FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo. Oleh : Surya Abimanyu NIM: E BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB III PIDANA BERSYARAT

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

Kajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara yang berdasarkan atas

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

Tinjauan tentang disparitas putusan hakim pada tindak pidana perkosaan (studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG N0. 13 TAHUN 2003 DI PT. BATIK DANAR HADI SOLO

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Keadaan

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN ( STUDI KASUS DI KECAMATAN SELOGIRI KABUPATEN WONOGIRI )

Transkripsi:

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT SERTA PENGAWASAN PELAKSANAANYA DALAM KASUS PEMBERIAN UPAH KARYAWAN DI BAWAH UPAH MINIMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh : CITRA ANANDA LUNANCHIA C100040189 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa dan bernegara membawa keharusan untuk mencerminkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam bidang hukum acara pidana terkait dengan proses peradilan dalam hal penjatuhan sanksi pidana oleh hakim. Penjatuhan putusan oleh hakim tidak terlepas dari sesuatu yang diyakini dan terbukti dalam sidang pengadilan. Segala peraturan mengenai hukum pidana pada akhirnya akan berpuncak pada pemidanaan yanga dapat merenggut kemerdekaan seseorang, harta bendanya, dan bahkan jiwanya. Untuk itu dibutuhkan pedoman dan prinsipprinsip yang diberikan oleh hukum pidana dalam hal pemidanaan maka hakim akan sulit untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, akibatnya adalah timbul praktek-praktek pemidanaan di pengadilan yang dirasakan sewenang-wenang. 1 Sebagaimana yang terjadi di negara lain, maka di Indonesia terdapat suatu masalah mengenai adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap pidana perampasan kemerdekaan atau pidana penjara dalam kenyataan terbukti sangat merugikan baik terhadap individu yang dikenai pidana. Berhubungan dengan masalah ini maka harus diusahakan mencari alternatif dari pidana penjara antara lain dalam bentuk 1 Eddy DJunaedi. 1983. Beberapa Pedoman Pemidanaan dan Pengamatan Narapidana. Jakarata: Pradnya Paramita. Hal. 1. 1

2 pendayagunaan pidana bersyarat. Pidana bersyarat merupakan alternatif dari sanksi pidana perampasan kemerdekaan, norma-norma hukum pidana yang menyangkut pidana bersyarat tidak hanya dilihat sebagaimana yang dirumuskan, tetapi akan ditinjau secara luas bekerjanya di dalam masyarakat dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Sanksi pidana bersyarat dijadikan sarana penanggulangan kejahatan yang akan ditentukan oleh kemampuan sanksi pidana bersyarat tersebut untuk memenuhi tujuan pemidanaan yang integratif. Tujuan pemidanaan yang bersifat integratif adalah sebagai berikut: 2 1. Perlindungan masyarakat 2. Memelihara solidaritas masyarakat 3. Pencegahan (umum dan khusus) 4. Pengimbalan / pengimbangan Pemidanaan harus diberikan secara tepat sesuai dengan keadaan pribadi pelanggar hukum, lembaga pidana bersyarat dapat dipakai sebagai alternatif dalam pemberian pidana pelanggar hukum. Apabila pelaksanaan pembinaan dan pengawasan pidana bersyarat dapat dilkasanakan sebagaimana mestinya akan dapat bermanfaat bagi terpidana maupun orang lain. Ia (Hakim) harus mempertimbangkan sifat dan seriusnya delik yang dilakukan, keadaan yang meliputi perbuatan-perbuatan yang dihadapkan kepadanya. ia harus melihat kepribadian dari pelaku perbuatan dengan umurnya, 2 Muladi.1985. Lembaga pidana bersyarat. Bandung : Alumni. hal. 11.

