BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB III PENUTUP. pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, pada pokoknya dapat

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

JURNAL UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN DI INDONESIA. Diajukan oleh : VICTOR OSMOND TARIGAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisis pembahasan, hasil penelitian yang penulis lakukan

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

I. PENDAHULUAN. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Pidana merupakan salah satu dari keseluruhan hukum yang berlaku

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam kehidupan bermasyarakat yang berisi mengenai perintah-perintah

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang. Undang Nomor 20 Tahun 2001 selanjutnya disebut dengan UUPTPK.

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 41/PUU-XIII/2015

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XII/2014

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

I. PENDAHULUAN. manapun (Pasal 3 Undang -Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga independen,

I. PENDAHULUAN. kekuasaan manapun (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

PRAPERADILAN SEBAGAI KEWENANGAN TAMBAHAN PENGADILAN NEGERI PRETRIAL COURT AS ADDITIONAL POWERS

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil. Kebenaran materil merupakan kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan 1. Hukum acara pidana bermuara pada putusan yang merupakan produk konkret dalam hukum acara pidana. Putusan seringkali tidak diterima oleh para pihak atau tidak sesuai dengan tujuannya dalam rangka mencari kebenaran materil, oleh karena itu dibutuhkan upaya hukum untuk mengkoreksinya. Salah satu dari putusan hakim adalah putusan praperadilan. Putusan praperadilan yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada intinya bersifat final, yang berarti tidak bisa dilakukan upaya hukum banding sesuai dengan Pasal 83 Ayat (1) KUHAP, sedangkan pada Pasal 83 Ayat (2) KUHAP 1 Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 7-8. 1

2 terhadap Putusan Praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan, namun setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-IX/2011 Pasal 83 ayat (2) KUHAP dinyatakan tidak mengikat secara hukum karena bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang tidak mempersamakan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan serta tidak memberikan kepastian hukum yang adil, sehingga dengan demikian semua putusan praperadilan tidak bisa dimintakan upaya hukum banding. Realitanya banyak putusan praperadilan yang dipandang kontroversial yang bertentangan dengan tujuan hukum acara pidana, ketika kebenaran materil ingin diungkap dalam suatu perkara hukum tetapi dihentikan oleh putusan praperadilan, hal ini menjadi masalah karena dalam KUHAP tidak terdapat aturan lagi tentang upaya hukum terhadap putusan praperadilan. Sekalipun dalam praktek ada ketentuan yang bisa dijadikan acuan seperti Undang-Undang tentang Mahkamah Agung (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan terakhir Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009) dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 8 Tahun 2011 tentang perkara yang tidak memenuhi syarat kasasi dan peninjauan kembali. Aturanaturan tersebut belum bisa menyelesaikan masalah dan masih bisa

3 diperdebatkan, terutama SEMA apakah bisa dijadikan dasar hukum karena tidak terdapat dalam hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia, sedangkan Undang-Undang tentang Mahkamah Agung juga dipandang masih menimbulkan pro dan kontra apakah bisa dijadikan dasar hukum dalam mengajukan upaya hukum terhadap putusan praperadilan, sehingga kedua aturan tersebut menimbulkan ketidakpastian dalam hukum. Beberapa contoh kasus yang mengajukan upaya hukum terhadap putusan praperadilan, seperti kasus wartawan Udin yang mengajukan banding ke pengadilan Tinggi Yogyakarta, kasus Ginandjar Kartasasmita yang mengajukan upaya hukum kasasi, serta Kasus Hadi Poernomo mantan Kepala Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang diajukan peninjauan kembali oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Banding yang diajukan dalam kasus Udin yang merupakan wartawan surat kabar BERNAS karena menurut salah satu kuasa hukum putusan ini menjadi preseden yang tidak baik bagi proses penegakan hukum, khususnya permohonan kepastian hukum dalam kasus Udin, maupun kasus yang serupa. Apalagi, untuk kasus ini juga sudah mencoba membuktikan dengan 45 Alat bukti, sembilan saksi dan tiga saksi ahli, karena itu kami menilai putusan ini tak ubahnya pengadilan tidak lebih sebagai corong undang-undang, oleh karena itu pihak kuasa hukum mengajukan banding untuk mendapatkan kepastian hukum 2. Kasus Ginandjar Kartasasmita yang 2 http://daerah.sindonews.com/22/pn-sleman-tolak-praperadilan-kasus-udin-,diakses 1 Maret 2016.

