Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. keduanya mengembangbiakkan banyak laki-laki dan perempuan agar. senantiasa bertaqwa kepada-nya dengan mempergunakan nama-nya serta

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

BAB IV ANALISIS HUKUM POSITIF TERHADAP PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM TERHADAP HAK ISTRI DALAM PERKARA NOMOR 0241/PDT.G/2016/PA.

BAB IV ANALISIS YURIDIS PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM TERHADAP HAK-HAK ISTRI DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA BANGIL

BAB IV. ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 5667/PDT.G/2013/PA. Kab Mlg TENTANG PENAMBAHAN NAFKAH ANAK SETIAP PERGANTIAN TAHUN

BAB IV MUTAH DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA. A. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Menggunakan atau Tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jabatan, seperti dalam kalimat memangku jabatan secara ex officio. 29

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, yang berpuncak pada

BAB I PENDAHULUAN. Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman. memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menjabarkan pertimbangan tentang duduk perkara. Pertimbangan duduk

1 Pasal 105 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam 2 Salinan Putusan nomor 0791/ Pdt.G/2014/PA.Kab.Mlg, h. 4.

BAB IV. Hakim dalam memutuskan suatu perkara yang ditanganinya, selain. memuat alasan dan dasar dalam putusannya, juga harus memuat pasal atau

P U T U S A N. Nomor : 38/Pdt.G/2009/PTA.Pdg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah makhluk sosial yang harus diakui keberadaanya, dalam membentuk keluarga, masyarakat dan negara. Anak juga merupakan

Kecamatan yang bersangkutan.

BAB 1 PENDAHULUAN. menghukum orang-orang yang melanggar norma-norma dengan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA PERCERAIAN ( STUDI KASUS PERKARA NOMOR : 239/PDT.G/2009/PA.GTLO DAN NOMOR : 06/PDT.G/2010/PTA.

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 1934/Pdt.G/2012/PA.Mlg.

SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN. AGAMA MALANG PERKARA NO. 0380/Pdt.G/2012/PA.Mlg

P U T U S A N Nomor 43/Pdt.G/2009/PTA Btn

PUTUSAN. Nomor : 68/Pdt.G/2008/MSy-Prov. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

SALINAN PUTUSAN. Nomor : Pdt.G/2011/PTA.AB BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN. A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan

P U T U S A N Nomor : 76/Pdt.G/2010/MS-Aceh. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

SALINAN P U T U S A N Nomor : 72/Pdt.G/2011/PTA.Bdg.

gugatan/permohonan bagi orang-orang beragama Islam. Dalam pengajuan perkara di Pengadilan Agama, penggugat/pemohon dapat mendaftarkannya ke

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 1359/PDT. G/2013/PA. MLG DENGAN ALASAN GUGATAN OBSCUUR LIBEL DALAM PERKARA CERAI GUGAT

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Achmad. Menguak Tabir Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.

P U T U S A N Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

P U T U S A N Nomor 4/Pdt.G/2014/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

P U T U S A N. Nomor : --/Pdt.G/2013/MS-Aceh

BAB III PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA BANGIL

No. 30 / Pdt. G / 2011 / PTA. Pdg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 57/Pdt.G/2009/PTA.Pdg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N

P U T U S A N Nomor : 06/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 0318/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N :

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perkawinan mempunyai nilai-nilai yang Sakral dalam agama, karena

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN NOMOR <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 0035/Pdt.G/2013/MS-Aceh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penerapan Asas Ratio Decidendi Hakim Tentang Penolakan Eksepsi dalam Perkara Cerai Talak Talak

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

P U T U S A N. Nomor 0097/Pdt.G/2014/MS-Lgs, DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 06/Pdt.G/2010//PTA.Plk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Nomor : 07/Pdt.G/2010/PTA.Pdg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan : sebagai Pemohon/ Terbanding.

