I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

I. PENDAHULUAN. dalam hal ekonomi rumah tangga mereka. Banyak petani padi sawah khususnya. di pedesaan yang masih berada dalam garis kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapkan dengan berbagai

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN PENDUDUK PERKOTAAN PROPINSI JAMBI. Adi Bhakti ABSTRACT

Jurnal Ekonomi Volume 18, Nomor 1 Maret 2010 PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DI DAERAH RIAU. Nursiah Chalid

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

I. PENDAHULUAN. Produk hortikultura memiliki peranan penting bagi pembangunan pertanian yang

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2014

BERITA RESMI STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari tanaman Nicotiana


PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga atau

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.


PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ependi, 2013

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015

I. PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat

KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2015

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. oleh rumahtangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2017

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2012

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014

Banyak kalangan pebisnis yang memprediksi bahwa tren pasar consumer. naiknya permintaan maupun konsumsi produk-produk fast moving consumer

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET No. 08/07/18/TH.IX, 17 Juli 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2011

BERITA RESMI STATISTIK

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang. Definisi tersebut menjelaskan bahwa pembangunan tidak hanya melihat pendapatan yang meningkat, tetapi juga jumlah penduduk serta perubahan struktur ekonomi di suatu negara. Pembangunan ekonomi yang inklusif, berkeadilan dan merata diharapkan bisa mengatasi permasalahan kemiskinan, dimana kemiskinan tidak hanya terkait dengan masalah ekonomi, tetapi juga kondisi sosial masyarakat. Hingga saat ini kemiskinan merupakan masalah besar bagi negara berkembang termasuk Indonesia. Kondisi sosial ekonomi suatu negara dapat dicerminkan oleh pola konsumsi penduduk negara tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2009) data pola konsumsi dapat menjadi acuan dalam memprediksi indikator kesejahteraan penduduk seperti status kesehatan penduduk, status gizi, dan status kemiskinan penduduk. Salain menjadi indikator kesejahteraan, pola konsumsi masyarakat juga merupakan cerminan masalah perilaku penduduk yang berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi, budaya dan lingkungan, sehingga dengan menganalisis

Persentase 2 secara deskriptif pola konsumsi yang dikaitan dengan karakteristik penduduk dapat diperoleh gambaran tingkat kesejahteraan mereka. Penelitian empiris yang sejalan dengan pernyataan BPS adalah penelitian Krisnawati (2004) menyatakan bahwa kemiskinan lebih bisa dipahami dengan analisis pola konsumsi, memahami pola konsumsi tidak hanya dipengaruhi kondisi ekonomi tetapi juga kondisi sosial. Menurut BPS (2007) penyajian data informasi pola konsumsi juga dapat menjadi cerminan taraf hidup masyarakat. Pola hidup masyarakat yang tidak sehat dengan konsumsi yang tidak memadai akan menurunkan status gizi masyarakat, yang akan berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia, yang merupakan salah satu modal dasar pembangunan Nasional. 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Bukan Makanan 41.68 41.33 41.43 48.57 50.55 48.92 49.34 Makanan 58.32 58.67 58.57 51.43 49.44 51.08 50.66 Sumber : Badan Pusat Statistik Gambar 1. Pengeluran Rumah Tangga Indonesia dalam persen Tahun 2007-2013 Berdasarkan data BPS (2013) pola konsumsi rumah tangga Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan kondisi yang membaik, yaitu mengarah pada pengeluaran bukan makanan seperti yang ditunjukan pada Gambar 1. Hanya saja pada tahun 2008 dan 2012 proporsi untuk makanan naik dari tahun sebelumnya. Data ini menunjukan adanya pergeseran konsumsi dari makanan ke bukan makanan, yang

