ANALISIS HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA Oleh: M. Fahmi Al Amruzi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PP NO 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PP NO 32 TAHUN 1999 TENTANG

BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia.

BAB IV PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REMISI

BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB IV. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana. Korupsi

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PK TAHUN 2010 TENTANG REMISI SUSULAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB III PEMBERIAN REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SIDOARJO

Institute for Criminal Justice Reform

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

PEMBERIAN REMISI TERHADAP TERPIDANA KORUPSI DALAM PERWUJUDAN PERSAMAAN KEDUDUKAN DALAM HUKUM OLEH FACHRUDDIN RAZI, S.H., M.H.

1 dari 8 26/09/ :15

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

elr 24 Sotnuqri f,ole NPM EIALAMA}.{ PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, Tanda Tangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan narapidana untuk dapat membina, merawat, dan memanusiakan

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

Institute for Criminal Justice Reform

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB III PROSES PENGAJUAN DAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP DAN KENDALANYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN DAN MACAM- MACAM HUKUMAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SERTA CUTI BERSYARAT

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Asimilasi. Pembebasan Bersyarat.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi serta tugas dan wewenang Kejaksaan, maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

UU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. atau ditaati, tetapi melalui proses pemasyarakatan yang wajar dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan pembinaan pemasyarakatan di Indonesia secara umum telah

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB III PENUTUP. disimpulkan dalam penelitian ini bahwa dengan dikeluarkannya Peraturan

: : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM

JURNAL PEMENUHAN HAK NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WIROGUNAN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI)

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI RESIDIVIS PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

BAB II PENGAMPUNAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM. Korupsi dapat diartikan sebagai bentuk tindak pidana pencurina uang negara,

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB II LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN REMISI. A. Sejarah Pemberian Remisi Kepada Narapidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara menjamin atas ketertiban dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PENGATURAN PIDANA PENJARA DI MASA MENDATANG DILIHAT DARI ASPEK PERBAIKAN PELAKU AFRIANSYAH / D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III PENUTUP. a. Kesimpulan. Berdasarkan Pembahasan maka dapat penulis simpulkan bahwa :

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Tata Cara. Pembebasan Bersyarat. Asimilasi. Cuti. Pelaksanaan. Perubahan.

Transkripsi:

ANALISIS HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA Oleh: M. Fahmi Al Amruzi Abstrak Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan yang disertai dengan rumah penjara secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi sosial, agar narapidana menyadari kesalahannya dan tidak kembali melakukan tindak pidana serta dapat kembali menjadi warga masyarakat yang baik. Sejak tahun 1964 sistem pemidanaan bagi narapidana ini telah berubah dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Dalam pasal 14 ayat (l) Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan menjelaskan tentang hak-hak bagi narapidana salah satunya adalah hak mendapatkan remisi (pengurangan masa pidana). Menurut Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999, Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang berkelakuan baik selama menjalani pidana. Pengurangan masa pidana itu diberikan pada hari kemerdekaan dan hari raya keagamaan yang dianut oleh narapidana. Namun sebagian masyarakat merasa remisi tersebut tidak pantas diberikan khususnya kepada narapidana luar biasa seperti narapidana tindak pidana korupsi, terorisme dan narkoba. Kata kunci : Remisi, Narapidana, Penjara, Pidana, Pemasyarakatan A. Pendahuluan Pemberian remisi telah diatur oleh Undang-Undang, dalam memperoleh remisi narapidana harus memenuhi beberapa persyaratan yang pada intinya mentaati peraturan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan dan berkelakuan baik dan telah menjalani hukuman lebih dari enam bulan, agar dapat memperoleh remisi selama dalam Lembaga Permasyarakatan. Pemberian remisi bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan diatur dalam beberapa Peraturan Perundang-undangan antara lain: Undang-Undang No. 12. Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi, serta Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dengan adanya berbagai peraturan tersebut, diharapkan pemerintah selalu memperhatikan dan mempertimbangkan dengan benar dalam memutuskan pemberian remisi, serta harus mengikuti aturan-aturan yang telah diatur oleh perundang-undangan yang ada. Dalam pemberian remisi, pihak yang berwenang tentunya mengetahui perilaku atau perbuatan narapidana selama menjalani pidana sebagai acuan pemberian remisi yang sesuai dengan perilaku dan tindakan selama berada di Lembaga Pemasyarakatan dan tujuan pemidanaan itu sendiri. Namun kenyataannya Peraturan Pemerintah tentang pemberian remisi belum berjalan secara optimal. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya narapidana yang telah bebas dan kemudian mengulangi melakukan tindak kriminal baru kembali, pada hal aksud dari pidana penjara bagi terpidana adalah supaya mereka tidak mengulangi 25

