nilai iluminasi pada titik ukur 1-10 dan A-J dibuat dalam bentuk grafik (gambar 7). 1304 1522 1520 1460 1396 1043 1451 1345 1346 1256 1245 539 403 402 445 Gambar 7. Grafik tingkat iluminasi pada bangunan tidak menggunakan fasade (model 1) Grafik ini menunjukkan bahwa tingkat iluminasi pada area selubung bangunan mempunyai nilai yang tinggi antara lain 1522 lux, 1451 lux dan 217 H 132 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 615 958 937 585 1065 670 289 283 562 259 606 661 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Titik Ukur Grafik Nilai iluminasi tidak menggunakan fasade bangunan A B C D E F G H I J Gambar 8. Grafik Nilai iluminasi model 1 dan 2 Gambar 8 menunjukkan rerata tingkat iluminasi dalam bangunan pada titik ukur A hingga J. grafik ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan rerata tingkat iluminasi pada model 2 yaitu bangunan yang menggunakan fasade. Berdasarkan hasil simulasi yang dipaparkan ini dapat disimpulkan bahwa fasade bangunan berpengaruh terhadap tingkat iluminasi dalam bangunan. Selanjutnya menganalisis prosentasi penurunan tingkat iluminasi pada bangunan Model 1 dan 2. Nilai rerata Prosentase penurunan pada titik ukur A hingga B sebesar 19,7%, maksimum 21,3% dan minimum 18,8%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat iluminasi akan menurun apabila bangunan menggunakan fasade. Berdasarkan hal ini, perlu menganalisis distribusi cahaya alami pada area selubung bangunan. Analisis Distribusi Cahaya Alami pada Bangunan Menggunakan dan Tidak Menggunakan Fasade. Desain Gedung Menara Phinisi UNM menggunakan fasade hiperbolik paraboloid pada sekeliling bangunan. Bentuk fasade pada samping kiri kanan dan depan belakang adalah berbeda sehingga perlu menganalisis distribusi cahaya

pada zone tersebut. Penelitian ini menganalisis distribusi cahaya pada selubung bangunan, sehingga dikategorikan menjadi zone A,B,C dan D seperti gambar 12 dibawah ini. Syavir Latif Gambar 14. Prosentasi distribusi cahaya tanpa dan menggunakan fasade bangunan Gambar 10. Zone pada area selubung bangunan Gambar 11. Menunjukkan Grafik distribusi cahaya pada zone A, dapat menyerap cahaya lebih tinggi dari pada bangunan yang menggunakan fasade yaitu antara 696 lux -1304 lux sedangkan bangunan tersebut menggunakan fasade hanya sebesar 476 lux-1055 lux. Gambar 11. Tingkat iluminasi distribusi cahaya pada zone A Pada zone B bangunan tersebut tidak menggunakan fasade, tingkat iluminasi maksimal 1304 lux dan minimum 696 lux, sedangkan menggunakan fasade maksimum 1055 lux dan minimum 476 lux. Pada zone C bangunan tersebut tidak menggunakan fasade, tingkat iluminasi maksimal 1451 lux dan minimum 123 lux, sedangkan menggunakan fasade maksimum 1161 lux dan minimum 119 lux. Pada zone D bangunan tersebut tidak menggunakan fasade, tingkat iluminasi maksimal 1522 lux dan minimum 217 lux, sedangkan menggunakan fasade maksimum 1237 lux dan minimum 203 lux. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa distribusi cahaya pada area selubung bangunan yaitu zone A, B, C dan D menyimpulkan hal yang sama yaitu distribusi cahaya dapat diserap lebih tinggi apabila bangunan tersebut tidak mengunakan fasade. hal ini dapat dilihat pada gambar 14 dibawah ini. Selanjutnya akan menganalisis prosentase penurunan distribusi cahaya apabila bangunan tersebut menggunakan fasade. Pada selubung bangunan bagian belakang distribusi masuk kedalam bangunan dengan nilai rerata sebesar 15 %, maksimum 18% (7341 lux -1294 lux) dan minimum 9% (696 lux -7381 lux). Sedangkan bagian depan bangunan tanpa fasade mempunyai nilai rerata sebesar 13% maksimum 17% (1321 lux-7890 lux) dan minimum 8%. Distribusi cahaya pada selubung bangunan samping kanan tanpa fasade sebesar tingkat rerata 13% maksimum 195(6913 lux -1346 lux) dan minimum 2% (7292 lux -123 lux). Distribusi selubung bangunan samping kiri rerata 20% maksimum 21% (7224 lux-1520 lux dan 7103 lux -1460 lux). Hasil analisi menunjukkan prosentasi distribusi cahaya yang masuk kedalam bangunan tertinggi sebesar 20% atau zone A dan terendah 13 % atau zone D. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa nilai rerata prosentasi penurunan distribusi cahaya dari menggunakan dan tidak menggunakan fasade sebesar sebesar 16,75 %. Analisis Bentuk Fasade terhadap Distribusi Cahaya Alami Distribusi Cahaya Alami pada bangunan menggunakan fasade bangunan dengan model hyperbolic paraboloid (horizontal dan diagonal) seperti tabel dibawah ini. Gambar 16. Bentuk fasade bangunan Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 H 133