3 menurut Engel jika pendapatan meningkat maka proprosi untuk pengeluaran makanan akan menurun dengan asumsi selera tetap. Seperti pola konsumsi Indonesia, Lampung juga memiliki pola konsumsi yang terus membaik setiap tahunnya, seperti yang ditunjukan oleh Gambar 2. Akan tetapi, meskipun persentasenya terus menurun, jika dibandingkan dengan Indonesia, proporsi pengeluaran untuk makanan di Lampung nilai persentasenya lebih besar. Hal tersebut disebabkan total pengeluaran perkapita Lampung berada di bawah Nasional. 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 Makanan Bukan Makanan 10.00 0.00 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber : Badan Pusat Statistik Gambar 2.Pengeluran Rumah Tangga Lampung dalam persen Tahun 2007-2013 Berdasarkan data BPS (2012) Provinsi Lampung merupakan provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbesar kedua di Pulau Sumatera, seperti yang terlihat pada Tabel.1 bahwa jumlah penduduk miskin di Lampung pada tahun 2012 berjumlah 1.253.834 jiwa, sedang urutan pertama diduduki oleh Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah 1.407.249 jiwa. Padahal secara statistik pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung dapat dikatakan dalam kondisi baik, berdasarkan data BPS (2013) pertumbuhan ekonomi Lampung tahun 2012 tumbuh positif sebesar 6,48 persen.

4 Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Daerah Regional Sumatera 2009-2012 Provinsi 2009 2010 2011 2012 Aceh 892.860 861.850 894.810 909.040 Sumatera Utara 1.499.680 1.490.890 1.481.310 1.407.249 Sumatera Barat 429.250 430.020 442.090 404.736 Riau 527.490 500.260 482.050 483.067 Jambi 249.690 241.610 272.670 271.671 Sumatera Selatan 1.167.870 1.125.730 1.074.810 1.057.081 Bengkulu 324.130 324.93 303.600 311.663 Lampung 1.558.280 1.479.930 1.298.710 1.253.834 Bangka Belitung 76.630 67.750 72.060 71.355 Kepulauan Riau 128.210 129.660 129.560 131.220 Sumber : Badan Pusat Statistik Lampung Tengah merupakah salah satu kabupaten di Lampung yang menjadi sentra beras (padi) di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah juga memiliki sumber daya manusia terbesar di Lampung berjumlah 1.454.969 jiwa dari total penduduk Lampung7,4 juta jiwa pada tahun 2013 (BPS, 2013). Tabel 2.Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap PDRB Provinsi Lampung dalam persen Tahun 2010-2013 Kabupaten/ Kota 2010 2011 2012 2013 Lampung Barat 2,93 3,03 1,95 1,91 Tanggamus 4,98 4,96 5,03 5,32 Lampung Selatan 10,57 10,35 10,6 10,54 Lampung Timur 10,82 10,55 10,26 10,04 Lampung Tengah 17,24 17,23 17,14 16,85 Lampung Utara 8,44 9,25 9,67 9,71 Way Kanan 3,12 3,11 3,1 3,08 Tulang Bawang 5,88 5,79 5,92 6,15 Pesawaran 5,22 5,25 5,21 5,18 Pringsewu 3,09 3,07 3,02 3,01 Mesuji 3,33 3,52 3,56 3,65 Tulang Bawang Barat 3,05 2,86 2,83 2,84 Pesisir Barat 0 0 0,97 0,94 Bandar Lampung 20,12 19,86 19,58 19,63 Metro 1,21 1,17 1,15 1,15 Jumlah 100 100 100 100 Sumber : Badan Pusat Statistik

