KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1

dokumen-dokumen yang mirip
2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif (Lembaran Negara Republi

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN TENTANG DEKOMISIONING INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG DEKOMISIONING REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ruang Lingkup Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir meliputi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET

KETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FORMAT DAN ISI LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN DEKOMISIONING. A. Kerangka Format Laporan Pelaksanaan Kegiatan Dekomisioning URAIAN INSTALASI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A. Latar Blakang 01 B. Dasar Hukum 03 C. Definisi. 04 Tujuan Instruksional Umum 06 Tujuan Instruksional Khusus..

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Laporan. Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FORMAT DAN ISI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL

JAMINAN MUTU UNTUK PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR

2013, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

FORMAT DAN ISI PROGRAM DEKOMISIONING INNR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.655, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Manajemen. Penuaan. Nuklir Nonreaktor. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

KEBIJAKAN PENGAWASAN PLTN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN PENGAWASAN TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF


REGULASI TERKAIT KETENTUAN PENYUSUNAN DAFTAR INFORMASI DESAIN INSTALASI NUKLIR DI INDONESIA

PEMERIKSAAN/VERIFIKASI INFORMASI DESAIN REAKTOR NUKLIR

PROGRAM PERATURAN DALAM PENGAWASAN PLTN UNTUK MENYONGSONG PEMBANGUNAN PLTN 1)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 07/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG JAMINAN KUALITAS INSTALASI NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

KAJIAN KESELAMATAN PADA PROSES PRODUKSI ELEMEN BAKAR NUKLIR UNTUK REAKTOR RISET

PENGEMBANGAN PERATURAN TERKAIT PERIZINAN INSTALASI NUKLIR

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2000 Tentang : Perijinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir

KAJIAN PERSYARATAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR KARTINI

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA

IMPLEMENTASI JAMINAN MUTU DI RSG GAS*)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERIZINAN REAKTOR DAYA NON KOMERSIAL

PENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN NUKLIR SERPONG TAHUN 2009

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KETENTUAN PERAWATAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

DISAIN KONSEPSUAL PROGRAM MANAGEMEN DEKOMISIONING REAKTOR RISET

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS IBN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PENYUSUNAN PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

2 Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Keamanan Sumber Radioaktif; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (L

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG KETENTUAN PERAWATAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

Transkripsi:

KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1 Dewi Prima Meiliasari, Zulfiandri, dan Taruniyati Handayani Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir ABSTRAK. KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONING REAKTOR NUKLIR. Pada saat ini semua reaktor di Indonesia telah memasuki tahap operasi. Reaktor Kartini yang mulai dioperasikan tahun 1979, RSG GA Siwabessy di Serpong tahun 1987, dan reaktor Triga 2000 di Bandung, yang telah ditingkatkan dayanya menjadi 2 MW tahun 2000, cepat atau lambat akan memasuki tahap pemadaman permanen, sebelum akhirnya memasuki tahap dekomisioning. Untuk melaksanakan dekomisioning, pengusaha instalasi nuklir (PIN) harus memiliki izin dekomisioning. Izin dekomisioning didapatkan setelah Kepala BAPETEN menyetujui permohonan izin dekomisioning yang disampaikan PIN dengan disertai dokumen pendukung teknis sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BAPETEN No. 4 Tahun 2009 tentang Dekomisioning Reaktor Nuklir. Peraturan tersebut mengatur semua tahapan dekomisioning untuk reaktor nuklir, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, sampai penyelesaian dekomisioning. Peraturan tersebut juga memberikan panduan bagi PIN untuk menyusun program dekomisioning. Dengan mematuhi Peraturan tersebut, diharapkan PIN dan pihak pihak lain mampu menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja dan masyarakat, serta melindungi lingkungan hidup di sekitarnya. Kata Kunci: dekomisioning, reaktor nuklir, dan keselamatan ABSTRACT SAFETY REQUIREMENTS FOR DECOMMISSIONING OF NUCLEAR REACTORS. All non power reactors in Indonesia have entered an operation phase. Reactor Kartini, which started its operation in 1979, RSG GA SIWABESSY in Serpong in 1987, and reactor Triga 2000 in Bandung, which was upgraded into 2 MW in 2000, will eventually enter the phase of permanent shutdown, before finally entering the decommissioning phase. To conduct the decommissioning activities, an operating organization shall have a decommissioning license. The decommissioning license is obtained after BAPETEN approves the decommissioning application letter submitted by the operating organization, along with the technical supporting documents, as stated in BAPETEN Chairman Regulation No. 4 of 2009 on the Decommissioning of Nuclear Reactors. The Regulation has stipulated all stages of decommissioning, from the planning, implementation, to completion of decommissioning. The Regulation also provides the guidance for operating organizations to establish a decommissioning program. By following this Regulation, it is expected that operating organizations and related parties can ensure the safety and health of the workers and public, and the protection of the environment. Keywords: decommissioning, nuclear reactors, and safety 11 Disampaikan pada Seminar Keselamatan Nuklir, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Jakarta, 5 6 Agustus 2009. 176

Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada saat ini semua reaktor di Indonesia telah memasuki tahap operasi. Reaktor Kartini yang mulai dioperasikan tahun 1979 berdaya 100 KW memiliki fasilitas reaktor jenis Triga Mark II yang berfungsi untuk penelitian, pelatihan dan produksi isotop. Demikian juga RSG GA Siwabessy di Serpong yang mulai dioperasikan tahun 1987, mempunyai daya 30 MW dan merupakan reaktor riset jenis MTR (Material Testing Reactor) yang berfungsi untuk penelitian, produksi isotop, uji material dan pelatihan. Reaktor yang lain adalah reaktor Triga 2000 di Bandung, yang telah ditingkatkan dayanya menjadi 2 MW pada tahun 2000, berfungsi untuk produksi isotop. Reaktorreaktor tersebut cepat atau lambat akan memasuki tahap pemadaman permanen, sebelum akhirnya memasuki tahap dekomisioning. Tujuan Penulisan BAPETEN sebagai badan pengawas, berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap proses dan kegiatan dekomisioning di instalasi nuklir, agar selalu terjamin keselamatan bagi para pekerja, masyarakat dan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu BAPETEN mengeluarkan Peraturan Kepala BAPETEN No. 4 Tahun 2009 tentang Dekomisioning Reaktor Nuklir, sebagai ketentuan keselamatan yang harus dipenuhi pengusaha instalasi nuklir (PIN) dan pihak pihak lain yang terkait dalam melaksanakan dekomisioning reaktor nuklir. Masalah Hal hal yang harus diperhatikan terkait dengan kegiatan dekomisioning adalah: 1. adakah peraturan khusus mengenai dekomisioning reaktor nuklir; 2. bila reaktor berhenti beroperasi dan akan dekomisioning, apakah yang harus dilakukan oleh PIN; 3. hal apa sajakah yang harus dipenuhi oleh PIN dalam mengajukan permohonan izin dekomisioning; 4. tahapan tahapan apakah yang harus dilalui PIN dalam mendapatkan izin dekomisioning. BAB II METODOLOGI Makalah ini disusun dengan metode deskriptif melalui studi pustaka dengan tahapan langkah meliputi pengumpulan literatur standar dan peraturan perundang undangan yang terkait, pengumpulan informasi 177

pendukung, analisis, serta penyusunan laporan. dekontaminasi, dan pengamanan akhir. BAB III TEORI Yang dimaksud dengan Dekomisioning dalam Pasal 1 angka 14 Undang Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran adalah Suatu kegiatan untuk menghentikan beroperasinya reaktor nuklir secara tetap, antara lain, dilakukan pemindahan bahan bakar nuklir dari teras reaktor, pembongkaran komponen reaktor, dekontaminasi, dan pengamanan akhir. Definisi yang sama juga tercantum dalam Pasal 1 angka 12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir, Definisi dekomisioning dalam Undang Undang Ketenaganukliran dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Perizinan Reaktor Nuklir tidak berlaku untuk dekomisioning instalasi nuklir non reaktor (INNR), definisi dekomisioning untuk instalasi nuklir non reaktor, didefinisikan tersendiri dalam Pasal 1 angka 8 Peraturan Kepala BAPETEN No.11 Tahun 2007 tentang Ketentuan Keselamatan Instalasi Nuklir Non Reaktor, yang berbunyi: Dekomisioning INNR adalah kegiatan untuk menghentikan beroperasinya INNR secara tetap, antara lain dilakukan pemindahan bahan nuklir, pengukuran paparan radiasi dan tingkat kontaminasi, dekontaminasi, pembongkaran komponen, dan pengamanan akhir. Dekomisioning adalah suatu kegiatan untuk menghentikan beroperasinya reaktor nuklir secara tetap, antara lain dilakukan pemindahan bahan bakar nuklir dari teras reaktor nuklir, pembongkaran komponen reaktor, Namun istilah penghentian beroperasi secara tetap yang dipakai untuk instalasi nuklir dengan istilah yang dipakai fasilitas radiasi dan zat radioaktif berbeda. Hal ini terlihat dalam Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.29 Tahun 2008 tentang 178

Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion Dan Bahan Nuklir yang menggunakan istilah penutupan, Penutupan adalah proses penghentian kegiatan Pemanfaatan zat radioaktif secara permanen. Perbedaan istilah di atas karena untuk mengantisipasi definisi dekomisioning dalam Undang Undang No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Definisi dekomisioning hanya mencakup penghentian beroperasinya reaktor nuklir, sedangkan untuk fasilitas zat radioaktif tidak disebutkan. Dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir dijelaskan bahwa: Badan Pelaksana, Badan Usaha Milik Negara, koperasi, dan/atau badan swasta yang akan melaksanakan pembangunan, pengoperasian, dan dekomisioning reaktor nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib memiliki izin dari Kepala BAPETEN. Izin dekomisioning didapatkan apabila PIN mengajukan permohonan izin dekomisioning kepada Kepala BAPETEN dengan melampirkan dokumen persyaratan administrasi dan dokumen persyaratan teknis. 2 Dokumen persyaratan teknis yang diajukan pada saat melakukan permohonan izin dekomisioning diatur lebih khusus dalam Peraturan Kepala BAPETEN No.4 Tahun 2009 tentang Dekomisioning Reaktor Nuklir, yang akan dibahas lebih jauh di dalam makalah ini. BAB IV PEMBAHASAN Peraturan Kepala BAPETEN No.4 Tahun 2009 tentang Dekomisioning Reaktor Nuklir mengatur semua tahapan dekomisioning mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan penyelesaian dekomisioning. Peraturan Kepala BAPETEN ini terdiri atas 45 (empat puluh lima) pasal, 8 (delapan) bab, yaitu Bab I tentang Ketentuan Umum, Bab II mengenai Tujuan dan Ruang Lingkup, Bab III mengatur tentang Perencanaan Dekomisioning, Bab IV mengatur tentang Pelaksanaan 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir Pasal 24 ayat (2). 179

Dekomisioning, Bab V mengatur tentang Penyelesaian Dekomisioning, Bab VI mengatur tentang Laporan dan Dokumentasi, Bab VII mengenai Ketentuan Peralihan, Bab VIII mengenai Ketentuan Penutup. Dan terdiri dari 6 (enam) lampiran, yaitu Lampiran I mengenai Format dan Isi Program Dekomisioning, Lampiran II berisi Format dan Isi Rencana Survei Karakterisasi, Lampiran III mengenai Format dan Isi Laporan Survei Karakterisasi, Lampiran IV mengenai Laporan Survei Radiasi Akhir, Lampiran V mengenai Pertimbangan untuk menentukan Teknik dan Strategi Dekontaminasi dan Pembongkaran, Lampiran VI mengenai Laporan Pelaksanaan Kegiatan. Perencanaan Dekomisioning PIN harus menyusun rencana dekomisioning dalam laporan analisis keselamatan (LAK) pendahuluan, dan menyusun ringkasan program dekomisioning dalam LAK akhir. Program dekomisioning juga harus disusun secara tersendiri pada tahap operasi. Kaji ulang (review) dan pemutakhiran program dekomisioning harus dilakukan PIN secara berkala setiap lima tahun selama tahap operasi dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Kepala BAPETEN No.4 Tahun 2009 tentang Dekomisioning Reaktor Nuklir. Program dekomisioning yang sudah ditetapkan PIN diserahkan kepada Kepala BAPETEN untuk mendapatkan persetujuan. Program dekomisioning memuat: a. uraian instalasi; b. struktur organisasi pelaksana dekomisioning dan jadwal kegiatan yang merupakan bagian dari manajemen dekomisioning; c. metode atau opsi dekomisioning; d. rencana survei karakterisasi atau ringkasannya; e. perkiraan biaya dekomisioning; f. analisis atau kajian keselamatan; g. kajian lingkungan atau ringkasannya; h. program proteksi radiasi; i. program keamanan nuklir dan seifgard; j. program kesiapsiagaan nuklir; k. rencana penanganan limbah radioaktif; l. kegiatan dekomisioning; m. surveilan dan perawatan; dan n. survei radiasi akhir. Opsi dekomisioning meliputi pembongkaran segera (immediate 180

