EKSPLORASI ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DI TIGA KABUPATEN DI SULAWESI SELATAN. C. Andriyani Prasetyawati dan Edi Kurniawan

dokumen-dokumen yang mirip
PERTUMBUHAN ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI TIGA POPULASI DI PERSEMAIAN. C. Andriyani Prasetyawati *

STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

UJI PROVENANSI EBONI (Diospyros celebica Bakh) FASE ANAKAN

PEMBUDIDAYAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

KONSERVASI EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Sunaryo

Oleh: Merryana Kiding Allo

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara.

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

PENAMPILAN TANAMAN KONSERVASIEX-SITU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Budi Santoso dan Chairil Anwar Balai Penelitian Kehutanan, Ujung Pandang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH

PENYIAPAN BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN BERKUALITAS 1

PEDOMAN PENGUNDUHAN BENIH PADA PANEN RAYA DIPTEROKARPA 2010

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

Pbaik agar menghasilkan benih bermutu.

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

POTENSI PAKAN DAN PREFERENSI BERSARANG KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI HUTAN PENDIDIKAN UNHAS

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN J A K A R T A

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

CAPAIAN KEGIATAN LITBANG

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. inventarisasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan data tentang jenis-jenis tumbuhan bawah

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

I. PENDAHULUAN. tumbuhan asing yang dapat hidup di hutan-hutan Indonesia (Suryowinoto, 1988).

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN.

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 58 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 3/Menhut-II/2012

EFEK NAUNGAN DAN ASAL ANAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Wirianto Rahman dan Muh. Nurdin Abdullah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG TEMBESU

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 74/Menhut-II/2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KAJIAN KONSERVASI EBONI {Diospyros celebica Bakh.) Samedi dan Ilmi Kurniawati

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kering tidak lebih dari 6 bulan (Harwood et al., 1997). E. pellita memiliki

AREN (Arenga pinnata MERR)

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

PERSEBARAN TUMBUHAN OBAT PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack.) DI JALUR UTAMA PATROLI TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) SULTAN SYARIF HASYIM PROVINSI RIAU

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

RUMUSAN SEMINAR NASIONAL BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN TANAMAN, RESTORASI EKOSISTEM DAN ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM YOGYAKARTA, NOPEMBER 2014

TEKNIK BUDIDAYA ROTAN PENGHASIL JERNANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tanaman Hutan. Perbenihan.

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

Silvikultur intensif jenis rotan penghasil jernang (bibit, pola tanam, pemeliharaan)

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

2 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembar

HUTAN PENDIDIKAN UNHAS

REKAPITULASI KAWASAN KONSERVASI BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM SULAWESI SELATAN TAHUN 2007

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat

MONITORING DAN EVALUASI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KAWATUNA DI SULAWESI TENGAH

Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah sengon (Falcataria moluccana). Jenis ini dipilih karena memiliki beberapa

PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN EBONI DALAM SISTEM DAERAH PENYANGGA. M. Bismarck

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

PENYEMPURNAAN SISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN HUTAN LEBIH BAIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth

Baharinawati W.Hastanti 2

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Metode Penelitian. commit to user 100% 13,33% 50% 26,67% 30% 46,67% 25% 60,00% 15% 66,67% 10% 73,33% 4% 80,00% 2% 86,67%

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Ekologi Padang Alang-alang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