persentase 5 Berdasarkan Tabel 2. Kabupaten Lampung Tengah merupakan kabupaten tertinggi penyumbangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Lampung. Sedangkan jika dilihat dari Kabupaten/Kota maka Bandar Lampung yang menjadi penyumbang terbesar terhadap PDRB Lampung. Sektor konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang PDRB di Lampung Tengah, seperti yang terlihat pada Gambar 3. Secara persentasi memang menurun, tetapi masih menjadi komponen utama PDRB di Kabupaten Lampung Tengah. 60 50 40 30 20 10 0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun Sumber : Badan Pusat Statistik Gambar 3. Komposisi PDRB Lampung Tengah dalam persen Tahun 2008-2013 Persentase konsumsi rumah tangga di Kabupaten Lampung Tengah juga menunjukan pola yang baik, dimana untuk bahan makanan terus menurun, dan berpindah ke bukan bahan makanan, seperti pada Tabel 3. Akan tetapi, jika kita teliti lebih lanjut terjadi penurunan yang signifikan dari tahun 2011 ke tahun 2012 pada pengeluaran makanan, dan kembali meningkat pada tahun 2013. Padahal di Indonesia dan Lampung pada tahun 2013 terjadi penurunan pengeluaran untuk makanan. Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi pemerintah, swasta, modal, ekspor bersih

6 Tabel 3. Persentase Pengeluaran Rumah Tangga Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang, Lampung Tengah Jenis Pengeluaran (%) 2010 2011 2012 2013 Pangan 61,23 60,39 51,93 52,94 Non Pangan 38,77 39,61 48,07 47,06 Sumber : SUSENAS, 2013 Secara statistik terjadi penurunan jumlah penduduk miskin setiap tahunnya di Kabupaten Lampung Tengah, seperti yang ditunjukan oleh Gambar 4 bahwa jumlah penduduk miskin di Lampung Tengah terus menurun meskipun pada tahun 2006 dan 2007 sempat naik, akan tetapi untuk tahun-tahun selanjutnya trend nya menurun. 300 250 200 150 05 Lampung Tengah 100 50 0 Sumber : Badan Pusat Statistik (data diolah) Gambar 4. Persentase Penduduk Miskin di Lampung Tengah 2005-2013 Kendati demikian, Lampung Tengah masih menduduki peringkat kedua untuk jumlah penduduk miskin terbanyak pada tahun 2012 yaitu sebesar 187.000 jiwa penduduk seperti yang ditunjukan pada Tabel 4. Sementara urutan pertama masih diduduki oleh Lampung Timur dengan penduduk miskin sebanyak 189.500 jiwa. Meskipun menduduki peringkat terbanyak kedua, selisihnya hanya 2500 jiwa penduduk. 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

7 Tabel 4. Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Lampung 2012 Nama Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Garis Kemiskinan (Rp/Kap/Bulan) Lampung Barat 67.900 269.670 Tanggamus 92.700 250.134 Lampung Selatan 177.700 256.153 Lampung Timur 189.500 257.284 Lampung Tengah 187.000 271.262 Lampung Utara 155.800 274.291 Way Kanan 72.500 241.330 Tulang Bawang 40.700 256.793 Pesawaran 77.100 251.723 Pringsewu 43.000 269.212 Mesuji 15.300 256.185 Tulangbawang Barat 18.100 253.773 Bandarlampung 121.600 359.948 Metro 19.000 225.231 Sumber : Lampung Dalam Angka 2013 Berdasarkan data BPS tahun 2013 sebanyak 32,26% penduduk di Lampung Tengah berada dalam kategori pra sejahtera, seperti yang ditunjukan pada Tabel 5. Hal ini menunjukan kondisi sosial penduduk di Lampung Tengah, yang masuk kriteria sebagai keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) sebagai keluarga Sejahtera I, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan (BKKBN, 2011). Tabel 5. Keluarga menurut kategori ke-sejateraan di Lampung Tengah 2012-2013 Kategori Jumlah Keluarga 2012 2013 Persentase Jumlah Persentase keluarga Pra Sejahterah 104.638 32,27 102.768 31,21 Sejahterah Tahap I 103.956 32,06 102.774 31,21 Sejahterah Tahap II 70.961 21,88 78.207 23,75 Sejahterah Tahap III 40.735 12,56 41.366 12,56 Sejahterah Tahap III Plus 3975 1,23 4.164 1,26 Jumlah Total 324.265 100,00 329.279 100,00 Sumber : Lampung Tengah Dalam Angka 2013 Kemudian berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung (2014) Lampung Tengah merupakan kabupaten kedua tertinggi penyumbang kasus

