BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

dokumen-dokumen yang mirip
AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

A. Perspektif Historis

Pendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang akan dieksplorasi. SD Negeri 2 Bendan merupakan salah satu sekolah

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

TINJAUAN MATA KULIAH...

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Konsep dasar pendidikan inklusif adalah pendidikan yang mengakomodasi

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

Di akhir sesi paket ini peserta dh diharapkan mampu: memahami konsep GSI memahami relevansi GSI dalam Pendidikan memahami kebijakan nasional dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDEKATAN INKLUSIF DALAM PENDIDIKAN

MODEL & STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DLM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

PERAN GURU DALAM STANDAR PROSES PENDIDIKAN KHUSUS PADA LINGKUP PENDIDIKAN FORMAL (SEKOLAH LUAR BIASA/SEKOLAH KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak untuk semua anak dan hal ini telah tercantum dalam berbagai instrument internasional

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN INKLUSIF. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Kata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SIKAP GURU SLB TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF. Nia Sutisna dan Indri Retnayu. Jurusan PLB FIP Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK

KISI-KISI UJI KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU BIDANG PENDIDIKAN LUAR BIASA (PLPG PLB)

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk

Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH...

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang sangat penting untuk mewujudkan warga negara yang handal

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

SEMINAR TENTANG ABK DISAMPAIKAN DALAM RANGKA KAB. BANDUNG BARAT (10 MEI 2008) OLEH: NIA SUTISNA, DRS. M.Si

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN LUAR BIASA DI INDONESIA

Adaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial.

Lanjutan Hakikat Pendidikan Inklusif

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

Landasan Pendidikan Inklusif

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Evinaria Esahastuti, 2014 Studi Pembelajaran Seni Dihomeschoolingtaman Sekar Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak. terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami

2015 PENGEMBANGAN PROGRAM PUSAT SUMBER (RESOURCE CENTER) SLBN DEPOK DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

PERSIAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SISWA SDLB NEGERI 40 KABUPATEN SOLOK

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya yang sangat strategis untuk mencerdaskan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Pendidikan telah menjadi bagian kehidupan yang diamanatkan secara nasional maupun internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal dan informal baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 diamanatkan bahwa setiap warganegara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Dengan demikian anak-anak berkebutuhan khusus (yang selanjutnya disingkat ABK) seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras dan anak-anak berkesulitan belajar lainnya juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Pengakuan atas hak pendidikan bagi setiap warga negara juga diperkuat dalam berbagai deklarasi internasional. Pada tahun 1948. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa : Setiap orang mempunyai hak atas pendidikan. Deklarasi tersebut diperkuat lagi dalam Convention on The Rights of The Child yang diselenggarakan oleh PBB (1989) Konvensi PBB tentang Hak Anak 1989 tersebut lebih jauh menyatakan bahwa pendidikan dasar seyogyanya wajib dan bebas biaya bagi semua (pasal 28) Selama beberapa dasawarsa setelah ditetapkannya Deklarasi Universal, banyak upaya dilakukan untuk menciptakan pendidikan yang universal. Namun, dengan cepat terlihat adanya jurang pemisah antara idealisme dan realitas. Pada tahun 1980-an pertumbuhan pendidikan universal tidak hanya melambat, tetapi di banyak negara bahkan berbalik arah. Diakui bahwa pendidikan untuk semua tidak terjadi