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM Hasil perhitungan prosentasi distribusi cahaya yang masuk kedalam bangunan pada bangunan berbentuk gedung phinisi Menara UNM dengan menggunakan fasade bangunan sebagai berikut: (a) distribusi bagian belakang dengan menggunakan fasade diagonal degan nilai rerata 11% maksimum 14% (7341 lux-1003 lux) dan minumum 6% (7381 lux-476 lux); (b) distribusi depan bangunan menggunakan fasade diagonal rerata 9% maksimum 10,4% (7608 lux-789 lux) dan minimum 7% (8230 lux-542 lux); (c) distribusi samping kanan menghasilkan nilai rerata 11,2%, maksimum 17% (6964 lux-1161 lux) dan minimum 2% (7292 lux-119 lux); dan (e) distribusi samping kiri bangunan sebesar 11%, maksimum 17.1% (7227 lux-1237 lux) dan minimum 3% (7457 lux-203 lux). Selanutnya menganalisis perbandingan disribusi cahaya pada bangunan menggunakan fasade horizontal dan diagonal. Gambar 16. Prosentasi distribusi cahaya alami Gambar 16 menunjukkan bahwa zone A dan B terjadi penurunan sebesar 4% yaitu 11-15% dan zone B (13%-9%) sehingga dapat disimpulkan bahwa prosentasi penurunan se-besar 4% apabila menggunakan fasade diagonal. Selanjutnya zone C dan D terjadi penurunan sebesar 1-2 % yaitu zone C sebesar 12%-13% dan zone D sebesar 14%-12%. Nilai rerata perbedaan nilai iluminasi antara model fasade diagonal dan horizontal adalah sebesar 2,5 % sehingga dapat disimpulkan bahwa bentuk fasade bangunan mempengaruhi distribusi cahaya yang diserap masuk kedalam bangunan. hyperbolic paraboloid. Distribusi cahaya pada area selubung bangunan berpengaruh terhadap fasade bangunan. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan sebesar 16,75%. Distribusi cahaya pada area selubung bangunan berpengaruh terhadap bentuk fasade bangunan. Prosentase penurunan bangunan menggunankan fasade horizontal sebesar 4% sedangkan fasade diagonal sebesar 1,5%. Hasil peneltiian menunjukkan prosentasi perbedaan nilai iluminasi antara model fasade diagonal dan horizontal adalah sebesar 2,5 %. Daftar Pustaka Esti dkk (2007), prosiding seminar nasional Pascasarjana VII. Ghozali (2008), Desain Penelitian Eksperimental, Teori, Konsep dan Analisis Data dengan SPSS 16, Penerbit Universitas Dipenogoro, Semarang. Hidayat dkk (2011), Panduan Lengkap Menguasai SPSS 19 Untuk Mengolah Data Statistik Penelitian, Edisi pertama, Jakarta Selatan. IESNA (1993) American national standard practice for office lighting. New York: Illuminating Engineering Society of North America Jamala, N., (2010), Studi Pencahayaaan Ruang Kelas JUTAP UGM, Proceeding SERAP I, Yogyakarta. Jamala, N., (2012), Kenyamanan Visual Ruang Studio Gambar dengan Menggunakan Program Echotect: Jurnal Ilmiah Teknik Gelagar, v. 26, p. 40-46. Lechner, N. (2007). Heating, Cooling, Lighting: Metode Desain untuk Arsitektur. Edisi 2. Jakarta Lembaga Pendidikan Masalah Bangunan (2011), Standardisasi Nasional 6389-2011 tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung. 2011. Jakarta:Badan Standardisasi Nasional. Lembaga Pendidikan Masalah Bangunan (2001), Tata Cara Perancangan Penerangan Alami Siang Hari Untuk Rumah dan Gedung, SNI 03-6575-2001, Jakarta. Kesimpulan Hasil penelitian menyimpulkan bahwa fasade bangunan berpengaruh terhadap nilai iluminasi dan terjadi prosentasi penurunan sebesar 23 % jika bangunan menggunakan fasade berbentuk H 134 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016