dismantling), pembongkaran tunda (deferred dismantling), penguburan (entombment), dan kombinasi pembongkaran segera, pembongkaran tunda, dan/atau penguburan. Sejak penyusunan rencana dekomisioning, PIN harus memperkirakan biaya yang diperlukan untuk melakukan dekomisioning, meliputi biaya seluruh kegiatan mulai dari perencanaan dekomisioning, sampai dengan survei radiasi akhir, termasuk biaya penyimpanan limbah radioaktif hasil dekomisioning, dan biaya tambahan untuk kualifikasi personil, surveilan dan perawatan, dan pengamanan reaktor nuklir apabila PIN memilih pembongkaran tunda dalam opsi dekomisioning. PIN menyiapkan jaminan finansial berdasarkan perkiraan biaya dan menyerahkannya kepada Kepala BAPETEN pada saat mengajukan izin komisioning. PIN harus melakukan analisis keselamatan berdasarkan opsi dekomisioning yang dipilih dan hasil perkiraan karakterisasi. PIN wajib mulai memindahkan bahan bakar nuklir dari teras reaktor paling lama 2 (dua) tahun setelah izin dekomisioning diterbitkan. Pelaksanaan Dekomisioning PIN wajib melaksanakan dekomisioning sesuai dengan program dekomisioning yang telah disetujui Kepala BAPETEN. Apabila dekomisioning belum dilaksanakan setelah reaktor tidak dioperasikan lagi, PIN wajib melaksanakan upaya untuk tetap mengungkung zat radioaktif agar tidak lepas ke lingkungan. Selama kegiatan dekomisioning berlangsung, program dekomisioning dapat direvisi disesuaikan dengan data terbaru yang didapatkan pada saat melakukan dekomisioning. PIN bertanggung jawab membentuk organisasi dekomisioning dengan struktur organisasi paling sedikit terdiri atas kelompok proteksi radiasi, spesialis dekomisioning, petugas dekomisioning, dan unit jaminan mutu. Tugas, wewenang dan tanggung jawab masing masing kelompok wajib ditetapkan PIN. Struktur organisasi dekomisioning yang dibentuk PIN harus menjamin bahwa fungsi audit jaminan mutu terpisah dari kelompok organisasi yang bertanggung jawab langsung dalam melaksanakan dekomisioning. Organisasi dekomisioning yang dibentuk PIN dapat melimpahkan tanggung jawab 181

pelaksanaan dekomisioning kepada organisasi lain. PIN juga berkewajiban membentuk panitia keselamatan yang terpisah dari organisasi dekomisioning. Panitia keselamatan dapat berasal dari panitia keselamatan yang dibentuk pada tahap operasi. PIN selama kegiatan dekomisioning wajib menerapkan: a. budaya keselamatan; b. melakukan survei karakterisasi; c. memindahkan bahan bakar nuklir baik segar maupun bekas dari instalasi; d. melaksanakan program proteksi radiasi; e. melaksanakan survei radiasi baik di dalam maupun di luar tapak; f. menangani limbah radioaktif yang ditimbulkan selama kegiatan dekomisioning sesuai rencana pengelolaan limbah radioaktif; g. menerapkan program jaminan mutu; h. menerapkan program kesiapsiagaan nuklir untuk mengantisipasi terjadinya kedaruratan akibat kecelakaan radiasi atau kecelakaan konvensional; i. melaksanakan pengamanan terhadap reaktor nuklir; dan j. melaksanakan dekontaminasi dan pembongkaran. Survei karakterisasi dilaksanakan paling lama setelah semua bahan bakar nuklir dipindahkan dari teras, dan laporan hasil survei karakterisasi diserahkan oleh PIN kepada Kepala BAPETEN. Pemindahan bahan bakar nuklir dari tapak dilaksanakan dengan cara pengalihan ke Badan Tenaga Nuklir Nasional atau pengiriman kembali ke negara asal, yang wajib dilakukan paling lama sebelum kegiatan pembongkaran instalasi dilakukan. Penanganan limbah radioaktif harus dioptimalkan untuk memperkecil penyebaran kontaminasi dan pembentukan limbah sekunder. Dalam hal pembebasan limbah dari pengawasan BAPETEN, seperti menggunakan ulang atau mendaur ulang bahan, peralatan dan/atau gedung, PIN harus menggunakan tingkat klierens yang sesuai. Apabila pembongkaran tunda dipilih sebagai opsi dekomisioning, PIN harus melakukan upaya mengungkung zat radioaktif, melaksanakan perawatan dan surveilan terhadap SSK, dan memberi informasi kepada Kepala BAPETEN mengenai waktu pelaksanaan kegiatan pembongkaran. 182

Penyelesaian Dekomisioning Pada tahap penyelesaian dekomisioning, PIN wajib melaksanakan penanganan limbah radioaktif dan melaksanakan survei radiasi akhir. Limbah radioaktif tersebut wajib diserahkan kepada Badan Tenaga Nuklir Nasional. Setelah kegiatan dekomisioning selesai dilakukan, PIN dapat mengajukan pernyataan pembebasan dari Kepala BAPETEN dengan dengan melampirkan dokumen pelaksanaan kegiatan dekomisioning yang mencakup hasil pelaksanaan penanganan limbah radioaktif dan hasil pelaksanaan survei radiasi akhir, termasuk hasil pengujian paparan radiasi dan kontaminasi zat radioaktif di dalam dan di luar tapak. Laporan dan Dokumentasi Selama umur reaktor, PIN harus menyediakan informasi yang terkait dengan dekomisioning reaktor nuklir dalam bentuk laporan dan dokumentasi. Informasi yang harus tersedia pada tahap desain dan konstruksi yaitu gambar terbangun yang lengkap, foto foto mengenai konstruksi yang terperinci, rekaman pengadaan yang menyebutkan jenis dan jumlah bahan yang dipakai selama konstruksi, dan spesifikasi perkakas dan komponen, termasuk informasi mengenai pemasok, dan berat, ukuran dan jenis bahan yang dipakai dalam konstruksi. Sedangkan informasi yang harus tersedia pada tahap operasi adalah LAK, manual teknis, prosedur operasi dan perawatan, laporan kejadian operasi terantisipasi, batasan dan kondisi operasi, modifikasi desain dan gambargambar yang diperbaharui. BAB V KESIMPULAN PIN dalam melaksanakan dekomisioning reaktor nuklir harus menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja dan masyarakat serta melindungi lingkungan hidup. Untuk itu dalam melaksanakan dekomisioning, PIN harus mengajukan permohonan izin dekomisioning kepada Kepala BAPETEN. Permohonan izin tersebut perlu disertai dengan dokumen administrasi dan teknis. Dokumen teknis tersebut diatur dalam Peraturan Kepala BAPETEN No.4 Tahun 2009 tentang Dekomisioning Reaktor Nuklir. Tahaptahap yang akan dilalui PIN dalam melaksanakan dekomisioning diatur dalam Peraturan Kepala BAPETEN No.4 Tahun 2009 tentang Dekomisioning Reaktor Nuklir, yaitu tahap perencanaan dekomisioning, pelaksanaan 183

dekomisioning, dan penyelesaian dekomisioning, bahwa PIN dapat meminta pernyataan pembebasan dari Kepala BAPETEN. Dengan mematuhi Peraturan Kepala BAPETEN No.4 Tahun 2009 tentang Dekomisioning Reaktor Nuklir, diharapkan PIN dan pihak pihak lain mampu menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja dan masyarakat, serta melindungi lingkungan hidup di sekitarnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Undang undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. 2. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir. 3. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir. 4. Peraturan Kepala BAPETEN No.11 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Keselamatan Instalasi Nuklir Non Reaktor. 5. Peraturan Kepala BAPETEN No.4 Tahun 2009 Tentang Dekomisioning Reaktor Nuklir. 6. Decommissioning of Research Reactors, ANSI/ANS 15, 1994. 7. Decommissioning of Nuclear Power Plants and Research Reactors, IAEA, Safety Guide No. WS G 2.1, 1999. 8. Standard Format and Content for Safety Related Decommissioning Documents, IAEA, SRS No.45. 184