PUTUSAN Nomor: 214/Pdt.G/2013/PA.Dum

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk dilakukan dan apa yang dalam kenyataan dilakukan. 1

PUTUSAN Nomor 03/Pdt.G/2016/PTA.Plg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : xxxx/pdt.g/2011/ms-aceh

P U T U S A N Nomor : xxxx/pdt.g/2011/ms-aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Definisi Oprasional

BAB IV ANALISIS. A. Tinjauan Yuridis terhadap Formulasi Putusan Perkara Verzet atas Putusan

P U T U S A N. Nomor: xxx/pdt.g/2013/ms-aceh

P U T U S A N Nomor 43/ Pdt.G./ 2007/ PTA. Btn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH

P U T U S A N. Nomor 1965/Pdt.G/2013/PA Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor: 0767/Pdt.G/2012/PA.Dum DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. tertera di bawah ini dalam perkara cerai talak antara:

P U T U S A N Nomor 27/Pdt.G/2014/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor xx/pdt.g/2012/ms-aceh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. putusan sebagai berikut dalam perkara antara :

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2013/PTA. Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

Perkara Tingkat Pertama Cerai Gugat. Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya :

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

P U T U S A N Nomor 116/Pdt.G/2010/PA Tse BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : xxx/pdt.g/2012/ms-aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

بسم هللا الرحمن الرحيم

P U T U S A N Nomor 41/Pdt.G/2007/PTA Btn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB V PEMBAHASAN. penelitian, maka dalam bab ini akan membahas satu persatu fokus penelitian yang

PUTUSAN. Nomor : xxxx/pdt.g/2011/ms-aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

P U T U S A N. Nomor 24/Pdt.G/2009/PTA Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 45/Pdt.G/2009/PTA.Pdg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 1599/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

P U T U S A N. Nomor 330/Pdt.G/2010/PAJP BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A. Nomor 23/Pdt.G/2015/MS-Aceh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. esensial, yaitu keadilan (gerechtigheit), kemanfaatan (zwachmatigheit) dan

PUTUSAN Nomor: 523/Pdt.G/2013/PA.Dum

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2013/PTA.Btn بسم الله الرحمن الرحیم DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 63/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN. Nomor 0847/Pdt.G/2014/PA.Plg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV. ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAJELIS HAKIM MENOLAK PERMOHONAN IWA<D} PERKARA KHULU DALAM GUGATAN REKONVENSI (No. 1274/Pdt.G/2010/PA.

PUTUSAN Nomor 00/Pdt.G/2013/PTA.Btn BISMILLAHIRRAHMANNIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 000/Pdt.G/2015/PTA.Btn

P U T U S A N Nomor 90/Pdt.G/2014/PTA Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 34/Pdt.G/2011/PTA Pdg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

بسم ا هلل الرحمن ا لرحيم

P U T U S A N. Nomor 1745/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan

Bismillahirrahmanirrahim

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakim dalam mengambil keputusan, dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada yang dituntut.(asas ultra petitum partium). 1 Hal ini berdasarkan pasal 178 ayat (3) HIR, pasal 189 ayat (3) Rbg, serta pasal 50 Rv. Menurut Harahap, hakim yang mengabulkan tuntutan melebihi posita maupun petitum gugat, dianggap telah melampaui wewenang (ultra vires)serta dianggap menyimpang dari asas hakim bersifat pasif terkait ruang lingkup atau luas pokok sengketa ditentukan oleh para pihak. Akan tetapi, dalam praktek beracara di lingkungan peradilan agama terhadap perkara-perkara tertentu, hakim karena hak jabatannya (ex officio) dapat memutus lebih dari yang dituntut, sekalipun hal tersebut tidak dituntut oleh para pihak. 2 Penggunaan hak ex officio lazimnya diterapkan pada perkara cerai talak dalam menetapkan mut ah dan iddah, sebagai bentuk perlindungan terhadap hak mantan isteri. Hal ini berdasarkan pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Namun apakah berlaku pula dasar pertimbangan hakim dalam perkara cerai gugat dengan perkara nomor 4841/ Pdt. G/ 2011/ PA.Kab.Mlg. B. Rumusan Masalah Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertimbangan majelis hakim dan akibat hukum dalam memutus perkara cerai gugat qabla aldukhul menyimpang dari asas ultra petitum partium dengan menggunakan hak ex officio. 1 M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar iyah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h. 57-58. 2 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 802.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini, yaitu, untuk mengetahui dasar peritmbangan hakim serta mendeskripsikan akibat hukum pada putusan dengan perkara no. 4841/ Pdt.G/ 2011/ PA. Kab.Mlg. Adapun manfaat penelitian berupa teoritis dan praktis. Manfaat secara teoritis meliputi memperkaya wacana intelektual. Sedangkan manfaat secara praktis di terapkan bagi lembaga peradilan agama, UIN Maliki Malang masyarakat dan penulis. D. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan suatu bentuk perbandingan yang penulis lakukan agar dapat diketahui persamaan dan perbedaan yang terkandung di dalam penelitian yang telah lalu dilakukan yang berkaitan dengan penelitian yang sedang penulis lakukan. Sehingga, orisinalitas penelitian yang penulis lakukan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. E. Sistematika Penulisan Agar penulisan ini dapat terarah dan pembahasannya komperhensif, maka sistematika pembahasannya dibagi menjadi lima yaitu bab pertama merupakan pendahuluan, bab kedua merupakan tinjauan pustaka, bab ketiga membahas tentang metode penelitian, keempat berisi hasil penelitian dan pembahasan serta bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran. A. Hak Ex officio BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hak ex officio adalah hak hakim yang karena jabatannya dapat memutuskan suatu perkara yang tidak disebutkan dalam petitum tuntutan. Adapun dasar hukum dilaksanakan hak ex officio adalah pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Berdasarkan pasal 41 huruf c, kata dapat ditafsirkan boleh secara ex officio memberi ruang kepada hakim untuk menetapkan mut ah dan