Eksplorasi Anakan Alam Eboni (Diospyros celebica Bakh.). EKSPLORASI ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DI TIGA KABUPATEN DI SULAWESI SELATAN Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243, telp. (0411) 554049, fax. (0411) 554058 E-mail : andriyani_pras@yahoo.co.id dan edi_skma@yahoo.com ABSTRAK Eboni (Diospyros celebica Bakh.) merupakan salah satu pohon endemik Sulawesi, yang mempunyai nilai jual tinggi, saat ini keberadaannya sudah semakin sulit ditemui di hutan alam. Eksploitasi yang tidak terkontrol dengan tanpa diimbangi pengembangan yang serius membuat tanaman ini semakin berada diambang kepunahan. Pembangunan sumber benih merupakan salah satu upaya dari pemerintah untuk menghindarkan jenis-jenis endemik dari kepunahan. Benih eboni yang semakin langka, menjadikan anakan alam sebagai salah satu alternatif sebagai materi pembangunan sumber benih Areal Produksi Benih (APB). Untuk itu dilakukan eksplorasi terhadap anakan alam eboni di 3 kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Maros. Dengan dibangunnya APB untuk jenis eboni, diharapkan masyarakat dan para stakeholder lebih mudah dalam mendapatkan benih bermutu dari jenis tersebut, sehingga diharapkan akan dapat menyelamatkan eboni dari kepunahan. Kata kunci : Sulawesi Selatan, anakan alam, sumber benih, eboni (Diospyros celebica) I. PENDAHULUAN Jenis eboni (Diospyros celebica Bakh.) merupakan salah satu jenis pohon unggulan di Sulawesi. Eboni dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah mulai dari tanah berkapur, berpasir sampai tanah liat dan berbatu asal tanah tidak becek (Santoso, 1997). Eboni biasa dikenal dengan nama perdagangan kayu hitam. Warna kayunya yang unik, menarik dan berkualitas membuat kayu jenis ini mempunyai nilai jual yang sangat tinggi di pasaran. Nilai jualnya yang tinggi dan banyaknya permintaan pasar, membuat eboni atau kayu hitam di beberapa kawasan hutan banyak 117

Info Teknis EBONI Vol. 10 No. 2, Desember 2013 : 117-126 ditebang secara ilegal. Kondisi ini membuat keberadaan eboni di hutan alam Sulawesi semakin menipis. Salah satu karakteristik eboni yaitu pertumbuhannya lambat dan benih yang rekalsitran menyebabkan tanaman ini semakin perlu mendapatkan perhatian agar terhindar dari kepunahan. Secara alami benih eboni mengalami kemunduran dengan bertambahnya waktu (Yuniarti et al., 2008). Potensi kayu eboni di habitat alaminya pada hutan primer tahun 1985 dengan rata-rata produksi 5,85 m 3 per-ha mengalami penurunan menjadi 2,56 m 3 per-ha pada tahun 2003 (Allo, 2008). Jika kondisi seperti ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin suatu saat eboni akan mengalami kepunahan. Konservasi sumberdaya genetik tanaman hutan merupakan kunci penting dalam pembangunan hutan dan menyelamatkan jenis tertentu dari kepunahan (Yudohartono et al., 2009). Untuk menyelamatkan sumberdaya hutan dari kepunahan dengan meningkatkan kualitas jenis tersebut dalam pembangunan hutan, maka perlu upaya dari pemerintah untuk membangun sumber benih dari jenis-jenis unggulan setempat, termasuk diantaranya eboni sebagai jenis unggulan Sulawesi. Sumber benih merupakan areal atau tempat dimana koleksi benih dilakukan. Perbedaan sumber genetik antar sumber benih sangat besar dan berpengaruh terhadap keberhasilan dalam pembangunan hutan (Na iem, 2011). Pada beberapa sumber benih terjadi hambatan dalam produksi benih dan tingkat kemasakan tidak bersamaan (Wilaida, 2011). Selama ini penanaman yang dilakukan masyarakat belum menggunakan benih unggul hasil pemuliaan, karena sumber benih yang menghasilkan benih unggul belum tersedia secara luas dengan kuantitas yang memadai (Trihartono et al., 2011). Pembangunan sumber benih memerlukan materi genetik sebagai bakal dari pohon induk yang akan diambil benihnya. Pembangunan sumber benih tersebut diarahkan hingga mendapatkan sertifikat sumber benih sesuai dengan klasifikasi sumber benih yang telah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dalam Permenhut No : P.72/Menhut-II/2009 (Fathoni et al., 2011). Hingga saat ini di beberapa daerah sulit ditemukan pohon eboni yang berbuah, oleh karena itu alternatif usaha untuk menyelamatkan tanaman eboni adalah melalui anakan alam yang ada di bawah tegakan eboni. Salah satu kegiatan yang mendukung program pemerintah tersebut adalah dengan dibangunnya Areal Produksi Benih (APB) untuk jenis eboni yang diharapkan dapat menjadi sumber benih bagi 118