M. Fahmi Al Amruzi perbuatannya lagi. 1 dengan pidana itu dapat dilakukan pembinaan sedemikian rupa sehingga setelah terpidana selesai menjalani pidananya, diharapkan akan menjadi orang yang lebih baik. Untuk pelaksanaan pembinaan tersebut diperlukan waktu yang cukup, selain itu program pembinaan dan metode pembinaan yang ada akan tergantung pada waktu yang tersedia, sehinga akan mempengaruhi hasil dari pembinaan. Namun waktu yang singkat dalam pidana jangka pendek akan menghambat pencapaian tujuan tersebut. 2 B. Pengertian Remisi Kata remisi berasal dari bahasa Inggris yaitu remission. Re yang berarti kembali dan mission yang berarti mengirim, mengutus. Remisi diartikan pengampunan atau pengurangan hukuman. Dari pengertian tersebut, Remisi merupakan kata serapan yang diambil dari bahasa asing yang kemudian digunakan dalam pengistilahan hukum di Indonesia. Remisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengurangan hukuman yang diberikan kepada orang yang terhukum. 3 Senada denghan pengertian tersebut Muhammad & Jimmy Marwan Remisi adalah pengurangan masa hukuman yang diberikan kepada orang terpidana. 4 *Penulis adalah Dosen Tetap pada Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari Banjarmasin 1 Niniek Suparni, Eksitensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Jakata, Sinar Grafika, 1996, h. 40 2 Ibid, h. 45 3 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta. Balai Pustaka, 2005. h. 945 4 Marwan,b Muhammad & Jimmy, Kamus Hukum, Surabaya, Reality Publisher, 2009 h. 390 Selain itu menurut kamus hukum karya Soedarsono, remisi mempunyai arti pengampunan hukuman yang diberikan kepada seseorang yang dijatuhi hukuman pidana. 5 Andi Hamzah memberikan pengertian Remisi adalah sebagai suatu pembebasan untuk seluruhnya atau sebagian atau dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman terbatas yang diberikan setiap tanggal 17 Agustus. 6 Dalam istilah Arab memang tidak dijumpai pengertian yang pasti mengenai kata remisi, tetapi ada beberapa istilah yang hampir sepadan dengan makna remisi itu sendiri, yaitu al-afu (maaf, ampunan), ghafar (ampunan), rukhsah (keringanan), syafa at (pertolongan), tahfif (pengurangan). Selain itu menurut Sayid Sabiq memaafkan disebut juga dengan Al-Qawdu menggiring atau memaafkan yang ada halnya dengan diyat atau rekonsiliasi tanpa diyat walau melebihinya. 7 Istilah yang terkait dengan remisi dalam hukum pidana yang sering digunakan dan memiliki makna hampir menyerupai istilah remisi adalah tahfiful uqubah (peringanan hukuman). Dalam Ensiklopedi Hukum Pidana Islam peringanan atau pengampunan hukuman merupakan salah satu sebab pengurungan (pembatalan) hukuman, baik diberikan oleh korban, walinya, maupun penguasa. 8 5 Soedarsono, Kamus Hukum, Jakarta, Rhineka Cipta, 2002. h.402 6 Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu (Special Delicten) Di Dalam KUHP, Jakarta, Sinar Grafika 2010 h. 503 7 Sayyid Sabiq (ed.), Fiqih Sunah, Diterjemahkan Oleh Nor Hasanuddin Dari Fiqhus Sunah, Jakarta, Pena Pundi Aksara.2006. h.419 8 Abdul Qadir Audah (ed), Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Diterjemahkan Oleh Ahsin Sakho Muhammad dkk dari. Al tasryi Al-jina I Al-Islami Jakarta, PT Kharisma Ilmu. 2008. h.168 26