iddah, sebagai bentuk perlindungan hak terhadap mantan isteri akibat perceraian, lazimnya diterapkan dalam perkara cerai talak. B. Dasar Pertimbangan dalam Putusan Hakim Pertimbangan dari putusan adalah alasan-alasan hakim sebagai pertanggungan jawab kepada masyarakat mengapa hakim sampai mengambil putusan demikian, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai objektif. 3 Dalam pertimbangan hakim, seyogyanya harus memenuhi segala aspek yang bersifat filosofis, yuridis dan sosiologis yang mencerminkan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Sehingga keadilan yang ingin dicapai, diwujudkan dan dipertanggungjawabkan dalam putusan hakim. Selain itu, dalam memutus perkara tersebut hakim melakukan penemuan hukum dengan menggunakan metode interpretasi gramatikal. C. Proses Penemuan Hukum oleh Hakim Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh subyek penemuan hukum dengan upaya penerapan peraturan hukum umum terhadap peristiwa konkret berdasarkan kaidah-kaidah serta prinsip-prinsip tertentu yang dapat dibenarkan menurut ilmu hukum seperti interpretasi, penalaran, eksposisi (konstruksi hukum) dan lain-lain. 4 Untuk sampai kepada putusan, hakim, dalam menemukan hukum melalui tiga tahap yaitu menkonstatir atau melihat untuk memastikan peristiwa yang diajukan; mengkualifisir (mengelompokkan atau menggolongkan peristiwa konkret) dan mengkonstitutir, menetapkan hukum terhadap peristiwa hukum. 3 Bambang Sugeng A. S. dan Sujayadi, Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi Perkara Perdata (Jakarta: Kencana, 2011), h. 12. 4 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti dan Berkeadilan, (Yogyakarta: UIIS Press, 2006), h. 29-30.

D. Asas Ultra Petitum Partium Asas ultra petitum partium adalah larangan hakim untuk memberi putusan tentang hal-hal yang tidak dituntut atau meluluskan lebih dari yang dituntut. 5 Hal ini berdasarkan 178 ayat (3) HIR, pasal 189 ayat (3) RBg, serta pasal 50 Rv. Asas ini menghendaki bahwa hakim dalam setiap putusan harus secara total dan menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap gugatan yang diajukan. 6 Pada prinsipnya, setiap ultra petita dikategori melampaui batas wewenang. Namun dalam praktek, hakim memungkinkan untuk melakukan penyimpangan terhadap asas ultra petitum partium dengan menggunakan hak ex officio serta dengan catatan hal tersebut dilakukan berdasarkan keadilan material yang apabila dalam petitum terdapat et aduaetbono (putusan lain yang seadil-adilnya). 7 E. Akibat Hukum Akibat hukum adalah akibat yang diberikan oleh hukum atas suatu tindakan subjek hukum. 8 Akibat hukum merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban bagi subyek-subyek hukum yang bersangkutan, berupa tindakan hukum dan delik. Menurut Harahap, hakim yang mengabulkan tuntutan melebihi posita maupun petitum gugat, dianggap telah melampaui wewenang atau ultra vires yakni bertindak melampaui wewenangnya (beyond the powers of his authority). F. Cerai Gugat Cerai gugat yaitu seorang isteri menggugat suaminya untuk bercerai melalui pengadilan agama, sehingga putus hubungan perkawinan antara penggugat (isteri) dengan tergugat (suami). 9 Bentuk cerai gugat diatur dalam bab IV, bagian kedua paragraf 3. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang 5 Soepomo, Hukum Acara Pengadilan Negeri, ( Jakarta: Pradnya Paramita, 2002), h. 20. 6 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, h. 800. 7 Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi Formulir Berperkara (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), h. 229. 8 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 192. 9 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.77.