4 dilakukan upaya hukum kasasi oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia diterima dan dikabulkan oleh Mahkamah Agung karena mempertimbangkan alasan dari pemohon praperadilan bahwa dalam KUHAP tidak diatur secara tegas dan jelas permohonan kasasi terhadap putusan praperadilan tidak diperbolehkan dan pendapat Mahkamah Agung yang membenarkan alasan permohonan tersebut karena menurut Pasal 83 dan Pasal 244 KUHAP, terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat akhir oleh Pengadilan selain dari Mahkamah Agung dapat diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas 3. Hal tersebut masih dapat diperdebatkan karena tidak sesuai dengan asas dalam hukum acara pidana peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Kasus Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan praperadilan Hadi Poernomo juga masih menimbulkan perdebatan. Sah atau tidaknya pengajuan PK berulang kali dipermasalahkan Hadi Poernomo selaku termohon dalam sidang PK ini. Mantan Ketua BPK ini berdalih KPK tidak berhak mengajukan PK, sebab status KPK bukan sebagai terpidana atau ahli waris. Hal tersebut pun, kata Hadi telah diperkuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 263 Ayat (1), juga dipertegas melalui SEMA Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana. Menanggapi hal tersebut, tim biro hukum KPK berpendapat, 3 http://pt-palembang.go.id/images/yurisprudensi/35_k_pid_2002.pdf, diakses 1 Maret 2016.

5 dalam SEMA telah diatur ketentuan yang menyatakan bahwa putusan praperadilan masih bisa dilakukan PK, sejauh putusan hakim dinilai bertentangan 4. Oleh karena itu penulis beralasan kasus praperadilan mengenai upaya hukum menjadi penting untuk dikaji dan perlu adanya sumbangan pemikiran tentang upaya hukum terhadap putusan praperadilan. Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk menulis penelitian hukum dengan judul UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN DI INDONESIA. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimanakah argumentasi hukum dalam praktek pengajuan upaya hukum terhadap putusan praperadilan di Indonesia? 2. Bagaimanakah formulasi hukum yang tepat untuk mewujudkan payung hukum terhadap putusan praperadilan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui argumentasi hukum dalam praktek pengajuan upaya 4 http://nasional.sindonews.com/read/1045381/13/kpk-optimis-ma-terima-pk-putusanpraperadilan-hadi-poernomo-1442387778, diakses 1 Maret 2016.

6 hukum terhadap putusan praperadilan di Indonesia. 2. Untuk mengetahui formulasi hukum yang tepat dalam mewujudkan payung hukum terhadap putusan praperadilan. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan uraian tujuan penelitian yang dikemukan di atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis: Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum tentang peradilan pidana yang berkaitan dengan upaya hukum terhadap putusan praperadilan 2. Manfaat Praktis: a. Bagi Penulis 1) Untuk memperkaya penulis akan pengetahuan tentang upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan praperadilan dalam prakteknya di Indonesia dan menjadi pedoman bagi penulis untuk dapat mengaplikasikan dalam dunia kerja. 2) Untuk memperoleh pengetahuan tentang formulasi yang tepat dalam mewujudkan payung hukum terhadap putusan praperadilan.

7 b. Bagi Masyarakat Penulisan hukum ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi masyarakat Indonesia dalam melakukan upaya hukum terhadap putusan praperadilan. c. Bagi Penegak Hukum Penulisan hukum ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi aparat penegak hukum Polisi, Jaksa, KPK, Hakim dan Advokat dalam menyelesaikan permasalahan mengenai upaya hukum terhadap putusan praperadilan. E. Keaslian Penelitan Berdasarkan penelusuran studi beberapa skripsi sebelumnya, penulis menyatakan bahwa Penulisan Hukum yang berjudul Upaya Hukum Terhadap Putusan Praperadilan Di Indonesia merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain. Adapun beberapa karya penelitian yang membahas tema yang sama adalah sebagai berikut: 1. Andreyas Derryadi, NPM:110510744, Skripsi, Ilmu Hukum, Universitas Atmajaya Yogyakarta Tahun 2015, Judul: Kewenangan Praperadilan Terhadap Permohonan Penghentian Penyidikan Yang Diajukan Oleh Tersangka adapun rumusan masalahnya adalah Apakah secara normatif lembaga praperadilan mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan mengadili permohonan untuk penghentian penyidikan yang diajukan oleh