3 tingkatan pendidikannya, apakah ia pria atau wanita, lingkungannya, sifatnya sebagai pelaku. 3 Mengenai pidana bersyarat dalam kasus pemberian upah karyawan di bawah upah minimum ini di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) telah ditentukan landasan hukum sebagai berikut: Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 4 Selain itu menurut ketentuan Undang-Undang No.13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 90 ayat 1 yang berbunyi: Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum dan Pasal 91 ayat 1 pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja/serikat kerja/ serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian maka upah yang harus diterima oleh buruh atau tenaga kerja atas jasa-jasa yang dijual haruslah berupa upah yang wajar. Upah dalam arti yuridis merupakan balas jasa yang merupakan pengeluaran-pengeluaran pihak pengusaha yang diberikan kepada karyawannya atas penyerahan jasa-jasanya dalam waktu tertentu pada pihak pengusaha. Jadi dalam hal ini pengupahan atau perupahan dalam suatu perusahaan akan terdapat beberapa pihak yang secara langsung dan secara tidak langsung terlibat dalam masalah-masalahnya. Upah yang diberikan kepada seseorang selain seharusnya sebanding dengan kegiatan-kegiatan yang telah dikeluarkan/dikerahkannya (activities or efforts), 3 Oemar Seno Adji. 1984. Hukum Hakim Pidana. Bandung : Tarsito Hal. 8. 4 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 2

4 seharusnya cukup memadai dan bermanfaat pemuasan/pemenuhi kebutuhan hidup yang wajar. 5 Dalam hal ini baik karena perbedaan tingkat kebutuhan dan kemampuan seseorang ataupun karena faktor lingkungan dan sebagainya, pelaksanaan administrasi perupahan dapatlah dikatakan banyak mengandung kerumitan, karena upah yang telah ditetapkan oleh seseorang pengusaha yang mungkin telah diperhitungkan sebijaksana mungkin dapat diterima oleh sebagian karyawan dengan hati yang lega tetapi mungkin pula diterima oleh karyawan yang lainnya secara terpaksa. Mengenai upah minimum sebagai telah diterangkan bahwa pendapatan yang dihasilkan para buruh dalam suatu perusahaan sangat berperan dalam hubungan perburuhan. Bertitik tolak dari hubungan formal ini haruslah tidak dilupakan bahwa seorang buruh adalah seorang manusia dan dilihat dari segi kemanusiaan, sewajarnyalah kalau buruh atau karyawan itu mendapatkan penghargaan yang wajar dan atau perlindungan yang layak. Dalam hal ini maka upah minimum sebaiknya mencukupi kebutuhankebutuhan hidup buruh atau karyawan itu beserta keluarganya, walaupun dalam arti yang serba sederhana, cost of living perlu diperhatikan dalam penentuan upah. Mengenai penjatuhan sanksi pidana bersyarat dalam pemberian upah karyawan dibawah upah minimum apabila pelaksanaan pembinaan dan pengawasan pidana bersyarat dapat dilakasanakan sebagaimana mestinya akan dapat bermanfaat bagi terpidana maupun orang lain. 5 Kartasapoetra. 1986. Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila. Jakarta: PT. Bina Aksara. hal. 94.

5 Penjatuhan sanksi pidana bukan hanya untuk melindungi masyarakat, tetapi harus pula membina si pelanggar hukum. Dalam hal ini hakim dapat dituntut untuk dapat mengambil keputusan secara tepat dan memenuhi rasa keadilan, baik bagi masyarakat maupun terdakwa. Hakim dalam menjatuhkan pidana harus mempertimbangkan antara lain hal-hal yang meliputi kepribadian terdakwa, umur terdakwa dan sopan santun terdakwa dalam pemeriksaan tersebut. Penggunaan sanksi pidana bersyarat terhadap pelaku tindak pidana yang tidak bersifat jahat, akan menunjang pelaksanaan hukum pidana yang berprikemanusiaan dan dapat mengurangi penerapan pidana perampasan kemerdekaan. Sanksi pidana bersyarat tidak berguna bagi yang benar-benar bersifat jahat. Tidak hanya standar pelaksanaan pidana bersyarat di Indonesia merupakan hambatan utama terhadap suatu pendayagunaan sanksi pidana bersyarat. Muladi berpendapat bahwa pidana bersyarat sebagai salah satu alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan atau pidana penjara mempunyai keunggulan-keunggulan tersendiri dibanding pidana perampasan kemerdekaan atau pidana penjara, dalam hal ini pembinaan pelaku tindak pidana dilakukan didalam masyarakat, sehingga kerugian-kerugian yang mungkin terjadi akibat penerapan pidana perampasan kemerdekaan atau pidana penjara dapat dihindari. Pidana bersyarat akan memberikan kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya bukan di dalam lembaga pemasyarakatan, melainkan dalam lingkungan dan di tengah-tengah masyarakat, sehingga dia dapat melanjutkan kehidupan sosial yang normal, di samping itu juga untuk mencegah adanya predikat jahat pada dirinya bila ia harus masuk penjara yang dapat menyulitkan