Eksplorasi Anakan Alam Eboni (Diospyros celebica Bakh.). masyarakat/stakeholder terkait yang membutuhkan benih eboni berkualitas. Hasil eksplorasi terhadap anakan alam eboni pada 3 kabupaten di Sulawesi Selatan ini dimaksudkan sebagai materi untuk membangun Areal Produksi Benih tersebut. II. PROSEDUR PELAKSANAAN EKSPLORASI Eksplorasi anakan alam untuk materi Areal Produksi Benih dilaksanakan di 3 kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Maros, Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Luwu Timur. Ketiga kabupaten tersebut dipilih, berdasarkan beberapa kriteria dan informasi yang ada, yang diketahui terdapat tegakan pohon eboni. Pengambilan anakan alam untuk materi Areal Produksi Benih tetap harus mempertimbangkan adanya hubungan perkerabatan. Untuk menghindari adanya kekerabatan antar anakan, maka jarak antar pohon induk yang diambil anakannya minimal 50 m atau akan lebih baik bila diatas 100 m. Meskipun sulit dikontrol adanya kemungkinan anakan berasal dari pohon induk yang lain di luar pohon induk yang telah ditetapkan. Anakan alam diambil yang sehat dan tidak terserang hama dan penyakit. Pengambilan anakan alam dilakukan dengan cara menggali bagian tanah tempat anakan tumbuh secara hati-hati dan diusahakan akar tidak putus untuk menghindari kematian anakan. Anakan yang sudah diambil kemudian segera diberi kertas koran basah dan dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu dimasukkan ke dalam sterofoam untuk menjaga kelembabannya selama di perjalanan. Kelembaban ini penting untuk mempertahankan agar anakan tidak mati kekeringan, sebelum ditanam di persemaian. III. EKSPLORASI ANAKAN ALAM EBONI DI KABUPATEN LUWU TIMUR Eksplorasi anakan alam eboni di Kabupaten Luwu Timur, dilaksanakan di Kecamatan Margomulyo, tepatnya di Cagar Alam (CA) Kalaena dan Cagar Alam (CA) Ponda-Ponda. Kedua wilayah tersebut masuk dalam kawasan konservasi dibawah Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan, Bidang Wilayah I Palopo. Keadaan lokasi Cagar Alam Kalaena bervariasi dari datar hingga bergelombang dengan kelerengan antara 30 % - 60 %. Ketinggian tempat pada kawasan ini antara 60-457 m di atas permukaan laut. Secara geografis Cagar 119

Info Teknis EBONI Vol. 10 No. 2, Desember 2013 : 117-126 Alam Kalaena terletak pada koordinat antara 120º 48 47 BT - 120º 49 15 BT dan antara 02º 25 44 LS - 02º 27 06 LS. (Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan, 2012). Berdasarkan hasil penelitian dari Allo (2008), tingkat kesuburan tanah di CA Kalaena sangat rendah, pada kedalaman 0 120 cm kandungan Nitrogen (N) berkisar 0,11 0,04 %, Phosporus (P) berkisar 0,03 0,05 % dan Kalium (K) berkisar 17,66 9,69 ppm. Kondisi tegakan alam eboni di CA Kalaena berasosiasi dengan tanaman rotan, bintangur, beringin, Eugenia sp, Artocarpus sp, dan Palaquium sp. Kondisi vegetasi di CA Kalaena relatif rapat, sehingga hanya sedikit cahaya yang sampai di permukaan tanah. Berdasarkan hasil inventarisasi potensi eboni di CA Kalaena, diperoleh tingkat pohon 28 individu, tiang 45 individu, pancang 910 individu, anakan 2599 individu (Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan, 2012). Tegakan eboni di CA Kalaena pada umumnya tertutup oleh pohon-pohon dominan yang lain, yang menyebabkan pohon eboni kurang mendapatkan cahaya. Selain itu, pohon eboni juga banyak yang terlilit oleh tanaman liana hingga tajuknya tertutup yang menyebabkan eboni semakin sulit mendapatkan sinar matahari. Kondisi ini diduga menjadi salah satu faktor penyebab pohon-pohon eboni di CA Kalaena tahun ini tidak berbuah, disamping beberapa faktor lingkungan yang lain. Kondisi anakan alam yang ada relatif sudah berumur tua, lebih dari 2 tahun ditandai dengan anakan yang sudah cukup tinggi, sekitar 15 20 cm dan jumlah daun banyak. Kondisi anakan yang demikian lebih sulit untuk dicabut dan juga lebih sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan persemaian. Eksplorasi anakan eboni di CA Kalaena hanya diperoleh sekitar 570 anakan yang diperkirakan berasal dari 7 pohon induk. Pengambilan anakan alam ini juga mempertimbangkan jarak antara pohon induk. Meskipun hanya anakannya yang diambil, diusahakan jarak antar pohon induk dimana anakan diambil berjarak minimal 50 m. Pengambilan anakan dilakukan dengan mencabut anakan secara hati-hati, untuk menghindari kematian anakan akibat kerusakan akar. Selain eksplorasi anakan alam di CA Kalaena, eksplorasi di Kabupaten Luwu Timur juga dilakukan di CA Ponda-ponda. Secara geografis Ca Ponda-ponda merupakan kawasan konservasi daratan yang terletak pada koordinat 120º 48 47 BT - 120º 49 21 BT dan 02º 24 58 LS - 02º 25 32 LS. Dalam hal pengelolaan kawasan konservasi, Cagar Alam Ponda-ponda masuk dalam wilayah 120