8 busung lapar, yaitu mencapai 15,9% atau 21 kasus dari 132 kasus di Provinsi Lampung selama tahun 2014. Melihat hal tersebut, peneliti tertarik untuk menganalisis pola konsumsi rumah tangga di Lampung Tengah dengan memanfaatkan data modul konsumsi dan modul keterangan rumah tangga yang dilakukan BPS melalui kegiatan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2013. Kedua data tersebut berasal dari rumah tangga sampel di Lampung Tengah. Pendekatan dengan pengeluaran rumah tangga ini dapat digunakan, karena rumah tangga adalah unit pelaku ekonomi terkecil di masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa kesejahteraan rumah tangga berarti kesejahteraan masyarakat. Dengan menganalisis secara deskiptif data pengeluaran rumah tangga, yang dikaitkan dengan karakteristik rumah tangga seperti pendapatan rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, lapangan usaha kepala rumah tangga dan wilayah tempat tinggal kita akan memperoleh pola konsumsi penduduk yang dapat menjadi cerminan masalah perilaku penduduk sehingga akan diperoleh gambaran tingkat kesejahteraan mereka. Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian Pola Konsumsi Rumah Tangga di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pola konsumsi rumah tangga di Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2013?

9 2. Bagaimana pola konsumsi rumah tangga di Kabupaten Lampung Tengah menurut golongan pengeluaran, pendidikan kepala rumah tangga, banyaknya anggota rumah tangga, lapangan usaha kepala rumah tangga dan wilayah tempat tinggal pada tahun 2013? 3. Bagaimanakah hubungan antara golongan pengeluaran, pendidikan kepala rumah tangga, banyaknya anggota rumah tangga, lapangan usaha kepala rumah tangga dan wilayah tempat tinggal dengan proporsi pengeluaran bukan makanan sebagai indikator kesejahteraan? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah 1. Mengetahui pola konsumsi rumah tangga di Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2013. 2. Mengetahui pola konsumsi rumah tangga di Kabupaten Lampung Tengah menurut golongan pengeluaran, pendidikan kepala rumah tangga, banyaknya anggota rumah tangga, lapangan usaha kepala rumah tangga dan wilayah tempat tinggal pada tahun 2013. 3. Mengetahui hubungan antara golongan pengeluaran, pendidikan kepala rumah tangga, banyaknya anggota rumah tangga, lapangan usaha kepala rumah tangga dan wilayah tempat tinggal dengan proporsi pengeluaran bukan makanan sebagai indikator kesejahteraan.

10 D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian adalah 1. Sebagai sumber informasi kepada pemerintah, khususnya pemerintah daerah Lampung Tengah dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan. 2. Penelitian ini menjadi sumber pengetahuan dan informasi tentang pola konsumsi yang menggambarkan kuantitas dan nilai konsumsi rumah tangga di daerah Lampung Tengah, sehingga dapat dijadikan dasar untuk membuat kebijakan yang lebih tepat bagi kesejahteraan masyarakat di Lampung Tengah. 3. Sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi peneliti, mahasiswa dan dosen yang berminat melakukan penelitian dengan tema yang sama. E. Kerangka Pemikiran 1. Kerangka Pemikiran Teoritis Keputusan konsumsi sangat penting untuk analisis jangka-panjang karena peranannya dalam pertumbuhan ekonomi. Keputusan konsumsi juga berperan dalam menentukan permintaan agregat. Konsumsi adalah dua-pertiga dari GDP (Gross Domestic Product), sehingga fluktuasi dalam konsumsi adalah elemen penting dari booming dan resesi ekonomi. John Marynard Keynes pada tahun 1936 mulai memperkenalkan teori umum tentang konsumsi dengan membuat fungsi konsumsi sebagai pusat teori fluktuasi ekonominya.