Analisis Hukum Pemberian Remisi menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan, dalam pasal 1 ayat (6) yang menyebutkan; Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada nara pidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan Keppres RI No 174 Tahun 1999 tidak memberikan pengertian Remisi dengan jelas, Keppres ini hanya menyebutkan setiap Narapidana dan Anak Pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberikan Remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan, Remisi adalah pengampunan atau pengurangan masa hukuman kepada Narapidana atau Anak Pidana yang sedang menjalakan hukumannya sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku. C. Dasar Hukum Pemberian Remisi Dasar hukum pemberian Remisi sudah mengalami bebrapa kali perubahan, bahkan untuk tahun 1999 telah dikeluarkan Keppres No. 69 tahun 1999 dan belum diterapkan kemudian dicabut dengan Keppres No. 174 Tahun 1999. Remisi yang belaku dan pernah berlaku di Indonesia sejak jaman belanda sampai sekarang adalah sebagai berikut: 1. Gouvernement Besluit tanggal 10 agustus 1935 No. 23 bijblad N0. 13515 jo. 9 juli 1841 No. 12 dan 26 januari 1942 No. 22: merupakan yang diberikan sebagai hadiah semata-mata pada hari kelahiran Sri Ratu Belanda. 2. Keputusan Presiden nomor 156 tanggal 19 April 1950 yang termuat dalam Berita Negara No. 26 tanggal 28 April 1950 Jo. Peraturan Presiden RI No.1 tahun 1946 tanggal 8 Agustus 1946 dan Peraturan Menteri Kehakiman RI No.G.8/106 tanggal 10 Januari 1947 jo. Keputusan Presiden RI No. 120 tahun 1955, tanggal 23 juli 1955 tentang ampunan. 3. Keputusan Presiden No.5 tahun 1987 jo. Keputusan Menteri Kehakiman RI No. 01.HN.02.01 tahun 1987 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No.5 tahun 1987, Keputusan Menteri Kehakiman Ri No. 04.HN.02.01 tahun 1988 tanggal 14 mei 1988 tentang Tambahan Remisi Bagi Narapidana Yang Menjadi Donor Organ Tubuh Dan Donor Darah Dan Keputusan Menteri Kehakimanri No.03.HN.02.01 tahun 1988 tanggal 10 maret 1988 tentang Tata Cara Permohonan Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara Berdasarkan Keputusan Presiden RI N0. 5 tahun 1987. 4. Keputusan Presiden No. 69 tahun 1999 tentang pengurangan masa pidana (Remisi); 5. Keputusan Presiden No 174 tahun 1999 jo. Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan RI No. M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999, Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan No. M.10.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Remisi Khusus. Ketentuan yang berlaku saat ini adalah ketentuan yang terbaru, yaitu nomor 5 ditambahkan dengan beberapa 27

M. Fahmi Al Amruzi ketentuan yang lain yang masih berlaku yaitu: 1. Keputusan Presiden RI No 120 Tahun 1955, Tanggal 23 Juli 1955 tentang Ampunan Istimewa. 2. Keputusan Menteri Kehakiman RI No. 04.HN.02.01 Tahun 1988 Tanggal 14 Mei Tahun 1988 Tentang Tambahan Remisi Bagi Narapidana Yang Menjadi Donor Organ Tubuh Dan Donor Darah. 3. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan RI No. M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No 174 Tahun 1999. 4. Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan RI No. M.10.HN.02.01 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Remisi Khusus. 5. Surat Edaran No. E.PS.01-03-15 Tanggal 26 Mei 2000 tentang Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara. 6. Surat Edaran No. W8-Pk.04.01-2586, Tanggal 14 april 1993 tentang pengangkatan pemuka kerja. 9 D. Klasifikasi dan Prosedur Pemberian Remisi Remisi menurut KeppresRI No 174 Tahun 1999 dibagi menjadi tiga (3) yaitu: 1. Remisi umum yaitu Remisi yang diberikan pada hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 2. Remisi khusus yaitu Remisi yang diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh 9 Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2006. h.135 Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan, dengan ketentuan jika suatu agama mempunyai lebih dari satu hari besar keagamaan dalam setahun, maka yang dipilih adalah hari besar yang paling dimuliakan oleh penganut agama yang bersangkutan. 3. Remisi tambahan yaitu Remisi yang diberikan apabila Narapidana atau Anak Pidana yang bersangkutan selama menjalani pidana berbuat jasa kepada negara, melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan, atau melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. 10 Prosedur dalam pemberian Remisi 1. Remisi umum Pemberian Remisi umum dilaksanakan sebagai berikut: a. Pada tahun pertama diberikan Remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat satu 1; b. Pada tahun kedua diberikan Remisi 3 (tiga) bulan; c. Pada tahun ketiga diberikan Remisi 4 (empat) bulan; d. Pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan Remisi 5 (lima) bulan; dan e. Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan Remisi 6 (enam bulan) setiap tahun. Besarnya Remisi umum adalah: a. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan 174 Tahun 1999 10 Indonesia, Keputusan Presiden RI No 28