Perkawinan, disebutkan bahwa apabila putusnya ikatan perkawinan karena perceraian mempunyai akibat hukum terhadap anak, bekas suami atau istri maupun harta bersama..apabila putusnya ikatan perkawinan antara suami dan isteri karena cerai gugat qabla al-dukhul, maka akibat hukum yang berlaku sesudahnya adalah putusnya ikatan perkawinan dan gugurnya mahar. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif atau biasa disebut dengan penelitian pustaka. Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kasus (case approach), yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap. 10 B. Bahan Hukum Adapun bahan hukum yang digunakan pada penelitian ini berupa bahan hukum primer meliputi putusan pengadilan dengan perkara nomor 4841/Pdt.G/2011/PA.Kab.Mlg; bahan hukum sekunder meliputi buku-buku, skripsi serta jurnal hukum dan bahan hukum tersier berupa kamus hukum, relevan dengan kasus yang dihadapi. C. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan bahan hukum dalam melakukan telaah pustaka, yaitu metode wawancara dan dokumentasi. dengan tahapan-tahapan editing, classifying, verifikasi (verifying), analyzing dan concluding. Dalam penelitian ini, digunakan metode deskriptif analitatif yaitu 10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 94.

suatu metode untuk menjelaskan, menggambarkan alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya. A. Deskripsi Perkara BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perkara dengan nomor 4841/ Pdt. G/ 2011/ PA.Kab.Mlg merupakan perkara cerai gugat. Pada prinsipnya, dalam perkara cerai gugat qabla al dukhul ini, penggugat hanya mengajukan tuntutan (petitum) berisi: mengabulkan gugatan penggugat; menceraikan perkawinan penggugat dengan tergugat; membebankan biaya perkara kepada penggugat atau menjatuhkan putusan lain yang seadiladilnya. Namun pada perkara cerai gugat tersebut, majelis hakim dalam amar putusan menghukum kepada penggugat untuk membayar atau mengembalikan uang mahar seluruhnya. Oleh karena itu, dalam putusan tersebut dapat dikatakan mengandung ultra petitum partium. B. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Adapun yang menjadi dasar hukum yang digunakan hakim dalam menggunakan hak ex officio menyimpangi asas ultra petitum partium dalam perkara cerai gugat qabla al-dukhul, sebagaimana disebutkan dalam amar putusan yang berbunyi: Menimbang, berdasarkan uraian dalam pertimbangan tersebut, maka berdasarkan pasal 41 huruf (cerai thalak) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, secara ex officio, majelis hakim menghukum kepada Penggugat untuk mengembalikan uang mahar sebesar Rp. 426.000,- (empat ratus dua puluh enam ribu rupiah) kepada Tergugat. Majelis hakim dalam mengadili perkara dengan nomor 4841/ Pdt. G/ 2011/ PA. Kab.Mlg, menafsirkan pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dengan menggunakan interpretasi gramatikal, yaitu cara penafsiran atau penjelasan untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang dengan menguraikan menurut