Eksplorasi Anakan Alam Eboni (Diospyros celebica Bakh.). pengelolaan Resort Kalaena - Ponda-ponda, Seksi Konservasi Wilayah II Malili, Bidang KSDA Wilayah I Palopo, Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan. Keadaan lokasi CA Ponda-ponda bervariasi dari datar hingga bergelombang dengan kelerengan antara 30-60 %. Ketinggian tempat pada kawasan ini mulai dari 350-442 m di atas permukaan laut (Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan, 2012). Pohon eboni di CA Ponda-ponda berasosiasi dengan tanaman manggis hutan, dengen dan palem-paleman. Kondisi tegakan alam eboni di CA Ponda-ponda hampir sama dengan kondisi tegakan eboni di CA Kalaena. Vegetasi di CA Ponda-ponda lebih rapat dan padat dibanding di CA Kalaena, sehingga cahaya yang masuk ke dalam hutan lebih sedikit dan kondisi lebih gelap bila dibanding CA Kalaena. Potensi eboni di CA Ponda-ponda berdasarkan hasil inventarisasi Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan (2012), tingkat pohon sebanyak 46 individu, tiang 66 individu, pancang 383 individu dan anakan 2314 individu. Tegakan eboni di CA Ponda-ponda tidak ada yang menghasilkan buah beberapa tahun terakhir. Hal ini dapat dilihat dari kondisi anakan yang ada. Anakan di CA Ponda-ponda relatif tua dan sangat sedikit jumlahnya hanya ada 1 pohon induk yang dijumpai ada anakan dibawahnya. Kondisi pohon eboni di CA Ponda-ponda sama dengan di CA. Kalaena banyak terlilit liana sampai dengan tajuknya yang membuat pohon tersebut kurang mendapat sinar matahari. Selain pohon eboni yang tidak berbuah, kurangnya anakan alam eboni ini juga disebabkan karena CA. Kalaena dan CA. Ponda-ponda menjadi tujuan bagi para pemerhati eboni untuk melakukan eksplorasi/mengambil anakan alam guna dikembangkan di tempat lain. Gambar 1. Pencabutan anakan alam eboni dan kondisi anakan alam eboni yang sudah tua di CA. Kalaena dan CA. Ponda-ponda. 121