Analisis Hukum Pemberian b. 2 (dua) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 12 (duabelas) bulan atau lebih. 2. Remisi khusus Pemberian Remisi khusus dilaksanakan sebagai berikut: a. Pada tahun pertama diberikan Remisi sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1); b. Pada tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan Remisi 1 (satu) bulan; c. Pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan Remisi 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari d. Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan Remisi 2 (dua) bulan setiap tahun. Besarnya Remisi khusus adalah: a. 15 (lima belas) hari bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 6. (enam) sampai 12 (dua belas) bulan b. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih. 3. Remisi tambahan Besarnya Remisi tambahan adalah: a. 1/2 (satu perdua) dari Remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang berbuat jasa kepada negara atau melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan b. 1/3 (satu pertiga) dari Remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan sebagai pemuka. E. Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Pada dasarnya penjatuhan pidana (hukuman) bukan semata-mata pemberian efek jera tetapi juga sebagai bimbingan dan pembinaan. Hukuman terhadap pelanggar hukum dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), yang dikenal sebagai pembinaan dalam lembaga, dengan tujuan agar para pelanggar hukum dapat menyadari kesalahannya dan tidak mengulangi perbuatannya kembali, serta dapat kembali ke masyarakat dan menjalani fungsi sosialnya dengan baik. Seseorang yang diputus pidana penjara berkedudukan sebagai narapidana. Dalam hal ini pidana penjara seseorang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan guna mendapatkan pembinaan. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia adalah Lembaga Pemerintah yang mengurusi pelayanan kepada masyarakat. Di mana Kementerian Hukum Dan HAM membawahi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang membawahi Lapas. Lapas merupakan bagian Pemerintah yang menjalankan pelayanan publik. Sejarah kepenjaraan yang berkembang dari zaman penjara sampai pada sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan merupakan bentuk penegakan hak asasi manusia yang mengutamakan pelayanan hukum dan pembinaan narapidana. Pelayanan hukum dan pembinaan narapidana ini merupakan suatu pelayanan publik Pemerintah yang diberikan kepada masyarakat. Adapun hak-hak yang dimiliki oleh Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang diatur dalam Pasal 14 ayat 29

M. Fahmi Al Amruzi (1) Undang- undang No.12 tahun 1995 yaitu: 1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya. 2. Mendapatkan perawatan baik perawatan jasmani maupun perawatan rohani. 3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran. 4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. 5. Menyampaikan keluhan. 6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media masa lainnya yang tidak dilarang. 7. Mendapatkan upah dan premi atas pekerjaan yang dilakukan. 8. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu yang lainnya. 9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi). 10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. 11. Mendapatkan pembebasan bersyarat 12. Mendapatkan cuti menjelang bebas dan; 13. Mendapatkan hak- hak lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bagi narapidana yang berkelakuan baik berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi) seperti terdapat dalam ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf I Undang- undang Nomor 12 Tahun 1995 tersebut. Remisi diberikan setelah seseorang telah dihukum terlebih dahulu. Hukuman yang dimaksud di sini yaitu hukuman penjara menurut PAF Lamintang pidana penjara adalah suatau pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut dalam suatu lembaga pemasyarakatan. 11 Setiap narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberi remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana, inilah setidaknya yang tercantum dalam pasal 1 ayat (1) Keppres RI. No 174 tahun 1999. Yang berbunyi Setiap narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberikan remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana. Sehingga jika ditafsirkan maka jika narapidana atau anak pidana yang berkelakuan baik dapat menerima remisi tanpa harus dia meminta. Pertanyaannya apakah semudah itu untuk mendapatkan remisi dengan berkelakuan baik sedangkan berkelakuan baik itu tidak dijelaskan dalam Keppres ini. Remisi diberikan karena merupakan salah satu sarana hukum yang penting dalam rangka mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan, selain itu remisi diberikan karena negara Indonesia menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, termasuk setiap narapidana, sehingga tidak terjadi diskriminasi dalam hal hak asasi manusia. Dalam rangka pelaksanaan hak-hak narapidana, Pemerintah memberikan kesempatan kepada narapidana untuk memperbaiki diri selama menjalani hukumannya sehingga diharapkan dapat menyesali dan ketika keluar dari penjara dapat diterima kembali ke tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Ada tiga jenis remisi menurut Keppres RI No 174 tahun 1999, yaitu remisi umum yang mana diberikan setiap tanggal 17 Agustus atau hari proklamasi 11 Dwidja priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2006, h. 71 30