8 tersangka sebagai pemohon pada Putusan NO:31/Pid.prap/2014/2014/PN.Jkt.Sel? Bagaimanakah pertimbangan yuridis sebagai dasar permohonan perkara kewenangan Praperadilan terhadap permohonan penghentian penyidikan yang diajukan oleh tersangka pada Putusan No:31/Pid.prap/2014/PN.Jkt.Sel? Tujuan penelitiannya adalah mengetahuiapakah pengadilan mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan mengadili proses penyidikan, dan bagaimana pertimbangan yuridis sebagai dasar permohonan perkara kewenangan Praperadilan terhadap permohonan penghentian penyidikan yang diajukan oleh tersangka. Hasil penelitiannya adalah KUHAP mengatur secara limitatitf mengenai praperadilan. Pertimbangan yuridis sebagai dasar permohonan perkara kewenagan praperadilan terhadap permohonan yang diajukan oleh tersangka pada putusan No:31/Pid.prap/2014/PN.Jkt.Sel adalah berdasarkan Pasal 50 KUHAP dan Pasal 4 ayat (2) Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman karena penyidikan yang terlalu lama tidak sesuai dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. 2. Abi Hikmoro, NPM: 090510212, Skripsi, Ilmu Hukum, Universitas Atmajaya Yogyakarta 2013, Judul: Peranan Dan Fungsi Praperadilan Dalam Penegakan Hukum Pidana Di Indonesia adapun rumusan masalahnya adalah Bagaimanakah

9 fungsi dan peran praperadilan dalam penegakan hukum pidana di Indonesia? tujuan penelitiannya adalah untuk memperoleh data guna mengetahui peran dan fungsi Praperadilan dalam penegakan hukum pidana di Indonesia. Hasil penelitiannya berupa Fungsi dan peran praperadilan dalam penegakan hukum pidana di Indonesia berdasarkan penelitian yang penulis lakukan adalah bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang sekaligus berfungsi sebagai sarana pengawasan secara horizontal, atau dengan kata lain, praperadilan mempunyai maksud sebagaai sarana pengawasan horizontal dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia terutama hak asasi tersangka dan terdakwa. 3. Julianto, NPM: 070509711, Skripsi, Ilmu Hukum, Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2010, judul: Peranan Praperadilan Dalam Rangka Penegakan Hukum Pidana Di Indonesia adapun rumusan masalahnya adalah Apakah pelaksanaan Praperadilan sudah berperan dalam penegakan hukum pidana di Indonesia? Tujuan penelitiannya adalah untuk memperoleh data guna mengetahui apakah pelaksanaan Praperadilan sesuai dengan prinsip penegakan hukum pidana di Indonesia, hasil penelitiannya adalah tata cara pelaksanaan praperadilan di Indonesia telah dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana akan tetapi dalam kenyataannya, pelaksanaan

10 praperadilan belum memberikan peran dalam penegakan hukum pidana di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam kenyataan dimana masih terdapat banyak pihak baik tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan yang tidak dapat menggunakan haknya dalam mengajukan permohonan praperadilan, yang disebabkan karena adanya oknum-oknum aparat penegak hukum tertentu yang menyalahgunakan wewenang yang dimiliki, agar pihak-pihak yang kepentingan hukumnya dirugikan dalam proses hukum yang berjalan tidak dapat mengajukan permohonan praperadilan. F. Batasan Konsep Berdasarkan uraian dari tinjauan pustaka di atas maka batasan konsep yang berkaitan dengan objek penelitian adalah sebagai berikut: 1. Upaya Hukum adalah hak para pihak untuk tidak menerima putusan pengadilan dengan melakukan permohonan yang berupa banding, kasasi atau hak para pihak untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. 2. Putusan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam persidangan terbuka, yang dapat berupa menerima atau menolak permohonan praperadilan, banding, kasasi dan peninjauan kembali. 3. Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur yang diatur dalam undang-

11 undang, tentang: sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Berdasarkan putusan MK. Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang memperluas obyek praperadilan menjadi sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan. G. Metode Penelitan 1. Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian hukum normatif, yaitu jenis penelitian yang berfokus pada data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer yang meliputi norma hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bahan hukum sekunder yang meliputi pendapat hukum baik secara lisan maupun tulisan dari para ahli atau pihak yang berwenang dan sumber-sumber lain yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang ditulis.

12 2. Sumber Data Penulisan ini menggunakan penelitian hukum normatif, sehingga penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari: a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer meliputi peraturan Perundang-undangan yang terkait dan disusun secara sistematis yaitu: 1) Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 3) Undang-Undang Tentang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan yang terakhir Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009. 4) Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana Nomor 27 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 dan yang terakhir Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015. 5) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perkara Yang Tidak Memenuhi Syarat Kasasi Dan Peninjauan Kembali.