Info Teknis EBONI Vol. 10 No. 2, Desember 2013 : 117-126 IV. EKSPLORASI ANAKAN ALAM EBONI DI KABUPATEN SIDRAP Eksplorasi anakan alam eboni di Kabupaten Sidrap dilakukan di Kelurahan Batu, Kecamatan Pitue Riase, Kabupaten Sidrap. Lokasi pengambilan anakan berada di 120 o 04 35,9 BT - 120 o 04 10,4 BT dan 03 o 44 35,9 LS - 03 o 44 44,0 LS. Lokasi ini termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sidrap. Anakan alam di lokasi sudah banyak yang berumur tua dengan umur diperkirakan 1 3 tahun. Kondisi yang demikian disebabkan banyak pohon eboni yang sudah lama tidak berbuah beberapa tahun terakhir. Pohon eboni di Kabupaten Sidrap memiliki kondisi yang hampir sama dengan pohon-pohon eboni di CA. Kalaena dan CA. Ponda-ponda. Banyak pohon yang terlilit liana sampai ke bagian tajuk sehingga mengganggu proses fotosintesis dan pembungaannya. Tertutupnya tajuk oleh daun-daun liana menyebabkan sinar matahari yang diterima pohon eboni kurang sehingga sulit untuk melakukan pembungaan dan pembuahan. Menurut Allo (2008), vegetasi yang berasosiasi dengan eboni di Desa Batu, Kabupaten Sidrap adalah jambu-jambu (Eugenia sp.), amaraa (Ficus nervosa), mariopo, bontu dan malapo. Tegakan eboni di Kabupaten Sidrap tergolong banyak bila dibanding tegakan eboni di CA Kalaena dan CA Ponda-ponda. Anakan alam yang diperoleh dari Kabupaten Sidrap ini cukup banyak, terdapat sekitar 33 pohon induk yang diperkirakan induk dari anakan alam yang ada. Dari 33 pohon induk tersebut diambil sekitar 2500 anakan. Meskipun umur anakan tersebut diperkirakan sudah cukup tua, yaitu lebih dari 1 tahun, karena jarang diambil, ketersediaan anakan alam masih cukup melimpah. Anakan alam yang ada di bawah tegakan alam ini akan mati dengan sendirinya oleh seleksi alam serta kurangnya asupan sinar matahari. Untuk itu penting dilakukan usaha penyelamatan eboni dari kepunahan, dengan cara menyelamatkan anakan alam tersebut dengan mengembangkan di tempat lain. 122

Eksplorasi Anakan Alam Eboni (Diospyros celebica Bakh.). Gambar 2. Pengemasan cabutan anakan alam eboni hasil eksplorasi. V. EKSPLORASI ANAKAN ALAM EBONI DI KABUPATEN MAROS Pengambilan anakan alam eboni di Kabupaten Maros berlokasi di Desa Rompe Gading, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros yang secara astronomi terletak pada 119 o 46 31,2 BT dan 04 o 58 06,8 LS. Wilayah ini merupakan lahan milik masyarakat yang dalam pengelolaannya berada di bawah Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Makassar. Tegakan eboni di Kabupaten Maros ini kondisinya lebih terawat bila dibanding kedua tempat tersebut diatas. Masyarakat sekitar hutan sering masuk di lokasi ini untuk mengambil nira dan membuat gula. Lokasi ini juga sering dijadikan tempat praktik bagi mahasiswa Universitas Hasannudin. Lokasi yang sering dijamah manusia biasanya akan lebih terawat. Pohon eboni di lokasi ini banyak berasosiasi dengan aren (Arenga pinnata), pinang (Areca catechu), langsat (Lansium domesticum), lento-lento (Arthophylum sp), ni ning (myrtaceae) dan jambu (Syzigium sp) (Nurkin, 2011). Tanaman pinang yang ada pada lokasi ini cukup banyak mendominasi dan rapat. Kondisi tegakan eboni juga mulai ternaungi, meskipun tidak banyak yang dililit liana. Tegakan eboni di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin ini cukup sehat, dilihat dari banyaknya anakan alam yang berkecambah dan baru tumbuh. Anakan alam di lokasi ini masih berumur sekitar 4-5 bulan, masih berdaun 2 dan 123

Info Teknis EBONI Vol. 10 No. 2, Desember 2013 : 117-126 jumlah anakan sangat melimpah, menutupi lantai hutan sekitar pohon induk eboni. Berdasarkan pada jumlah anakan yang melimpah dan baru saja berkecambah, diperkirakan akhir tahun 2012 masih ada pohon eboni yang berbuah. Terbatasnya jumlah pohon eboni di lokasi, sehingga hanya 13 pohon induk saja yang diambil anakannya, yaitu sekitar 1225 anakan. Gambar 3. Hamparan anakan alam eboni yang masih muda di Kabupaten Maros dan pengambilan data pohon induk. VI. KESIMPULAN Eboni (Diospyros celebica Bakh.) merupakan salah satu tanaman endemik Sulawesi yang mempunyai nilai jual tinggi karena keindahan dan kualitas kayunya. Tanaman eboni terancam kepunahan apabila tidak dilakukan upaya untuk membudidayakan dan mengembangkannya. Pembangunan sumber benih merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan eboni dari kepunahan. Pembangunan sumber benih eboni diharapkan akan lebih memudahkan masyarakat dan para stakeholder dalam memenuhi kebutuhan akan benih yang berkualitas. Salah satu sumber benih yang relatif mudah untuk dibangun adalah Areal Produksi Benih (APB), karena materi genetik dapat berupa anakan alam dan hal ini sesuai dengan kondisi saat ini dimana sulit untuk mendapatkan buah atau biji eboni. Selain pembangunan sumber benih, perlu pula tindakan silvikultur terhadap tegakan alam yang sudah ada, agar tegakan alam mampu menghasilkan lebih banyak buah dan benih, sebagai permudaan alam. 124

Eksplorasi Anakan Alam Eboni (Diospyros celebica Bakh.). UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Balai Penelitian Kehutanan Makassar yang telah mendanai dan memfasilitasi kegiatan penelitian ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada para Petugas Seksi Konservasi Wilayah I Palopo, Balai Besar KSDA serta para petugas lapangan yang telah banyak membantu selama pelaksanaan kegiatan di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Allo M.K., 2008. Deskripsi ekologi habitat eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Cagar Alam Kalaena, Kab. Luwu Timur. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 5 (3) : 175-190. Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Selatan, 2012. Inventarisasi Eboni Pada C. A. Kalaena dan C. A. Ponda-ponda. Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan Bidang Wilayah I Palopo. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Fathoni T., A. Wardhana dan B. Leksono, 2011. Kebijakan Badan Litbang Kehutanan Dalam Pembangunan Sumber Benih dan Status Pemuliaan Tanaman Hutan Saat Ini. Dalam : Peran Sumber Benih Unggul Dalam Mendukung Keberhasilan Penanaman Satu Milyar Pohon. Rimbawanto, A., B. Leksono dan AYPBC Widyatmoko (eds). Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Sumber Benih, 30 Juni 2011. Hal : 3-35. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Na iem M., 2011. Aspek ilmiah pembangunan sumber benih untuk mendukung kebijakan penanaman satu milyard pohon. Dalam : Peran Sumber Benih Unggul Dalam Mendukung Keberhasilan Penanaman Satu Milyar Pohon. Rimbawanto, A., B. Leksono dan AYPBC Widyatmoko (eds). Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Sumber Benih, 30 Juni 2011. Hal : 37-43. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. 125

Info Teknis EBONI Vol. 10 No. 2, Desember 2013 : 117-126 Nurkin, B. 2011. Partisipasi masyarakat dalam konservasi eboni di Maros, Sulawesi Selatan. Prosiding Loka Karya Nasional Status Konservasi dan Formulasi Strategi Konservasi Jenis-Jenis Pohon Yang Terancam Punah (Ulin, Eboni dan Michelia), Bogor, 18 19 Januari 2011. Hal : 204-213. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Alam. Bogor: Badan Litbang Kehutanan Bekerjasama dengan ITTO. Santoso B., 1997. Pedoman Teknis Budidaya Eboni (Diospyros celebica Bakh.). Makassar: Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Trihartono, B., Arif N., Lukman H., 2011. Pedoman Teknis Pembangunan Sumber Benih. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Wilaida, T., 2011. Rencana pemanfaatan sumber benih (potensi produksi, penanganan dan pemanfaatan serta distribusi sumber benih). Workshop Pembangunan Sumber Benih UPT Lingkup Badan Litbang Kehutanan Tahun 2011. Yogyakarta.: Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yudohartono T.P., Y. Hadiyan dan M. Mahfudz, 2009. Konservasi sumberdaya genetik tanaman hutan tingkat desa untuk jenis prioritas setempat. Dalam : Status Terkini Penelitian Pemuliaan Tanaman Hutan. B. Leksono, AYPBC Widyatmoko dan A. Nirsatmanto (eds). Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 1 Oktober 2009. Hal : 11-19. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yuniarti N., D. Syamsuwida dan A. Aminah, 2008. Pengaruh penurunan kadar air terhadap perubahan fisiologi dan kandungan biokimia benih eboni (Diospyros celebica Bakh.). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 5 (3) : 191-198. 126