6 dirinya untuk menyesuaikan diri ke dalam masyarakat dan keluarganya yang mungkin menjadikan seorang residivis yaitu bahwa ia dianggap selalu mengulang perbuatan pidana lagi di kemudian hari. Hakim sebagai penegak hukum pertama-pertama harus mengusahakan tegaknya hukum dan tegaknya keadilan, dalam seluruh pelaksanaan tugasnya sebagai hakim yang paling sulit adalah pada saat harus menjatuhkan putusan. Tidak jarang bahwa seorang hakim merasa bahwa keadilan telah ditegakkan tetapi masyarakat justru merasakan sebaliknya, misalnya terlalu berat atau terlalu ringan hukumannya. Supaya rasa keadilan itu ada dan hidup dalam masyarakat, seorang hakim yang baik harus mengukur apakah putusannya sudah mampu memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. Muladi berpendapat bahwa di pelbagai negara di dunia, termasuk Indonesia harus diusahakan untuk mencari alternatif pidana perampasan kemerdekaan, antara lain berupa peningkatan pemidanaan yang bersifat non institusional dalam bentuk pidana bersyarat (Voorwaardelijke veroodeling ). 6 Pidana bersyarat tidak termasuk jenis pidana pokok maupun pidana tambahan, tetapi pidana bersyarat merupakan cara penerapan pidana yang dalam pengawasan dan pelaksanaannya dilakukan di luar penjara. Menjatuhkan pidana bersyarat bukan berarti membebaskan terpidana, secara fisik terpidana memang bebas dalam arti tidak diasingkan dalam masyarakat dalam suatu penjara atau lembaga pemasyarakatan, akan tetapi secara formal statusnya tetap terpidana karena ia telah dijatuhi pidana hanya saja dengan pertimbangan tertentu pidana itu 6 Muladi, Op. Cit. Hal.219.

7 tidak perlu dijalani. Pidana akan tetap dijalani apabila ternyata terpidana telah melanggar. Sebelum menjatuhkan putusan hakim pengadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang terkandung dalam masyarakat. Dalam mempertimbangkan berat dan ringannya pidana, hakim wajib pula mempertimbangkan sifat-sifat yang baik dan yang jahat dari terdakwa. Demikian halnya dalam menjatuhkan pidana bersyarat harus didasarkan atas pemeriksaan dan pertimbangan yang teliti dan cermat. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana bersyarat, kecuali dari pemeriksaan ia memperoleh keyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang tepat selama terpidana berada diluar penjara atau selama terpidana masih harus memenuhi syarat khusus yang ditetapkan oleh putusan pengadilan. Pembinaan dan pengawasan bagi terpidana bersyarat dilaksanakan berdasarkan atas asas kemanusiaan, dalam pelaksanaan dibantu oleh instansi-instansi terkait yang mendukung keberhasilan tujuan pemidanan bersyarat. Berkaitan dengan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengangkat hal tersebut sebagai bahan penyusunan skripsi yang akan diberi judul tentang: PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT SERTA PENGAWASAN PELAKSANAANNYA DALAM KASUS PEMBERIAN UPAH KARYAWAN DI BAWAH UPAH MINIMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA).

8 B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana bersyarat dalam kasus pemberian upah karyawan di bawah Upah Minimum? 2. Bagaimanakah pengawasan pelaksanaan pembinaan terpidana bersyarat dan masalah apa yang timbul dalam pengawasan pelaksanaan dan pengamatan Pidana bersyarat dalam kasus pemberian upah karyawan di bawah Upah Minimum? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana bersyarat dalam kasus pemberian upah karyawan di bawah upah minimum. b. Untuk mengetahui sejauh mana hakim dalam menjatuhkan putusan pidana bersyarat terhadap terdakwa dikaitkan dengan penegakkan hukum pidana 2. Manfaat penelitian a. Manfaat Teoritis Dengan dilaksanakan penulisan ini, diharapkan akan dapat mengembangkan ilmu penulisan hukum khususnya hukum acara pidana serta dapat menambah informasi tentang pemidanaan dari bentuk alternatif dari pidana pencabutan perampasan kemerdekaan dan pelaksanaan pidana khususnya pidana bersyarat.

9 b. Manfaat Praktis Memperoleh data guna dianalisis agar dapat digunakan penulis dalam menjawab masalah yang penulis kemukakan serta memberikan wawasan bagi ilmu hukum dan aparat penegak hukum dalam pendayagunaan pidana bersyarat. D. Kerangka Pemikiran Di dalam Undang-Undang No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 19 ayat 4 menyatakan bahwa dalam sidang permusyawaratan setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan. Dengan demikian, pertimbangan hakim sebelum menjatuhkan putusan pidana harus sesuai dengan rasa keadilan. Setiap keputusan dalam perkara pidana merupakan salah satu dari tiga kemungkinan antara lain: 1. Putusan bebas (Vrijspraak) Dalam hal ini berarti Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. (Pasal 191 ayat (1) KUHAP). 2. Putusan lepas dari tuntutan hukum (Ontslag van alle rechtvervolging) Berarti Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana

10 maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. (Pasal 191 ayat (2) KUHAP). 3. Pemidanaan atau penjatuhan pidana (Verordeling) Berarti Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana. (Pasal 193 ayat (1) KUHAP). Di dalam Pemidanaan salah satunya dapat berupa pidana bersyarat dan tujuan dimasukkanya pidana bersyarat dalam KUHP adalah sebenarnya untuk menggalakkan badan-badan yang dalam anggaran dasarnya bertujuan membantu dan membimbing terpidana bersyarat dalam memenuhi syarat khusus yang ditentukan dalam suatu putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusan pidana bersyarat dijatuhkan dengan syarat terpidana harus memenuhi syarat umum dan syarat khusus yang telah ditentukan oleh hakim. Syarat umum tersebut tercantum dalam Pasal 14 a KUHP dan syarat khusus yang sesuai dengan kebijakan hakim Pasal 14 c KUHP. Dalam hal ini mengenai pemberian upah karyawan di bawah upah minimum yang telah melanggar pidana, yang terkait dengan pidana bersyarat hakim dalam mengembil keputusan mempertimbangkan antara lain hal-hal yang meliputi kepribadian terdakwa, umur terdakwa, dan sopan santun terdakwa dalam pemeriksaan tersebut. Dengan terjadinya tindak pidana mengenai pemberian upah karyawan di bawah upah minimum maka fungsi hukum pidana mempunyai peran yang sangat penting.

11 Fungsi hukum pidana menurut Sudarto dibedakan menjadi dua yaitu: 7 1. Fungsi yang umum Pada dasarnya merupakan bagian dari keseluruhan lapangan hukum, oleh karenanya fungsi hukum pidana juga sama dengan fungsi umum pada umumnya, yaitu mengatur kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat. Sejalan dengan anggapan bahwa hukum dapat digunakan sebagai sarana untuk menuju ke policy dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. 2. Fungsi khusus Fungsi khusus dari hukum pidana ialah melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang hendak memperkosanya (Rechtguterschautz) dengan sanksi yang berupa pidana, yang sifatnya lebih tajam dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang hukum lainnya. Sebagai alat control sosial (Social control), fungsi hukum pidana adalah subsidier, artinya hukum pidana hendaknya baru diadakan apabila usaha-usaha lain kurang memadai. Dengan demikian, fungsi hukum pidana tersebut juga dapat berperan dalam memberikan peraturan yang sesuai mengenai pemberian upah minimum karyawan, agar pendapatan yang dihasilkan para buruh atau karyawan atas pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja di suatu perusahaan, dapat dijalankan dalam hubungan perburuhan dan sebagai dasar hubungan perburuhan yang baik. 7 Sudaryono & Natangsa Surbakti. 2005. Buku Pegangan kuliah hukum Pidana. Surakarta : UMS Press. Hal. 24.

12 E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Pendekatan Penelitian dalam penulisan hukum ini adalah dengan metode penelitian kualitatif sesuai dengan sifat data yang ada. 2. Jenis Penelitian Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian empiris. Dikatakan demikian oleh karena penelitian ini mendasarkan pada data primer sebagai data utama. 3. Sifat Penelitian Penelitian yang penulis susun adalah termasuk penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian Deskriptif adalah suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejalagejala lainnya. Maksudnya adalah mempertegas hipotesis-hipotesis, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka penyusun teori baru. 8 4. Jenis Data a. Data Primer Data yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara, suatu pengajuan pertanyaan kepada hakim Pengadilan Negeri Surakarta atas putusan pidana bersyarat dalam kasus Pemberian Upah Karyawan di bawah upah Minimum. 8 Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 10.

13 b. Data Sekunder Sejumlah data yang diperoleh di luar penelitian yang merupakan studi kepustakaan yang terdiri dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan literatur lain yang berkaitan dengan pidana bersyarat dan, serta bersumber dari arsip kasus dan putusan tentang pidana bersyarat. 5. Sumber Data a. Sumber Data Primer Sejumlah Data atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui suatu penelitian lapangan dengan wawancara tersusun atau spontan kepada Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta. b. Sumber Data Sekunder Semua bahan hukum yang bersifat menjelaskan bahan hukum primer berupa pendapat para ahli sarjana serta literatur-literatur yang relevan dengan obyek penelitian. Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a) Bahan hukum primer Yaitu bahan hukum yang mengikat terdiri peraturan perundangundangan yang berlaku atau ketentuan-ketentuan yang berlaku. Sehubungan dengan itu, maka bahan hukum primer yang digunakan adalah: 1) Undang-undang Dasar 1945, yaitu Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa Setiap warga negara, berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

14 2) KUHP 3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 4) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. 5) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. b) Bahan hukum sekunder Bahan hukum tersier yang digunakan untuk mendukung bahan hukum primer, di antaranya yang berasal dari karya para sarjana, jurnal, data yang diperoleh dari instansi, serta buku-buku kepustakaan yang dapat dijadikan referensi yang dapat menunjang penelitian ini. c) Bahan hukum tersier Yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, indek kumulatif, terminologi hukum. 6. Responden Hakim Pengadilan Negeri Surakarta. 7. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Surakarta. 8. Teknik Pengumpulan Data a. Untuk data Primer yang digunakan adalah: Wawancara/Interview Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara atau Tanya jawab secara langsung dengan responden, yaitu pihak-pihak

15 yang berkaitan langsung dengan permasalahan objek yang akan diteliti. Dalam hal ini Hakim Pengadilan Negeri Surakarta. b. Untuk data sekunder digunakan teknik pengumpulan data adalah studi pustaka yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berupa buku, dokumen atau bahan pustaka lainnya yang ada hubungannya dengan objek yang diteliti dengan tujuan untuk memperoleh objek yang menunjang kelengkapan penelitian. 9. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif merupakan cara penelitian yang menghasilkan data analisis interaktif yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secar tertulis maupun tidak tertulis/lisan juga perilaku nyata. Dalam penelitian kualitatif, proses analisisnya dilakukan sejak awal bersamaan dalam proses pengumpulan data. Dalam metode ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap, sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian. 9 F. Sistematika Skripsi Penulisan hukum ini terbagi menjadi empat bab yang setiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: 9 HB. Sutopo. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif. Puasat Penelitian Surakarta. Hal. 35.

16 Pendahuluan yang membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, Metode Penelitian, Sistematika penulisan hukum. Tinjauan Pustaka yang memuat tentang Pengertian pertimbangan hakim, tujuan pemidanaan dan pidana bersyarat, dasar-dasar penjatuhan pidana bersyarat, dan mengenai upah minimum. Hasil penelitian dan pembahasan yang berisi tentang pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Pidana Bersyarat serta Pengawasan Pelaksanaannya dalam kasus Pemberian Upah Karyawan di bawah Upah Minimum dan bagaimana pembinaan terpidana bersyarat, masalah atau hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam pelaksanaan pengawasan dan pengamatan dalam pelakasanaan pembinaan bersyarat. Penutup dalam bab ini terbagi dua macam bagian, yaitu kesimpulan dan saran.