bahasa, susunan kata atau bunyi teksnya. Kata dapat dalam pasal tersebut mengandung kata fakultatif, yang menunjukkan suatu kebolehan. Sehingga, ditafsirkan boleh secara ex officio memberi ruang kepada hakim untuk menetapkan suatu kewajiban kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan, seperti menetapkan mut ah serta iddah dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. Selain kata dapat, hakim juga menafsirkan kata dan/ atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas isteri ditafsiri secara luas oleh hakim dengan menguraikan menurut bahasa, susunan kata atau bunyi teksnya, sehingga tidak dapat dipungkiri hakim dapat menentukan suatu kewajiban bekas isteri yang merupakan hak suami. Selain menemukan hukum dengan alat bantu berupa metode interpretasi, berdasarkan hasil wawancara dengan Drs. Waryono dan Nurul Maulidah, M.H, dapat diketahui bahwa bahwa penggunaan hak ex officio menyimpangi asas ultra petitum partium dalam perkara ini berupa pengembalian mahar berdasarkan pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 diperkenankan selama masih mengenai keadilan material serta dalam petitum terdapat putusan lain yang seadiladilnya (et aduaetbono) dan diterapkan dalam perkara perceraian (cerai talak maupun cerai gugat). Setelah hukumnya diketemukan dan kemudian hukumnya diterapkan pada peristiwa hukumnya, maka hakim harus mejatuhkan putusan dengan mempertimbangan tiga aspek yang seyogyanya diterapkan secara proposional, yaitu filosofis yang mencerminkan keadilan dan kebenaran, yuridis yang mencerminkan kepastian hukum dan sosiologis yang mencerminkan kemanfaatan bagi para pihak dengan terpenuhinya hak dan kewajiban masing-masing berupa pengembalian mahar oleh penggugat. C. Akibat Hukum Hak Ex Officio Terhadap Asas Ultra Petitum Partium dalam Putusan dengan Perkara No. 4841/ Pdt. G/ 2011/ PA. Kab. Mlg. Dalam perkara cerai gugat qabla al-dukhul dengan perkara no.4841/ Pdt. G/ 2011/ PA.Kab.Mlg, akibat hukum yang ditimbulkan adalah putusnya

ikatan perkawinan antara penggugat dengan tergugat, sebagaimana tercantum dalam amar putusan. Selain putusnya ikatan perkawinan antara para pihak, karena dalam perkara cerai gugat tersebut antara penggugat dengan tergugat tidak pernah melakukan hubungan suami isteri (qabla al-dukhul). Maka sesuai dengan ajaran agama Islam, penggugat dibebani oleh hakim, mengembalikan apa yang menjadi hak tergugat yaitu mengembalikan mahar yang telah penggugat terima. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara cerai gugat qabla aldukhul menyimpang dari asas ultra petitum partium dengan menggunakan hak ex officio dengan perkara nomor 4841/ Pdt.G/ 2011/ PA.Kab.Mlg berdasarkan aspek yuridis yang mencerminkan asas kepastian hukum, filosofis yang mencerminkan keadilan dan sosiologis yang mencerminkan kemanfaatan baik bagi para pihak. Selain dasar pertimbangan tersebut, hakim menggunakan metode penemuan hukum berupa interpretasi gramatikal, yaitu memahami pasal 41 huruf c Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 dengan manguraikan menurut bahasa, susunan kata atau bunyi kata-katanya. Kata dapat ditafsirkan boleh secara ex officio pada pasal 41 huruf c melalui melalui tahap mengkualifisir, menentukan suatu kewajiban bagi bekas isteri maupun suami. Sehingga, penggunaan hak ex officio terhadap asas ultra petitum partium dalam perkara cerai gugat qabla al-dukhul berupa pengembalian mahar, masih diperkenankan selama masih mengenai keadilan material serta dalam petitum terdapat putusan lain yang seadil-adilnya (et aduaetbono) dan diterapkan dalam perkara perceraian (cerai talak maupun cerai gugat). Akibat hukum yang ditimbulkan mengakibatkan putusnya ikatan perkawinan antara para pihak, karena dalam perkara cerai gugat tersebut antara

penggugat dengan tergugat tidak pernah melakukan hubungan suami isteri (qabla al-dukhul). Maka sesuai dengan ajaran agama Islam, penggugat dibebani oleh hakim, mengembalikan apa yang menjadi hak tergugat yaitu mengembalikan mahar yang telah penggugat terima. B. Saran Untuk para hakim hendaknya berhati-hati dalam mengadili suatu perkara yang dihadapkannya dengan menggunakan hak ex officio dan untuk peneliti selanjutnya perlu diteliti lebih lanjut mengenai penerapan hak ex officio terhadap asas ultra petitum partium pada perkara perdata lainnya di peradilan agama. Daftar Pustaka Ali, Achmad. Menguak Tabir Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia, 2011. Ali, Zainuddin Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Fauzan, M. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar iyah di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2007. Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Mujahidin, Ahmad. Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi Formulir Berperkara. Bogor: Ghalia Indonesia, 2012. Mahmud, Peter Marzuki. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2005. Soepomo. Hukum Acara Pengadilan Negeri. Jakarta: Pradnya Paramita, 2002. Sugeng, Bambang A. S. dan Sujayadi. Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi Perkara Perdata. Jakarta: Kencana, 2011. Sutiyoso, Bambang. Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti dan Berkeadilan. Yogyakarta: UIIS Press, 2006.