Analisis Hukum Pemberian kemerdekaan RI, yang kedua yaitu remisi khusus yang mana diberikan pada tiap hari besar keagamaan, dan yang ketiga yaitu remisi tambahan yang mana diberikan jika berbuat jasa kepada negara ataupun melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara ataupun kemanuusiaan, selain itu juga membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. Selanjutnya dijelaskan lagi tentang syarat pemberian remisi yaitu: 1. Berbuat jasa kepada negara 2. Berbuat yang bermanfaat bagi negara dan kemanusiaan. 3. Membantu kegiataan pembinaan di lembaga pemasyarakatan sebagai pemuka. Dengan melihat kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap narapidana ataupun anak pidana maka kretiria yang paling jelas yaitu narapidana ataupun anak pidana tersebut telah menjalani hukuman minimal enam bulan. Dengan demikian bagi narapidana yang dijatuhi hukuman di bawah enam bulan tentu tidak akan pernah mendapatkan remisi. Jika dilihat dari segi rasa keadilan bagi narapidana yang menjalani hukuman kurang mendapatkan keadilan karena sama-sama menjalani hukuman tetapi tidak mendapat remisi. Seharusnya ada aturan khusus bagi narapidana maupun anak pidana yang mendapat hukuman di bawah 6 bulan seperti halnya tidak diletakkan di dalam penjara tetapi diletakkan di tempat yang memberikan pelatihan keterampilan seperti halnya balai latihan kerja tetapi tetap harus mendapat pengawasan dari pihak yang berwenang. Di dalam Keppres RI No. 174 Tahun 1999 tidak mengkhususkan pemberian remisi kepada tindak pidana pembunuhan semata, tetapi pasal-pasal yang terkandung dalam keppres ini menjelaskan remisi untuk semua tindak pidana umum termasuk di dalamnya adalah tindak pidana pembunuhan. Jika dilihat di dalam pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) khususnya pasal-pasal tentang pembunuhan, sanksi yang diancamkan minimal 4 tahun (pasal 345 dan 346 KUHP) dan maksimal hukuman mati atau seumur hidup (pasal 339 dan 340 KUHP) sehingga dengan demikian sudah jelas bahwa setiap narapidana atau anak pidana yang melakukan tindak pidana pembunuhan pasti mendapat remisi jika dilihat dari lamanya hukuman yang dijalani yakni lebih dari 6 bulan penjara asalkan dia berkelakuan baik selama menjalani hukumannya. Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor: M.09.Hn.02.01 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 174 Tahun 1999 Tentang Remisi terutama pada pasal 1 ayat 5 yang berbunyi: Narapidana yang berkelakuan baik ialah Narapidana yang mentaati peraturan yang berlaku dan tidak dikenakan tindakan disiplin yang dicatat dalam buku register F selama kurun waktu yang diperhitungkan untuk pemberian remisi. 12 Perbuatan baik itu sendiri mempunyai makna yang luas, karena bisa saja perbuatan baik itu ditafsirkan berbuat baik kepada kalapas atau sipir-sipir penjara yang tiap hari bersinggungan sehingga muncul celah untuk melakukan hal-hal yang curang seperti penyuapan kepada petugas agar ia mendapatkan remisi. Tentu ini bukanlah perbuatan yang bisa disebut berkelakuan baik untuk benar-benar mendapat remisi. Sehingga 12 Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor: M. 09. Hn. 02. 01 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 174 Tahun 1999 Tentang Remisi 31

M. Fahmi Al Amruzi perlu adanya spesifikasi berkelakuan baik dan jika perlu bagi terpidana yang tertangkap melakukan kerja sama dengan petugas harus diberi sanksi berupa penambahan masa dan lain sebagainya yang dapat membuat pelajaran bagi narapida lainnya, termasuk penegakan hukum yang tegas dengan memberi sanksi kepada aparat yang bersangkutan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Dengan adanya remisi umum dan remisi khusus menurut Keppres RI No 174 tahun 1999 maka terpidana bisa saja dalam satu tahun dimungkinkan mendapat dua kali remisi, ini karena selain berkelakuan baik remisi umum diberikan setiap tanggal 17 Agustus atau hari kemerdekaan negara, dan remisi khusus diberikan setiap hari besar agama yang dianut oleh terpidana. Selain itu Pemerintah juga memberikan remisi tambahan, untuk mendapatkan remisi tambahan setiap narapidana ataupun anak pidana harus berbuat jasa (jasa kepada negara adalah jasa yang diberikan dalam perjuangan untuk mempertahankan kelangsungan hidup negara), dan melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara dan kemanusiaan yakni menghasilkan karya dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berguna untuk pembangunan dan kemanusiaan, atau ikut menanggulangi bencana alam, atau juga mencegah pelarian dan gangguan keamanan serta ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan, Rumah Tahanan Negara atau Cabang Rumah Tahanan Negara, atau juga menjadi donor organ tubuh dan sebagainya, serta melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan (pekerjaan yang dilakukan oleh seorang Narapidana yang diangkat sebagai Pemuka Kerja oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara/Cabang Rumah Tahanan Negara). Yang mana perbuatan-perbuatan tersebut tidak dijelaskan secara terperinci di dalam Keppres RI No 174 Tahun 1999. Tetapi dijelaskan di dalam Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang- Undangan Republik Indonesia Nomor: M.09.Hn.02.01 Tahun 1999 pasal 1 ayat 6 dan 7. Sedangkan syarat ketiga remisi tambahan menurut Keppres RI No 174 tahun 1999, yaitu melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di lembaga pemasyarkatan dalam hal ini hanya bagi pemuka kerja yang diangkat oleh kepala lembaga pemasyarakatan. Sedangkan menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999 yang berwenang memberikan remisi adalah Menteri Hukum dan HAM. Ini sesuai dengan Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan RI Nomor: M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang pelaksanaan Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang Remisi pasal 2 yakni: 1. Dalam hal pemberian remisi, Menteri dapat mendelegasikan pelaksanaannya kepada Kepala Kantor Wilayah. 2. Penetapan pemberian Remisi seperti dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan Keputusan Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri. 3. Segera setelah mengeluarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Kepala Kantor Wilayah wajib menyampaikan laporan tentang penetapan pengurangan masa pidana tersebut kepada Menteri cq. Direktur Jenderal Pemasyarakatan. 13 Kewenangan yang diberikan kepada otoritas birokrasi dimungkin akan membuka celah untuk melakukan hal-hal yang tak sepatutnya dilakukan baik oleh Tahun 1999 13 Kepmenhum No: M. 09. HN. 02. 01 32

Analisis Hukum Pemberian narapidana maupun oleh pemegang otoritas tersebut untuk melakukan suatu kerja sama yang tidak terpuji dan memungkinkan untuk membuka pintu bagi pelanggaran hukum lain untuk memperoleh remisi tersebut. F. Penutup Narapidana yang berkelakuan baik berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi) seperti terdapat dalam ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf I Undang- undang Nomor 12 Tahun 1995. Demikian pula pada pasal 1 ayat (1) Keppres RI. No 174 tahun 1999 dikatakan bahwa setiap narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberi remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana. Dalam Keppres RI No 174 tahun 1999 terutama dalam pasal 1 disebutkan bahwa setiap narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberikan remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana. Pemberian remisi kepada narapidana harus betul-betul mencerminkan rasa keadilan bukan justru sebaliknya. Oleh karenanya pemberian remisi tersebut harus betul-betul sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta dibawah pengawasan dan penilaian yang objektif. Pemberian remisi bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi dan kejahatan terhadap keamanan negara serta kejahatan terhadap hak asasi manusia yang berat perlu disesuaikan dengan dinamika dan rasa keadilan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Abdul Qadir Audah (ed), Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Diterjemahkan Oleh Ahsin Sakho Muhammad dkk dari. Al tasryi Al-jina I Al-Islami Jakarta: PT Kharisma Ilmu. 2008 Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu (Special Delicten) Di Dalam KUHP, Jakarta, Sinar Grafika 2010 Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2006 Indonesia, Keputusan Presiden RI No 174 Tahun 1999 Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor: M.09.Hn.02.01 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 174 Tahun 1999 Tentang Remisi Kepmenhum No: M. 09. HN. 02.01 Tahun 1999 Muhammad & Jimmy Marwan, Kamus Hukum, Surabaya, Reality Publisher, 2009 Niniek Suparni, Eksitensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Jakata, Sinar Grafika, 1996 Soedarsono, Kamus Hukum, Jakarta, Rhineka Cipta, 2002 33

M. Fahmi Al Amruzi Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2005. 34