2 secara otomatis. Deklarasi Dunia Jomtien tentang pendidikan untuk semua di Thailand tahun 1990 mencoba untuk menjawab beberapa tantangan ini. Secara ringkas Jomtien menyatakan kembali bahwa pendidikan merupakan hak mendasar bagi semua orang. Deklarasi Jomtien ini diperkuat lagi dalam The Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Education tahun 1994 yang secara lebih tegas menuntut agar pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bersifat inklusif, sehingga sistem pendidikan yang memisahkan individu dan komunitasnya merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Kecenderungan dunia dalam memberikan perhatian terhadap hak-hak anak khususnya di bidang pendidikan terus bergulir. Dalam The World Education Forum (2000) di Dakar, ditegaskan kembali perlunya memberikan perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus melalui pendidikan inklusif, yaitu pendidikan yang melayani semua anak sesuai dengan kebutuhannya termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah agar semua anak, termasuk ABK memperoleh akses ke sekolah adalah menjadikan sekolah umum sebagai sekolah inklusif, yaitu sekolah yang mengijinkan peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus untuk dapat belajar di kelas bersama-sama dengan siswa lain yang tidak berkebutuhan khusus, dengan pemberian layanan khusus sehingga ABK memiliki kesempatan yang sama dengan anak lain untuk mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran di sekolah tersebut. Fokus pada pembangunan sekolah yang dapat memenuhi kebutuhan setiap orang seperti ini seringkali disebut sebagai sebuah perubahan menuju sekolah inklusif.

3 Dalam dunia pendidikan, telah kita pahami bahwa guru merupakan pekerjaan yang amat mulia. Guru berhadapan dengan anak-anak manusia yang akan menentukan masa depan bangsa. Peran guru yang strategis, menuntut kerja guru yang profesional, dan mampu mengembangkan ragam potensi yang terpendam dalam diri anak didik. Sedemikian besar peran guru dalam melakukan perubahan terhadap peradaban lewat anak didik yang akan menuntut kemajuan masa depan. Memang guru bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan. Faktor lain seperti keadaan siswa, sarana dan prasarana, dan faktor lingkungan. Tetapi faktor yang paling esensial dalam keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh kepiawaian guru dalam proses pembelajaran. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Prinsip pendidikan yang disesuaikan dalam sekolah inklusif menyebabkan adanya tuntutan yang besar terhadap guru reguler maupun pendidikan khusus. Ini menuntut pergeseran besar dari tradisi mengajarkan materi yang sama kepada semua siswa di kelas, menjadi mengajar setiap anak sesuai dengan kebutuhan individualnya, tetapi dalam seting kelas. Siswa mempunyai bermacam-macam minat, bidang dan tingkat penguasaan, komunikasi dan strategi belajar, kecemasan dan kekhawatiran. Siswa-siswa tertentu memiliki kebutuhan khusus akan bantuan karena alasan yang berbeda-beda. Mungkin karena tidak dapat tidur, lapar, takut atau trauma emosional yang mendalam. Di daerah-daerah yang dilanda perang, kelaparan dan bencana alam, beberapa dari kondisi ini biasanya sama-sama dialami oleh anak-anak maupun orang dewasa. Mungkin juga terdapat berbagai hambatan belajar dan kebutuhan akan dukungan khusus karena kesulitan atau kecacatan, seperti kesulitan

4 membaca, kecacatan sensori-motor atau fisik, gangguan perkembangan atau gabungan beberapa kecacatan yang dikombinasikan dengan sebab-sebab lain. Di setiap kelas sudah barang tentu diperlukan tingkat fleksibilitas yang tinggi untuk mengadaptasikan lingkungan belajar dengan tingkat penguasaan, kemungkinan dan hambatan belajar semua anak. Guru reguler dan guru pendidikan kebutuhan khusus mempunyai tugas bersama untuk mengadaptasikan lingkungan belajar dengan kebutuhan dan kemampuan setiap siswa di kelas. Jadi, kelas reguler akan menjadi tempat bertemunya pendidikan reguler dan pendidikan kebutuhan khusus. Pemerintah mengambil kebijakan menerbitkan UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, yang pada intinya meningkatkan kualitas guru dan dosen. Semua ini merupakan wujud nyata keseriusan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut perlu didukung dan ditindaklanjuti oleh semua pihak yang terkait. Pemerintah daerah dan satuan pendidikan mempunyai komitnen yang kuat memajukan pendidikan antara lain dengan cara membina tenaga pendidik lebih intensif dan terus menerus. Sehingga guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya lebih berdampak nyata dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Guru didorong untuk memiliki komitmen yang dapat dibanggakan oleh lingkungannya, jangan sampai malah menjadi biang dari problematika di tempat ia bertugas. Jadilah guru sebagai lentera yang dapat menerangi dirinya dan lingkungannya. Kualitas pendidikan suatu bangsa berkaitan erat dengan mutu pengelola dan mutu guru yang menyelenggarakan pendidikan di sekolah, tidak terkecuali sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif atau yang selanjutnya disebut sebagai sekolah inklusif. Fakta di lapangan yang terjadi pada salah satu sekolah dasar inklusif