11 Ada beberapa dugaan penting yang digunakan Keynes dalam fungsi konsumsi. Pertama dan terpenting, Keynes menduga bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal (Marginal propensity to consume) - jumlah yang dikonsumsi dari setiap dolar tambahan- adalah antara nol dan satu. Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (average propensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia menduga orang kaya menabung dalam proporsi lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin. Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peran penting. a. Perubahan Pendapatan Peningkatan pendapatan dengan harga semua barang tidak berubah, menyebabkan konsumen mengubah pilihan keranjang pasar mereka. Seperti pada Gambar 5 bagian (a) keranjang pasar yang memaksimalkan kepuasan konsumen untuk berbagai pendapatan. Pergesar ke kanan dari kurva permintaan sebagai reaksi atas peningkatan pendapatan ditunjukan pada bagian (b).

12 Sandang Kurva Konsumsi- Pendapatan 7 5 U 3 3 U 1 U 2 Pangan P 4 10 16 (a) $1 D 3 D 2 4 10 16 Sumber : Pyndyck (2007) Gambar 5. Efek Perubahan Pendapatan D 1 (b) Q b. Hukum Engel Hubungan antara pendapatan dan konsumsi rumah tangga sudah lama diteliti oleh Ernest Engel (1821-1896) yang merupakan salah seorang pakar ekonomi Jerman. Ernest Engel mengemukakan sebuah teori yang dikenal dengan Hukum Engel. Hukum tersebut menyebutkan bahwa pendapatan dari rumah tangga yang digunakan untuk belanja makanan akan cenderung menurun jika pendapatannya meningkat, artinya semakin meningkat pendapatan seseorang maka proporsi konsumsi atau pengeluaran pangan, akan semakin menurun.

13 c. Kurva Engel Secara teoritis diketahui bahwa tingkat konsumsi pada suatu rumah tangga terhadap barang dan jasa akan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya pendapatan. Dalam konsep ilmu ekonomi kurva Engel dapat menjelaskan mengenai hubungan antara tingkat pendapatan dengan jumlah permintaan barang oleh konsumen. Kurva Engel yang menggembarkan hubungan pendapatan dengan jumlah permintaan pada barang normal oleh konsumen pada Gambar 6, sedangkan pada Gambar 7 merupakan Kurva Engel pada barang inferior. Pendapatan 30 Kurva Engel 20 10 0 4 8 12 Pangan Gambar 6. Kurva Engel pada barang normal

14 Pendapatan Kurva Engel 30 Inferior 20 Normal 10 0 4 6 8 Humburger Gambar 7. Kurva Engel Barang Inferior 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ini akan menganalisis tentang pola konsumsi rumah taangga di Kabupaten Lampung Tengah menurut beberapa karakteristik pokok rumah tangga seperti golongan pengeluaran rumah tangga; pendidikan kepala rumah tangga; jumlah anggota rumah tangga; lapangan usaha kepala rumah tangga; serta wilayah tempat tinggal. Penelitian tentang pola konsumsi sebenarnya sudah banyak dilakukan diantaranya, dilakukan Halyani (2008) penelitiannya menunjukan bahwa terdapat pengaruh signifikan variabel pendapatan rumah tangga dan jumlah anggota keluarga terhadap pengeluaran konsumsi, selain itu dia juga memasukan variabel lain seperti jumlah anak sekolah dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga tetapi tidak signifikan. Agustin (2012) juga pernah meneliti terkait faktor yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi variabelnya adalah pendapatan, jumlah tanggungan dan penggunaan kredit. Serta Pusposari (2012) hasil penelitiannya

