BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Andri Permana, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia (SDM) merupakan kunci utama bagi suksesnya

BUDAYA BELAJAR SISWA STUDI SITUS SMP N 2 TEMANGGUNG

2016 MOTIVASI KETERLIBATAN SISWA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai tugas untuk

GUMELAR ABDULLAH RIZAL,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, oleh karena itu pendidikan harus ditanamkan kepada individu

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini berarti bahwa siswa harus belajar sesuatu dari padanya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti halnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adi Maulana Sabrina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. memegang peranan penting untuk menciptakan kehidupan yang berkualitas. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan dan teknologi, diperlukan adanya sumber daya manusia

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu sistem Pendidikan Nasional yang diatur dalam UU No.20 Tahun tentang sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

IMPLEMENTASI AKTIVITAS PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG TERHADAP TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI PADA KETERAMPILAN GULING

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN alinea ke 4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. wajib dilaksanakan di lingkungan persekolahan formal seperti di SD, SMP, dan

BAB I PENDAHULUAN. Penjas menekankan adanya realisasi nilai-nilai yang diajarkan dalam kehidupan

PENGARUH PEMBELAJARAN PERMAINAN HOKI TERHADAP KEBUGARAN JASMANI DAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA DI SMA NEGERI 26 GARUT

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengetahuan, pertimbangan, dan kebijaksanaan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menuansakan pada pengalaman dan kebiasaan berolahraga siswa. Namun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan kita. Seorang guru dalam pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN. Definisi Pendidikan Jasmani (Penjas) menurut Harold M. Barrow dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu kunci utama dalam perkembangan

terhadap kepribadian pelakunya. Kegiatan yang untuk menggunakan tubuh secara menyeluruh dalam bentuk permainan atau pertandingan/ perlombaan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari tiga ciri utama yaitu derajat kesehatan, pendidikan dan. bertumbuh dan berkembang (Narendra, 2005).

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan seseorang sebagai. dan pembentukan watak. Pendidikan Jasmani pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif dalam aspek kehidupan manusia. indonesia perlu memiliki warga yang bermutu atau berkualitas tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Penyelenggaraan. pendidikan diharapkan mampu mencetak manusia yang berkualitas yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak lepas dari permasalahan, di

MAKNA PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini olahraga mendapat perhatian yang cukup besar baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani pada hakekatnya merupakan usaha pembentukan

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

2015 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKULIKULER BULUTANGKIS DAN KARATE DALAM PEMBELAJARAN PENJAS

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN, seperti AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan Jumlah Wakatu Aktif Belajar Saat Proses Belajar Mengajar Permainan Bola

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang. dengan menggunakan tenaga manusia kini sudah banyak diganti dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembukaan UUD 1945 menyatakan dengan tegas bahwa mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Mengingat mutu pendidikan adalah hal yang penting, pembelajaran pun harus

BAB I PENDAHULUAN. bermatabat dan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa. Pemerintah Indonesia merumuskan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mental spiritual yang membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pendidikan Nasional tidak dapat dipisahkan dari tujuan. nasional, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dede Shinta Mustika, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU

BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi rendahnya prestasi yang diperoleh siswa dapat dipengaruhi oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya tujuan pembangunan nasional dibidang pendidikan yaitu. atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan seorang manajer di tempat kerjanya adalah melakukan penyeliaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang menentukan dalam pembinaan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan modern manusia tidak dapat dipisahkan dari olah

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengimbangi perkembangan Teknologi dan Informasi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai masalah yang timbul di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan mencakup

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh. anak perlu diberi stimulasi yang optimal melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. pihak, dan ditingkatkan melalui berbagai macam kegiatan, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No. 20 Tahun 2003

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman didunia pendidikan yang terus berubah secara signifikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan merupakan bagian pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran merupakan suatu keharusan dalam produktivitas, efektivitas

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. lembaga pendidikan di negara kita. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana. mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Selfi Yugastiyani, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I akan dipaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa ialah dengan pendidikan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka. menghasilkan perubahan yang positif dalam diri anak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa adalah sekelompok orang dengan usia tertentu yang belajar baik secara kelompok atau perorangan. Siswa juga disebut murid atau pelajar. Ketika kita bicara mengenai siswa maka fikiran kita akan tertuju kepada siswa di lingkungan sekolah, baik sekolah dasar maupun menengah. Menurut Muchid (2011) di lingkungan sekolah dasar masalah-masalah yang muncul belum begitu banyak, tetapi ketika memasuki lingkungan sekolah menengah maka banyak sekali masalah-masalah yang muncul karena anak atau siswa sudah menapaki masa remaja. Siswa sudah mulai berfikir tentang dirinya, bagaimana keluarganya, teman-teman pergaulannya dan sebagainya. Pada masa ini seakan mereka menjadi manusia dewasa yang bisa segalanya dan terkadang tidak memikirkan akibatnya. Di lingkungan sekolah masalah-masalah dalam proses pembelajaran sudah pasti sering dialami siswa. Begitu juga dalam pembelajaran pendidikan jasmani, banyak sekali permasalahan yang muncul ketika pembelajaran di lapangan. Sebelum kita jauh membahas tentang pendidikan jasmani alangkah baiknya kita bahas dulu tentang pengertian pendidikan dan tujuan pendidikan. Menurut UU No. 2 tahun 1989 (dalam Eka, 2011) menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangkan menurut UU No. 20 tahun 2003 (dalam Eka, 2011) tentang Sistem Pendidikan nasional, menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