5 di kota Bandung yang selanjutnya disebut SD X, dalam perjalanannya sebagai sekolah inklusif tidak terlepas dari hambatan dan kekurangmampuannya dalam memberikan layanan pendidikan terhadap peserta didik yang ada di kelas inklusif. Keberagaman peserta didik yang ada di kelas inklusif cukup membuat guru merasa kebingungan dan kewalahan menghadapi nya. Peserta didik yang tidak mau diam, selalu bergerak ke sana ke mari mengitari ruang kelas dan sesekali mengganggu temannya dengan mengambil alat tulis yang sedang digunakan, ditambah lagi dengan peserta didik yang selalu teriak-teriak di dalam kelas, tentu saja situasi seperti ini akan membuat guru kebingungan dan kewalahan menanganinya. Menghadapi situasi tersebut sudah barang tentu memerlukan kepiawaian guru untuk dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Masalah kualitas guru yang rendah selalu mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru secara maksimal untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif serta proses transformasi pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki guru tersebut kepada siswa. Berhasilnya pembelajaran pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Lahirnya undang-undang nomor 14 tentang Guru dan Dosen tersebut yang mewajibkan guru harus memiliki kualifikasi akademik strata satu atau diploma IV. Selanjutnya diikuti dengan Sertifikasi tenaga pendidik yang diiringi dengan tunjangan sertifikasi., pada kenyatannya masih banyak guru yang belum memenuhi kualifikasi akademiknya dibandingkan dengan yang telah memenuhi kualifikasi akademik. Dengan mempertimbangkan kenyataan tersebut, maka peneliti mengadakan penelitian tentang kinerja guru di SD X.

6 B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Pendidikan inklusif, dalam penelitian ini dipersempit menjadi sekolah inklusif, sangat diperlukan agar setiap anak mendapatkan akses yang sama untuk memperoleh hak atas pendidikan. Sementara itu, kepiawaian guru dalam mengelola kelas sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan sekolah inklusif. Dengan memperhatikan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini peneliti merumuskan permasalahan utama yang akan dikaji yaitu : Bagaimana pengembangan modul peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran di sekolah dasar inklusif? Secara khusus, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kinerja guru dalam pembelajaran di sekolah dasar inklusif? 2. Apa saja hambatan/kesulitan yang dialami guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas inklusif? 3. Apa saja yang diperlukan guru dalam proses pembelajaran di kelas inklusif agar pembelajaran berjalan efektif? 4. Upaya apa yang telah dilakukan pihak sekolah dalam meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran di kelas inklusif? 5. Upaya apa yang telah dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kinerjanya dalam pembelajaran di kelas inklusif? 6. Bagaimanakah rumusan desain modul pengembangan program kinerja guru dalam pembelajaran di sekolah dasar inklusif? C. Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk merumuskan modul peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran di sekolah dasar inklusif.