15 tentang pola konsumsi pangan di Maluku menunjukan bahwa pengeluaran, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, dan lokasi mempengaruhi permintaan pangan di Maluku, masing-masing pangan berbeda variabel yang mempengaruhi. Berikut ini penjabaran mengapa karakteristik tersebut dimasukan didalam penelitian ini : 1. Golongan Pengeluaran Rumah Tangga Pendapatan rill penduduk dari survei relatif sulit diperoleh dan biasanya dilakukan pendekatan nilai pengeluaran. Semakin tinggi pengeluaran biasanya, semakin baik pula pola konsumsi masyarakat, termasuk kecukupan gizinya. Maka, golongan pengeluaran rumah tangga akan dibagi menjadi lima kuantil, yaitu membagi pengeluaran 20 persen terbawah (kuantil I), 20 persen bawah (kuantil II), 20 persen menengah (III), 20 persen tinggi (IV) dan 20 tertinggi (kuantil V) untuk melihat apakah semakin tinggi pengeluaran, maka pola konsumsinya lebih baik.pengeluaran rumah tangga yang dimaksud adalah pengeluaran rata-rata per kapita perbulan. 2. Pendidikan Kepala Rumah Tangga Pendidikan kepala rumah tangga disinyalir dapat membedakan pola konsumsi rumah tangga. Ada indikasi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan kepala rumah tangga, berpengaruh pada pola konsumsi, maka pendidikan kepala rumah akan dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok pertama adalah kelompok SD kebawah yaitu kepala rumah tangga berpendidikan tamat SD, tidak tamat SD, dan Tidak/belum pernah sekolah; kelompok kedua, SMP yaitu kepala

16 rumah tangga yang berpendidikan tamat SLTP dan atau sejenisnya, dan kelompok ketiga adalah SMA ke atas yaitu kepala rumah tangga yang berpendidikan minimal SLTA.Untuk melihat apakah semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga makin baik pola konsumsinya. 3. Anggota Keluarga Rumah Tangga Jumlah anggota keluarga dalam rumah tangga dapat membedakan pola konsumsi rumah tangga. Ada indikasi bahwa semakin sedikit jumlah anggota keluarga, maka akan semakin baik pola konsumsinya. Sehingga pada penelitian ini, akan bagi empat kategori rumah tangga yaitu rumah tangga dengan anggota rumah tangga berjumlah satu orang, rumah tangga dengan anggota dua orang, rumah tangga dengan anggota keluarga berjumlah 3 orang, dan rumah tangga dengan anggota keluarga berjumlah 4 atau lebih. 4. Lapangan Usaha Kepala Rumah Tangga Lapangan usaha kepala dalam rumah tangga dapat membedakan pola konsumsi rumah tangga. Ada indikasi bahwa lapangan usaha pertanian konsumsinya cenderung lebih buruk. Sehingga, akan dibagi 2 kategori lapangan usaha yaitu kepala rumah tangga (krt) dari sektor pertanian, dibandingkan dengan rumah tangga yang sumber penghasilan utama kepala rumah tangga (krt) bukan pertanian. 5. Wilayah Tempat Tinggal Wilayah tempat tinggal dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pola konsumsi, karena variabel ini berhubungan dengan biaya transportasi, budaya dan geografis. Untuk menentukan apakah suatu desa tertentu termasuk daerah

17 perkotaan atau pedesaan dilakukan perhitungan skor terhadap tiga variable potensi desa yaitu kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan akses fasilitas umum. Pengeluaran Rumah Data Rumah Tangga Konsumsi Penduduk Karakteristik Rumah Tangga Golongan Pengeluaran Pendidikan KRT Jumlah ART Lapangan Usaha KRT Wilayah tempat tinggal Makanan Bukan Bahan Makanan Analisis Deskriptif Gambaran Tingkat Kesejateraan Gambar 8. Kerangka Pemikiran Rekomendasi Kebijakan Untuk Peningkatan Kesejahteraan F. Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih perlu diuji kebenarannya melalui data-data yang diperoleh, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