13 6) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2013 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder meliputi pendapat hukum yang didapat dari buku, jurnal, hasil penelitian, surat kabar, internet, majalah ilmiah, doktrin, asas-asas hukum, fakta hukum, putusan pengadilan, naskah otentik, data statistik dari instansi/lembaga resmi dan narasumber. Putusan Mahkamah Konstitusi dan putusan pengadilan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 65/PUU-IX/2011 Tentang Pasal 83 ayat (2) KUHAP dinyatakan tidak mengikat secara hukum karena bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945. 2) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 21/PUU-XII/2014 Tentang perluasan obyek praperadilan mengenai sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan. 3) Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor: 01/Pra/PID/2014/PTY permohonan banding wartawan Udin yang ditolak.

14 4) Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 01/Pid.Pralan./2007/PT.SBY permohonan banding Yam Lenny Lamengan yang diterima. 5) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 1846 K/Pid/2012 permohonan kasasi Jasmani Bin Rejeb yang ditolak. 6) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 35 K/Pid/2002 Permohonan kasasi Kejaksaan Agung Agung Republik Indonesia yang diterima dalam kasus Ginandjar Kartasasmita. 7) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 12 PK/Pid/2011 permohonan peninjauan kembali Winoto Mudjoputro yang ditolak. 3. Metode pengumpulan data Metode yang digunakan penulis dalam memperoleh data dengan cara melakukan studi kepustakaan dan wawancara. Adapun uraian mengenai metode pengumpulan data adalah: a. Studi kepustakaan Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara mencari dan membaca referensi dari buku, artikel di internet, surat kabar, dan semua bahan kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian ini.

15 b. Wawancara Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur, dengan membuat daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara dan menanyakan secara langsung berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat kepada narasumber. Pada penelitian ini wawancara dilakukan kepada narasumber untuk memberikan keterangan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti yaitu Dr. Mohammad Arief Setiawan, S.H, M.H. dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia sebagai narasumber akademisi, Rasamala Aritonang anggota Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dr. Yudi Kristiana, S.H., M.Hum. Kepala Bagian Litbang Kejaksaan Agung Republik Indonesia dari kalangan praktisi hukum. 4. Metode Analisis data Metode analisis yang penulis gunakan untuk penelitian hukum normatif ini adalah dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang lebih menekankan analisis pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah, melalui cara-cara berpikir formal dan argumentatif. Data yang diperoleh dari sumber dikumpulkan menjadi satu, selanjutnya disusun dan dianalisis kemudian data diperbandingkan dan dicari ada tidaknya kesenjangan.

16 I. Sistematika Penulisan Hukum Sesuai dengan judul Upaya Hukum Terhadap Putusan Praperadilan di Indonesia, penulisan ini akan dibagi menjadi tiga Bab masing- masing bab terdiri dari sub-sub bab yang merupakan pokok bahasan dari judul yang bersangkutan. Adapun sistematika penulisan hukum adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN, penulis menguraikan latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi. Sub-sub bab tersebut bertujuan untuk memberikan pandangan mengenai permasalahan yang hendak dibahas dalam penulisan skripsi ini. BAB II PEMBAHASAN, penulis melakukan tinjauan tentang upaya hukum terhadap putusan praperadilan di Indonesia dengan menguraikan pada sub bab pertama pengertian dan tujuan upaya hukum yang terdiri dari upaya hukum biasa yaitu pemeriksaan banding dan pemeriksaan kasasi serta upaya hukum luar biasa pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum dan pemeriksaan peninjauan kembali. Sub bab kedua penulis menguraikan pengertian putusan pengadilan dan praperadilan, jenis putusan pengadilan dan formalitas putusan pengadilan dan putusan praperadilan. Dalam sub bab ketiga penulis menguraikan gambaran umum mengenai praperadilan yang terdiri dari sejarah praperadilan, pengertian dan tujuan, pihak-pihak yang bisa mengajukan praperadilan dan mekanisme praperadilan. Pada sub bab

17 keempat untuk menjawab permasalahan hukum yang dikemukakan penulis, dilakukan tinjauan dengan melakukan analisis mengenai argumentasi upaya hukum terhadap putusan praperadilan secara umum, argumentasi upaya hukum banding, argumentasi upaya hukum kasasi, lalu argumentasi upaya hukum peninjauan kembali dan yang terakhir analisis terhadap alternatif untuk mewujudkan payung hukum terhadap putusan praperadilan dalam jangka pendek dan jangka panjang. BAB III PENUTUP, penulis akan memberikan kesimpulan berdasarkan hasil dari penelitian dan analisa untuk menjawab permasalahan hukum yang telah diuraikan dan memberikan saran yang sekiranya dapat berguna dan bermanfaat dalam menyelesaikan permasalahan upaya hukum terhadap putusan praperadilan di Indonesia.