7 Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan data-data pendukung yang dapat diperoleh dengan : 1. Mengetahui gambaran tentang kinerja guru dalam pembelajaran di sekolah dasar inklusif. 2. Mengetahui tentang apa saja yang menjadi hambatan/kesulitan yang dialami guru dalam pembelajaran di kelas inklusif. 3. Mengetahui tentang apa saja yang diperlukan guru dalam proses pembelajaran di kelas inklusif agar pembelajaran berjalan efektif. 4. Mengetahui tentang upaya apa yang telah dilakukan pihak sekolah ) dalam meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran di kelas inklusif. 5. Mengetahui tentang upaya apa yang telah dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kinerjanya dalam pembelajaran di kelas inklusif. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat berupa masukan kepada berbagai pihak yang terkait sebagai salah satu peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran di kelas inklusif. Juga dapat memberikan manfaat khususnya kepada guru kelas inklusif sebagai bahan bacaan berupa modul yang dapat menambah pengayaan dan keterampilan dalam hal kinerja guru dalam pembelajaran, sehingga dapat memberikan salah satu solusi untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang efektif dan efisien supaya dalam memberikan layanan pendidikan terhadap peserta didiknya dapat berjalan maksimal.

8 E. Definisi Konsep Dalam definisi konsep, beberapa konsep didefinisikan secara sederhana sebagai berikut : 1. Pendidikan Inklusif Pendidikan Inklusif adalah paradigma baru untuk menuju perubahan yang lebih baik dalam sistem layanan pendidikan. Pendidikan inklusif lebih luas daripada pendidikan formal, semua anak dapat belajar sesuai dengan kebutuhan anak dengan tidak diskriminatif. Hal tersebut sesuai dengan definisi pendidikan inklusif yang dirumuskan dalam Seminar Agra yang mendefinisikan pendidikan inklusif lebih luas daripada pendidikan formal, mengakui bahwa semua anak dapat belajar sesuai dengan kebutuhan anak, mengakui dan menghargai berbagai perbedaan pada diri anak, merupakan proses yang dinamis, dan merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempromosikan masyarakat yang inklusif. 2. Sekolah inklusif Sekolah inklusif dapat didefinisikan sebagai sekolah biasa (regular) yang tidak diskriminatif terhadap semua anak untuk menjadi peserta didik di sekolah tersebut, dan dalam memberikan pembelajarannya, peserta didik yang berkebutuhan khusus maupun yang tidak berkebutuhan khusus diberikan hak yang sama untuk mendapatkan layanan pendidikan di kelas dan sekolah yang sama dengan penyediaan sumber-sumber yang memadai sesuai dengan kebutuhan. 3. Modul Peningkatan Kinerja Guru dalam Pembelajaran Modul peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran didefinisikan sebagai media yang memberikan informasi/masukan yang ditujukan secara

9 khusus kepada guru kelas inklusif tentang perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian dalam pembelajaran di kelas inklusif. Modul yang disusun membahas tentang kinerja guru dalam hal : 1. Perencanaan pembelajaran yang menyangkut penyusunan program pembelajaran, meliputi : (a) penyusunan program semester, (b) penyusunan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan (c) penyusunan Program Pembelajaran Individual (PPI). 2. Pelaksanaan pembelajaran, yang meliputi : (a) keterampilan membuka pelajaran, (b) keterampilan menutup pelajaran, (c) keterampilan menjelaskan, (d) keterampilan bertanya, (e) keterampilan memberi penguatan, (f) keterampilan menggunakan media pembelajaran, (g) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, (h) keterampilan mengelola kelas, (i) keterampilan mengadakan variasi, (j) keterampilan mengajar perorangan dan kelompok kecil, dan 3. Penilaian yang meliputi : (a) prinsip penilaian, (b) jenis penilaian, (c) pelaksanaannya, (d) pengelolaan dan pelaporan hasil penilaian. F. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap guru-guru di sebuah Sekolah Dasar Inklusif di Kota Bandung (yang selanjutnya disebut SD X. penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dengan teknik observasi, wawancara dan studi dokumentasi dengan alat pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman dokumentasi. Untuk lebih jelasnya mengenai metode penelitian akan dipaparkan dalam bab III.

10