2 Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses pembelajaran yang didapat oleh setiap manusia untuk dapat membuat manusia itu mengerti, paham, dan lebih dewasa serta mampu membuat manusia lebih kritis dalam berpikir dengan apa yang didapat melalui pembelajaran. Setelah kita mengetahui pengertian dari pendidikan, kita perlu mengetahui pengertian dari pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani merupakan suatu proses seseorang sebagai individu maupun anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan, kecerdasan, dan pembentukan watak. Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial. Dalam mengikuti pembelajaran penjas siswa akan mempunyai motif dan motivasi yang berbeda-beda, sehingga partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran akan berbeda pula. Oleh karena itu penulis akan mencoba meneliti permasalahan tersebut. Pembelajaran penjas yang akan penulis teliti berada di sekolah SMA Pasundan 2 Bandung, alasan penulis memilih sekolah ini karena sebelumnya telah melaksanakan kegiatan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di sekolah tersebut sehingga penulis telah mengetahui dan melihat sendiri permasalahan siswa dalam hal motivasi dan partisipasi mengikuti pembelajaran penjas. Di sekolah ini peneliti mengajar penjas pada semua siswa kelas X (sepuluh). Siswa kelas X terdiri dari delapan kelas yang dibagi kedalam dua macam kelas yaitu kelas reguler dan kelas Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Siswa yang termasuk kedalam kelas reguler yaitu sebanyak enam kelas (kelas X3,X4,X5,X6,X7, dan X8) dan dua kelas RSBI (kelas X1 dan X2).

3 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan sekolah yang berkualitas. Peningkatan kualitas ini diharapkan akan mengurangi jumlah siswa yang bersekolah di luar negeri. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional atau disingkat RSBI, adalah suatu program pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3, yang menyatakan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. (http://id.wikipedia.org/wiki/rintisan_sekolah_bertaraf_internasional) Di SMA Pasundan 2 Bandung, kelas RSBI diberi jam pelajaran tambahan sebanyak dua jam mata pelajaran tambahan dan jumlah siswa di kelas tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan kelas reguler. Sedangkan kelas reguler merupakan kelas yang tidak mendapat jam pelajaran tambahan, jadi dapat dikatakan bahwa kelas reguler sama dengan kelas di sekolah umum lainnya. Perbandingan jumlah siswa kelas reguler dengan kelas RSBI sebanyak dua kali lipat dari kelas RSBI. Perbedaan kelas reguler dengan kelas RSBI terlihat pada fasilitas kelas yang siswa gunakan dalam melaksanakan pembelajaran. Fasilitas kelas RSBI lebih lengkap dibandingkan kelas reguler, karena di kelas RSBI tersedia fasilitas seperti komputer, infocus, serta suasana kelas juga lebih nyaman untuk digunakan proses pembelajaran. Penulis melakukan observasi ketika menjadi pengajar di sekolah tersebut, hasil observasi penulis permasalahan siswa berhubungan dengan motivasi dan partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran penjas, karena motivasi dan partisipasi siswa antara kelas reguler dan kelas RSBI terlihat sangat berbeda. Siswa kelas reguler sangat antusias dan bersemangat dalam melakukan pembelajaran penjas. Hal ini terlihat dari keaktifan dan keikutsertaan siswa saat proses pembelajaran penjas berlangsung, berbeda dengan kelas RSBI yang mempunyai antusias kurang dalam mengikuti pembelajaran penjas, terlihat pada kurangnya keaktifan dan antusias siswa serta banyaknya alasan yang dilontarkan siswa seperti tidak mau kepanasan, takut

4 berkeringat pada saat pembelajaran sehingga mempengaruhi partisipasi siswa yang lainnya. Partisipasi siswa dipengaruhi oleh motivasi dari diri siswa itu, oleh karena itu penulis ingin mengetahui motivasi dan partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran penjas. Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin, yakni movore, yang berarti menggerakkan (to move). Mitchell (Winardi, 2001:1) mengungkapkan bahwa motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke arah tujuan tertentu. Salah satu dari teori motivasi yang dikemukakan dan dibahas adalah model hirarki kebutuhan yang diusulkan oleh Abraham Maslow (Gibson, Ivancevich, dan Donnelly, 1996:189). Maslow membagi kebutuhan manusia atas lima tingkat kebutuhan, yaitu : kebutuhan fisiologis (physiological needs), kebutuhan akan rasa keamanan (safety needs), kebutuhan sosial (social needs), kebutuhan akan penghargaan atau prestasi (esteem needs), dan kebutuhan akan aktualisasi diri (selfactualization). Partisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu participation adalah pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Keith Davis partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab didalamnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya partisipasi dapat didekati dengan beragam pendekatan disiplin keilmuan. Sebagaimana dikemukakan oleh Berlo (1961) (dalam Turindra, 2009) Menurut konsep proses pendidikan, partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau responses atas rangsangan-rangsangan yang diberikan; yang dalam hal ini, tanggapan merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan. Dengan adanya permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Perbandingan motivasi dan partisipasi antara siswa kelas reguler dengan kelas rintisan sekolah bertaraf internasional dalam pembelajaran pendidikan jasmani di SMA Pasundan 2 Bandung.

5 B. Rumusan Masalah Masalah yang akan dibahas adalah mengenai perbandingan motivasi dan partisipasi antara siswa kelas regular dengan kelas RSBI dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Sebagai landasan penelitian, penulis mengambil teori mengenai teori hirarki milik Abraham Maslow. Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, maka identifikasi permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan motivasi antara siswa kelas reguler dengan kelas RSBI dalam pembelajaran penjas di SMA Pasundan 2 Bandung? 2. Apakah terdapat perbedaan partisipasi antara siswa kelas reguler dengan kelas RSBI dalam pembelajaran penjas di SMA Pasundan 2 Bandung? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan jawaban terhadap masalah yang telah dirumuskan mengacu pada latar belakang, identifikasi masalah. Maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui perbedaan motivasi antara siswa kelas reguler dengan kelas RSBI dalam pembelajaran penjas di SMA Pasundan 2 Bandung. 2. Untuk mengetahui perbedaan partisipasi antara siswa kelas reguler dengan kelas RSBI dalam pembelajaran penjas di SMA Pasundan 2 Bandung. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu dalam bidang penjas mengenai motivasi dan partisipasi siswa dalam pembelajaran penjas serta bermanfaat untuk memberikan gambaran dan pengetahuan yang lebih luas kepada peneliti-peneliti berikutnya dan kepada masyarakat umum yang membutuhkannya. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan dalam program belajar mengajar pada pendidikan jasmani.

6 E. Batasan Masalah Dalam melaksanakan penelitian diperlukan keteraturan permasalahan yang akan dibahas, untuk itu perlu ada penegasan masalah yang sekalipun dapat memberikan gambaran kearah proses pemecahan masalah. Seperti yang dikemukakan oleh Winarno Surakhmad bahwa : memiliki masalah yang telah dirumuskan dengan jelas adalah suatu kondisi yang mempunyai fungsi tersendiri yaitu : a. Ia memungkinkan peneliti untuk mulai menyusun laporan penelitian b. Ia memungkinkan peneliti untuk mulai membuat rencana pemecahan c. Ia memungkinkan peneliti untuk mengetahui apakah problem itu akhirnya terpecahkan dengan baik atau tidak (Winarno Surakhmad 1994:149) (http://www.scribd.com/doc/22806880/batasan-masalah). Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut: 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah motivasi dan partisipasi. 2. Variabel atribut dalam penelitian ini adalah siswa reguler dengan siswa rintisan sekolah bertaraf internasional. 3. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pembelajaran pendidikan jasmani. F. Definisi Operasional Supaya tidak terjadi salah pengertian dan salah dalam penafsiran maksud dari judul penelitian ini, maka perlu memperjelas dengan memberikan penegasanpenegasan istilah: 1. Motivasi Menurut kamus Bahasa Indonesia Modern, karangan Muhammad Ali (Ishak dan Hendri, 2003 : 12) motif diartikan sebagai : sebab-sebab yang menjadi dorongan tindakan seseorang, dasar pikiran dan pendapat, sesuatu yang menjadi pokok. Dari

7 pengertian motif tersebut dapat diturunkan pengertian motivasi sebagai sesuatu yang pokok, yang menjadi dorongan bagi seseorang untuk bekerja. 2. Partisipasi Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation adalah pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Keith Davis dalam (http://id.wikipedia.org/wiki/partisipasi), partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya. Jadi dari beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi serta fisik peserta dalam memberikan respon terhadap kegiatan yang melaksanakan dalam proses belajar mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya. 3. Sekolah reguler Sekolah reguler adalah suatu program pendidikan yang memiliki ketentuan sebagai berikut ; sekolah tersebut memiliki rata-rata nilai ujian nasional 6,5, tidak double shift, berakreditasi B dari Badan Akreditasi Nasional (BAN) sekolah atau madrasah. 4. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional atau disingkat RSBI, adalah suatu program pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3, yang menyatakan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan sekolah yang berkualitas. Peningkatan kualitas ini diharapkan akan mengurangi jumlah siswa yang bersekolah di luar negeri. (http://id.wikipedia.org/wiki/rintisan_sekolah_bertaraf_internasional)

8 5. Pendidikan jasmani Pendidikan jasmani adalah suatu proses melalui aktivitas jasmani, yang dirancang dan disusun secara sistematik, untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan, meningkatkan kemampuan dan keterampilan jasmani, kecerdasan dan pembentukan watak, serta nilai dan sikap yang positif bagi setiap warga negara dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Hal ini sependapat seperti yang diungkapkan oleh Charles Bucher, dalam bukunya Foundation of Physical Education (Soenardi Soemosasmito, 1988:5), mengutarakan bahwa : Pendidikan jasmani adalah bagian yang terpadu dari proses pendidikan yang menyeluruh; bidang dan sasaran yang diusahakan adalah perkembangan jasmaniah, mental, emosional, dan sosial bagi warga negara yang sehat, melalui medium kegiatan jasmaniah. G. Anggapan Dasar Anggapan dasar atau kerangka berfikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Ada dua variabel bebas dalam penelitian ini, yakni motivasi dan partisipasi. Dari kedua variabel tersebut, masingmasing memberikan pengaruh terhadap pembelajaran pendidikan jasmani. Motivasi merupakan hal-hal yang dapat menimbulkan kekuatan atau motif. Hal ini diungkapkan oleh Gray, dkk. (dalam Winardi, 2001:2) mengemukakan bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Motif kadang dinyatakan orang sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan atau impuls-impuls yang muncul dalam diri seorang individu. Pada intinya dapat dikatakan, bahwa motif merupakan penyebab terjadinya tindakan-tindakan. Dari hasil pemaparan diatas, motivasi seseorang dalam mengikuti pembelajaran penjas akan berbeda-beda sehingga keaktifan siswa dalam pembelajaranpun akan berbeda pula.

9 Sama seperti motivasi, partisipasi juga memiliki pengaruh terhadap keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Partisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu participation adalah pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Keith Davis (http://id.wikipedia.org/wiki/partisipasi), partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab didalamnya. Hasil observasi penulis di SMA Pasundan 2 Bandung, terdapat permasalahan motivasi dan partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran penjas, karena dari hasil pengamatan terlihat jelas perbedaan motivasi dan partisipasi antara siswa kelas reguler dengan siswa kelas RSBI. Siswa reguler sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran, terlihat dari keaktifan siswa mengikuti pembelajaran. Selain itu juga tingginya motivasi dan partisipasi siswa reguler dapat dilihat dari kehadiran siswa dalam mengikuti pembelajaran, selain itu juga siswa mau mengungkapkan beberapa pertanyaan dan pernyataan kepada pengajar ketika pembelajaran penjas berlangsung, bahkan ketika jam pelajaran penjas berakhir, siswa sering meminta tambahan waktu supaya pembelajaran dapat dilanjutkan. Hal ini sangat terlihat berbeda ketika mengamati siswa kelas RSBI, siswa di kelas RSBI terlihat kurang motivasi dan tidak mau ikut berpartisipasi dalam pembelajaran penjas. Kurangnya motivasi dan partisipasi siswa RSBI dapat dilihat dari beberapa pernyataan dan alasan yang dilontarkan siswa kepada pengajar, misalnya : siswa takut berkeringat, takut kepanasan, tidak menyukai penjas, dll. Alasan-alasan tersebut dapat menghambat pembelajaran serta ketika beberapa orang melontarkan alasan, maka siswa yang lain juga akan terpengaruhi oleh siswa yang malas. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa motivasi dan partisipasi dapat memberikan pengaruh dalam keikutsertaan siswa dalam mengikuti pembelajaran penjas di SMA Pasundan 2 Bandung, sehingga perbedaan motivasi dan partisipasi siswa akan mempengaruhi proses pembelajaran penjas.

10 H. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Kebenaran dari hipotesis itu harus dibuktikan melalui data yang terkumpul (Sugiyono, 2010:224). Menurut Nasution (2009 : 51) menyatakan bahwa hipotesis mempunyai fungsi sebagai berikut : a) menguji kebenaran suatu teori, b) memberi ide untuk mengembangkan suatu teori, c) memperluas pengetahuan kita mengenai apa yang kita teliti. Berdasarkan uraian anggapan dasar diatas maka penulis menetapkan hipotesis sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan motivasi antara siswa kelas reguler dengan kelas RSBI dalam pembelajaran penjas. 2. Terdapat perbedaan partisipasi antara siswa kelas reguler dengan kelas RSBI dalam pembelajaran penjas.