18 1. Hipotesis (1) Diduga pola konsumsi rumah tangga di Lampung Tengah lebih didominasi proporsi pengeluaran makanan dibanding bukan makanan. 2. Hipotesis (2) a. Diduga semakin tinggi golongan pengeluaran rumah tangga, semakin tinggi proporsi pengeluaran untuk bukan makanan. b. Diduga semakin tinggi tingkat pendidikan kepala rumah tangga, semakin tinggi proporsi pengeluaran untuk bukan makanan. c. Diduga semakin tinggi jumlah anggota rumah tangga, semakin sedikit proporsi pengeluaran untuk bukan makanan. d. Diduga kepala rumah tangga yang bekerja di sektor bukan pertanian memiliki proporsi pengeluaran untuk bukan makan lebih besar. e. Diduga rumah tangga yang tinggal di wilayah perkotaan memiliki proporsi pengeluaran untuk bukan makan lebih besar. 3. Hipotesis (3) a. Diduga golongan pengeluaran rumah tangga memiliki hubungan positif dengan proporsi pengeluaran untuk bukan makanan. b. Diduga tingkat pendidikan kepala rumah tangga memiliki hubungan positif dengan proporsi pengeluaran untuk bukan makanan. c. Diduga tingkat jumlah anggota rumah tangga memiliki hubungan negatif dengan proporsi pengeluaran untuk bukan makanan. d. Diduga lapangan usaha bukan pertanian memiliki hubungan positif dengan proporsi pengeluaran untuk bukan makanan.

19 e. Diduga wilayah tempat tinggal di perkotaan memiliki hubungan positif dengan proporsi pengeluaran untuk bukan makanan. G. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian mengenai pola konsumsi masyarakat Kabupaten Lampung Tengah ini dibatasi pada beberapa karakateristik pokok rumah tangga seperti pendidikan kepala rumah tangga yang dibedakan menjadi tiga kelompok yakni SD kebawah, SMP, dan SMA keatas; pengeluaran rumah tangga yang dibedakan menjadi lima kuantil; banyaknya anggota keluarga yang dibedakan dalam tiga kategori yakni rumah tangga dengan 1 anggota rumah tangga (art), 2 art, 3 art dan 4 art atau lebih; lapangan usaha kepala rumah tangga yang dibedakan dalam dua kategori yaitu pertanian dan bukan pertanian; serta wilayah tempat tinggal yaitu perkotaan dan perdesaaan. Kelompok pengeluaran dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu makanan dan bukan bahan makanan. Dalam kelompok makanan dirinci menurut 14 sub kelompok, yakni padi-padian, umbi-umbian, ikan/udang/cumi/kerang, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya (yang tidak termasuk dalam kategori sebelumnya), makan dan minuman jadi, tembakau dan sirih. Sedangkan kelompok bukan makanan terdiri atas 6 sub kelompok yakni perumahan dan fasilitas rumah tangga, aneka barang dan jasa, pakaian dan alas kaki, barang tahan lama, pajak, pungutan dan asuransi serta keperluan pesta dan upacara. Dalam sub kelompok untuk pengeluaran perumahan dirinci menjadi sewa/kontrak rumah; pemeliharaan rumah; rekening listrik, air, dan rekening telepon rumah. Sedangkan

20 pengeluaran aneka barang dan jasa dirinci menjadi pengeluaran untuk sabun mandi/cuci, kosmetik; biaya kesehatan; biaya pendidikan; transportasi; dan jasa lainnya. H. Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun dengan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, yakni Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan Pustaka, Bab III Metode Penelitian, Bab IV Hasil dan Pembahasan, serta Bab V Simpulan dan Saran. I. Pendahuluan Bab ini berisikan tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka pemikiran penelitian. II. Tinjauan Pustaka Bab ini berisikan landasan teori yang relevan dengan penelitian ini. III. Metodologi Penelitian Bab ini berisikan metode penelitian yang terdiri dari sumber dan jenis data, metode analisis, penjelasan data penelitian dan definisi istilah dalam penelitian. IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini berisikan hasil perhitungan dan pembahasan. V. Simpulan dan Saran Bab ini berisikan simpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN