Birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai program pembangunan dan kebijakan pemerintah. Birokrasi harus lebih

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

I. UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis kondisi..., Lina Herlina, FISIP UI., 2009.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


1 Universitas Indonesia

PENGISIAN DAN MASA JABATAN HAKIM KONSTITUSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

Pengadilan Negeri Jantho Tahun 2015

BAB II RENCANA STRATEGIS & PENETAPAN KINERJA. Kepaniteraan dan Kesekretariatan Mahkamah Syar iyah Aceh sudah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan Hukum yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syar iyah Aceh tidak

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 155)

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

Komisi Yudisial. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 25 Juni 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REFORMASI TATA KELOLA PERADILAN. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

LKjIP PA Watampone Tahun BAB I PENDAHULUAN

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

menuntut untuk memperoleh pelayanan yang paling memuaskan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam negara hukum. Karena dalam perspektif fungsi maupun

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan

kinerja yang berkualitas merupakan suatu kebutuhan.

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. aparatur dalam berbagai sektor terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN A. KEBIJAKAN UMUM PERADILAN. Laporan Tahunan Pengadilan Agama Kotabumi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dirasakan sangat penting, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh

PENGADILAN NEGERI SAMBAS

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibentuknya suatu pemerintahan pada hakikatnya adalah

PANDUAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA. A. Sejarah Singkat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhan Batu

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

NOMOR 56 TAHUN 2.0!6 TENTANG

I. PENDAHULUAN. pada akhir tahun 2006, ditandai dengan kajian mengenai penajaman fungsi

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik dalam negara modern adalah inti dari demokrasi. Pelayanan yang diterima publik sebagai akibat keputusan yang dibuat secara bersama (demokratis) adalah inti negara demokratis modern. Untuk dapat memahami dan membuat keputusan yang baik tentang pelayanan publik, dituntut adanya pemahaman tentang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan kebudayaan; semua hal ini secara khusus atau sempit dapat dilihat sebagai proses administrasi negara. Namun, perkembangan ilmu (khususnya ekonomi dan manajemen) yang berlangsung di alam organisasi privat atau sektor bisnis ternyata memiliki imbas yang sangat cepat terhadap perspektif dan ketersediaan alat analisis dan alat kerja untuk menjabarkan dan melaksanakan manajemen pelayanan publik (Kristiadi, 1994:20) Substansi pelayanan publik selalu dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pelayanan publik ini menjadi semakin penting karena senantiasa berhubungan dengan masyarakat yang memiliki keanekaragaman kepentingan dan tujuan. Oleh karena itu, institusi pelayanan publik dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun non-pemerintah. Jika pemerintah, maka organisasi birokrasi pemerintahan merupakan organisasi terdepan yang berhubungan dengan pelayanan publik, dan jika non-pemerintah, maka dapat berbentuk organisasi partai politik, organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan yang lain. Apapun bentuk institusi pelayanan tersebut, yang terpenting adalah bagaimana memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingannya Birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai program pembangunan dan kebijakan pemerintah. Birokrasi harus lebih

2 mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan. Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efisien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu. Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik. Untuk itu perlu melakukan transformasi diri menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat (Suryono, 1999:2). Birokrasi yang bertujuan melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan tersebut pada kenyataannya seringkali diartikulasikan berbeda oleh masyarakat. Birokrasi di dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan (termasuk di dalamnya penyelenggaraan pelayanan publik) diberi kesan sebagai proses kontraproduktif dalam penyelesaian masalah. Akibatnya, birokrasi selalu mendapatkan citra negatif yang tidak menguntungkan bagi perkembangan birokrasi itu sendiri (khususnya dalam hal pelayanan publik) Salah satu ciri dari citra negatif birokrasi terdapat di instansi peradilan. Sistem dan prosedur pelayanan yang berbelit-belit, panjang hirarki, tidak transparan, kurang informatif, lamban, kurang akomodatif, dan tidak konsisten, sehingga tidak menjamin kepastian hukum, waktu dan biaya, serta masih adanya praktek percaloan dan pungutan tidak resmi merupakan beberapa potret birokrasi peradilan di Indonesia selama ini. Lembaga peradilan lebih banyak disebut sebagai pasar gelap keadilan (black justice market) dalam bentuk memperjual-belikan keadilan dengan uang dan terpengaruh oleh kekuasaan. Istilah Mafia Peradilan yang berkonotasi negatif dan menyebabkan rusaknya kepercayaan terhadap lembaga peradilan menjadi nomenklatur yang sering diucapkan dan dianggap hidup dan berkembang di lembaga

3 peradilan. Berbagai kritik dan masukan telah disampaikan berbagai kalangan, termasuk pakar dan akademisi hukum, tetapi citra negatif tersebut tidak juga bergeser. Demikian pula berbagai kebijakan dan peraturan telah diterbitkan oleh pimpinan lembaga peradilan untuk menegakkan profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas, namun kenyataan di lapangan masih belum menunjukkan hasil memadai (MaPPI, 2006:34). Kinerja lembaga peradilan saat ini berada pada titik nadir terendah yang ekstrim. Berbagai keluhan baik dari masyarakat dan para pencari keadilan seolah-olah sudah tidak dapat lagi menjadi media kontrol bagi lembaga tersebut untuk selanjutnya melakukan berbagai perbaikan yang signifikan bagi terciptanya suatu sistem peradilan yang ideal dan sesuai dengan harapan masyarakat. Pada tataran praktis, implementasi teori peradilan akan asas sederhana, cepat, dan biaya murah terlihat sulit terlaksana di lembaga-lembaga peradilan saat ini. Keadaan tersebut diperparah oleh lemahnya manajemen perkara di pengadilan. Kriteria buruknya pelayanan lembaga peradilan dapat dilihat dan diukur juga dari pelayanannya yang dianggap oleh sebagian besar masyarakat sangat tidak optimal. Pelayanan yang tidak optimal tersebut di antaranya adalah lambatnya proses pelayanan permohonan, banyaknya persyaratan administratif yang harus diikuti saat pendaftaran perkara di pengadilan, banyaknya pungutan di luar biaya administrasi resmi dan banyaknya perkara yang menumpuk (Harian Nasional, 2007:4) Berdasarkan hal tersebut, masyarakat sangat mendambakan terbentuknya lembaga peradilan yang memberikan kualitas pelayanan yang sesuai dengan harapan masyarakat sebagai penerima layanan. Penerima layanan akan membandingkan harapan tersebut dengan pelayanan yang diterima. Apabila pelayanan yang penerima layanan terima melebihi dari apa yang diharapkan, maka penerima layanan akan memberikan citra baik kepada lembaga peradilan. Apabila pelayanan yang penerima layanan terima kurang dari apa yang diharapkan, maka penerima layanan akan memberikan citra buruk terhadap lembaga peradilan tersebut.

4 Salah satu lembaga peradilan yang baru dibentuk dan menjadi harapan baru bagi masyarakat adalah Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan baru yang dibentuk sebagai salah satu wujud reformasi konstitusi di Indonesia menjadi sandaran bagi masyarakat akan terciptanya suatu lembaga peradilan yang modern dan terpercaya lahir. Modern karena menerapkan sistem manajemen modern serta menggunakan teknologi canggih, terpercaya karena proses dan putusan yang dijatuhkan memenuhi rasa keadilan masyarakat dan tegaknya hukum dengan mekanisme yang transparan, akuntabel, dan profesional. Untuk menjalankan perannya sebagai lembaga peradilan baru yang mengawal konstitusi, Mahkamah konstitusi memiliki kewenangan mengadili: a. Menguji Undang-undang terhadap UUD 1945; b. Memutus sengketa kewenangan antar kembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945: c. Memutus pembubaran partai politik; d. Memutus tentang perselisihan hasil pemilu; e. Memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan terceala dan atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau wakil Presiden, sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 Pasal 24C Ayat 1. (sumber Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi). Lembaga peradilan yang berdiri pada tanggal 13 Agustus 2003 memiliki visi dan misi. Visi Mahkamah Konstitusi adalah tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat. Adapun misi Mahkamah Konstitusi adalah mewujudkan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang terpercaya dan membangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi.

5 Selama lima tahun Mahkamah Konstitusi berdiri hingga saat ini, banyak pihak dari masyarakat baik kalangan akademisi, praktisi, maupun masyarakat telah biasa mendapatkan akses terhadap pelayanan keadilan, khususnya akses dalam mendapatkan putusan Mahkamah Konstitusi yang merupakan produk utama dari implementasi pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstititusi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Subbagian Pelayanan Putusan Biro Administrasi perkara dan Persidangan Mahkamah Konstitusi, terdapat 2.965 orang penerima layanan yang mendapatkan akses putusan sejak tahun 2004 hingga Juni 2008. Terkait dengan jumlah penerima layanan tersebut, tentu masyarakat memiliki persepsi tentang bagaimana kinerja petugas Mahkamah Konstitusi baik dari sisi kecepatan, keramahan, kesigapan dan kemampuan petugas dalam memenuhi kebutuhan penerima layanan sebagai pihak yang harus dilayani. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan yang diberikan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan yang baru berdiri kepada masyarakat sebagai penerima layanan. Bila layanan yang diterima oleh masyarakat lebih baik dari yang diharapkan dari peradilan ini, maka Mahkamah Konstitusi mendapat citra pelayanan yang baik, namun apabila masyarakat sebagai pengguna layanan ini menerima layanan lebih buruk dari apa yang diharapkan, maka citra pelayanan Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah lembaga peradilan adalah buruk. Kualitas pelayanan yang dimaksud ditinjau dari lima dimensi pelayanan yaitu tangible, reliability, assurance, responsiveness, dan emphaty. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas tentang kondisi buruknya pelayanan instansi peradilan pada umumnya serta munculnya Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan baru yang menjadi harapan masyarakat akan lembaga peradilan yang modern dan terpercaya, maka masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana kualitas pelayanan publik di Mahkamah Konstitusi ditinjau dari dimensi tangible, reliability, assurance, responsiveness, dan emphaty?

6 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini untuk menjelaskan kualitas pelayanan di Mahkamah Konstitusi ditinjau dari dimensi tangible, reliability, assurance, responsiveness, dan emphaty. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat yaitu : a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam teori pelayanan publik khususnya dalam melakukan pengukuran kualitas pelayanan lembaga publik khususnya lembaga peradilan. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjadi referensi bagi kebijakan khususnya kebijakan tentang pelayanan publik terhadap masyarakat serta memberikan input terhadap strategi dalam penyusunan standar operating prosedur dan standar pelayanan minimum kepada masyarakat. 1.5. Sistematika Penulisan Pada Bab 1 (Pendahuluan) dikemukakan mengenai segala aspek yang berkaitan dengan pengangkatan tema penelitian. Latar belakang masalah menjadi dasar untuk menjelaskan mengapa dipilih tema ini, kemudian pokok permasalahan merumuskan secara singkat dan jelas mengenai inti permasalahan yang diteliti. Tujuan serta manfaat penelitian juga dikemukakan dalam pembahasan di bab pendahuluan. Bab 2 (Tinjauan Literatur) menjabarkan mengenai kerangka-kerangka teori serta batasan-batasan konsep yang menjadi dasar serta acuan dari penelitian ini. Teori serta konsep yang dikemukakan akan menjadi pisau analisa dalam membahas

7 permasalahan yang diteliti. Bab ini juga menjelaskan mengenai desain subyek dan juga penetapan dari metode penelitian. Bab 3 (Metode Penelitian) Bab ini juga menjelaskan mengenai desain subyek dan juga penetapan dari metode penelitian. Bab 4 (Gambaran Umum Lokasi) mendeskripsikan mengenai gambaran umum organisasi yang menjadi obyek penelitian yaitu Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Hal-hal yang dititikberatkan dalam mendeskripsikan organisasi Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK adalah pada masalah sejarah pembentukan dan proses jalannya kegiatan Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK hingga saat ini. Masalah visi, misi, maksud dan tujuan dibentuknya organisasi serta standart pelayanan minimal dan manajemen pelayanan publik menjadi bagian penting yang dibahas pada Bab ini. Bab 5 (Pembahasan) merupakan inti dari penelitian ini, dimana data dari hasil penelitian diungkapkan kemudian dibahas. Data yang diperoleh berdasarkan metodologi penelitian yang digunakan kemudian dianalisa berdasarkan kerangka teori dan konseptual yang telah dibahas sebelumnya diharapkan dapat memberikan jawaban atas pokok permasalahan penelitian ini. Bab 6 merupakan bab Simpulan dan saran yang berisi kesimpulan serta saran-saran ataupun rekomendasi dari hasil penelitian yang diharapkan dapat memberikan manfaat sebagaimana yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya.